Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan izin-Nya makalah yang berjudul Daya Beli Masyarakat Indonesia Tahun 2009-2012 dapat kami selesaikan dengan baik. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Ekonomi. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosenIlmu Ekonomi, Bapak Azwar dan berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung kami dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga kebaikan anda sekalian mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnan, oleh karena itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini di masa depan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Depok, 27 Maret 2013

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI ...... BAB I PENDAHULUAN ...... 1.1 Latar Belakang .. 3 1.2 Rumusan Masalah . 4 1.3 Maksud dan Tujuan .. 1.4 Jenis Tulisan . BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian PPN dan PPnBM 2.2 Karakteristik PPN dan PPnBM. 5 7 4 4 2

2.3 Subjek dan Objek PPN dan PPnBM . 9 2.4 Diagram Perkembangan daya beli masyarakat di Indonesia 11

2.5 Hubungan PPN dan PPnBM dengan daya beli masyarakat di Indonesia . 12 2.6 Dampak dari daya beli masyarakat ... 13 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ... 15 3.2 Saran . 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat, maka permintaan terhadap suatu produk atau jasa baik kualitas maupun kuantitasnya semakin meningkat pula, hal ini mendorong para produsen untuk menawarkan bermacam produk dan jasa kepada konsumen. Berbagai macam produk ditawarkan oleh produsen, baik itu produk makanan, fashion, kendaraan, dan sebagainya. Perusahaan yang berorientasi kepada pasar harus memikirkan bagaimana cara mempengaruhi calon konsumen, khususnya pembeli potensial agar bersedia membeli produk yang dihasilkan perusahaan. Untuk dapat bertahan dalam keadaan yang peka terhadap perubahan yang penuh persaingan saat ini, sebuah perusahaan pertama-tama harus menentukan strategi yang dapat menarik calon konsumen agar tertarik terhadap produk perusahaan yang selanjutnya konsumen akan membeli produk tersebut. Pada umumnya perusahaan menerapkan atau melaksanakan pemasaran secara terpadu agar dapat meningkatkan volume penjualan disamping kepuasan konsumen dapat terpenuhi. Persaingan produsen barang atau jasa itu membuat masyarakat dimanjakan dan dipenuhi semua kebutuhannya, dari kebutuhan primer, sekunder hingga tersier. Sehingga hal itu membuat masyarakat Indonesia menjadi bersikap konsumtif. Kehidupan manusia dalam kesehariannya tidak lepas dari kebutuhan konsumsi, yakni pemakaian barang-barang (produksi). Kebutuhan adalah kekurangan, artinya ada sesuatu yang kurang dan oleh karena itu timbul kehendak untuk memenuhi atau mencukupinya. Kehendak ini dapat disamakan pula dengan tenaga pendorong supaya berbuat sesuatu, bertingkah laku. Banyaknya tuntutan atas kebutuhan diharapkan agar manusia mampu memilah-milah mana barang yang hendak dikonsumsi, karena tidaklah semua barang yang ada di pasaran harus dibeli sehingga berakibat pada perilaku konsumtif. Remaja sering dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, antara lain karena karakteristik mereka yang labil, spesifik dan mudah dipengaruhi sehingga akhirnya mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku membeli yang tidak wajar. Membeli tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang dibutuhkan, namun membeli dilakukan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti mode, hanya ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial dan sebagainya. Remaja merupakan obyek yang menarik untuk diminati oleh para ahli pemasaran. Kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial bagi produsen karena remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung

boros dalam menggunakan uangnya, lebih mudah terpengaruh teman sebaya dalam hal berperilaku dan biasanya lebih mementingkan gengsinya untuk membeli barang-barang bermerk agar mereka dianggap tidak ketinggalan zaman. Bagaimanapun perilaku membeli yang berlebihan, lepas kendali tidak lagi mencerminkan usaha untuk memanfaatkan uang secara ekonomis, apabila dibiarkan terus menerus akan sangat berbahaya, sebab akan membawa dampak negatif yakni mengeluarkan uang tanpa perhitungan. Anak-anak muda memiliki kecenderungan berperilaku konsumtif. Terlihat pada pola konsumsi yang berlebihan, dikarenakan keinginannya untuk mengangkat wibawa diantara teman-teman sebayanya. Maka dari itu perilaku masyarakat yang konsumtif membuat daya beli masyarakat meningkat dan mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Dalam makalah ini akan membahas tentang Daya beli masyarakat di Indonesia. Kami juga menganalisa perkembangan daya beli masyarakat dalam periode 4 tahun belakangan ini.

1.2 Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. Apa yang dimaksud dengan PPN dan PPnBM? Bagaimana perkembangan PPN dan PPnBM dari tahun 2009-2012? Bagaimana hubungan PPN dan PPnBM dengan daya beli masyarakat Indonesia? Dampak dari perkembangan daya beli masyarakat Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan Mengetahui perkembangan daya beli masyarakat Indonesia 4 tahun belakangan ini.

1.4 Metode Penyajian Data Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode pengumpulan data, deskriptif dan disertai dengan diagram pekermbangan daya beli masyarakat.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PPN dan PPnBM Pajak pertanbahan nilai atau yang disingkat PPN atas barang dan jasa adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, impor barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan barang kena pajak tidak terwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak. PPN secara efektif mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 April 1985, walaupun berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Januari 1984. PPN ditetapkan dengan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa tanah, upah kerja, dan laba perusahaan adalah merupakan unsure nilai tambah. Jadi nilai tambah dapat diperoleh dalam kegiatan industri maupun perdagangan, bukan diperoleh dari perubahan bentuk atau sifat barang. Nilai tambah dapat dirumuskan sebagai hasil penjumlahan unsur-unsur biaya dan laba dalam proses produksi atau distribusi barang atau jasa. Dalam dunia perdagangan nilai tambah dapat diketahui dari pengurangan harga jual dengan harga beli. Pajak pertambahan nilai ditetapkan untuk mengganti peranan pajak penjualan, karena PPN tidak mengenal pengenaan pajak berganda. Hal ini dikarenakan jumlah PPN yang disetor kepada negara adalah selisih lebih antara PPN yang dipungut PKP dengan PPN yang dibayar ke PKP pada waktu membeli barang atau jasa. Selisih tersebut yang disetor ke kas negara adalah pajak yang dikenakan atas nilai tambah. Pajak pertambahan nilai yang lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi. Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN telah dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian, pemungutan pajak

secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi atau distribusi tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen. Dengan mengenakan PPN atas nilai tambah dari Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diserahkna oleh Pengusaha Kena Pajak maka kekhawatiran timbul efek pengenaan pajak berganda dapat dihindarkan. Adapun yang dimaksud dengan nilai tambah adalah suatu nilai yang merupakan hasil penjumlahan biaya produksi atau distribusi yang meliputi penyusutan, bunga modal, gaji, upah, sewa telepon, listrik serta pengeluaran lainnya dan laba yang diharapkan oleh pengusaha. Secara sederhana, nilai tambah di bidang perdagangan dapat juga diartikan sebagai selisih antara harga jual dengan harga beli barang dagangan. Pajak penjualan atas barang mewah merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean Indonesia dalam usaha atau pekerjaannya dan impor barang yang tergolong mewah. Sebelum beranjak lebih jauh kita harus terlebih dahulu memahami istilah impor. Istilah impor didefinisikan dalam UU PPN 1984 adalah semua kegiatan memasukan barang ke dalam daerah pabean. Definisi ini menunjukan bahwa kegiatan memasukan barang dari pelabuhan bebas atau bonded area ke daerah pabean adalah pula termasuk pemgertian impor. Demikian pula kegiatan memasukan barang dari luar negeri ke pelabuhan bebas atau bonded area adalah bukan termasuk pengertian impor. Berarti pula istilah impor adalah semua kegiatan yang memasukan barang dari luar negeri ke daerah Republik Indonesia, kecuali Pelabuhan Bebas. Namun, sesuai dengan sifat pajak pertambahan nilai sebagai pajak untuk konsumsi dalam negeri maka dari kedua kegiatan tersebut hanya kegiatan impor yang terhutang Pajak Pertambahan Nilai. Terhadap kegiatan ekspor, meskipun pada dasarnya tidak terhutang pajak pertambahan nilai, namun sebagai sarana untuk menopang kegiatan ekspor maka atas ekspor tersebut dikenakan pajak pertambahan nilai dengan tarif 0%, sehingga eksportir yang telah memilih menjadi PKP dapat mengkreditkan pajak masukannya. Kembali pada bahasan tentang PPnBM. PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN. PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu pada saat impor atau pada saat penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha kena pajak pabrikan. Penyerahan berikutnya tidak lagi dikenakan PPnBM. Hal ini membuat PPnBM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya. Dengan demikian pembayaran PPnBM oleh pengusaha kena pajak yang menerima penyerahan atau yang melakukan impor barang kena pajak yang tergolong mewah dapat dimasukan ke dalam harga jual barang tersebut. Dalam hal barang kena pajak yang tergolong mewah diekspor, maka PPnBM yang telah dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali atau direstitusi oleh wajib pajak.

Pengenaan PPnBM atas impor barang kena pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan siapa yang mengimpor barang kena pajak tersebut serta tidak memperhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terus-menerus atau hanya sekali saja. Selain itu, pengenaan PPnBM terhadap suatu penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan apakah suatu bagian dari bagian dari barang kena pajak tersebut telah dikenakan atau tidak dikenakan PPnBM pada transaksi sebelumnya. Dari uraian di atas tampak bahwa walaupun yang membayar PPnBM adalah pengusaha kena pajak yang menerima penyerahan ataupun pihak yang melakukan impor kena pajak yang tergolong mewah sebenarnya pada akhirnya bukan mereka yang menanggung beban pajak tersebut. Karena PPnBM yang terutang tersebut pada akhirnya dimasukan sebagai unsur biaya yang menambah harga barang maka yang menanggung beban pajak tersebut pada akhirnya adalah konsumen terakhir. Karena pembebanan pajak yang dapat digeserkan kepada pihak lain merupakan cirri dari pajak tidak langsung maka PPnBM mrupakan salah satu jenis pajak tidak langsung yang saat ini diberlakukan di Indonesia. Secara definisi umum PPN atau singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak Langsung yang dikenakan pada setiap pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam pendistribusiannya dari produsen dan konsumen. Disebut pajak tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain (penjual). Dan definisi umum PPnBM atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. PPnBM Atas penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh produsen atau atas impor BKP yang tergolong mewah, disamping dikenai PPN juga dikenai PPnBM.

2.2 Karakteristik PPN dan PPnBM Adapun penjelasan dari karakteristik dan jiwa PPN dan PPnBM yaitu seperti berikut: 1. PPN merupakan pajak tidak langsung. Konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak ini secara nyata berkedudukan sebagai pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak. Sedangkan penanggung jawab atas pembayaran pajak adalah pengusaha kena pajak yang bertindak selaku penjual barang kena pajak atau pengusaha kena pajak. Sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang atau jasa kena pajak. Sudut pandang yuridis ini membawa konsekuensi filosofi bahwa dalam pajak tidka langsung apabila pembeli atau penerima jasa telah membayar pajak yang terutang kepada

penjual atau pengusaha jasa, pada hakikatnya sama dengan telah membayar pajak tersebut kepada kas negara. 2. PPN sebagai pajak objektif. Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif, yaitu adanya keadaan atau peristiwa. Timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukan oleh objek pajak. Kondisi subjek pajak tidak menentukan. PPN tidak membedakan antara konsumen berupa orang atau badan, antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan konsumen yang berpenghasilan rendah. Sepanjang mereka mengkonsumsi barang atau jasa dari jenis yang sama, mereka diperlakukan sama. 3. Multi stage tax. PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN mulai dari tingkat manufaktur sampai dengan konsumen akhir dikenakan PPN. 4. PPN terutang dibayar ke kas negara dihitung menggunakan Indirect Substraction Method/ Credit Method/ Invoice Method. Pajak yang dipungut PKP tidak otomatis wajib dibayar ke kas negara. PPN terutang yang wajib dibayar ke kas negara merupakan hasil perhitungan mengurangkan PPN yang dibayar ke PKP lain (pajak masukan) dengan PPN yang dipungut dari pembeli (pajak keluaran). Pola ini dinamakan Indirect Substraction Method. Pajak yang dikurangkan dengan pajak untuk memperoleh jumlah pajak yang akan dibaya ke kas negara dinamakan Tax Credit. Maka pola ini juga dinamakan Credit Method. Untuk mendeteksi jumlah kebenaran jumlah pajak masukan dan pajak keluaran yang terlibat dalam mekanisme ini dibutuhkan suatu dokumen penunjang sebagai alat bukti, dokumen tersebut adalah faktur pajak sehingga metode ini juga dinamakan metode faktur. 5. PPN adalah pajak atas konsumsi umum dalam negeri. PPN hanya dikenakan atas konsumsi barang kena pajak dan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam negeri. 6. PPN bersifat netral. Netralitas PPN dibentuk oleh faktor PPN dikenakan atas konsumsi barang dan jasa, serta faktor dalam pemungutannya PPN menganut prinsip tempat tujuan. Prinsip tempat tujuan PPN dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi. komoditi impor akan menanggung beban pajak yang sama denga produksi barang dalam negeri. Kompetisi antara produk impor dnegan produk domestic tidka dipengaruhi oleh PPN.

7. Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak berganda. PPN dipungut atas nilai tambah saja. PPN yang dibayar kepada pemasok pada mata rantai sebelumnya dapat diperhitungkan dengan PPN yang dipungut dari mata rantai jalur distribusi berikutnya. 8. PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN 9. PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada saat impor, atau penyerahan di dalam Daerah Pabean BKP Yang Tergolong Mewah oleh pabrikan yang menghasilkannya 10. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM. Namun untuk Pengusaha Kena Pajak yang mengekpsor BKP Yang Tergolong Mewah bisa minta restitusi PPnBM yang telah dibayar.

2.3 Subjek dan Objek PPN dan PPnBM Objek Pajak pada PPN dan PPnBM Sesuai dengan pasal 4 UU PPN dan PPnBM yang menjadi objek pajak pada PPN adalah: 1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut ini: Barang berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak tidak berwujud. Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. 2. Impor barang kena pajak. 3. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. 4. Pemanafaatan barang kean pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. 5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. 6. Ekspor barang kean pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak. 7. Ekspor barang kena pajak tidka berwujud oleh pengusaha kena pajak. 8. Ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

a. b. c. d.

Sesuai dengan Pasal 5 UU PPN dan PPnBM yang menjadi objek PPnBM adalah sebagaimana di bawah ini: 1. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. 2. Impor barang kena pajak yang tergolong mewah. Sesuai dengan memori penjelasan Pasal 5 ayai (1) UU PPN dan PPnBM, yang dimaksud dengan barang kena pajak yang tergolong mewah adalah:

1. 2. 3. 4.

Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu. Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukan status.

Sebagaimana telah disebutkan di atas. Salah satu objek PPnBM adalah penyerahan barnag kean pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah. Subjek Pajak pada PPN dan PPnBM Dalam hukum pajak Indonesia, tidak semua undang-undang pajak memuat secara tegas siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajal. Hal ini dapat dilihat dalam Undangundang PPN dan PPnBM serta Undang-undang Bea Materai. Pada UU PPN dan PPnBM tidak diatur sama sekali siapa yang menjadi subjek pajak. Walaupun demikian bila memperhatikan mekanisme pengenaan dan pemungutan PPN dan PPnBM, maka dapat disimpulkan adanya destinaris pajak (pihak yang dituju oleh undang-undang pajak untuk menanggung beban akhir pajak). Destinaris pajak tersebut adalah konsumen akhir. Destinaris pajak ini dapat dikatakan mirip dengan subjek pajak, yaitu siapa yang akan dikenakan pajak dan menanggung pajak tersebut. Seperti halnya penyebutan subjek pajak, pada Undang-undang PPN dan PPnBM tidak disebutkan secara tersurat siapa yang menjadi wajib pajak. Tetapi dengan memperhatikan tata cara pengenaan dan pemungutan PPN maka dapat dikatakan yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha kena pajak yang menyeahkan barang dan jasa kena pajak kepada pengusaha kena pajak tingkat lanjutan maupun langsung kepada konsumen akhir. Sedangkan PPnBM, yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah ataupun melakukan impor barang kena pajak yang tergolong mewah. Secara singkat, subjek pajak pada PPN, adalah pengusaha (Pasal 1 angka 14 UU PPN), yaitu orang-orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

10

2.4 Diagram Perkembangan Daya Beli Masyarakat Di Indonesia

Penerimaan PPN dan PPnBM Tahun 2009-2012


350 300 250 Rp 200 150 100 50 0 dalam triliun rupiah 2009 167.328 2010 190.787 2011 237 2012 312

Penerimaan PPN dan PPnBM Tahun 2009 -2012


100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 0% 2009 14% 20.45% 32% Total 100% Kenaikan dalam Persenan 100% 100% 100% 100%

2010

2011

2012

Data diagram di atas ini berdasarkan analisa penerimaan pajak dari tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012. Berikut penjelasan diagram diatas: Berdasarkan data Ditjen Pajak per 30 November 2010, Minggu (5/12/2010), PPN dan PPnBM Rp190,787 triliun, naik 14% dari periode sama 2009 Rp167,328 triliun. Persentase terhadap APBN-P 2010 72,6% dari target Rp262,963 triliun. Selanjutnya, Dirjen Pajak menambahkan bahwa penerimaan PPN dan PPnBM mencapai 93,06% dari target sebesar Rp. 298,44 triliun. Dari keseluruhan pencapaian target

11

penerimaan pajak, maka yang paling rendah pencapaiannya adalah penerimaan PPN. meski demikian, pertumbuhannya sebesar 20,45% dipandang cukup baik. Dikatakan, realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mencapai Rp 237 triliun atau mencapai 93,06% dari target sebesar Rp 298,44 triliun. Dibandingkan dengan realisasi Tahun 2010, maka realisasi penerimaan PPN dan PPnBM Tahun 2011 mengalami pertumbuhan sebesar 20,45%. Sedangkan, realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) mencapai Rp 29,89 triliun atau mencapai 102.86% dari target sebesar Rp 29,05 triliun. Dibandingkan dengan realisasi tahun 2010, maka realisasi penerimaan PBB Tahun 2011 mengalami pertumbuhan sebesar 4.58%. Dilihat per jenis pajaknya, maka yang paling rendah capaian targetnya adalah pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yaitu kurang Rp 21 triliun dari target Rp 298,44 triliun. Akan tetapi, dari sisi kinerja pertumbuhan, kinerja PPN dan PPnBM yang mengalami pertumbuhan sebesar 20,45% relatif cukup baik. Pajak pertambahan nilai (PPN) seharusnya dikenakan pada semua transaksi keuangan. Dalam PPN dan PPnBM tahun 2012 sebesar Rp312 triliun dibandingkan tahun 2011 lebih besar. Peningkatannya sampai 32% dari tahun 2011.

2.5 Hubungan PPN dan PPnBM dengan Daya Beli Masyarakat di Indonesia Berdasarkan data penerimaan pajak dari tiap tahun 2009 sampai 2012 bahwa penerimaan pajak tiap tahunnya meningkat. Dapat dibuktikan dari penerimaan pajak yang tiap tahunnya meningkat karena penjualan produk-produk banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Itu menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia bersifat konsumtif atau daya beli masyarakat semakin tinggi. Daya beli masyarakat Indonesia yang tinggi ini juga dikarenakan ada kemungkinan pendapatan masyarakat Indonesia juga tinggi. Hal ini difaktorkan para konsumen yang mampu membeli kebutuhannya karena memiliki penghasilan. Namun untuk masyarakat kelas menengah keatas atau memiliki penghasilan tinggi mereka bisa menghabiskan penghasilannya untuk membeli barang yang bisa dikategorikan mewah. Berbeda dengan konsumen yang berpenghasilan rendah, mereka hanya menghabiskan penghasilannya dengan membeli barang sesuai kebutuhannya. Faktor lain yang menyebabkan daya beli masyarakat tinggi karena setiap tahunnya kebutuhan masyarakat meningkat maka mau tidak mau mereka harus membeli karena memang mereka butuh. Dalam cuplikan Pidato Kenegaraan HUT Ke-67 Proklamasi Kemerdekaan RI di Depan Sidang Bersama DPR dan DPD RI yang disampikan Presiden Susilo Bambang

12

Yudhoyono (SBY), bahwa Daya beli masyarakat Indonesia, dengan kelompok kelas menengahnya yang semakin besar, terus meningkat, yang selanjutnya mendorong pertumbuhan konsumsi domestik. Sementara itu, investasi juga terus meningkat sejalan dengan naiknya peringkat utang Indonesia menjadi investment grade. Sementara itu, laju inflasi hingga Juli 2012 tinggi sehingga uang yang beredar di masyarakat banyak, dan tidak dipungkiri lagi uang itu digunakan untuk membeli kebutuhan masyarakat itu sendiri.

2.6 Dampak dari Daya Beli Masyarakat Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selalu berada di atas angka 6% selama tiga tahun belakangan berdampak positif terhadap peningkatan daya beli masyarakat kelas menengah. Berdasarkan data Roy Morgan Research, ada peningkatan daya beli pada tiga produk, yakni televisi, kulkas, dan kendaraan bermotor baik mobil ataupun sepeda motor. Kepemilikan ketiga barang tersebut pada September 2012 sebesar 48%, meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 39%. Adapun pada 2010 masih berada di angka 30%. Debnath Guharoy, seusai seminar bertema Can the consumer economy keep Indonesia out of trouble? di Jakarta, kemarin. Menurut Debnath, penggunaan ketiga indikator kepemilikan barang tersebut merepresentasikan kualitas hidup seseorang. Di sisi lain, kondisi itu memberi gambaran bahwa jumlah kelompok masyarakat kelas menengah akan semakin meningkat. 1. Dampak Positif dari Daya Beli Masyarakat yang Tinggi: Dampak positif dari daya beli masyarakat terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia bisa dilihat dari daya beli masyarakat tinggi maka penerimaan pajak semakin bertambah atau kas Negara semakin banyak. Kas Negara yang semakin banyak maka pemerintah menggunakan hasil itu untuk membangun fasilitas dan mensejahterakan masyarakat. Maka kas Negara digunakan untuk pembangunan agar kondisi Indonesia lebih baik. Pembangunan Indonesia yang semakin baik akan membuat masyarakat semakin terpenuhi haknya sebagai masyarakat Indonesia. Karena daya beli masyarakat yang tinggi atau bisa disebut perilaku masyarakat Indonesia menjadi konsumtif maka meningkatkan motivasi konsumen untuk menambah jumlah penghasilan, karena konsumen akan berusaha menambah penghasilan agar bisa membeli barang yang diinginkan dalam jumlah dan jenis yang beraneka ragam. Sifat konsumtif itu akan menciptakan pasar bagi produsen, karena bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi masyarakat maka produsen akan membuka pasar-pasar baru guna mempermudah memberikan pelayanan kepada masyarakat.

13

2. Dampak Negatif dari Daya Beli Masyarakat yang Tinggi: Peningkatan daya beli masyarakat yang semakin tinggi ini membuktikan bahwa perilaku masyarakat Indonesia cenderung konsumtif. Oleh karena itu masyarakat Indonesia tidak bisa mengendalikan keuangannya atau pendapatannya untuk dialokasikan dengan baik. Pola hidup yang konsumtif itu akan menimbulkan kecemburuan sosial, karena orang akan membeli semua barang yang diinginkan tanpa memikirkan harga barang tersebut murah atau mahal, barang tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi orang yang tidak mampu mereka tidak akan sanggup untuk mengikuti pola kehidupan yang seperti itu. Oleh karena itu dapat mengurangi kesempatan untuk menabung, karena orang akan lebih banyak membelanjakan uangnya dibandingkan menyisihkan untuk ditabung. Cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang, orang akan mengkonsumsi lebih banyak barang pada saat sekarang tanpa berpikir kebutuhannya di masa datang. Pola hidup konsumtif juga dapat menggeser nilai budaya kita menjadi malas karena sudah dimanjakan oleh produk dari produsen. Dampak negatif dari daya beli masyarakat yang tinggi ke perekonomian Indonesia adalah Negara kita semakin terbebani karena terlalu banyak barang-barang yang di import untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Dan juga tidak diimbangi dengan gairah untuk memproduki barang-barang buatan dalam negeri semakin lemah. Semakin banyak produk yang diimport menjadikan produk dalam negeri harus bersaing dengan produk luar negeri yang kebanyakan harganya lebih murah sehingga produk kita menjadi kalah saing. Apabila masyarakat mempunyai perilaku konsumtif, permintaan barang dan jasa akan naik. Meningkatnya permintaan barang dan jasa akan menyebabkan harga-harga secara umum juga mengalami kenaikan, dengan demikian perilaku konsumtif akan dapat menimbulkan inflasi.

14

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Berdasarkan data yang didapat, bisa dinyatakan daya beli masyarakat Indonesia meningkat atau semakin tinggi 4 tahun belakangan ini. Dilihat dari penerimaan pajak barang yang semakin bertambah. Hal ini juga membuktikan bahwa masyarakat Indonesia bersifat konsumtif.

3.2 Saran Sebaiknya masyarakat Indonesia harus bisa mengendalikan nafsu untuk tidak selalu mengkonsumsi barang yang berlebih. Dan juga pemerintah Indonesia harus bisa mengendalikan para produsen untuk tidak terlalu memanjakan masyarakat dengan menyediakan barang-barang yang membuat masyarakat Indonesia menjadi ketergantungan.

15

Sumber:
http://wartaekonomi.co.id/berita4757/sby-daya-beli-masyarakat-indonesia-akan-terusmeningkat.html http://id.scribd.com/doc/77520007/Ppn-Dan-Ppnbm http://air3warna.blogspot.com/2012/11/makalah-hukum-pajak-ppn-dan-ppnbm.html http://www.beritasatu.com/ekonomi/90423-penerimaan-pajak-ppn-dan-ppnbm-naik-32persen.html http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/penerimaan-pajak-2011-capai-993/15827 http://buletininfo.com/?menu=news&id=3237 http://www.pajakonline.com/engine/artikel/art.php?artid=3428 http://askpajak.blogspot.com/2013/01/target-pendapatan-2013-dipatok-naik-2479.html http://www.pajak.go.id/content/dirjen-pajak-penerimaan-pajak-2011-capai-993-persen http://ekbis.sindonews.com/read/2012/11/27/33/691851/target-pajak-sulit-tercapai http://pajakppn.blogspot.com/2011/06/pengertian-pajak-pertambahan-nilai-ppn.html http://ononiha88.blogspot.com/2012/10/pajak-penjualan-atas-barang-mewah-ppnbm.html http://energitoday.com/2013/01/31/daya-beli-masyarakat-kelas-menengah-meningkat/

16

Anda mungkin juga menyukai