Anda di halaman 1dari 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Otitis Media Supuratif Kronik 1. Definisi dan Etiologi Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis ditelinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret yang keluar mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis media supuratif kronis bila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut sebagai otitis media supuratif subakut. Anak-anak yang tinggal di lingkungan yang padat dan kumuh disertai dengan sanitasi yang buruk lebih sering menderita OMSK (2, 19). 2. Klasifikasi OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu OMSK tipe aman (tipe mukosa atau tipe benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang atau tipe maligna). Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK tipe aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang adalah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering (2). Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak disentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe 6

7 aman tidak terdapat kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin) (2). 3. Gejala Klinis Gejala klinis dari OMSK tipe benigna adalah ditemukannya sekret yang bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret biasanya bersifat hilang timbul. Nyeri juga kadang muncul pada OMSK, hal ini disebabkan karena terbendungnya drainase pus. Selain itu juga kadang ditemukan tinnitus dan vertigo (4). 4. Penatalaksanaan Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulangulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan yaitu: adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar; terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal; sudah terbentuk jaringan patologik yang irreversibel dalam rongga mastoid dan ; gizi dan higiene yang kurang. Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konservatif atau dengan medikamentosa. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap ampisilin) sebelum hasil tes resistensi diterima (2). B. Mikroorganisme Penyebab OMSK 1. Pseudomonas aeuroginosa Kuman ini berbentuk batang, bersifat Gram-negatif, mempunyai flagel polar. Pseudomonas menghasilkan membran luar yang menjadi bagian dari

8 dinding selnya, dimana struktur membran luar ini berperan dalam resistensi terhadap berbagai antibiotik. Pseudomonas dapat tumbuh dengan baik tanpa nutrisi khusus, mampu berproliferasi pada suhu kamar dan sangat tahan terhadap antibiotik sehingga sulit untuk diobati (16, 20). 2. Proteus mirabilis Bakteri ini bersifat Gram-negatif, motil dengan flagel peritrik, oksidase negatif, katalase dan nitrat positif, urease positif, serta mampu mendeaminase fenilalanea. Pada umumnya bakteri ini tidak meragikan laktosa, namun menghasilkan bau yang sangat amis (20, 21). 3. Staphylococcus aureus Bakteri ini tidak bergerak, tidak berspora, dan bersifat Gram-positif. Staphylococcus aureus tumbuh optimal pada suasana aerob. Staphylococcus aureus mengandung polisakarida, protein, dan bahan ekstraseluler yang bersifat antigenik. Selain itu, Staphylococcus aureus juga menghasilkan metabolit nontoksin, eksotoksin dan enterotoksin (20, 21). 4. Klebsiella sp. Kuman ini bersifat Gram-negatif, memiliki kapsul polisakarida, non-motil, menggunakan sitrat sebagai sumber karbonnya, indol positif, meragikan laktosa dan menghasilkan gas dari peragian tersebut. Klebsiella sp. mengekspresikan 2 jenis antigen pada permukaan selnya, yaitu antigen O (komponen

lipopolisakarida/LPS) dan antigen K (kapsul polisakarida) (20, 21).

9 C. Terapi Antibiotik pada OMSK Antibiotika merupakan salah satu medikamentosa yang telah digunakan untuk pengobatan OMSK sejak dulu. Pada OMSK jinak aktif prinsip terapi yang dianjurkan adalah pembersihan secara lokal kavum timpani dan liang telinga luar disertai pemberian obat lokal berupa antibiotik tetes telinga. Pemberian antibiotika topikal jauh lebih baik dibanding dengan pemberian secara oral karena dalam waktu singkat sudah ditemui dengan konsentrasi tinggi pada mukus dan debris di telinga tengah. Selain itu antibiotika lokal juga mempunyai efek samping yang rendah jika dibandingkan dengan antibiotika sistemik. Keluarnya sekret menandakan adanya perforasi membrana timpani, oleh karena itu penggunaan antibiotik topikal menjadi praktis dan bermanfaat. Pada pemberian antibiotik lokal juga perlu diperhatikan bahwa pemberian tidak boleh diberikan lebih dari satu minggu, karena dikhawatirkan menyebabkan ototoksik (22, 23). Antibiotika topikal yang sering digunakan untuk pengobatan OMSK adalah: 1. Kloramfenikol Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat bakteriosid. Kloramfenikol banyak ditemukan resistensi terhadap Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp. dan Klebsiella sp. seperti yang ditemukan pada penelitian di Ethiopia. Pada penelitian di RSUD Ulin tahun 2008 justru kloramfenikol sensitif (100%) terhadap Pseudomonas aeruginosa. Terjadinya resistensi pada kloramfenikol karena perubahan permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri (8, 24).

10 2. Polimiksin B atau Polimiksin E Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman Gram negatif, Pseudomonas, E.coli, Klebsiella, dan Enterobacter tetapi tidak efektif terhadap kuman Gram positif seperti B. fragilis dan toksik terhadap ginjal dan susunan saraf (22,26). 3. Gentamisin Gentamisin adalah antibiotika derivat aminoglikosida dengan spektrum yang luas dan aktif untuk melawan organisme Gram positif dan Gram negatif termasuk Pseudomonas sp, Proteus sp. dan Staphylococcus sp. Dalam penelitian di Karachi ditemukan bahwa Pseudomonas aeruginosa sensitif terhadap aminoglikosida yaitu amikasin dan gentamisin. Hal ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya di Nigeria, Nepal dan India. Namun, beberapa penelitian justru menunjukkan bahwa Pseudomonas resisten terhadap gentamisin (16, 22). 4. Siprofloksasin Merupakan derivat fluorokuinolon. Penelitian Utji (1999) mendapatkan bahwa pemakaian tetes 0,3% siprofloksasin pada penderita OMSK lebih berhasil guna dan lebih murah dibanding pemakaian tetes telinga kloramfenikol, dan tidak dijumpai efek ototoksik. Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa

Siprofloksasin sangat efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa. Saat ini siprofloksasin semakin banyak digunakan untuk terapi empiris disebabkan resistensi terhadap antimikroba empiris yang biasa dipakai. (16, 22, 27). Resistensi mikroba terhadap antibiotik bukanlah fenomena yang baru. Setelah penemuan pertama penicillin pada tahun 1940, resistensi berkembang sangat cepat pada beberapa bakteri (seperti Staphylococcus aureus) yang

11 bertanggung jawab terhadap terjadinya pengobatan yang gagal. Munculnya resistensi terjadi karena seleksi alami dari teori Darwin terhadap resistensi bakteri sebagai hasil adaptasi terbaru dari terhadap lingkungan mikroba. Pada keadaan lain, beberapa bakteri justru secara alami resisten terhadap antibiotik tertentu (contohnya: Penicillin resisten terhadap Klebsiella pneumonia). Resistensi antibiotik yang meluas ini juga didorong oleh penggunaan antibiotik broad spectrum yang luas, pilihan yang dipaksakan serta kurangnya kontrol terhadap infeksi. Masalah infeksi bakteri resisten terhadap antibiotik ini penting di fasilitas kesehatan karena faktor pasien yang mudah terkena dan meningkatnya pemilihan antibiotik yang dipaksakan. Hal ini juga diperburuk dengan kurangnya

perkembangan agen antimikroba yang baru (28, 29, 30, 31). D. Tes Kepekaan Antibiotik Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode difusi. Metode ini dilakukan dengan cara cakram kertas saring atau silinder tidak beralas yang mengandung obat dalam jumlah tertentu ditempatkan pada perbenihan padat yang telah ditanami dengan biakan tebal bakteri yang diperiksa. Setelah inkubasi garis tengah daerah hambatan jernih yang mengelilingi obat dianggap sebagai ukuran kekuatan hambatan terhadap bakteri yang diperiksa. Metode ini banyak dipengaruhi faktor fisik dan kimiawi disamping interaksi antara obat dan mikroorganisme (misalnya sifat perbenihan dan daya difusi, ukuran molekul stabilitas obat). Meskipun demikian dengan standarisasi keadaan tersebut memungkinkan hasil kuantiatif terhadap potensi obat atau kepekaan bakteri.

12 Menurut CLSI (Clinical and Laboratory Institute) interpretasi hasil yang sensitif berarti isolat dapat dihambat oleh konsentrasi antibiotik yang dengan menggunakan dosis antibiotik yang direkomendasikan untuk tipe infeksi dan spesies penyebab infeksi tersebut. Hasil sensitif diketahui melalui diameter zona radikal yaitu diameter zona radikal dibawah diameter sensitif menurut CLSI. Resisten berarti bahwa isolat tidak dihambat oleh konsentrasi antibiotik yang sering diberikan pada dosis normal. Hasil resisten diketahui melalui diameter zona radikal yaitu diameter zona radikal dibawah diameter resisten berdasarkan CLSI. Intermediet berarti antibiotik dapat digunakan sebagai obat jika dapat mencapai jaringan tertentu dimana obat dapat terkonsentrasi atau ketika obat dapat digunakan dengan dosis lebih tinggi dari biasanya tanpa efek yang berbalik. Hasil intermediet diketahui melalui diameter zona radikal berada di antara diameter sensitif dan resisten menurut standar CLSI.

Anda mungkin juga menyukai