Anda di halaman 1dari 36

REFLEKSI KASUS ANKYLOSING SPONDILITIS

OLEH : Henny Harianty Indah Mustika Dewi Maya Mareta 01.208.5668 01.208.5678 01.208.5709

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2013 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS RADIOLOGI

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama

: Henny Harianty Indah Mustika Dewi Maya Mareta

01.208.5668 01.208.5678 01.208.5709

Judul Bagian Fakultas Pembimbing

: Laporan Kasus Pasien dengan Ankylosing Spondilitis : Ilmu Radiologi : Kedokteran Unissula : dr. Bambang Satoto, Sp. Rad.

Telah diajukan dan disahkan Semarang, Februari 2013

Pembimbing

ii

Dr. Bambang Satoto, Sp. Rad DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN............................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 2.1 2.2 ANATOMI VERTEBRA ......................................................... ANKYLOSIS SPONDILITIS................................................... 2.2.1 Definisi ......................................................................... 2.2.2 Epidemiologi ................................................................ 2.2.3 Patofisiologi .................................................................. 2.2.4 Gambaran klinis daerah yang terkena .......................... 2.2.5 Diagnosis ...................................................................... 2.2.6 Penegakan diagnosis radiologi ..................................... 2.2.7 Medikasi........................................................................ 2.2.8 Prognosis....................................................................... BAB III LAPORAN KASUS......................................................................... 3.1. Identitas Penderita .................................................................. 3.2. Anamnesa ............................................................................... 3.3. Diganosa .............................................................................. 3.4. Pemeriksaan Penunjang ......................................................... BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................. BAB V KESIMPULAN ................................................................................... DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... i ii iii 1 3 3 12 12 13 13 13 16 18 23 23 25 25 25 25 26 28 29 30

iii

iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Ankylosing Spondylitis (spinal osteoarthritis) adalah suatu gangguan degeneratif yangdapat menyebabkan hilangnya struktur dan fungsi normal tulang belakang. Proses vical,thoracal, dan atau lumbal dari tulang belakang memngaruhi diskus intervertebralis danfacet join. Spondylosis mempengaruhi 0,1-1,0 % dari populasi dunia. Penyakit ini paling umumpada orang Eropa utara dan paling lazim banyak ditemukan di Afrika. Ankylosing spondylosi dihubungkan dengan genetic umum ( antigen leukosit manusia / HLA). HLA B 27 dan proses patologi pada umumnya. Kasus Spondylitis pertama kalididokumentasikan pada tahun1691. Pasien ankylosing spondylitis cenderung memiliki tubuh condong ke depan, danberpostur menekuk ke depan karena gravitasi. Tulang belakang bisa dikoreksi melaluiprosedur pembedahan kompleks yang berisiko cedera neurologis. Ankylosing spondylitis juga merupakan penyakit rematik sistemik yang dapatmenyebabkan peradangan sendi dan organ-organ lain, seperti jantung, paru-paru, danginjal. Ankylosing spondylitis paling umum pada pria usia muda.

1.2 Tujuan Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosa terutama secara radiologis dan mengelola pasien dengan tepat berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesa dan pemeriksaan penunjang pada pasien ankylosing spondilitis.

1.3 Manfaat Dengan penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar bagi mahasiswa klinik sehingga dapat mendiagnosa terutama secara radiologis dan mengelola pasien dengan permasalahan seperti pada pasien ini secara komprehensif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vertebra Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sakral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakum dan koksigeus. Kolumna vertebralis mempunyai lima fungsi utama, yaitu: (1) menyangga berat kepala dan dan batang tubuh (2) melindungi medula spinalis (3) memungkinkan keluarnya nervi spinalis dari kanalis spinalis (4) tempat untuk perlekatan otot-otot (5) memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh Tulang vertebra secara gradual dari cranial ke caudal akan membesar sampai mencapai maksimal pada tulang sakrum kemudian mengecil sampai apex dari tulang koksigeus. Struktur demikian dikarenakan beban yang harus ditanggung semakin membesar dari cranial hingga caudal sampai kemudian beban tersebut ditransmisikan menuju tulang pelvis melalui articulatio sacroilliaca. Korpus vertebra selain dihubungkan oleh diskus intervertebralis juga oleh suatu persendian sinovialis yang memungkinkan fleksibilitas tulang punggung, kendati hanya memungkinkan pergerakan yang sedikit untuk

mempertahankan stabilitas kolumna vertebralis guna melindungi struktur medula spinalis yang berjalan di dalamnya. Stabilitas kolumna vertebralis ditentukan oleh bentuk dan kekuatan masing-masing vertebra, diskus intervertebralis, ligamen dan otot-otot . Vertebra lumbalis terletak diregio punggung bawah antara regio torakal dan sakrum. Vertebra pada regio ini ditandai dengan korpus vertebra yang berukuran besar, kuat dan tiadanya costal facet. Vertebra lumbal ke 5 (VL5) merupakan vertebra yang mempunyai pergerakan terbesar dan menanggung beban tubuh bagian atas. Setiap vertebra lumbal dibagi atas 3 set elemen fungsional yaitu : a. Elemen anterior atau korpus vertebra Merupakan komponen utama dari kolumna vertebralis. Berfungsi untuk mempertahankan diri dari beban kompresi yang tiba pada kolumna vertebra bukan saja dari berat badan, tetapi juga dari kontraksi otot-otot punggung. b. Elemen posterior Elemen posterior berfungsi untuk mengatur kekuatan pasif dan aktif yang mengenai kolumna vertebralis dan juga mengatur gerakannya. Prosesus artikularis memberikan mekanisme locking yang menahan tergelincirnya ke depan dan terpilinnya korpus vertebra. Prosesus spinosus, transversus, mamilaris dan aksesorius menjadi tempat melekatnya otot sekaligus menyusun pengungkit untuk memperbesar kerja otot-otot tersebut. Lamina merambatkan kekuatan dari prosesus spinosus dan prosesus

artikularis superior ke pedikel sehingga ia rentan terhadap trauma seperti fraktur pars artikularis. c. Elemen tengah Elemen tengah terdiri dari pedikel. Pedikel berfungsi menghubungkan elemen posterior dan anterior, memindahkan kekuatan yang mengontrol dari elemen posterior ke anterior. Vertebra sakrum merupakan tulang yang berbentuk segitiga dan merupakan fusi dari kelima segmen vertebra segmen sakral. Sakrum berperan dalam stabilisasi dan kekuatan dari pelvis serta mentransmisikan berat badan tubuh ke pelvis . Persendian pada kolumna vertebralis ada 2 yaitu persendian antara 2 korpus vertebra (amphiarthrodial) dan antara 2 arkus vertebra (arthrodial). Persendian ini membentuk apa yang disebut motion segmen .Persendian antara 2 vertebra disebut persendian amfiartrodial dimana permukaan tulang dihubungkan baik oleh fibrokartilago diskus atau oleh ligamen interoseus, sehingga pergerakan menjadi terbatas tetapi bila keseluruhan vertebra bergerak maka rentang gerakan dapat diperhitungkan. Persendian amfiartrodial melibatkan komponen-komponen sebagai berikut: a. Diskus intervertebralis Diskus intervertebralis merupakan suatu bantalan penghubung antar dua korpus vertebra yang di desain untuk menahan beban peredam

getaran (shock absorbers) selama berjalan, melompat, berlari dan memungkinkan terjadinya gerakan kolumna vertebralis. Diskus intervertebralis terdiri dari 3 komponen yaitu : 1) Nukleus sentralis pulposus gelatinous Nukleus pulposus terdiri dari matrik proteoglikans yang mengandung sejumlah air (80%), semitransparan, terletak ditengah dan tidak mempunyai anyaman jaringan fibrosa. 2) Anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus Anulus fibrosus merupakan suatu cincin yang tersusun oleh lamellae fibrocartilogenea yang konsentris yang membentuk circumfereria dari diskus intervertebralis. Cincin tersebut diselipkan di cincin epifisis pada fasies artikularis korpus vertebra. Serabutserabut yang menyusun tiap lamella berjalan miring dari satu vertebra ke vertebra lainnya, serabut-serabut dari suatu lamella secara khas berjalan pada sisi kanan menuju yang berdekatan. Pola seperti ini, walaupun memungkinkan terjadinya suatu gerakan antar dua vertebra yang berdekatan juga berfungsi sebagai pengikat yang erat antar dua vertebra tersebut . 3) Sepasang vertebra endplate yang mengapit nukleus Sepasang vertebra endplate adalah merupakan permukaan datar teratas dan terbawah dari suatu diskus intervertebralis. Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan di antara ke dua telapak tangan . Bila suatu

tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebra maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nukleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi. Diskus intervertebralis sendiri merupakan jaringan non innervasi dan non vaskuler sehingga apabila terjadi kerusakan tidak bisa terdeteksi oleh pasien meskipun sudah berlangsung dalam waktu lama . Ligamen longitudinal anterior Ligamen longitudinal anterior melapisi dan menghubungkan bagian anterolateral korpus vertebra dan diskus intervertebralis, terbentang dari permukaan anterior sakrum hingga ke tuberkulum anterior vertebra servikal 1 dan tulang oksipital di sebelah anterior foramen magnum. Ligamen ini melekat pada korpus vertebra dan diskus intervertebralis .Fungsi ligamen anterior tersebut adalah untuk memelihara stabilitas pada persendian korpus vertebralis dan mencegah hiperekstensi kolumna vertebralis . Ligamen longitudinal posterior Ligamen longitudinal posterior lebih sempit dan lebih lemah dari ligamen anterior, terbentang dalam kanalis vertebralis di dorsal dari korpus vertebralis. Ligamen ini melekat pada diskus intervertebralis dan

tepi posterior dari korpus vertebra mulai vertebra servikal 1 sampai sakrum. Ligamentum ini dilengkapi akhiran saraf nyeri (nociceptor). Ligamen posterior berperan mencegah hiperfleksi kolumna vertebralis serta mencegah herniasi diskus intervertebralis . Persendian antara 2 arkus vertebra (arthrodial) dibentuk oleh prosesus artikularis superior dari 1 vertebra dengan prosesus artikularis inferior vertebra di atasnya disebut sebagai zygapophyseal joint/facet joint atau sendi faset. Arah permukaan sendi faset mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan permukaan sendi faset. Di regio lumbal, sendi fasetnya memiliki arah arah sagital dan medial, sehingga memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi dan lateral fleksi, namun tidak memungkinkan terjadinya gerakan rotasi. Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi lumbal) kedua faset saling mendekat sehingga gerakan kelateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua faset saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar. Ligamen-ligamen yang memperkuat persendian di kolumna vertebralis regio lumbal adalah : a. Ligamen flavum Ligamen flavum merupakan ligamen yang menghubungkan lamina dari dua arkus vertebra yang berdekatan. Ligamen ini panjang, tipis dan lebar diregio servikal, lebih tebal di regio torakal dan paling tebal di regio lumbal. Ligamen ini mencegah terpisahnya

lamina arkus vertebralis dan juga mencegah terjadinya cidera di diskus intervertebralis. Ligamen flavum yang kuat dan elastis membantu mempertahankan kurvatura kolumna vertebralis dan membantu menegakkan kembali kolumna veretbralis setelah posisi fleksi. b. Ligamen interspinosus Ligamen interspinosus merupakan ligamen yang

menghubungkan prossesus spinosus mulai dari basis hingga apex, merupakan ligamen yang lemah hampir menyerupai membran c. Ligamen intertranversus Ligamen intertranversus adalah ligamen yang

menghubungkan prossesus tranversus yang berdekatan. Ligamen ini di daerah lumbal tipis dan bersifat membranosa. d. Ligamen supraspinosus Ligamen supraspinosus menghubungkan prosesus spinosus di daerah apex vertebra servikal ke 7 (VC7) sampai dengan sakrum. Ligamen ini dibagian kranial bergabung dengan ligamen nuchae. Ligamen supraspinosus ini kuat, menyerupai tali Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai dengan fungsi gerakannya. Otot yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara aktif mengekstensikan vertebrae lumbalis adalah : m. quadraus lumborum, m. sacrospinalis, m. intertransversarii dan m. interspinalis. Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis

10

mencakup : m. obliqus eksternus abdominis, m. internus abdominis, m. transversalis abdominis dan m. rectus abdominis, m. psoas mayor dan m. psoas minor. Otot latero fleksi lumbalis adalah m. quadratus lumborum, m. psoas mayor dan minor, kelompok m. abdominis dan m. Intertransversarii. Jadi dengan melihat fungsi otot punggung di bawah berfungsi menggerakkan punggung bawah dan membantu

mempertahankan posisi tubuh berdiri. Medulla spinalis dilindungi oleh vertebra. Radik saraf keluar melalui kanalis spinalis, menyilang diskus intervertebralis di atas foramen intervertebralis. Ketika keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua yaitu ramus anterior dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf tersebut mempersarafi sendi faset. Akibat berdekatnya struktur tulang vertebra dengan radik saraf cenderung rentan terjadinya gesekan dan jebakan radik saraf tersebut. Semua ligamen, otot, tulang dan sendi faset adalah struktur tubuh yang sensitif terhadap rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris. Kecuali ligamen flavum, diskus

intervertebralis dan ligamentum interspinosum, karena tidak dirawat oleh saraf sensoris. Dengan demikian semua proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti tekanan dan tarikan dapat menimbulkan keluahan nyeri. Nyeri punggung bawah sering berasal dari ligamentum longitudinal anterior atau posterior yang mengalami iritasi. Nyeri artikuler pada punggung bawah berasal dari fasies artikularis vertebra

11

beserta kapsul persendiannya yang sangat peka terhadap nyeri. Nyeri yang berasal dari otot dapat terjadi oleh karena aktivitas motor neuron, ischemia muscular dan peregangan miofasial pada waktu otot berkontraksi kuat.

12

2.2 Ankylosing Spondylitis 2.2.1 Definisi Ankylosing spondylitis adalah bentuk artritis langka yang menyebabkan peradangan pada tulang belakang dan sendi-sendi sakroiliaka.Kondisi ini ditandai dengan kekakuan progresif dari sekelompok sendi dan ligamen di tulang belakang, menyebabkan rasa sakit kronis dan gangguan mobilitas tulang belakang.Ketika tulang belakang pasien menjadi lebih kaku, beberapa fraktur stres kecil dapat berkembang dan patah tulang ini dapat sangat menyakitkan. Jika parah, ankylosing spondylitis juga dapat menyebabkan fusi

(penggabungan) ligamen tulang belakang dengan cakram/diskus antar vertebra.

13

2.2.2 Epidemiologi Ankylosing spondylitis menyerang 0,1-0,2% populasi di Amerika. Sementara di dunia sebanyak 0,1-1,0% populasi. Penyakit ini menyerang pada pria di banding wanita sebanyak 3:1. Onset dimulainya penyakit dimulai pada usia dewasa muda sampai usia awal dewasa. Sementara pada usia lebih dari 45 tahun jarang ditemukan. 2.2.3 Patofisiologi Ankylosing spondylitis adalah penyakit inflamasi kronis yang melibatkan sendi sakroiliaka, kerangka aksial, dan sendi

perifer.Etiologinya tidak diketahui tetapi melibatkan interaksi faktor genetic dan lingkungan. Patologi utama dari Ankylosing spondylitis adalah proses

peradangan kronis, termasuk CD4, CD8, limfosit T dan makrofag. Sitokin, terutama tumor necrosis factor- (TNF-) dan Transforming Group Factor- (TGF-), juga penting dalam proses inflamasi dengan menyebabkan peradangan. 2.2.4 Gambaran Klinis Daerah Yang Terkena 2.2.4.1 Diskus Intervertebralis Ketika orang menua terjadi perubahan biokimiawi tertentu yang mempengaruhi jaringan di seluruh tubuh. Pada tulang belakang, struktur dari diskus intervertebralis (annulus fibrosus,lamellae, dan nucleus pulposus) mungkin dapat mengalami perubahan biokimiawi fibrosis dan pengerasan di tempat terjadinya

14

tersebut. Annulus fibrosus tersusun dari 60 atau

lebih pita yang

konsentris dari serabut kolagen yang dinamakan lamellae. Nucleus pulposus adalah suatu bahan seperti gel didalam diskus

intervertebralis yang dibungkus oleh annulus fibrosus.Serabut kolagen membentuk nukelus bersama dengan air dan proteoglikan. Efek degeneratif dari penuaan dapat melemahkan struktur dari annulus fibrosus yang menyebabkan bantalan melebar dan robek. Isi cairan didalam nucleus menurun sesuai dengan usia, mempengaruhi kemampuannya untuk melawan efek kompresi (peredam getaran). Perubahan struktural karena degenerasi dapat mengurangi ketinggian diskus dan meningkatkan risiko herniasi diskus. 2.2.4.2 Facet Joint Sendi facet disebut juga dengan zygapophyseal joints.Masingmasing korpus vertebrae memiliki empat sendi yang bekerja seperti engsel.Ini adalah persendian tulang belakang yang dapat

menyebabkan ekstensi, fleksi, dan rotasi.Seperti sendi lainnya, permukaan sendi dari tulang memiliki lapisan yang tersusun dari kartilago.Kartilago adalah jenis jaringan konektif tertentu yang memiliki permukaan gesekan rendah karena memiliki lubrikasi sendiri.Degenerai facet joint menyebabkan hilangnya kartilago dan pembentukan osteofit.Perubahan ini dapat menyebabkan hipertrofi atau osteoarthritis, dikenal juga sebagai degenerasi joint disease.

15

2.2.4.3 Tulang dan ligament Osteofit dapat terbentuk berdekatan dengan lempeng

pertumbuhan tulang, sehingga dapat mengurangi aliran darah ke vertebra.Kemudian permukaan pertumbuhan tulamg dapat kaku, terjadi suatu penebalan atau pengerasan tulang dibawah lempeng pertumbuhan.Ligament adalah pita dari jaringan ikat yang

menghubungkan struktur tulang belakang dan melindungi dari hiperekstensi.Namun demikian, perubahan degeneratif dapat

menyebabkan ligament kehilangan kekuatannya. 2.2.4.4 Tulang Cervical Kompleksitas anatomi dan pergerakan yang luas membuat segmen ini rentan terhadap gangguan yang berkaitan dengan perubahan degeneratif.Nyeri leher sering terjadi.Nyeri dapat menjalar ke bahu ata ke lengan kanan.Ketika suatu osteofit dapat

mengakibatkan kompresi akar syaraf, kelemahan tangan mungkin tidak disadari. Pada kasus yang jarang, osteofit pada dada dapat mengakibatkan susah menelan (disfagia). 2.2.4.5 Vertebra Thorakalis Nyeri yang berkaitan dengan penyakit degeneratif sering dipicu oleh fleksi kedepan dan hiperekstensi. Pada diskus vertebrae torakalis nyeri dapat disebabkan oleh fleksi facet join yang hiperekstensi.

16

2.2.4.6 Vertebra Lumbalis Spondylosis sering kali mempengaruhi vertebra lumbalis pada orang diatas usia 40 tahun. Nyeri dan kekakuan badan merupakan keluhan utama.Biasanya mengenai lebih dari satu vertebrae.Vertebrae lumbalis menopang sebagian besar berat badan.Oleh karenanya, gerakan dapat merangsang serabut saraf nyeri pada annulus fibrosus dan facet joint.Pergerakan berulang seperti mengangkat dan membungkuk dapat meningkatkan nyeri. 2.3 Diagnosis 2.3.1 Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik menyeluruh mengungkapkan banyak tentang kesehatan dan keadaan umum pasien. Pemeriksaan termasuk ulasan terhadap riwayat medis dan keluarga pasien.Palpasi untuk menentukan kelainan tulang belakang, daerah dengan nyeri tekan, dan spasme otot. 2.3.2 Pemeriksaan neurologis Pemeriksaan neurologis dengan memeriksa gejala-gejala pasien termasuk nyeri, kebas, paresthesias, sensasi, motoris, spasme otot, kelemahan, gangguan perut, dan kandung kemih.Pemeriksaan range of motion, mengukur tingkatan sampai sejauh mana pasien dapat melakukan gerak fleksi, ekstensi, miring ke lateral, dan rotasi tulang belakang.

17

2.3.3 Pencitraan Radiografi (x-rays) dapat memperlihatkan berkurangnya diskus vertebralis dan osteofit. Namun tidak sejelas CT-scan atau MRI.CTscan dapat digunakan untuk mengungkap adanya perubahan tulang yang berhubungan dengan spondylosis.MRI mampu memperlihatkan kelainan diskus, ligament, dan nervus. 2.3.4 Kriteria Diagnosis Untuk memudahkan menegakkan diagnosis telah dibuat kriteriakriteria tertentu; umumnya berdasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan radiologis. Kriteria diagnostik pertama yang dibuat adalah kriteria Roma yang dibuat pada tahun 1961, kemudian disusul dengan munculnya kriteria New York pada tahun 1966 dan akhirnya muncul kriteria yang terakhir yaitu kriteria New York yang mengalami modifikasi pada tahun 1984. Modifikasi kriteria New York (1984) terdiri dari : 1. Nyeri pinggang paling sedikit berlangsung selama 3 bulan, membaik dengan olah raga dan tidak menghilang dengan istirahat. 2. Keterbatasan gerak vertabra lumbal pada bidang frontal rnaupun sagital. 3. Penurunan relatif derajat ekspansi dinding dada terhadap umur dan jenis kelamin. 4. Sacroiliitas bilateral grade 2-4.

18

5.

Sacroiliitis unilateral grade 3-4. Diagnosis ankylosing spondylitis definitif apabila terdapat

sacroiliitis unilateral grade 3-4 atau sacroiliitis bilateral grade 2-4 disertai dengan salah satu gejaia klinis di atas 2.4 Penegakan Diagnosis Radiologi Radiografi yang paling penting teknik pencitraan untuk deteksi, diagnosis, dan tindak lanjut pemantauan pasien dengan ankylosing spondylitis.Morfologi tulang secara keseluruhan dan kalsifikasi halus dan ossifications bisa ditunjukkan baik secara radiografi. Diagnosis dapat dibuat jika fitur radiografi khas dari ankylosing spondylitis hadir. 2.4.1 X foto polos: Sakroiliitis terjadi di awal perjalanan dari ankylosing spondylitis dan dianggap sebagai ciri dari penyakit.Radiografi, tanda paling awal adalahkesuraman dari sendi.Sendi awalnya melebar sebelum akhirnya menyempit.Erosi tulang subchondral di sisi iliaka dari sendi terlihat, ini diikuti oleh sclerosis subchondral dan proliferasi tulang (lihat gambar di bawah).

19

Gambar 2.1. Bilateral sakroiliitis.Radiograf frontal menunjukkan erosi sacroiliac bilateral bersama dan iliaka sclerosis sisi subchondral.

Sakroiliitis yang terlihat di Ankylosing Spondylosis biasanya bilateral, simetris, dan secara bertahap progresif selama bertahuntahun.Lesi menunjukkan perubahan progresif yaitu blurring pada permukaan tulang subchondral menjadi erosi ireguler pada tepi sendi sakroiliaka (pseudowidening) untuk sclerosis, penyempitan, dan akhirnya fusi. Erosi tulang subchondral dari sendi sakroiliaka biasanya terlihat dini di bagian bawah sendi (karena bagian ini dipagari oleh sinovium) dan di sisi iliaka (karena tulang kartilago ini meliputi sisi sendi). Tanda-tanda radiografi Ankylosing Spondylosis adalah akibat enthesitis, terutama dari anulus fibrosus. Tanda-tanda radiografi awal termasuk squaring dari badan vertebra yang disebabkan oleh erosi dari margin superior dan inferior, yang mengakibatkan hilangnya kontur cekung normal dari permukaan anterior badan vertebra (lihat gambar bawah). Lesi inflamasi pada entheses tulang belakang dapat mengakibatkan sclerosis dari margin superior dan inferior badan vertebra, disebut sudut mengkilap (Romanus lesi).

20

Gambar. 2.2 Antero posterior radiografi tulang belakang pasien dengan ankylosing spondylitis. Pengerasan fibrosus anulus di berbagai tingkat dan squaring dari badan vertebra dapat diamati

Radiograf lateral menunjukkan erosi s udut anterior pada T12 dan L1 tubuh vertebralis.Tanda sudut khas mengkila p (atau lesi Romanus) hadir (panah).

2.4.2 CT SCAN CT scan dari sendi Sakroiliaka, tulang belakang, dan sendi perifer dapat mengungkapkan bukti sakroiliitis awal, erosi, dan enthesitis yang tidak jelas pada radiografi standar. Fitur seperti erosi sendi, sclerosis subchondral (lihat gambar bawah),dan ankilosis tulang yang divisualisasikan lebih baik pada CT scan dari pada radiografi, namunbeberapa varian normal sendi sacroiliaka dapat mensimulasikan fitur sakroiliitis

21

Bilateral sakroiliitis. Aksial CT scan menunjukkan erosi dan iliaka scler osis sisisubchondral sendi-sendi sacroili ac

Ektasia dural. Aksial postmyelographic CT scan menunjukkan dural menonjol ektasia dengan scalloping dari vertebra yang berdekatan.

2.4.3 MRI MRI mungkin memiliki peran dalam diagnosis awal

sakroiliitis.Deteksi peningkatan sinovial pada MRI ditemukan berkorelasi dengan aktivitas penyakit, yang diukur dengan penanda laboratorium inflamasi.MRI telah ditemukan untuk menjadi lebih unggul CT scan dalam mendeteksi perubahan tulang rawan, erosi

22

tulang, dan perubahan tulang subkondral. MRI juga sensitif dalam penilaian aktivitas penyakit yang relatif dini

Pseudoarthrosis. Sagital T1-tertimbang MRI menunjukkan lesi T11-T12 diskovertebral menonjol (panah) dengan keterlibatan elemen posterior (kepala panah)

Pseudoarthrosis (pasien yang sama seperti pada gambar sebelumnya).

MRI lebih sensitif dibandingkan baik radiografi atau CT scan dalam mendeteksi perubahan awal tulang rawan dan edema sumsum tulang dari sendi-sendi sacroiliaka.Meskipun sensitif dalam

mendeteksi sakroiliitis, MRI tidak spesifik untuk mendiagnosis ankylosing spondylitis sebagai penyebab sakroiliitis. 2.4.4 Nuclear Imaging Skintigrafi tulang mungkin membantu untuk pasien dengan ankylosing spondylitis yang disarankan dalam temuan foto toraks

23

normal atau samar-samar.Skintigrafi memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah dalam diagnosis sakroiliitis.

Kuantitatif skintigrafi

2.5 Medikasi Tidak untuk individu dan pendidikan ada tindakan dengan pasien yang pencegahan atau Ankylosing tepat adalah pengobatan definitif dini anti-

spondylosis. Diagnosis penting.Nonsteroidal

inflammatory drugs (NSAIDs) biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri dan mengurangi peradangan.Pembedahan ini diarahkan untuk resolusi komplikasi yang berhubungan dengan Ankylosing Spondylosis.Tidak ada pengobatan bedah kuratif.Pengobatan konservatif berhasil dalam 75% dari seluruh waktu. 2.6 Prognosis Hasil pada pasien dengan ankylosing spondylitis umumnya baik dibandingkan pada pasien dengan rheumatoid arthritis.Pasien sering

24

membutuhkan terapi anti-inflamasi jangka panjang.Cacat fisik parah tidak umum di antara pasien dengan AS.Masalah dengan mobilitas terjadi pada sekitar 47% pasien. Cacat ini berkaitan dengan durasi penyakit, perifer arthritis, tulang belakang keterlibatan serviks, usia yang lebih muda saat onset gejala, dan penyakit hidup bersama. Kecacatan telah ditunjukkan untuk meningkatkan dengan jangka waktu latihan atau koreksi bedah keterlibatan tulang perifer bersama dan serviks

25

BAB III LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Penderita Nama Usia Jenis kelamin Alamat : Tn. Juharno Heru Warsito : 59 th : Laki Laki : Samirejo RT 02/ RW 04 Dawe, Kudus

3.2. Anamnesa (Aloanamnesa) Seorang pasien laki-laki dengan usia 59 tahun tahun datang ke Poli Penyakit Dalam pada tangal 12 Januari 2013. 2 hari sebelum pasien dirawat di Rumah sakit, pasien merasa sakit pada bagian punggung dirasakan sekitar 5 hari. Sakit dirasakan hilang timbul. Rasa sakit berkurang setelah beristirahat. Dan terasa kelemahan pada daerah pinggang bawah. Selain itu pasien merasa kesulitan dalam berjalan. Keluhan lain yang dirasa : muntah (-) , mual (-) , BAB (+) , BAK . Setelah itu pasien kePoli Penyakit Dalam di RS Islam Sultan Agung pukul 09.01 WIB. 3.3. Diagnosis Spondilitis

26

27

3.4. Pemeriksaan Penunjang 3.2.1. Pemeriksaan Radiologi 3.2.1.1. Gambaran thoraks (X-foto thoracolumbal)

28

3.2.1.2. Pembacaan Hasil Foto Toraks ( Vertebra Thorakolumbal) Stuktur tulang Parotik. Alignment baik, tak tampak listesis. Tampak korpus vertebra thoracal 12 memipih dan sklerotik. Pedikel, Proc.Spinosus dan transversus baik. Tampak Following corpus vertebra thoracolumbal ( Bamboo Spine ). Tak tampak penyempitan discus dan foramen

interventerbalis. 3.2.1.3. KESAN KOMPRESI KORPUS VERTEBRA THORACAL 12 GAMBARAN ANKYLOSING SPONDILITIS DEGENERATIF SPINE DIEASASE

29

BAB IV PEMBAHASAN

Ankylosing Spondylitis (spinal osteoarthritis) adalah suatu gangguan degeneratif yang dapat menyebabkan hilangnya struktur dan fungsi normal tulang belakang, sehingga memerlukan diagnosis yang tepat agar tidak terjadi kesalahan dalam penanganannya. Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam kasus ini, karena radiologi dapat memberikan penjelasan secara gambar tentang letak dari gangguan ini. Dalam kasus ini mendapatkan, seorang laki-laki umur 59 tahun datang ke Poli Penyakit Dalam RSISA pada tangal 12 Januari 2013 mengeluhkan pasien merasa sakit hilang timbul pada bagian punggung yang dirasakan sekitar 5 hari. Rasa sakit berkurang setelah beristirahat. Dan terasa kelemahan pada daerah pinggang bawah. Selain itu pasien merasa kesulitan dalam berjalan. Setelah dilakukan pemeriksaan radiologi didapatkan kesan adanya kompresi korpus vertebra thoracal 12, gambaran ankylosing spondilitis, digeneratif spine disease.

30

BAB V KESIMPULAN

1.

Ankylosing spondylitis adalah proses degeneratif yang dapat mengenai daerah cervical, thoracal, dan lumbal dari tulang belakang dengan mempengaruhi diskus intervertebralis dan facet joint.

2.

Pada pemeriksaan radiografi (x-ray) dapat memperlihatkan berkurangnya tebal diskus intervertebralis dan tampak adanya osteofit.

3. Pemeriksaan

ct-scan

dilakukan

jika

pada

x-foto

polos

tampak

normal. Erosi sendi, sclerosis subchondral, dan ankilosistulang yang divisuali sasikan lebih baik pada CT scan daripada radiografi. 4. MRI lebih unggul dari CT scan dalam mendeteksi perubahan tulang rawan, erosi tulang, dan perubahan tulang subkondral. MRI juga sensitif dalam penilaian aktivitas penyakit yang relatif dini.

31

REFERENSI

1. Hanson JA, Mirza S. Predisposition for spinal fracture in ankylosing

spondylitis. AJR Am J Roentgenol. Jan 2000;174(1):150 2. Wilfred CG Peh, MD, MBBS, FRCP. Imaging in Ankylosing Spondylitis. http://emedicine.medscape.com/article/386639-overview#showall Spondyloarthropathy http://emedicine.medscape.com/article/332945overview
4. S Craig Humphreys, MD. Ankylosing Spondylitis in Orthopedic Surgery

3. Lawrence H Brent, MD. Ankylosing Spondylitis and Undifferentiated

http://emedicine.medscape.com/article/1263287-overview 5. Jennifer H. Jang,Michael M. Ward, Adam N. Rucker, John D. Reveille, John C. Davis, Jr,Michael H. Weisman, and Thomas J. Learch. Ankylosing Spondylitis: Patterns of Radiographic InvolvementA Re-examination of Accepted Principles in a Cohort of 769 Patients. Radiology January 2011 258:192-198; Published online October 22, 2010, doi:10.1148/ radiol.10100426 Development of a radiographic scoring tool for ankylosing spondylitis only based on bone formation: Addition of the thoracic spine improves sensitivity to change. Arthritis Care & Research, 61: 764771. doi: 10.1002/art.24425

6. Baraliakos, X., Listing, J., Rudwaleit, M., Sieper, J. and Braun, J. (2009),

32

Anda mungkin juga menyukai