Anda di halaman 1dari 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.

1 Habitat Tumbuhan bawang sabrang merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika tropis, di Jawa dipelihara sebagai tanaman hias dan di beberapa tempat tumbuh jalang antara 600 dan 1500 m di atas permukaan laut; kadang-kadang didapati dalam jumlah besar di pinggir-pinggir jalan yang berumput dan di dalam kebun-kebun teh, kina dan karet (Heyne, 1987). 2.1.2 Morfologi luar Tumbuhan ini merupakan tumbuhan terna yang merumpun sangat kuat, akhirnya merupakan rumpun-rumpun besar, tinggi 26 hingga 50 cm. Umbinya berbentuk bulat telur memanjang dan berwarna merah (Heyne, 1987). Daun tunggal, letak daun berhadapan, warna daun hijau muda, bentuk daun sangat panjang, dan meruncing (acicular), tepi daun halus tanpa gerigi (entire), pangkal daun berbentuk runcing (acute) dan ujung daun meruncing (acuminate) permukaan daun atas dan bawah halus (glabrous) tulang daun paralel/sejajar (Krismawati dan M. Sabran, 2006). 2.1.3 Sistematika Tumbuhan Sistematika dari tumbuhan bawang sabrang adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae Super Divisi: Spermatophyta Divisi: Magnoliophyta Kelas: Liliatae

Universitas Sumatera Utara

Ordo: Liliales Famili: Iridaceae Genus: Eleutherine Spesies: Eleutherine palmifolia (L.) Merr. (Anonim, 2010). 2.1.4 Nama Daerah Nama daerah dari tumbuhan bawang sabrang adalah sebagai berikut: bawang kapal (Sumatera); brambang sabrang, luluwan sapi, teki sabrang, bebawangan beureum, bawang siem (Jawa) ( Ditjen POM, 1985). 2.1.5 Sinonim Sinonim dari tumbuhan bawang sabrang : Sisyrinchium palmifolium L. (Anonim, 2010). 2.1.6 Kandungan Kimia dan Khasiat Bawang sabrang mengandung senyawa-senyawa yang meliputi alkaloid, steroid, glikosida, tanin, fenolik, dan flavonoid (Galingging, 2007). Tumbuhan ini dapat digunakan untuk pengobatan sembelit, disuria, peradangan poros usus, disentri, penawar racun ikan, luka, bisul, peluruh muntah dan penyakit kuning (Ogata, 1995; Heyne, 1987). 2.2 Alkaloida Alkaloid, sekitar 5500 telah diketahui, merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Banyak sekali alkaloid yang khas pada suatu suku tumbuhan atau beberapa tumbuhan sekerabat. Jadi, nama alkaloid sering kali diturunkan dari sumber tumbuhan penghasilnya. Uji sederhana, tetapi yang sama sekali tidak sempurna untuk alkaloid dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah. Prazat alkaloid yang paling umum adalah asam amino meskipun

Universitas Sumatera Utara

sebenarnya biosintesis kebanyakan alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Alkaloid banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harbone, 1987). 2.2.1 Defenisi Alkaloida adalah senyawa kimia yang secara khas diperoleh dari tumbuhan dan hewan, bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen (biasanya dalam cincin heterosiklik), dibiosintesis dari asam amino, banyak diantaranya memiliki aktivitas biologis pada manusia dan hewan (Trease dan Evans, 1983). Alkaloid merupakan senyawa yang berpengaruh terhadap susunan syaraf pusat, mempunyai atom nitrogen heterosiklis dan disintesis oleh tumbuhan dari asam amino atau turunannya (Waller dan Nowacki, 1978). 2.2.2 Sifat Alkaloid sebagai golongan dibedakan dari sebagian besar komponen tumbuhan lain berdasarkan sifat basanya (kation). Oleh karena itu senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam berbagai asam organik dan sering ditangani di laboratorium sebagai garam dengan asam hidroklorida dan asam sulfat. Garam ini, dan sering alkaloid bebas, berupa senyawa padat berbentuk kristal tanwarna. Beberapa alkaloid berupa cairan, dan alkaloid yang berwarna pun langka (berberina dan serpentina berwarna kuning) (Robinson, 1995). 2.2.3 Klasifikasi Alkaloid dibagi menjadi dua golongan berdasarkan letak atom nitrogennya (Trease and Evans, 1983), yaitu :

Universitas Sumatera Utara

A. Non heterosiklis disebut juga protoalkaloida. Contohnya efedrin yang terdapat pada tumbuhan Ephedra sinica. B. Heterosiklis, dibagi dalam 12 golongan berdasarkan struktur cincinnya yaitu : 1. Alkaloid golongan pirol dan pirolidin, yaitu alkaloid yang mengandung inti pirol dan pirolidin dalam struktur kimianya. Contohnya higrin pada tumbuhan Erythtroxylon coca. 2. Alkaloid golongan pirolizidin, yaitu alkaloid yang mengandung inti pirolizidin dalam struktur kimianya. Contoh retronesin pada tumbuhan Senecio jacobaea. 3. Alkaloid golongan piridin dan piperidin, yaitu alkaloid yang mengandung inti piridin dan piperidin dalam struktur kimianya. Contohnya nikotin pada tumbuhan Nicotiana tabaccum yang mempunyai inti piridin. 4. Alkaloid golongan tropan, yaitu alkaloid yang mengandung inti tropan dalam struktur kimianya. Contohnya atropin pada tumbuhan Atropa belladonna. 5. Alkaloid golongan kuinolin, yaitu alkaloid yang mengandung inti kuinolian dalam struktur kimianya. Contohnya kuinin pada tumbuhan Cinchona officinalis. 6. Alkaloid golongan isokuinolin, yaitu alkaloid yang mengandung inti isokuinolin dalam struktrur kimianya. Contohnya papaverin pada tumbuhan Papaver somniferum. 7. Alkaloid golongan aporfin, yaitu alkaloid yang mengandung inti aporfin dalam struktrur kimianya. Contohnya boldin pada tumbuhan Peumus boldus. 8. Alkaloid golongan norlupinan, yaitu alkaloid yang mengandung inti norlupinan dalam struktrur kimianya. Contohnya sitisin pada tumbuhan Cytisus scoparius.

Universitas Sumatera Utara

9. Alkaloid golongan indo l atau benzopirol, yaitu alkaloid yang mengandung inti indol dalam struktrur kimianya. Contohnya psilosin pada tumbuhan Psilocybe sp. 10. Alkaloid golongan imidazol atau glioksalin, yaitu alkaloid yang mengandung inti imidazol dalam struktrur kimianya. Contohnya pilokarpin pada tumbuhan Pilocarpus jaborandi. 11. Alkaloid golongan purin, yaitu alkaloid yang mengandung inti purin dalam struktrur kimianya. Contohnya kafein pada tumbuhan Coffea arabica. 12. Alkaloid steroida, yaitu alkaloid yang mengandung inti steroida (siklopentano perhidrofenantren) dalam struktrur kimianya. Contohnya solanidin pada tumbuhan Lycopersicon esculentum. Menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai: (a). Alkaloid sesungguhnya Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanapa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklis; diturunkan dari asam amino; biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik. Beberapa perkecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yabg bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid kuartener, yang bersifat agak asam daripada basa. (b). Protoalkaloid Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis. Protoalkaloid diperoleh

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Contoh, adalah meskalin, ephedin, dan N,N-dimetiltriptamin. (c). Pseudoalkaloid Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari precursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam klas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh konessin) dan purin (contoh kaffein) (Sastrohamidjojo, 1996). 2.3 Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000). Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara ekstrasi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dan menggunakan medium pengekstraksi yang tertentu pula (Goeswin, 2007). Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut : - Maserasi Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif yang ada di dalam dengan di luar sel maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel.

Universitas Sumatera Utara

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Ditjen POM, 1986). - Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perkolasi sebenarnya(penetesan/

penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. - Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. - Soklet Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. - Digesti Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-50 C. Cara ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan (Ditjen POM, 1986).

Universitas Sumatera Utara

- Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000). - Dekok Dekok adalah penyarian menggunakan simplisia dengan perbandingan dan derajat kehalusan tertentu. Cairan penyari air digunakan pada suhu 90-95C selama 30 menit (Goeswin, A., 2007). 2.4 Kromatografi Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan migrasi dari komponen-komponen senyawa diantara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak (Depkes, 1995). Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair, Jika fase diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan (adsorpsi), jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi (pembagian). Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan, baik untuk analisis kualitatif, kuantitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, industri dan sebagainya (Rohman, 2007). 2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsorpsi, dimana sebagai fase diam digunakan zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fase gerak adalah zat cair yang disebut sebagai larutan pengembang (Gritter dkk., 1991). Kromatografi lapis tipis merupakan jenis kromatografi dimana fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang

Universitas Sumatera Utara

didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik

(Rohman,

2007). Bila KLT dibandingkan denngan KKt, kelebihan khas KLT ialah keserbagunaan, kecepatan dan kepekaannya (Harbone, 1987). Pada kromatografi lapis tipis , sifat yang penting dari penyerap adalah besar partikel dan homogenitasnya karena adhesi terhadap penyokong sangat tergantung pada dua sifat tersebut. Besar partikel yang biasa digunakan adalah 121 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahn adalah menggunakan penyerap yang butirannya halus. Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan-pemisahan dalam kromatografi lapis tipis antara lain silika gel, alumina, kieselguhr, bubuk selulose dan pati (Sastrohamidjojo, 1985). Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut dan bergerak di dalam fase diam karena ada gaya kapiler. Bila diperlukan sistem pelarut multi komponen, harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985). Sistem pelarut untuk KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar (Gritter, 1991). Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like, artinya untuk memisahkan sampel yang bersifat nonpolar digunakan sistem pelarut yang bersifat nonpolar juga (Adnan, 1997). Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf.

Universitas Sumatera Utara

Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. Angka hRf ialah Rf dikalikan faktor 10 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100 (Stahl, 1985). Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf pada KLT, antara lain: a. b. c. d. e. f. g. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan. Sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya. Tebal dan kerataan lapisan penyerap. Derajat kemurnian fase gerak. Derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana. Jumlah cuplikan. Suhu (Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.2 KLT Preparatif Salah satu metode pemisahan senyawa bahan alam yang memakai peralatan yang paling dasar ialah kromatografi lapis tipis preparatif. KLT preparatif dapat memisahkan bahan alam dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. Ukuran pelat yang biasa digunakan yaitu 20 x 20 cm atau 20x 40 cm. Penjerap yang paling umum ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Cuplikan sampel dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada pelat KLTP dimana konsentrasinya sekitar 5-10%. Penotolan dapat dilakukan dengan tangan (pipet) ataupun dengan penotol otomatis. Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT analitik. Karena ukuran partikel penjerap kira-kira sama, pelarut yang dipakai pada KLT analitik dapat dipakai langsung pada KLTP. Kebanyakan

Universitas Sumatera Utara

penjerap KLTP mengandung indicator fluoresensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV. Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan : a. Menyemprot dengan air (misalnya saponin) b. Menutup pelat dengan sepotong kaca kemudian menyemprot salah satu sisi dengan pereaksi semprot c. Menambahkan senyawa pembanding (Hostettmann, 1995). 2.5 Spektroskopi 2.5.1 Spektrofotometri Ultra Violet Spektrofotometer UV pada umumnya digunakan untuk: 1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom dari suatu senyawa organik. 2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu senyawa. 3. Mampu menganalisis senyawa organic secara kuantitatif dengan menggunakan hokum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004). Sinar ultraviolet memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektronik sehingga disebut sebagai spektra elektronik. Keadaan energi yang paling rendah disebut dengan keadaan dasar (ground state). Apabila suatu molekul menyerap radiasi ultraviolet, di dalam molekul tersebut terjadi perpindahan tingkat energi elektron-elektron ikatan di orbital molekul paling luar dari tingkat energi yang lebih rendah ke yang lebih tinggi (Noerdin, 1986). Istilah-istilah yang sering digunakan di dalam membicarakan spektra elektronik yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Kromofor : Suatu gugus kovalen tidak jenuh yang bertanggung jawab untuk serapan elektronik. Auksokrom : Suatu gugus jenuh dengan elektron tidak terikat dimana bila menempel kepada suatu kromofor dapat mengubah panjang gelombang dan intensitas serapan. Pergeseran batokromik : Pergeseran serapan ke panjang gelombang yang lebih panjang karena sisipan atau pengaruh pelarut (geseran merah). Pergeseran hipsokromik : Pergeseran serapan ke panjang gelombang yang lebih pendek disebabkan substitusi atau pengaruh pelarut (geseran biru). Efek hiperkromik : Kenaikan dalam intensitas serapan. Efek hipokromik : Penurunan dalam intensitas serapan (Silverstein, 1986). 2.5.2 Spektrometri Infra Merah Spektra inframerah mengandung banyak serapan yang dihubungkan dengan sistem vibrasi yang berinteraksi dalam molekul, dan karena mempunyai karakteristik yang unik untuk setiap molekul maka dalam spektrum memberikan pita-pita serapan yang karakteristik juga (Sastrohamidjojo, 1985). Spektrofotometer inframerah pada umumnya digunakan untuk: 1. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik 2. Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan

membandingkan daerah sidik jarinya. Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2,5-50 m atau bilangan gelombang 4000-200 cm 1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorbsi inframerah sangat

Universitas Sumatera Utara

khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Metoda ini sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik dan organometalik. Jika suatu frekuensi tertentu dari radiasi inframerah dilewatkan pada sampel suatu senyawa organik maka akan terjadi penyerapan frekuensi oleh senyawa tersebut. Detektor yang ditempatkan pada sisi lain dar senyawa akan mendeteksi frekuensi yang dilewatkan pada sampel yang tidak diserap oleh senyawa. Banyaknya frekkuensi yang melewati senyawa (yang tidak diserap) akan diukur sebagai persen transmitan (Dachriyanus, 2004). Adapun langkah-langkah umum untuk memeriksa pita serapan adalah sebagai berikut (Pavia, 1988): 1. Apakah terdapat gugus karbonil? Gugus C=O memberikan puncak pada daerah 1820-1660 cm-1. Puncak ini biasanya merupakan yang terkuat dengan lebar medium pada spektrum. 2. Jika gugus C=O ada, periksalah gugus-gugus berikut (jika tidak ada, langsung ke nomor 3). Asam : Apakah ada gugus O-H? Serapan lebar di daerah 3300-2500 cm-1. (biasanya tumpang tindih dengan C-H). Amida : Apakah ada N-H? Serapan medium di dekat 3500 cm-1, kadangkadang muncul dengan puncak rangkap. Ester : Apakah ada C-O? Serapan medium di daerah 1300-1000 cm-1.

Anhidrida: Mempunyai dua serapan C=O di daerah 1810 dan 1760 cm-1. Aldehida : Apakah ada C-H dari aldehid? Dua serapan lemah di daerah 28502750 cm-1 yaitu di sebelah kanan serapan C-H. Keton : Jika kelima kemungkinan di atas tidak ada.

Universitas Sumatera Utara

3. Bila gugus C=O tidak ada. Alkohol/fenol: Periksa gugus O-H, serapan lebar di daerah 3600-3300 cm-1 yang diperkuat adanya serapan C-O di daerah 1300-1000 cm-1. Amina Eter : Periksa gugus N-H,yaitu serapan medium di daerah 3500 cm-1 : Periksa gugus C-O (serapan O-H tidak ada), yaitu dekat 13001000 cm-1. 4. Ikatan rangkap dua dan/atau cincin aromatik. C=C mempunyai serapan lemah di daerah 1650 cm-1. Serapan medium sampai kuat pada daerah 1650-1450 cm-1 sering menunjukkan adanya cincin aromatik. Buktikan kemungkinan di atas dengan memperhatikan serapan pada daerah C-H aromatik di sebelah kiri 3000 cm-1, sedangkan C-H alifatis terjadi di sebelah kanan daerah tersebut. 5. Ikatan rangkap tiga. CN mempunyai serapan medium dan tajam di daerah 2250 cm-1. CC mempunyai serapan lemah tapi tajam di daerah 2150 cm-1. Periksa juga CH asetilenik di dekat 3300 cm-1. 6. Gugus nitro. Dua serapan kuat di daerah 1600-1500 cm-1 dan 1390-1300 cm-1. 7. Hidrokarbon. Apabila keenam kemungkinan di atas tidak ada. Serapan utama di daerah CH dekat 3000 cm-1. Spektrum sangat sederhana, hanya terdapat serapan lain di daerah 1450 dan 1375 cm-1.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai