Ag
A. Pendahuluan Dalam Rancangan Peraturan Perundangan (RPP) mengenai Kode Etik Pegawai negeri Sipil (PNS) dalam Bab I Pasal 1 ayat (1) dijelaskan pengertian Kode Etik PNS sebagai ; Norma-norma sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang diharapkan dan dipertanggung jawabkan dalam melaksanakan tugas pengabdiannya kepada bangsa, negara, masyarakat, dan tugas-tugas kedinasan
organisasinya serta pergaulan hidup sehari-hari sesama PNS dan individu-individu di dalam masyarakat. Adapun untuk mencapai maksud dan tujuan Kode Etik PNS yang dirumuskan dalam RPP tersebut, menghasilkan pokok-pokok Kode Etik PNS yang mencakup hubungan-hubungan PNS dengan Pusat maupun Daerah, hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, Negara, Pemerintah, Organisasi , masyarakat dan dengan dirinya sendiri. Salah satu pembahasan dalam masalah ini hanya akan ditekankan pada hubungan PNS dengan Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan salah satu pokok Kode Etik PNS. Dalam modul Etika Organisasi Pemerintah oleh Drs. Desi Fernanda, M.Soc. Sc. di jelaskan bahwa hubungan PNS dengan Tuhan Yang Maha Esa adalah: Setiap PNS bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memilih agama sesuai keyakinannya masing-masing. Setiap PNS harus bersikap hormat menghormati antar sesama warga negara pemeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan melaksanakan kerukunan anatar umat beragama dalam semangat persatuan dan kesatuan.
Setiap PNS wajib menghayati dan mentaati serta mengamalkan sikap kepatutan, kelayakan dan tata nilai yang berlaku dan berkembang di dalam masyarakat sesuai nilai-nilai agama yang ada sebagai bagian dari jati diri dan integritas Pegawai Negeri Sipil. Pemerintah dan seluruh jajarannya di negara manapun sering menjadi obyek
kritikan masyarakat karena berbagai kelemahan yang ditunjukkannya. Ini adalah resiko dari sektor publik, khususnya dalam lingkungan demokrasi, menghadapi kondisi masyarakat yang sangat bervariasi, kompleks, dan dinamis. Organisasi pemerintahan pada umumnya dirancang sebagai sistem birokrasi yang besar dan berorientasi kepada aturanaturan hukum dan perundang-undangan, serta prosedur yang baku, sehingga dalam interaksinya dengan masyarakat cenderung kaku, rumit, lamban, bahkan korupsi Dalam kondisi masyarakat seperti sekarang ini, pemerintah di sebuah negara cenderung menentukan arah dan komitmen melakukan reformasi dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahannya. Alasan mengapa pemerintah perlu melakukan perubahan, salah satunya adalah bahwa sistem-sistem dalam pemerintahan tidak cukup efektif membentuk kompetensi dan kualitas sumber daya manusia yang handal. Sebaliknya sistem dalam pemerintahan telah cenderung membentuk para birokrat menjadi kurang responsif, lamban, berorientrasi pada status quo, korupsi dan sebagainya. Akan tetapi kenyataannya tetap saja pemerintah mendapat kritikan dan sorotan yang tajam, karena dianggap para abdi negara khususnya para PNS yang belum bisa memberikan pelayanan yang optimal bahwa salah satu prinsip dalam pemerintahan adalah pelayanan, yaitu semangat untuk melayani masyarakat (a spirit of public service), dan menjadi mitra masyarakat (partner of society). Untuk mewujudkan hal itu, maka diperlukan suatu proses perubahan perilaku yang antara lain dapat dilakukan melalui
pembudayaan kode etik (code of ethical conducts) yang didasarkan pada dukungan lingkungan (enabling strategy) yang diterjemahakn ke dalam standar tingkah laku yang dapat diterima umum, dan dijadikan acuan perilaku aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah-daerah. Dengan demikian, untuk meningkatkan standar etika organisasi pemerintah itu, sebenarnya adalah meningkatkan kualitas perwujudan atau pemenuhan batasan-batasan nilai atau norma sikap dan perilaku dalam kebijakan dan tindakan aparatur pemerintah, yang dapat memuaskan dan membangun kepercayaan masyarakat. Karena tanpa kepercayaan masyarakat, pemerintah dimanapun tidak akan mampu menjalankan pemerintahannya secara efektif dan efisien. Nilai-nilai atau norma sikap dan perilaku PNS akan terjawab, salah satunya apabila setiap PNS telah mengamalkan ajaran agamanya dengan sebaik mungkin.
B. Pembahasan Dalam kehidupan masyarakat modern bahkan post-modern dewasa ini, setiap individu anggota masyarakat dalam interaksi pergaulannya dengan anggota masyarakat lainnya atau dengan linkungannya, tampaknya cenderung semakin bebas, leluasa dan terbuka. Akan tetapi tidak berarti tidak ada batasan sama sekali, karena sekali seseorang melakukan kesalahan dengan menyinggung atau melanggar hak-hak asasi seseorang lainnya, maka seseorang tersebut akan berhadapan dengan sangsi hukum berdasarkan tuntutan dari orang yang merasa dirugikan hak asasinya. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat di masa lalu, yang cenderung bersifat kaku dan tertutup karena kehidupan sehari-harinya sangat dibatasi oleh berbagai nilai normatif serta tabu-tabu atau berbagai larangan yang secara adat wajib dipatuhi.
Dengan melihat contoh tersebut di atas, menunjukkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari setiap anggota masyarakat akan berhadapan dengan batasan-batasan nilai normatif, yang berlaku pada situasi tertentu yang cenderung berubah-ubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat itu sendiri. Batasanbatasan nilai normatif dalam interaksi dengan masyarakat dan lingkungannya itulah yang kemudian dapat kita katakan sebagi nilai-nilai etika. Sedangkan nilai-nilai dalam diri seseorang yang akan mengendalikan dimunculkan atau tidaknya kepatuhan terhadap nilainilai etika dapat kita sebut dengan moral atau moralitas. Secara konseptual, etika merupakan bagian dari disiplin ilmu filsafat yang berfokus pada nilai-nilai yang diyakini dan dianut oleh manusia beserta pembenarannya, termasuk nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Istilah etika memiliki kecenderungan dipandang sebagai suatu sistem nilai apa yang baik dan buruk bagi manusia dan masyarakat. Sehingga kesemua permasalahan tentang nilai yang di anut oleh manusia, penulis memandang nilai keagamaanlah yang merupakan kunci utama dari permasalahan ini dan dalam implementasinya, memang benar bahwa nilai keagamaan seseorang akan menyumbangkan peranan yang sangat besar dalam membicarakan masalah kode etik.
Peranan Agama dalam Kehidupan Manusia Dalam kehidupan sehari-hari, banyak contoh dapat kita lihat atau saksikan betapa penting peranan agama sebagai kendali dalam kehidupan manusia. Kalau kita menyaksikan sebuah film, sandiwara atau sinetron, kita melihat ada pemegang peran utama dan dialah yang menjadi inti cerita dan yang menentukan jalannya cerita. Inti atau peran utama itulah iman dan taqwa, yang terdapat dalam ajaran agama sebagai pemegang kendali dalam
kehidupan manusia. Kalau manusia lupa, lepas kendali dan remnya blong, maka bahaya dapat terjadi sewaktu-waktu. Jika manusia tidak ada atau lepas kendali, berarti pengawasan terhadap dirinya hilang, dibawa terbang oleh nafsu yang tak terkendali. Kendali iman itu dapat menjadi tipis, tebal dan mungkin juga hilang jika tidak selalu diperbaharui, diingatkan agar tidak lupa. Dalam ajaran Islam nilai-nilai keimanan yang melekat pada diri manusia kadangkadang bisa terkalahkan oleh godaan setan baik berupa jin, manusia atau budaya-budaya negatif yang berkembang di sekitarnya. Karena itu, bisa jadi seseorang pada suatu hari sudah kompeten dalam menjalankan niai-nilai keimanan tersebut dan pada hari yang lain menjadi tidak kompeten lagi. Dalam sebuah hadits al-Iman yazid wa yanqush bahwa iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang. Ada beberapa faktor fungsi agama: 1. Motivasi. Motif adalah niat, kesadaran yang mendorong pikiran orang untuk berbuat. Agama mengajarkan nilai etis, bahwa suatu perbuatan itu ditentukan oleh niat yang melakukannya. Pekerjaan yang sama, dilakukan oleh dua orang yang berbeda motivasinya akan berbeda pula hasilnya. Sebaliknya kalau orang tidak punya motifasi, dalam kehidupannya akan merasa hampa, tidak bergairah dan tanpa tujuan. Contoh : a. Disiplin yang dilakukan seorang PNS, karena takut pengawasan dari atasan. Jika atasannya tidak ada, disiplinnya hilang. b. Seorang karyawan ingin mengantar teman wanitanya pulang, karena ada sesuatu tujuan tertentu yang kurang baik (niatnya itu salah) pada hal dia mengetahui teman wanita itu sudah punya suami.
2.
Integratif. Ajaran agama memberikan perpaduan antara kepentingan manusia dengan Tuhan,
antara kepentingan pribadi dengan keluarga. Kasihi sesama manusia, maka Tuhan akan mengasihi kita juga. Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolah engkau akan hidup selamanya dan beramalah untuk agamamu seolah esok hari kau akan mati. Integratif pribadi dengan masyarakat adalah untuk kepentingan bersama, walau berbeda suku, agama dan strata lainya tetapi bersama dalam tugas sebagai abdi negara. 3. Kreatif. Agama dengan ajarannya mengandung perintah agar manusia berusaha dengan kemampuan sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Seseorang dituntut untuk melaksanakan tugas atau usahanya, tidak berdasarkan pada orang tua, keluarga atau orang lain. Dia berhak untuk bekerja dan berusaha dengan menggali dan dan mencari sumber yang ada. Jadi manusia akan mendapatkan dengan apa yang diusahakannya. Dalam ajaran agama Kristen, manusia adalah gambaran Allah, karena itu kasihilah sesama manusia maka Allah akan mengasihi kamu juga. Ajaran Hindu dan Budha, manusia berasal dari Brahman, yang dilihat adalah karmanya, kalau manusia melakukan kejahatan maka akan menuai kejahatan juga hasilnya dan akan ber-reinkarnasi menjadi binatang demikian sebaliknya jika melakukan kebaikan akan menui kebaikan juga. 4. Sublimatif. Sublimatif bertindak sebagai rem bagi diri manusia supaya tidak salah jalan. Rem itu berfungsi untuk menahan atau membatasi nafsu manusia yang bersifat mendorong tanpa batas, serakah, tak ada kepuasan dan sifat-sifat negatif lainnya. Contoh dalam kehidupan sehari-hari: Seorang PNS yang telah mempunyai sepeda motor ingin mempunyai mobil dan telah punya mobil tidak cukup kalau hanya satu, masih terasa
kurang kalau anak dan istrinya tidak punya sendiri. Lalu darimana uang untuk membeli mobil tersebut kalau memang semua harus terpenuhi, tentu kalau tidak sesuai dengan kemampuannya akan mencari jalan pintas untuk mendapatkan uang tersebut. Tugas sublimatif adalah menyalurkan ke arah yang lebih lurus, tenang, sabar, dan tawakkal. Kalau memang lagi roda di bawah kita harus terima, dunia bukanlah milik kita itu yang harus disadari, tetapi kita harus tetap berusaha. Efek positif dari sublimatif ini, antara lain: Mencegah berbuat balas dendam, tidak ada perasaan membalas perbutan yang kurang wajar dari teman sejawat. Perlu perencanaan hidup. PNS itu ada batas waktunya dalam bekerja yaitu pensiun, maka jauh-jauh hari mulai dari CPNS harus dipikirkan atau direncanakan peningkatan karier apabila pekerjaan yang digelutinya habis masa pensiun. Penghematan perlu dilakukan baik dalam keluarga apalagi sebagai PNS. Hemat itu perlu tetapi kikir atau pelit itu dilarang.
Penerapan Agama dalam Tugas PNS Menurut teori Abraham A. Maslow, bahwa manusia itu bekerja karena motivasi untuk memuaskan kebutuhan dasar atau pokok. Kebutuhan dasar atau pokok itu meliputi: 1. Kebutuhan Fisik 2. Kebutuhan rasa aman 3. Kebutuhan integrasi sosial 4. Kebutuhan harga diri 5. Kebutuhan mengembangkan diri
Munculnya semua kebutuhan itu berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang ada, karena manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar atau pokok. Dengan demikian yang pokok itulah yang harus didahulukan. Dalam memenuhi kebutuhan pokok perlu adannya rasa aman, maka seseorang itu dalam kehidupannya membutuhkan: status pegawai yang jelas keselamatan kerja jaminan karier dan pensiun jaminan keadilan bebas dari tekanan dan ancaman
Bagi CPNS , pengembangan dan potensi diri serta pengembangan karier haruslah menjadi perhatian utama, baik melalui pendidikan formal atau pendidikan keterampilan lainnya. Kesempatan itu haruslah diusahakan dan di cari, dia tidak akan datang dengan sendirinya. Dalam bukunya Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Prof. DR. Kuncaraningrat mengatakan: Bahwa dalam konsep priyayi Jawa: menghubungkan karya dengan amal. Artinya hasil karya yang mewujudkan kebahagiaan hidup, yaitu kedudukan, kekuasaan, lambang lahiriyah kemakmuran. Maka dahulu rumah priyayi Jawa itu yang megah adalah kamar depan dan kamar tamu, sedang bagian belakang tidak dipentingkan. Demikian pula adat sopan santun, berorientasi pada atasan sedangkan dalam adat kebiasaan di luar Jawa, sopan santun berorientasi pada orang yang lebih tua. Bagi petani Jawa motivasi kerja keamanan hidup, untuk itu diperlukan keserasian dengan alam, gotong-royong sesama manusia. Kalau kita perhatikan motivasi kerja secara adat masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, banyak hal yang lemah dan
tidak perlu dikembangkan dan banyak pula yang kuat perlu dikembangkan dalam pembangunan bangsa Indonesia. Adat yang lemah adalah kebanggaan diri terhadap keturunan yang segalanya berdasarkan warisan dan bukan atas usaha sendiri. Sedangkan adat yang kuat mengandung makna bahwa pada dasarnya hidup ini adalah penderitaan, orang harus berusaha menghilangkan penderitaan itu. Dalam bidang agama, motivasi mengandung makna bahwa orang bekerja tergantung pada niatnya Innamal amalu bi niyah. Mencari rezeki yang halal kalau niatnya mencari ridha Allah adalah merupakan ibadah. Manusia diberi nilai karena usahanya, nasibnya tak akan berubah selama dia tidak berusaha untuk mendapatkan perubahan. Tujuan orang bekerja adalah pekerjaan yang diridhai Allah karena memenuhi perintah Allah, orang mendapatkan selain dari hasil karyanya berupa upah, dia akan mendapat pahala sebagai hasil usahanya yang halal. Manusia yang bertaqwa kepada Tuhan YME adalah manusia yang dalam tugas hidupnya berorientasi ke atas atau secara vertikal yakni hubungan kepada Tuhan YME dan secara horisontal hubungan antar sesama manusia dan lingkungan alam sekitarnya. Sebagai PNS kita harus melaksanankan aturan / perintah dari atasan, pimpinan, karena ajaran agama menyuruh berbuat demikian, ikutilah perintah Allah dan Rasulnya dan perintah yang diberikan pemimpin kamu. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka setiap PNS wajib membaca, memperhatikan dan menghayati peraturan-peraturan yang berhubungan dengan masalah kepegawaian dan yang berhubungan dengan masalah pelaksanaan tugasnya, disamping itu wajib pula menghayati ajaran agamanya.Nilai akhlak atau moralitas sangat dijunjung tinggi oleh sebuah komunitas sosial. Secara umum manusia mendambakan dan memeluk moralitas.
Sebagai bukti bahwa manusia merupakan makhluk sosial adalah terbentuknya suatu masyarakat. Dengan demikian masyarakat merupakan perwujudan kehidupan bersama sekelompok orang yang mendiami wilayah tertentu. Berbagai proses sosial juga berlangsung di sini. Dalam pandangan para ilmuwan kancah ini telah menghasilkan berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu kemasyarakatan (sosiologi), ilmu kebudayaan (anthropologi), ilmu hubungan masyarakat dan lain-lain. Secara sosiologis, seseorang yang hidup dalam masyarakat membentuk suatu budaya atau pranata tertentu yang dalam prosesnya mengkristal dalam bentuk nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Oleh karenanya nilai-nilai ini mengikat kepada setiap anggota masyarakat di tempat itu. Dalam konteks inilah upaya pewarisan nilai-nilai itu diperlukan. Dengan demikan antara masyarakat, nilai dan pendidikan memiliki hubungan yang saling terkait. Nilai akhlak yang merupakan bagian inti dari nilai yang dijunjung tinggi oleh manusia harus memperoleh perhatian yang memadahi dari semua pihak. Artinya proses alih nilai akhlak ini menjadi tanggungjawab bersama.
10
C. Penutup Bila nilai akhlak telah dapat diwariskan secara berantai dari satu generasi ke generasi berikutnya, maka bangunan tingkah laku kolektif akan tercipta. Ketika bangunan tingkah laku kolektif terbentuk, maka kontrol sosial terhadap kehidupan anggota masyarakat yang bersangkutan akan efektif. Keadaan seperti ini menghantarkan masyarakat kepada kondisi kondusif dan dinamis untuk memajukan diri dengan tidak meninggalkan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi di daerah setempat. Sebagai PNS agama bisa membentengi diri dari hal-hal berikut: Frustasi, stress dan putus asa Panik, berbuat tanpa kontrol Bersifat kekanak-kanakan Over kompensasi atau berbuat yang aneh-aneh
Dengan demikian, nilai-nilai atau norma sikap dan perilaku PNS akan terjawab, salah satunya apabila setiap PNS telah mengamalkan ajaran agamanya dengan sebaik mungkin.
11
DAFTAR BACAAN
Desi Fernanda, Drs., M.Soc.Sc., Etika Organisasi Pemerintah, Bahan Ajar Diklat Prajabatan Gol. III., LAN, Jakarta, 2003 Gering Supriadi, Drs., MM; Tri Guno, Drs.,LLM. Budaya Kerja Organisasi Pemerinah, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta, 2003 Hari Cahyono, Cheppy, Ilmu Budaya Dasar, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya, 1987. Maran, Rafael Raga, Manusia dan Kebudayaan, dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2000. Wahyudi Kumarotomo, Etika Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada Jakarta, 1992 Magnis Suseno. Frans, Etika Dasar, Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral Kanisius, Yogyakarta, 1987.
12