Anda di halaman 1dari 15

Angkah Kejadian Kanker Payudara

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan gangguan payudara yang paling ditakuti perempuan. Salah satu penyebabnya karena penyakit ini tidak dapat disembuhkan jika ditemukan pada stadium lanjut. Padahal, jika dideteksi secara dini, penyakit ini sebetulnya bisa diobati sampai sembuh. Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui. Penyebab yang ada hanya merupakan dugaandugaan, biasa disebut sebagai faktor-faktor resiko terkena kanker payudara (Boyles, 2008). Pada tahun 2010 WHO (World Health Organization) memperkirakan angka kejadian yang terkena kanker payudara terdapat 11 juta dan tahun 2030 akan bertambah menjadi 27

juta kematian akibat kanker (Yohannes, 2008). Menurut data Pathology Based Cancer Registry yang dilakukan oleh ikatan patologi anatomi Indonesia yang bekerja sama dengan yayasan kanker Indonesia, kanker payudara di Indonesia menduduki peringkat kedua dari semua jenis kanker yang sering diderita. Karenanya, perkembangannya harus dicermati. Sementara itu, di Amerika Serikat beberapa Negara maju lainnya, kanker payudara menduduki peringkat pertama (Luwia, 2009). Laporan terbaru dari International Agency for Research on Cancer(IARC)

mengeksplorasi beban kanker secara global, yang diperkirakan akan menjadi penyebab kematian utama pada tahun 2010.Laporan ini memperkirakan bahwa pada tahun 2030, 27 juta kasus kanker baru dan 17 juta kematian akibat kanker akan terjadi tiap tahunnya diseluruh dunia.

Berdasarkan angka diagnosis kanker kemungkinan akan meningkat 1% tiap tahunnya, begitu pula kematian akibat penyakit ini. China, Rusia, dan India diperkirakan akan memiiki peningkatan kanker dan kematian akibat kanker (Boyles, 2008). Data dari yayasan kanker Indonesia pada lima tahun terakhir menyebutkan kejadian kanker payudara menempati urutan pertama 32%, dari total jumlah kasus kanker. Total penderita kanker payudara 40% berobat pada stadium awal dan 30% dari total jumlah penderita kanker terdeteksi stadium lanjut lokal, dan 30% dengan metastasis (Haryono 2007).

Peningkatan kanker payudara yang paling signifikan seperti yang didapat dari Data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2009 menujukkan, kejadian kanker payudara mencapai 21,69%, lebih tinggi dari kanker leher rahim. Di rumah sakit kanker Darmis palembang, jumlah kasus baru juga terus meningkat. tahun 2008 hanya ada 657 kasus tahun 2009 menjadi 879

kasus. Sayangnya 60-70% pasien datang pada stadium lanjut, III atau IV, sehingga hampir setengah dari angka kejadian kanker payudara berakhir dengan kematian (Farhan, 2009). Survei yang dilakukan yayasan kesehatan payudara Jakarta tahun 2009 menunjukkan

80% masyarakat tidak mengerti pentingnya pemeriksaan dini payudara. Hanya 11,5% yang paham, ini masih ditambah dengan ketakutan payudara diangkat sampai keharusan membayar biaya berobat yang mahal sehingga banyak pasien menunda kedatangannya ke tempat pelayanan kesehatan dengan memilih mencari pengobatan alternatif (Yohanes, 2008). Angka kejadian kanker payudara di Sulawesi Selatan menempati peringkat kedua setelah kanker rahim. Berdasarkan data dari rekam medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah pasien yang dirawat sepanjang tahun 2008 ditemukan 58 kasus kanker payudara, pada tahun 2009 ditemukan 72 kasus kanker payudara, dan pada peningkatan menjadi 132 kasus kanker payudara. Meningkatnya kejadian kanker payudara disebabkan kurangnya keinginan melakukan deteksi secara dini. Upaya untuk mengajak masyarakat melakukan deteksi dini masih banyak berasal dari kelompok-kelompok yang peduli, umumnya lembaga swadaya masyarakat, lembaga penelitian atau perorangan. Mereka datang kesuatu tempat dan kemudian memberikan penyuluhan yang diikut dengan tawaran program deteksi dini (Boyles, 2008). Angka kejadian kanker payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia. Kanker payudara sebelum 20 tahun merupakan perkucilan dan jarang sebelum umur 30 tahun. Tetapi sesudah itu kejadiannya meningkat secara berangsur-angsur, dan terbanyak pada usia 35-50 tahun (Moore, 2008). Wanita yang mengalami menstruasi pertama (menarche) yang usianya <12 tahun resikonya 1,7 hingga 3,4 kali lebih tinggi dari pada wanita yang menarche yang datang pada usia normal atau usia >12 tahun. sedangkan ada28 pria yang memiliki resiko terhadap kanker payudara. Kanker payudara pada pria tidak biasa dan tidak diperhatikan oleh media, populasi umum dan komunitas pelayanan kesehatan. Perawatan dalam segala tempat perlu untuk tahun 2010 terjadi

meningkatkan kesadaran pada kanker payudara pria diantara pria sebagaimana perempuan, terutama pria yang berada pada risiko tinggi penyakit. Mesikpun pria yang menderita kanker payudara jumlahnya kurang dari 1% dari kasus kanker payudara namun pria yang berusia antara 60 hingga 70 tahun sangat rentan terhadap penyakit. (Hawari, 2008). Pada umumnya wanita yang belum menikah mengalami aktivitas hormon reproduksi yang tinggi, salah satunya adalah hormon estrogen. Kadar hormone yang tinggi dapat beresiko terjadinya kanker. Pada wanita yang belum pernah mempunyai anak resikonya 2-4 kali lebih tinggi dari pada wanita yang mempunyai anak, hal itu disebabkan karena wanita yang belum mempunyai anak hormonnya hanya itu-itu saja, yaitu estrogen. Sedangkan wanita yang sudah memiliki anak, bermacam-macam hormon akan bermunculan di tubuhnya dan bertindak sebagai buffer (penyeimbang) dalam tubuh (Samuel, 2009). Beberapa kanker payudara berhubungan dengan suatu mutasi genetik yang khas. Wanita dengan mutasi gen ini memiliki peluang sebesar 80-90% untuk menderita kanker payudara. Pada penderita kanker payudara dampak yang bisa muncul yaitu kehilangan payudara karena operasi pengangkatan payudara. Selain itu, sel kanker ini juga bisa menyebar ke organ yang lainnya (Mustika, 2010). Adapun alasan peneliti untuk melakukan penelitian di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan utama sekaligus sebagai rumah sakit pendidikan yang merupakan rumah sakit tipe A, dimana rumah sakit tersebut memiliki sarana dan prasarana yang memadai serta angka kejadian atau prevelensi kanker payudara dirumah sakit tersebut cukup tinggi. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian tentang gambaran kejadian kanker payudara di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar karena setiap tahunnya mengalami peningkatan kanker payudara.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan urain latar belakang masalah, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran kejadian kanker payudara berdasarkan umur di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011?

2.

Bagaimana gambaran kejadian Kanker Payudara berdasarkan paritas di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2011?

3.

Bagaimana gambaran kejadian Kanker Payudara berdasarkan jenis kelamin di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2011?

4.

Bagaimana gambaran kejadian kanker payudara berdasarkan status perkawinan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011?

5.

Bagaimana gambaran kejadian Kanker Payudara berdasarkan menarche di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2011?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran angka kejadian Kanker Payudara di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2011 2. a. b. c. d. e. D. 1. Tujun Khusus Diketahuinya gambaran kejadian Kanker Payudara berdasarkan umur. Diketahuinya gambaran kejadian Kanker Payudara berdasarkan paritas. Diketahuinya gambaran kejadian Kanker Payudara berdasarkan jenis kelamin. Diketahuinya gambaran kejadian Kanker Payudara berdasarkan status perkawinan. Diketahuinya gambaran kejadian Kanker Payudara berdasarkan menarche. Manfaat Penelitian Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan informasi dan bacaan bagi mahasiswi Akademi Kebidanan

Muhammadiyah Makassar. 2. Bagi Instansi Tempat Meneliti Melengkapi informasi bagi pihak pengambil kebijakan dalam menyusun dan merencanakan berbagai program tindakan yang lebih dalam upaya pencegahan kanker payudara. 3. Bagi Penulis Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam memperluas wawasan dan pengetahuan serta pengembangan diri melalui peneliti pemula. http://kankerpayudara7.blogspot.com

LKS 4Presiden RI Tantang Masyarakat dan Parpol Wujudkan SJSN REP | 28 March 2013 | 07:06 Dibaca: 190 Komentar: 0 Nihil

Lukas Kustaryo SSH (LKS 4Presiden RI) kandidat Presiden RI dari masyarakat independen menilai Pemerintahan Negara tidak pernah siap dan terkesan carut marut terkait keadaan saat ini dimana sejumlah rumah sakit menyatakan tidak siap menyambut dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional pada 1 Januari 2014, sehingga menyikapi hal itu diperlukan uji coba bagi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional agar pengelola rumah sakit memiliki panduan pelaksanaan yang tepat agar tidak lagi terkesan tak peduli atau mengabaikan masyarakat tak mampu. Menurut LKS 4Presiden RI, demikian pula dicontohkan RS Harapan yang belum siap melaksanakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan masih mempersiapkan antara lain sistem remunerasi, bonus kinerja bagi dokter spesialis dan tenaga kesehatan lain, serta pembentukan tim kerja untuk menyiasati pos- pos yang bisa dihemat. Namun, bila sekedar terkait pada pilot project (proyek percontohan) pelaksanaan JKN, tentu sangat baik, sehingga proyek percontohan itu sekedar diharapkan memberi panduan tepat terkait pelaksanaan JKN. Dan Uji coba juga sebaiknya dilaksanakan di rumah sakit pemerintah yang wajib melaksanakan JKN. sehingga bila uji coba terbukti berjalan baik dan tidak membebani rumah sakit, rumah sakit swasta tentu akan mengikuti. Kini beberapa hal terkait yang menjadi kendala JKN adalah tidak berjalannya sistem rujukan, semisal sejumlah pasien tumor payudara kerap langsung datang ke Dharmais meski tumor yang diderita kategori jinak dan bisa ditangani rumah sakit tipe C atau D. Keterbatasan dokter spesialis dan sebaran yang tidak merata juga rawan jadi masalah. Persoalan lain adalah keterbatasan peralatan kesehatan yang memadai.

Sejauh ini sistem rujukan rumah sakit seperti di Bali berjalan cukup baik. Namun tetap saja masih perlu diupayakan agar sistem rujukan yang berlaku semakin efisien. Hal lain adalah penyusunan Panduan Praktik Klinik (PPK) untuk beberapa penyakit. PPK adalah standar prosedur operasional untuk membantu dokter dan tenaga kesehatan lain terkait tata laksana penyakit atau kondisi klinis yang spesifik. Sistem pembayaran Disisi lain, bahwa selama ini hanya rumah sakit yang siap melaksanakan JKN adalah rumah sakit yang sudah melayani Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bukan sebaliknya. Sistem pembayaran yang digunakan sama, yaitu INA CBGs (Indonesia Case Base Groups). Suatu aplikasi untuk pengajuan klaim oleh penyedia pelayanan kesehatan, puskesmas, klinik maupun RS. Dalam aplikasi ini penyakit dikelompokkan berdasarkan ciri klinis dan biaya yang sama. Tujuannya untuk meningkatkan mutu dan efektivitas pelayanan. Saat ini jumlah rumah sakit yang telah melayani Jamkesmas baru ada 1.240, baik rumah sakit swasta maupun pemerintah. Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan JKN semestinya tanpa terkecuali adalah agar seluruh rakyat Indonesia bisa berobat dan mendapat pelayanan kesehatan, bukan malah mempersulit orang sakit. LKS 4Presiden RI menilai, bila Selama ini, 50 persen dari penduduk Indonesia tidak bisa berobat karena tidak punya uang. Persoalan ini yang ingin diselesaikan terlebih dulu, dan hingga saat ini, rata-rata kapasitas rumah sakit yang digunakan baru 60 persen. Artinya, infrastruktur ada, tetapi belum digunakan secara maksimal. Karena itu, tidak masalah apabila dalam pelaksanaannya pada tahun-tahun pertama akan terjadi keguncangan. Jadi bisa saja rasa optimistis masyarakat ke depan, JKN akan makin baik, yang terpenting, tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia harus tercapai.

Terkait uji coba pelaksanaan JKN, sebagaimana dikemukakan diatas, bahwa rencananya akan dilaksanakan pada 1 Oktober 2013, yang teknis pelaksanaannya saat ini tengah disusun. Rumah sakit diharapkan dapat memberikan masukan dan siap bila saatnya tiba. Disisi lain, Rumah sakit swasta mengalami dilema menghadapi implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional bidang kesehatan yang akan dimulai Januari 2014. Penyebabnya, besaran premi yang ditetapkan masih rendah, dengan besaran premi yang ditetapkan pemerintah Rp 15.500 per orang per bulan menimbulkan keresahan. Sebab, RS swasta tidak mendapat subsidi dari pemerintah. dan lagi-lagi RS swasta akan merugi, meski pada prinsipnya RS swasta harus turut serta mendukung program pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Selama ini, RS swasta tidak juga sepenuhnya telah membantu melaksanakan program pemerintah, seperti melayani Jamkesmas, Jamkesda, dan Askeskin. Namun, besaran premi yang ditetapkan membuat RS swasta dilematis dalam membuat keputusan untuk bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). RS swasta juga inginsurvive, Implementasi SJSN, kini diharapkan tidak merugikan para pemangku kepentingan di bidang kesehatan. RS swasta tidak bisa mengembangkan sumber daya manusia (SDM) dan menghargai profesi dokter jika anggaran minim. Implementasi SJSN jangan sampai menjadi ancaman terhadap mutu pelayanan kesehatan, meski sampai saat ini pada besaran premi masih menjadi persoalan mendasar dalam SJSN kesehatan. Bahwa alokasi Rp 6.000 untuk akses layanan primer yang berlaku di puskesmas tidak bisa disamakan dengan akses layanan kesehatan swasta. Kalau alokasi dana untuk klinik swasta disamakan dengan puskesmas, layanan kesehatan swasta akan hancur, meski demikian, bila tanpa SJSN pemerintah jelas tidak bisa membina SDM yang bagus. sehingga di Jakarta ada baiknya juga sebagai contoh pelaksanaan SJSN kesehatan dengan BPJS oleh PT Askes, kekecewaan masyarakat boleh jadi di arahkan kepada Menteri Keuangan yang sekedar menetapkan premi bagi penerima bantuan iuran Rp 15.500 sehingga, jika di Provinsi DKI Jakarta menetapkan besaran premi kesehatan Rp 23.000 per orang per bulan. Total anggaran yang disediakan Rp 1,2 triliun untuk 4,7 juta jiwa.

Besaran premi SJSN tidak akan menjadi persoalan jika pemerintah menjalankan amanat UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-undang mengamanatkan anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD. Namun, realisasinya, anggaran kesehatan hanya 2 persen dari APBN, LKS 4Presiden RI menilai, bahwa sebagian besar puskesmas yang ada di Indonesia dapat dipastikan tidak siap menjadi penyedia layanan kesehatan dalam jaminan kesehatan nasional yang diamanatkan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Berdasarkan riset fasilitas kesehatan, masih banyak puskesmas berada di bawah standar yang ditentukan dalam buku Pedoman Puskesmas, sebagaimana menurut riset Kementerian Kesehatan pada 2011 terhadap 8981 puskesmas itu, terdapat input dan proses yang mendukung keberhasilan fungsi puskesmas serta program kesehatan wajib ibu dan anak masih jauh dari harapan. Selain itu terdapat disparitas atau perbedaan input dan proses upaya kesehatan puskesmas yang cukup tajam berdasar geografi, kota-desa dan regional. jadi ada sebanyak 46,6 persen puskesmas tidak memiliki pedoman esensial puskesmas. Bahkan sebanyak 26,3 persen alat kesehatan poli umumnya seperti stetoskop, tensimeter, timbangan dan tempat tidur periksa di bawah 40 persen, selain itu, sebanyak 74,4 persen puskesmas tidak memiliki alat kantor lengkap dan 28,3 persen tidak memiliki sarana air bersih. Untuk melayani 240 juta penduduk dalam SJSN diperlukan 80 ribu dokter. Dalam 40 tahun terakhir telah dibangun 8981 puskesma. Seberapa cepat pemerintah mampu melipatgandakan jumlah dan mutu puskesmas, LKS 4Presiden RI menilai dalam hal ini merasa wajar jika ada pertanyaan terkait dengan Komitmen Negara akan Pelayanan Kesehatan Bagi Rakyat. Tahun 2013 sedang berjalan, dan persiapan Jaminan Kesehatan Nasional tinggal satu tahun lagi. Meskipun demikian, sebagian besar masyarakat belum memahaminya. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan harus menyiapkan segala infrastruktur pendukung agar tahun depan sistem bisa dijalankan dengan baik. Seluruh rakyat akan punya kesetaraan akses dan manfaat layanan kesehatan sesuai indikasi medis, ..

LKS 4 Presiden RI menyatakan, bahwa adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah asuransi kesehatan bersifat sosial. Ia dijalankan dengan prinsip gotong royong, yang kaya membantu yang miskin, yang sehat menolong yang sakit. Kepesertaan asuransi ini bersifat wajib. Mereka yang mampu harus mengiur. Penduduk miskin mendapat bantuan pemerintah. Pelaksanaan JKN akan mengubah sistem layanan kesehatan di Indonesia. Sistem rujukan harus benar-benar berjalan. Artinya, 70 persen persoalan kesehatan harus bisa diselesaikan di layanan kesehatan primer, baik di puskesmas maupun dokter keluarga. Layanan kesehatan sekunder dan tersier hanya menerima pasien rujukan layanan kesehatan primer. Mereka yang ingin mendapat layanan tidak sesuai indikasi medis dan tidak sesuai prinsip rujukan harus membayar sendiri, Sebagai sistem baru, banyak tantangan pelaksanaan program ini. Jumlah warga tak mampu sangat besar dan berimplikasi pada besaran iuran yang ditanggung pemerintah serta kualitas layanan. Wilayah Indonesia yang sangat luas dengan kondisi geografis yang berbeda membuat layanan kesehatan belum merata. Agar sistem ini berkelanjutan, dibutuhkan standar pelayanan, standar tarif, dan standar biaya. Namun, layanan medis di Indonesia masih banyak menghadapi persoalan dasar, dan pelayanan berlebihan (overuse), kurang pas (underuse), dan kurang tepat (mis- use) dalam memberikan layanan medik masih menjadi masalah. Hal itu terjadi dalam diagnosis, peresepan obat, tes laboratorium, atau prosedur layanan lain. Disisi lain juga bila menyoroti rendahnya gaji sebagian dokter umum. Di sekitar Jakarta masih banyak dokter umum yang bekerja di klinik berpenghasilan Rp 3 juta per bulan. Padahal, mayoritas dokter di Indonesia adalah dokter umum, .. Jumlah tenaga medis pun masih belum memenuhi rasio ideal dengan jumlah penduduk. Ditambah minat berobat masyarakat yang sangat tinggi akibat program pengobatan gratis di sejumlah daerah. Akibatnya, banyak dokter harus menangani pasien hingga 100 orang per hari atau berpraktik dari pagi hingga tengah malam. Ini akan menurunkan mutu layanan, di lain hal LKS 4Presiden RI juga berharap, edukasi masyarakat ditingkatkan hingga mereka tidak terjebak dalam informasi layanan kesehatan tak benar.

Pemerintah menargetkan 70 persen masyarakat Indonesia sudah punya jaminan kesehatan pada tahun 2014 mendatang. Sistem jaminan kesehatan merupakan bagian dari sistem kesehatan nasional dan tidak terpisahkan. Pengennya 100 persen. Tapi karena ini baru mulai 2014 mungkin akan mundur. Sekarang ini kurang lebih 63 persen masyarakat kita sudah memiliki jaminan kesehatan dengan berbagai bentuk dan variasi, untuk bisa menujuuniversal coverage ada beberapa persoalan pokok yang harus dihadapi pemerintah misalnya dari sisi kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan (baik primer, sekunder, tersier), sistem rujukan dan infrastruktur, sistem informasi, rencana pembiayaan dan ketersediaan obat. Kemenkes menargetkan, tahun 2014 sebanyak 121,6 juta peserta jaminan kesehatan dari PBI (Penerima Bantuan Iuran), PNS, Pensiunan, Jamsostek dan TNI POLRI aktif, harus sudah dikelola BPJS dan 50,7 juta peserta akan dikelola oleh badan lain (diluar BPJS) seperti dari Jamkesda, asuransi perusahaan dan asuransi swasta. Untuk mencapai target tersebut pada 2013 mulai dilakukan pengalihan kepesertaan paling tidak dari Jamkesmas. Sedangkan untuk Jamsostek sudah menyatu dengan BPJS pada tahun 2014. dan secara bertahap di tahun 2012 sudah mulai disusun sistem dan prosedur kepersertaan , serta sudah ada penyusunan masalah iuran (premi), .. Sementara itu 30 persen masyarakat yang belum terlindungi asuransi, diharapkan mulai tahun 2015 bisa menyusul sehingga pada tahun 2019 semua penduduk sudah dikelola oleh BPJS. Dengan SJSN kita bisa mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tinginya. Kita bisa membangun masyarakat atau rakyat yang sehat dan produktif sehingga kualitas sumber daya manusia Indonesia berkualitas, Lebih lanjut, LKS 4Presiden RI menilai bahwa universal coverage tidak bisa berdiri sendiri tapi merupakan bagian integral dari pembangunan sistem kesehatann nasional. Intinya, dengan kehadiran SJSN, pemerintah berharap dapat membangun sebuah sistem kesehatan untuk menciptakan masyarakat lebih sehat, dan berkualitas sehingga tujuan pembangunan nasional tercapai.

Jaminan kesehatan bagi setiap penduduk (universal coverage) yang ditargetkan dapat dicapai secara nasional pada tahun 2014, masih kesulitan data Nah, biasanya di tingkat ini terjadi pembagian kuota yang tidak tepat, . dan untuk mengatasi hal itu sebaiknya tiap daerah melakukan sensus ulang terhadap kondisi kependudukan mereka. Ia menilai, data sensus yang dimiliki BPS selama ini cenderung hanya memuat informasi umum. Saat ini di Indonesia baru Nanggroe Aceh Darusallam yang berhasil memenuhi

program universal coverage. Pemerintah Aceh mengeluarkan Rp 230 miliar per tahun. Dari jumlah itu, masih ada sisa lebih dari Rp 30 miliar per tahun yang kemudian dikembalikan lagi untuk memberikan jaminan kesehatan pada masyarakat, Pada tahun ini khusus untuk program Jamkesmas terdapat dana APBN Rp 5 triliun, untuk menjalankan program universal coverage itu dengan jumlah peserta mencapai 76,6 juta jiwa . Sementara peserta asuransi kesehatan di PT Askes sekitar 16,4 juta orang, peserta Jamsostek sekitar 2,5 juta orang, dan peserta Jamkesda. Juga ada peserta asuransi kesehatan lain oleh masyarakat menengah atas yang data pastinya belum diketahui, khusus untuk besar dana kelolaan program Jamkesmas dan Jamkesda yang hendak dititipkan pada PT Askes, masih dihitung. saat ini terdapat 3.855 orang dokter yang juga dilibatkan dalam program Dokter Keluarga PT Askes, guna memberikan layanan rawat jalan tingkat pertama bagi peserta Askes Sosial. Jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat diharapkan akan benar-benar terwujud nyata pada 2019. Pada tahun tersebut, seluruh rakyat Indonesia diharapkan telah memiliki asuransi kesehatan yang merupakan tujuan dari penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Bahwa peta jalan jaminan kesehatan telah memberi perintah kepada Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) untuk menuntaskan jaminan sosial untuk seluruh rakyat pada 2019. Pada tahun tersebut, diharapkan seluruh unsur pendukung dalam pelaksanaan jaminan kesehatan sudah benar-benar siap dalam melayani seluruh rakyat indonesia. Memang kalau bisa start pada 2014 kenapa tidak? Namun demikian, Dewan Jaminan Sosial Nasional bersama dengan kementerian teknis terkait melihat sisi lain. Karena masalah universal coverage ini bukan sekedar kemampuan pembiayaan, tetapi sektor suplay chain-nya, rumah

sakit, dokter-dokternya juga menjadi pertimbangan. Pada 2019, diharapkan akan ketemu antara demand dan supply-nya, . Dari sisi jumlah kepesertaan, dalam menyongsong BPJS kesehatan pada 1 Januari 2014, ada sekitar 122 juta peserta asuransi kesehatan yang harus ditangani BPJS. Angka tersebut berasal dari jumlah peserta Askes, Jamkesmas, Jamsostek, Jamkesda. Di dalam roadmap jaminan kesehatan, pada 2014 paling tidak ada 121,6 juta peserta yang harus dihandle Askes yang sudah menjadi BPJS kesehatan,.. Askes merupakan badan usaha milik negara yang menjalankan asuransi kesehatan sosial untuk pegawai negeri sipil, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. UU BPJS mengamanatkan Askes beralih menjadi BPJS Kesehatan untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan sesuai UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mulai 1 Januari 2014. Kini LKS 4Presiden RI tantang Masyarakat dan Parpol untuk Kontrak Politik wujudkan rakyat sehat melalui implementasi nyata SJSN, demikian tutupnya melalui BBM Voice Pin 2A485689 di Jakarta http://politik.kompasiana.com/2013/03/28/lks-4presiden-ri-tantang-masyarakat-dan-parpolwujudkan-sjsn-540982.html

JIKA TIDAK DIKENDALIKAN 26 JUTA ORANG DI DUNIA MENDERITA KANKER Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12% seluruh kematian disebabkan oleh kanker dan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular.

WHO dan Bank Dunia, 2005 memperkirakan setiap tahun, 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia. Jika tidak dikendalikan,

diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta meninggal karena kanker pada tahun 2030. Ironisnya, kejadian ini akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan berkembang (International Union Against Cancer /UICC, 2009).

Hal itu disampaikan Direktur Pengenadalian Penyakit Tidak Menular dr. Yusharmen D. Comm. H, MSc, saat membuka seminar sehari memperingati Hari Kanker Sedunia Tahun 2010, di Jakarta (26/4). Seminar diikuti pegawai dan Dharma Wanita dari 16 kementerian dan lembaga negara, organisasi profesi, dan LSM. Materi yang dibahas antara lain Faktor Risiko Kanker: Dikenal untuk Dihindari, Kanker Paru dan Pencegahannya, Cegah Kanker Leher Rahim melaui Metode IVA, Deteksi Dini Kanker Payudara serta testimoni penderita kanker.

Hari Kanker Sedunia diperingati setiap tanggal 4 Februari. Peringatan tahun ini mengangkat tema Cancer can be Prevented too dan untuk Indonesia menjadi Kanker Dapat Dicegah. Tema Hari Kanker Sedunia tahun 2010 mengisyaratkan upaya bersama mencegah kanker dengan menghindari faktor risiko.

Pencegahan dilakukan dengan cara tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Menghindari paparan sinar ultraviolet berlebih, mencegah obesitas dengan diet sehat (mengkonsumsi buah dan sayur 5 porsi sehari) dan aktivitas fisik 30 menit sehari. Juga melakukan deteksi dini secara berkala di fasilitas-fasilitas kesehatan. Hal ini perlu dipromosikan secara terus menerus.

Menurut Prof. Tjandra Yoga, di Indonesia prevalensi tumor/kanker adalah 4,3 per 1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi, cedera, perinatal, dan DM (Riskesdas, 2007).

Sedangkan berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia (16,85%), disusul kanker leher rahim (11,78%). Hal ini sama dengan estimasi Globocan (IACR) tahun 2002.

Ditambahkan, kanker tertinggi yang diderita wanita Indonesia adalah kanker payudara dengan

angka kejadian 26 per 100.000 perempuan, disusul kanker leher rahim dengan 16 per 100.000 perempuan. Menurut data SIRS 2007, kasus kanker bronchus dan paru pada pasien rawat inap sebesar 5,8% dari seluruh jenis kanker. Kejadian penyakit kanker dipengaruhi banyak faktor risiko, seperti merokok dan atau terkena paparan asap rokok, mengkonsumsi alkohol, paparan sinar ultraviolet pada kulit, obesitas, diet tidak sehat, dan kurang aktifitas fisik. Para ahli memperkirakan bahwa 40% kanker dapat dicegah dengan mengurangi dan menghindari faktor risiko tersebut , ujar Prof. Tjandra Yoga.

Salah satu faktor risiko yang menyebabkan tingginya kejadian kanker di Indonesia yaitu prevalensi merokok 23,7%, obesitas umum penduduk berusia 15 tahun pada laki-laki 13,9% dan pada perempuan 23,8%. Prevalensi kurang konsumsi buah dan sayur 93,6%, konsumsi makanan diawetkan 6,3%, makanan berlemak 12,8%, dan makanan dengan penyedap 77,8%. Sedangkan prevalensi kurang aktivitas fisik sebesar 48,2% (data Riskesdas tahun 2007).

Menurut Prof. Tjandra Yoga, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan lintas sektor, organisasi profesi, LSM, perguruan tinggi, dan masyarakat telah dan akan terus mengembangkan program pengendalian kanker. Program diprioritaskan pada penyakit kanker yang tertinggi di Indonesia yaitu kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru. Program ini untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kanker serta meningkatkan kualitas hidup penderita kanker, tegas dr. Tjandra.

Ditambahkan, sejak tahun 2007, proyek percontohan pengendalian kanker leher rahim dan payudara melaui deteksi dini telah dikembangkan. Kegiatan ini menggunakan metode Inspeksi Visual dengan Asam asetat (IVA) dan pemeriksaan klinis payudara oleh petugas terlatih (Clinical Breast Examination /CBE). Pilot proyek tersebut dilaksanakan di 6 Kabupaten pada 6 Provinsi. Sampai sekarang, dengan dukungan pemerintah daerah, kegiatan tersebut telah berkembang menjadi 11 Kabupaten/Kota. Pada tahun 2010 ini, kegiatan akan direplikasikan ke 4 provinsi lainnya.

Pada tahun ini juga, program pengendalian kanker paru menjadi salah satu program yang akan dikembangkan. Pengendalian kanker paru dilaksanakan melalui pencegahan primer (promosi dan edukasi), sekunder (penemuan dini dan pengobatan segera), dan tersier (perawatan paliatif). Pengendalian yang paling efektif dan efisien adalah dengan pencegahan primer, yaitu menerapkan gaya hidup sehat, jelas Prof. Tjandra.

Dirjen P2PL menyambut baik seminar kanker sebagai rangkaian kegiatan memperingati Hari Kanker Sedunia. Selain seminar, pada bulan Mei 2010 akan dilaksanakan skrining (deteksi dini) kanker leher rahim dan payudara di 6 Kementerian. Kementerian tersebut adalah Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian Komunkasi dan Informatika, Kementerian Pendidikan Nasional, dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Dalam kesempatan itu Prof. Tjandra menyampaikan penghargaan kepada pihak-pihak yang telah berpartisipasi dalam penanggulangan kanker di Indonesia seperti Female Cancer Program (FCP), Yayasan Kanker Indonesia (YKI), BKKBN, dan pemerintah daerah.

Prof. Tjandra berharap, dengan adanya berbagai kegiatan peringatan Hari Kanker Sedunia, kesadaran masyarakat semakin meningkat dalam mencegah kanker dengan menghindari faktor risiko, sehingga angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini dapat terus diturunkan.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail

puskom.publik@yahoo.co.id, info@puskom.depkes.go.id,kontak@puskom.depkes.go.id.

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1060-jika-tidak-dikendalikan-26-jutaorang-di-dunia-menderita-kanker-.html

Anda mungkin juga menyukai