Anda di halaman 1dari 43

BAB 1. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia dikenal dengan Benua Maritim Indonesia dengan jumlah pulau 17.504 buah.

Kawasan perairan laut mencapai luas sekitar 7,9 juta km2 atau 81 % dari luas keseluruhan terdiri atas perairan laut teritorial, laut nusantara, dan laut Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Garis pantainya nomor dua terpanjang di dunia setelah Kanada. Pada wilayah daratan seluas 1,9 juta km2, sebesar 27 % atau sekitar 0,54 juta km2 merupakan perairan umum (sungai, rawa, danau, dan waduk). Indonesia memiliki kepadatan penduduk tertinggi nomor 4 di dunia dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 210 juta jiwa. Persebarannya tidak merata, dengan 60 % jumlah penduduk terpusat di Jawa dan Bali. Demikian pula dengan pembangunan infrastruktur yang cenderung terpusat di Jawa dan Bali. Secara geologi, wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur. Ketiga lempengan tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia dan menimbulkan gempa bumi, jalur gunungapi, dan sesar atau patahan. Penunjaman (subduction) Lempeng Indo-Australia yang bergerak relatif ke utara dengan Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunungapi aktif sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sejajar dengan jalur penunjaman kedua lempeng. Di samping itu jalur gempa bumi juga terjadi sejajar dengan jalur penunjaman, maupun pada jalur patahan regional seperti Patahan Sumatera/Semangko. Dengan kondisi geologi yang demikian, ancaman bencana di wilayah Indonesia sepertinya tinggal menunggu waktu. Apalagi ditambah dengan kerusakan lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali. Frekuensi kejadian bencana dan tingkat kerusakan maupun korban jiwa semakin meningkat di Indonesia.

UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan PP No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulanan Bencana, yang bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana. Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk tujuan tersebut diatas adalah dengan melakukan pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan. Untuk dapat mewujudkan program tersebut, maka dipandang perlu untuk menilai kerawanan bencana tiap-tiap daerah (provinsi dan kabupaten/kota).

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Daerah Rawan Bencana Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis dan di luar kemampuan masyarakat dengan segala sumber dayanya. Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi dalam satu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengalami penurunan kemampuan mencegah, merendam, mencapai kesiapan, dan mengalami penurunan kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (anonim, tanpa tahun). Daerah rawan bencana adalah daerah yang memiliki kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Dalam pengertian lain daerah yang rawan bencana merupakan daerah yang memiliki kerentanan terhadap bencana merupakan daerah dimana kondisi dari suatu komunitas atau masyarakatnya mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya atau bencana. Resiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun wantu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

2.2 Macam-macam Bencana di Indonesia Dalam UU Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, dan atau keduanya yang tetrjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, mengakibatkan timbulnya korban manusia, kerugian harta benda, kerusakan prasarana atau sarana, lingkungan, utilitas umum, hilangnya sumber-sumber kehidupan, baik social maupun ekonomi, serta hilangnya akses terhadap sumbeber kehidupan tersebut. Beberapa bencana yang menjadi ancaman bagi Negara Indonesia, yaitu: 1. Banjir Banjir adalah aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air. Pengertian lain dari banjir adalah gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air dimuara akibat badai. Menurut SK SNI M-18-1989-F (1989) dalam (Suparta (2004) dijelaskan bahwa Banjir adalah aliran yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur sungai atau saluran. Aliran yang dimaksud disini adalah aliran air yang sumbernya bisa dari mana aja. Dan air itu ngeluyur keluar dari sungai atau saluran karena sungai atau salurannya sudah melebihi kapasitasnya. Kondisi inilah yang disebut banjir. 2. Tsunami Pengertian tsunami berasal dari bahasa Jepang. "tsu" yang berarti pelabuhan, "nami" berarti gelombang. Dari segi bahasa, tsunami berarti gelombang pelabuhan. Namun, dalam konteksnya, deskripsi singkat tsunami adalah rangkaian gelombang yang umumnya disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertical yang disebabkan oleh gempa bumi pada atau dekat dengan permukaan laut yang menyebabkan perpindahan massa air dalam jumlah besar.

Gelombang tsunami dapat bersumber dari 3 kejadian, yaitu: gempa bumi bawah laut, ledakan gunung api bawah laut, dan jatuhnya meteor. Dampak yang ditimbulkan oleh tsunami bergantung pada kekuatan gelombang. Gelombang tsunami dapat merusak bangunan, menghanyutkan manusia, mobil, dan harta benda lainnya. 3. Gempa Bumi Gempa bumi adalah merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian bumi secara tiba-tiba. Gempa bumi muncul akibat perubahan tiba-tiba pada permukaan bumi disepanjang sesar. Perubahan dan pergerakan kerak bumi dapat melepaskan energi. Energi inilah yang dirasakan sebagai gempa bumi. Gempa dapat terjadi di darat maupun di laut. Gempa yang terjadi dibawah laut dapat menyebabkan tsunami. Hingga saat ini, belum ada peralatan atau metode yang mampu meramalkan kejadian gempa bumi. Kemunculan gempa bumi di Indonesia sangat tinggi. Karena secara geografis Indonesia terletak pada daerah cincin api yang masih aktif. 4. Tanah Longsor Longsor merupakan gerakan tanah yang terdiri dari sejumlah massa tanah, batu dan campuran material yang bergerak di lereng gunung atau daerah-daerah yang tanahnya labil, terutama jika terjadi hujan.jadi, tanah longsor adalah salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Penyebab terjadinya tanah longsor terutama karena peristiwa seperti hujan, kondisi geologi dan kondisi topografi, serta dipicu oleh tindakan-tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab. Secara singkat, tanah longsor dapat terjadi karena hujan, tanah longsor yang terjal, tanah yang tebal, dan lembek dengan batu-batuan yang kurang kuat, getaran, permukaan air danau atau air bendungan yang surut, adanya beban bangunan yang bertambah besar, erosi, timbunan materi di tebing dan bekas longsoran lama.

5.

Kekeringan Kekeringan terjadi apabila ketersediaan air tidak mencukupi untuk

memenuhi kebutuhan. Bencana ini diakibatkan oleh musim kemarau yang panjang, yang dapat terjadi sepanjang tahun, dalam waktu yang tidak menentu, atau bahkan tidak dapat diamati. Kekeringan yang disebabkan oleh berurangnya curah hujan disebut kekeringan meteorologist, sedangkan kekeringan karena berkurangnya sumber daya air disebut kekeringan hidrologis. 6. Gunung Berapi Gunung berapi jika meletus akan mengeluarkan magma memlalui lubang vulkanik, karena gas-gas yang terlarut didalamnya. Magma yang mengalir dipermukaan tanah disebut lava, yang berisi bermacam-macam materi ayng disebut tephra. Disamping magma, gunning api yang meletus juga mengeluarkan debu panas yang merupakan partikel-partikel di dalam gas panas. Kerusakan yang rimbul akibat letusan gunung api dapat berasal dari lava yang mengalir, gelombang panas dan debu, serta puing-puing akibat terjangan lava yang mengalir dari puncak gunung. 7. Badai atau Angin Topan Karena geografisnya, wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau kecil di Indonesia cukup rentan terhadap bencana badai atau angin topan. Angin topan atau badai dapat mencapai kecepatan 200 km/jam dengan tekanan tiup sampai 200kg/m2 sehingga mampu merobohkan bangunan dan pepohonan. 8. Wabah Penyakit Wabah penyakit adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. 2.3 Faktor-faktor Penyebab Bencana 1. Faktor penyebab banjir Penyebab timbulnya banjir pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) factor, yaitu:

a. Pengaruh aktivitas manusia, seperti: Pemanfaatan dataran banjir yang digunakan untuk pemukiman dan industri. Penggundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah dan meningkatkan larian tanah permukiman. Erosi yang terjadi kemudian bisa menyebabkansegimentasi di terusan-terusan sungai yang kemusian menggangu jalannya air. Permukiman di dataran banjir dan pembangunan di daerah dataran banjir dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak direncanakan dengan baik. Bahkan tidak jarang alur sungai diurug untuk dijadikan permukiman. Konsisi demikian banyak terjadi di perkotaan di Indonesia. Akibatnya adalah aliran sungai saat musim hujan menjadi tidak lancar dan menimbulkan banjir. Buang sampah disembarang tempat dapat menymbat saluransaluran air, terutama di perumahan. b. kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti: Kondisi geografi yang berada pada daerah yang sering terkena badai atau siklon. Kondisi topografi yang cekung, yang merupakan dataran banjir, seperti kota bandung yang berkembang pada cekungan bandung. Kondisi alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang datar, berkelak-kelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk seperti botol, dan adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau. c. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, seperti: Curah hujan yang tinggi Terjadinya bendungan atau arus balik yang sering terjadi di muara sungai atau pertemuan sungai besar. Penurunan muka tanah atau amblesa, misal disekitar pantai utara jakarta yang mengalami amblesan setiap tahun akibat pengambilan air

tanah yang berlebihan sehingga menimbulkan muka tanah menjadi lebih rendah. Pendangkalan dasar suangi karena sendimentasi yang cukup tinggi. Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan manusia yang mencari kenyamanan hidup dengan mengeksploitasi, membahayakan, dan merusak linmgkungan baik di darat, laut, dan di udara. Sementara faktor kedua dan ketiga, merupakan tantang bagi manusia untuk dapat berusaha mencari alternatif-alternatif yang dapat mengurangi terjadinya banjir dan dampaknya. 2. Faktor penyebab tsunami Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau. Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami. Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar.

Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua. 3. Faktor penyebab gempa bumi Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi. Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km. Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi. 4. Faktor penyebab tanah longsor Tanah longsor merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan pegunungan. Semakin suram kemiringan lereng satu kawasan, semakin besar kemungkina terjadi longsor. Tanah longsor terjadi sebagai akibat perubahanperubahan, baik secara mendadak atau bertahap pada komposisi, struktur, hidrologi atau vegetasi pada satu lereng. Perubahan-perubahan ini bisa

bersifat alami atau disebabkan manusia dan menyebabkan gangguan keseimbangan materi-materi yang ada pada lereng. Dimana faktor-faktor penyebab perubahan-perubahan tersebut yang kemudian mengakibatkan terjadinya tanah longsor adalah: a. Meningkatnya sudut lereng karena konstruksi baru atau karena erosi sungai. b. Mengingkatnya kandungan air yang disebabkan oleh hujan lebat atau naiknya air tanah. c. Hilangnya tumbuh-tubuhan karena kebakaran, penebangan, dan penggundulan hutan yang menyebabkan melemahnya partikel-partikel tanah dan erosi. d. Getaran akibat gempa bumi, letusan, gerakan mesin, dan lalu lintas. e. Penambahan beban oleh hujan, materi vulkanis, bagunan atau rembesan dari irigasi dan sistem pembungan sampah. Luncuran tanah longsor akan semakin cepat sampai sekitar 30 meter/detik ketika: Lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit. Lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan mengambil momentum dalam luncuran tersebut. 5. Faktor penyebab kekeringan Untuk memudahkan dalam memahami masalah kekeringan, berikut diuraikan klasifikasi kekeringan berdasarkan penyebabnya, baik akibat alamiah dan/atau ulah manusia menurut Pedoman Teknis Kekeringan (Sekretariat TKPSDA, 2003). Penyebab kekeringan, yaitu:

Akibat Alam a. Kekeringan Meteorologis; berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim. Pengukuran kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama adanya kekeringan. b. Kekeringan Hidrologis; berkaitan dengan kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi
10

muka air sungai, waduk, danau, dan elevasi muka air tanah. Terdapat tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai menurunnya elevasi muka air sungai, waduk, danau, dan elevasi muka air tanah. Kekeringan hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya kekeringan. c. Kekeringan Pertanian; berhubungan dengan kekurangan lengas tanah (kandungan air dalam tanah), sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah gejala kekeringan meteorologi. d. Kekeringan Sosial Ekonomi; berkaitan dengan kekeringan yang memberi dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi, seperti: rusaknya tanaman, peternakan, perikanan, berkurangnya tenaga listrik dari tenaga air, terganggunya kelancaran transportasi air, dan menurunnya pasokan air baku untuk industri domestik dan perkotaan. e. Kekeringan Hidrotopografi; berkaitan dengan perubahan tinggi muka air sungai antara musim hujan dan musim kering dan topografi lahan.

Akibat Ulah Manusia Kekeringan tidak taat aturan terjadi karena: a. Kebutuhan air lebih besar daripada pasokan yang direncanakan akibat ketidaktaatan pengguna terhadap pola tanam atau pola penggunaan air. b. Kerusakan kawasan tangkapan air dan sumber-sumber air akibat perbuatan manusia. Berdasarkan klasifikasi kekeringan tersebut, maka prioritas

penanggulangan bencana kekeringan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing daerah. Khusus untuk kekeringan yang disebabkan oleh ketidaktaatan para pengguna air dan pengelola prasarana air, diperlukan komitmen dari semua pihak untuk melaksanakan kesepakatan yang sudah ditetapkan. Kepada masyarakat perlu dilakukan sosialisasi yang lebih intensif, sehingga 6. memahami dan melaksanakan pola pengguna air sesuai peraturan/ketetapan. Faktor penyebab gunung berapi

11

Gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km. Tidak semua gunung berapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus disebut gunung berapi aktif. Menurut (anonim, 2011), Gunung berapi yang akan meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain :

Suhu di sekitar gunung naik. Mata air menjadi kering Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa) Tumbuhan di sekitar gunung layu Binatang di sekitar gunung bermigrasi Penyebab badai adalah tingginya suhu permukaan laut. Perubahan di

7.

Faktor penyebab badai atau angin topan dalam energi atmosfer mengakibatkan petir dan badai. Badai tropis berpusar dan bergerak dengan cepat mengelilingi suatu pusat, yang sumbernya berada di daerah tropis. Pada saat terjadi angin ribut ini, tekanan udara sangat rendah disertai angin kencang dengan kecepatan bisa mencapai 250 km/jam. Hal ini bisa terjadi di Indonesia maupun negara-negara lain. Di dunia, ada tiga tempat pusat badai, yaitu di Samudera Atlantik, Samudera Hindia, dan Samudera Pasifik. Secara umum, bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural

disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain: 1. Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster
12

Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), hazards), bahaya bahaya hidrometeorologi hazards), (hydrometeorological bahaya teknologi biologi (biological

(technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation) 2. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana. Maksud dari kerentanan adalah sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Factor-faktor kerentanan, yaitu: 3. Fisik: kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap ancaman bencana. Sosial: kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat) terhadap ancaman bencana Ekonomi: kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di wilayahnya Lingkungan: Tingkat ketersediaan / kelangkaan sumberdaya (lahan, air, udara) serta kerusakan lingkungan yan terjadi. Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat

2.4 Cara Penanggulangan Bencana Penanggulangan bencana adalah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dalam rangka melaksanakan amanat alinea ke-IV Pembukaan UUD 1945. Dalam implementasinya, penanggulangan bencana menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah bersamasama masyarakat. 2.4.1 Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana Penanggulangan bencana bertujuan untuk melindungi masyarakakat dari bencana dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu, dalam penanggulangannya harus memperhatikan prinsip-prinsip penanggulangan bencana.
13

Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan, yaitu: 1. Cepat dan Tepat Yang dimaksud dengan prinsip cepat dan tepat adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan manusia. 2. Prioritas Yang dimaksud dengan prinsip prioritas adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia. 3. Koordinasi dan Keterpaduan Yang dimaksud dengan prinsip koordinasi adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan prinsip keterpaduan adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sector secara terpadu yang didasarkan pada kerjasama yang baik dan saling mendukung. 4. Berdaya guna dan Berhasil guna Yang dimaksud dengan prinsip berdaya guna adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan prinsip berhasil guna adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. 5. Transparasi dan Akuntabilitas Yang dimaksud dengan prinsip transparansi adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan prinsip akuntabilitas adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum. 6. Kemitraan

14

Penanggulangan bencana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Kemitraan dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat secara luas, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun dengan organisasi atau lembaga di luar negeri termasuk dengan pemerintahnya. 7. Pemberdayaan Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengetahui, memahami dan melakukan langkah-langkah antisipasi, penyelamatan dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk memberdayakan masyarakat agar dapat mengurangi dampak dari bencana. 8. Nondiskriminatif Yang dimaksud dengan prinsip nondiskriminasi adalah bahwa Negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun. 9. Nonprolitesi Yang dimaksud dengan prinsip nonprolitesi adalah bahwa dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana. 2.4.2 Tahap-Tahap Penanggulangan Bencana Pada tahun 2008, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk menanggulangi bencana secara menyeluruh disetiap wilayah yang ada di Indonesia. Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) didasarkan pada UndangUndang Penanggulangan Bencana No.24 Tahun 2007. Menteri Dalam Negeri No. 46/2008, Keputusan Presiden No. 41/2007, dan Peraturan Kepala BNPB No. 3/2008, tugas penanggulangan bencana diatur didalam tiga divisi di BNPB dan BPBD, yaitu: 1. Pra Bencana (Kesiapsiagaan) Kegiatan yang dilakukan dalam tahap Pra Bencana adalah: a. Simulasi bencana

15

Simulasi merupakan persiapan yang terpenting dalam sistem tanggap bencana. Adanya pemahaman yang benar tentang sistem tanggap bencana diharapkan dapat menjadi landasan bagi setiap individu dalam kondisi bencana. Simulasi merupakan gambaran teknis tindakan yang harus dilakukan saat terjadi bencana. Dengan melakukan simulasi kondisi yang benar, dapat dipastikan anda masyarakat akan lebih siap dan tanggap dalam mengatasi kejadian bencana. Ada beberapa tahapan dalam melakukan simulasi: yakni sebagai berikut. i. Prasimulasi Berikan pemahaman mengenai sistem tangga bencana yang benar kepada semua anggota keluarga atau masyarakat melakukan diskusi sebelum simulasi. Berikan kesempatan kepada setiap anggota keluarga atau masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya dan membuktikan pendapat tersebut pada saat simulasi. Pilih dan buat skenario sistem taggap bencana yang paling potensial terjadi dilingkungan anda. Siapka minimal tiga skenario tindakan dalam berbagai skala yang mungkin terjadi. Tentukan koordinator dan bagilah tugas secara merata untuk seluruh anggota keluarga atau masyarakat yang ikut dalam simulasi. Jadi keluarga atau masyarakat sebagai sebuah tim yang solid dan efektif dalam sistem tanggap bencana. Tentukan kapan simulasi akan diadakan. Usahakan simulasi dilakukan minimal enam bulan sekali dengan pilhan skenario berbeda. Pastikan seluruh anggota keluarga atau masyarakat mempelajari skenario dan tugas masing-masing yang telah disepakati dengan baik. Beritahukan kegiatan ini pada seluruh anggota yang ada dimasyarakat untuk menghindari kesalah pahaman.

16

Siapkan peralatan dan perlengkapan simulasi termasuk kebutuhan dasar dan peralatan darurat.

ii.

Simulasi Usahakan perut telah terisi makanan dan minuman secukupnya sebelum simulasi. Siapkan kondisi fisik dengan melakukan senam pemanasan untuk menghindari cedera saat melakukan simulasi. Berdoalah sebelummelakukan simulasi agar simulasi berjalan lancar. Beri tanda simulasi dimulai dengan membunyikan tanda bahaya, bisa dengan menggunakan peluit atau bunyi-bunyian lain. Cacat kronologis simulasi secara mendetail. Usahakan jangan memberikan penilaian benar atau salah terlebih dahulu, agar semua berjalan alami saat simulasi. Ulangi simulasi beberapa kali (minimal tiga kali) hingga anda mendapatan patokan waktu tercepat untk melakukan tindakan evakuasi dan pertolongan. Ingat: waktu adalah komponen dasar dalam melakukan sistem tanggap bencana. Dokumentasikan simulasi baik dalam bentuk tertulis, foto, maupun video. Dokumentasi ini berguna sebagai bahan referensi dan pembelajaran dalam melakukan sistemtangap bencana.

iii.

Pascasimulasi Melakukan evaluasi simulasi, melaputi: Kesiapan individu, Tindakan evakuasi, Tndakan pertolongan, Cacatan waktu, Kerugian yang dapat ditimbulkan, dan

17

Kondisi pascasimulasi.

Jika ada kekurangan dalam simulasi, diskusiakan kembali dengan seluruh anggota keluarga atau masyarakat. Berikan kesempatan kepada setiap anggota keluarga atau masyarakat untuk memberikan penilaian mengenai jalanya simulasi. Cari solusi terbaik bersama-sama.

Adakan simulasi tanggap bencana secara rutin, minimal enam bulan sekali dengan pilihan skenario bencana yang berbeda.

b. Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan adalah serangkaian yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. c. Peringatan dini Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. d. Mitigasi Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah. Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan. 1. Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat
18

ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya; 2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya. 3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Contoh kegiatan pra bencana, yaitu: 2. penyadaran tentang pentingya siap siaga Pembentukan Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana Memperkirakan faktor resiko bencana Membuat rencana pengungsian. Kegiatan tanggap darurat dilakukan untuk meringankan penderitaan sementara (SAR, bantuan darurat dan pengungsian). Contoh kegiatannya seperti: Tindakan langsung saat bencana dan pengungsian Pertolongan gawat darurat

Tanggap darurat

19

3.

Perawatan kejiwaan (Trauma healing) Dukungan gizi dalam kondisi darurat terutama untuk kelompok rentan Penyediaan Pemukiman sementara Penyediaan Pelayanan kesehatan Penyediaan Saran Sanitasi dan Air Bersih Kegiatan yang dilakukan pasca bencana adalah pemulihan, rehabilitas

Pasca Bencana (Rehabilitasi dan Rekonstruksi) dan rekonstruksi. a. Rehabilitasi Rehabilitasi pasca bencana meliputi kegiatan-kegiatan: Perbaikan lingkungan daerah bencana. Kegiatan fisik perbaikan lingkungan mencakup lingkungan kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan usaha, dan kawasan bangunan gedung untuk memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta ekosistem suatu kawasan. Perbaikan prasarana dan sarana umum meliputi perbaikan infrastuktur, fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan transportasi, kelancaran kegiatan ekonomi, dan kehidupan sosial budaya masyarakat. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat. Bantuan Pemerintah sebagai stimulan untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya yang mengalami kerusakan akibat bencana untuk dapat dihuni kembali. Bantuan dapat berupa bahan material, komponen rumah atau uang yang besarnya ditetapkan berdasarkan hasil verifikasi dan evaluasi tingkat kerusakan rumah yang dialami. Bantuan diberikan dengan pola pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan karakter daerah dan budaya masyarakat. Pemulihan sosial psikologis; ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana (berupa bantuan konseling dan konsultasi keluarga, pendampingan pemulihan trauma, dan pelatihan pemulihan

20

kondisi psikologis), memulihkan kembali kehidupan sosial dan kondisi psikologis pada keadaan normal seperti kondisi sebelum bencana. Pelayanan kesehatan; ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi kesehatan masyarakat dengan mengacu pada standar pelayanan darurat melalui upaya-upaya : membantu perawatan korban bencana yang sakit dan mengalami meninggal, luka, membantu perawatan korban bencana yang menyediakan obat-obatan, menyediakan peralatan

kesehatan, menyediakan tenaga medis dan paramedic, dan merujuk ke rumah sakit terdekat. Relokasi perumahan, prasarana dan sarana. Kegiatan perbaikan pasca bencana untuk perumahan, prasarana dan sarana umum yang mengalami kerusakan akibat bencana dapat dilakukan tidak pada lokasi semula atau dengan kata lain harus direlokasi. Relokasi dapat dilakukan untuk lokasi yang rawan bencana, sengketa (tidak memiliki legalitas surat tanah yang jelas), tidak sesuai dengan peruntukan dan fungsi yang telah ditetapkan oleh Pemprov/Pemkab/Pemkot, atau hal lain yang membahayakan jiwa dan ataupun jika melakukan kegiatan perbaikan pasca bencana akan berlawanan dengan hukum dan perundangan yang berlaku. Rekonsiliasi dan resolusi konflik; ditujukan membantu masyarakat di daerah rawan bencana dan rawan konflik sosial untuk menurunkan eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta memulihkan kondisi sosial kehidupan masyarakat melalui upaya-upaya mediasi persuasif dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat terkait dengan tetap memperhatikan situasi, kondisi, dan karakter serta budaya masyarakat setempat dan menjunjung rasa keadilan. Pemulihan sosial ekonomi budaya; ditujukan untuk membantu masyarakat terkena dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya seperti pada kondisi sebelum
21

terjadi bencana dengan menghidupkan dan mengaktifkan kembali kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya melalui: layanan advokasi dan konseling, bantuan stimulan aktivitas ekonomi, dan pelatihan.
Pemulihan keamanan dan ketertiban; ditujukan membantu masyarakat

dalam memulihkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah terkena dampak bencana agar kembali seperti kondisi sebelum terjadi bencana melalui upaya: mengaktifkan kembali fungsi lembaga keamanan dan a. ketertiban di daerah bencana, meningkatkan peranserta masyarakat dalam kegiatan b. pengamanan dan ketertiban, dan koordinasi dengan instansi/lembaga yang berwenang di bidang keamanan dan ketertiban. Pemulihan fungsi pemerintahan; ditujukan untuk memulihkan fungsi pemerintahan kembali seperti kondisi sebelum terjadi bencana melalui upaya: mengaktifkan negara dan kembali pelaksanaan kegiatan tugastugas petugas pemerintahan secepatnya, penyelamatan dan pengamanan dokumendokumen pemerintahan, konsolidasi para pemerintahan, pemulihan fungsi-fungsi dan peralatan pendukung tugastugas pemerintahan, dan pengaturan kembali tugas-tugas pemerintahan pada instansi/lembaga terkait Pemulihan fungsi pelayanan publik; ditujukan untuk memulihkan kembali fungsi pelayanan kepada masyarakat pada kondisi seperti sebelum terjadi bencana melalui upaya-upaya: rehabilitasi dan pemulihan fungsi prasarana dan sarana pelayanan public, mengaktifkan kembali fungsi pelayanan publik pada instansi/lembaga terkait, dan pengaturan kembali fungsi pelayanan public. b. Rekonstruksi Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum
22

dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. Menurut menkokesra RI, 2008, Rekonstruksi pasca bencana meliputi kegiatan-kegiatan: Pembangunan kembali prasarana dan sarana; merupakan kegiatan fisik pembangunan kembali atau pembangunan baru prasarana dan sarana untuk memenuhi kebutuhan kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; merupakan kegiatan pembangunan kembali atau pembangunan baru fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sosial dan kemasyarakatan. Relokasi perumahan, prasarana dan sarana. Kegiatan perbaikan pasca bencana untuk perumahan, prasarana dan sarana umum yang mengalami kerusakan akibat bencana dapat dilakukan tidak pada lokasi semula atau dengan kata lain harus direlokasi. Relokasi dapat dilakukan untuk lokasi yang rawan bencana, sengketa (tidak memiliki legalitas surat tanah yang jelas), tidak sesuai dengan peruntukan dan fungsi yang telah ditetapkan oleh Pemprov/Pemkab/Pemkot, atau hal lain yang membahayakan jiwa dan ataupun jika melakukan kegiatan perbaikan pasca bencana akan berlawanan dengan hukum dan perundangan yang berlaku. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat; ditujukan untuk menata kembali kehidupan dan mengembangkan pola-pola kehidupan ke arah kondisi kehidupan sosial budaya masyarakat yang lebih baik dengan cara: menghilangkan rasa traumatik masyarakat terhadap bencana; mempersiapkan masyarakat melalui kegiatan kampanye sadar bencana dan peduli bencana; penyesuaian kehidupan

23

sosial budaya masyarakat dengan lingkungan rawan bencana; mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengurangan risiko bencana. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana; ditujukan untuk meningkatkan stabilitas kondisi dan fungsi prasarana dan sarana yang mampu mengantisipasi dan tahan bencana, dan mengurangi kemungkinan kerusakan yang lebih parah akibat bencana. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat; bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dalam rangka membantu penataan daerah rawan bencana ke arah lebih baik dan rasa kepedulian daerah rawan bencana melalui upaya: melakukan kampanye peduli bencana; mendorong tumbuhnya rasa peduli dan setia kawan pada lembaga, organisasi kemasyarakatan, dan dunia usaha; dan mendorong partisipasi dalam bidang pendanaan dan kegiatan persiapan menghadapi bencana. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; ditujukan untuk normalisasi kondisi dan kehidupan yang lebih baik melalui upaya: pembinaan kemampuan keterampilan masyarakat yang terkena bencana; pemberdayaan kelompok usaha bersama dapat berbentuk bantuan dan/atau barang; dan mendorong penciptaan lapangan usaha yang produktif. Peningkatan fungsi pelayanan publik; ditujukan untuk penataan dan peningkatan fungsi pelayanan publik kepada masyarakat untuk mendorong kehidupan masyarakat di wilayah pascabencana ke arah yang lebih baik melalui upaya: penyiapan program jangka panjang peningkatan fungsi pelayanan publik; dan pengembangan mekanisme dan system pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat; dilakukan dengan tujuan membantu peningkatan pelayanan utama dalam rangka
24

pelayanan prima melalui upaya mengembangkan pola-pola pelayanan masyarakat yang efektif dan efisien. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap pasca bencana yaitu: Memperkirakan kebutuhan Jangka panjang Proses pemenuhan kebutuhan jangka panjang Proses pencarian bantuan Bekerjasama dengan media massa

Stategi jangka panjang promosi kesehatan di Indonesia

Pra Bencana (Before)

Masyarakat agar siap siaga (to prepared) CBDM dalam

Orientasi Intervens i

Saat Bencana (During)

Masyarakat menolong diri sendiri (to help them self)

bentuk Desa Siaga Bencana

Pasca Bencana (After) (Before)

Masyarakat memperbaiki sendiri (to improve)

2.4.3

Tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pembentukan BPBD didasarkan pada regulasi daerah. Pemerintah

menyarankan pembentukan BPBD kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang harus berkoordinasi dengan kementrian dalam negeri (Depdagri)

25

dan BNPB. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi penanggulangan bencana di daerah. Badan penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas: a. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penangan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara. b. Menetapkan standarisasi serata kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan. c. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana. d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana. e. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya. f. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana. g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang. h. Mempertanggungjawabkan anggaran pendapatan daerah. i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. penggunaan anggaran yang diterima dari

26

BAB 3. ARTIKEL MASALAH BENCANA DI KABUPATEN JEMBER 3 Besar Rawan Bencana, Kok Jember Zonder BPBD Sabtu, 22 Oktober 2011 Reporter: Oryza A. Wirawan Jember (beritajatim.com) - Di Jawa Timur, Kabupaten Jember masuk dalam tiga besar daerah paling rawan bencana. Namun Jember justru tak punya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Palang Merah Indonesia melansir, sepanjang tahun 1999-2010, di Jember terjadi 214 kejadian bencana. Peringkat pertama adalah Pacitan dengan 389 kejadian bencana, dan Kabupaten Malang dengan 222 kejadian bencana. Peta PMI Jember menunjukkan dari 31 kecamatan Jember, tak ada satu pun yang tak pernah mengalami bencana. Bencana itu bisa berupa petir, kebakaran, banjir genangan, banjir bandang, tsunami, angin puyuh, angin puting beliung, angin kencang, longsor, dan gelombang laut. Dari sini, fungsi BPBD menjadi penting. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif, menyampaikan di Jember, di tingkat kabupaten/kota, baru 80 persen yang memiliki BPBD.

27

"Undang-undang sudah jelas, pemerintah pusat membentuk BNPB, pemerintah daerah membentuk BPBD. Jember saja belum punya. Padahal, ini daerah bencana. Saya berharap pemerintah daerah dan DPRD mempelajari kembali undang-undang itu. Kalau tidak mengerti, silakan datang ke Jakarta," kata Syamsul, di sela-sela seminar internasional tentang bencana, di Universitas Jember, tempo hari. Fraksi PDI Perjuangan Indonesia Raya DPRD Jember mendesak agar BPBD segera dibentuk. "Orang bijak mengatakan, 'sedia payung sebelum hujan'," kata Khosidah. Ketua PMI Jember Sandi Suwardi Hasan berharap, Bupati MZA Djalal segera aktif kembali. Saat ini Djalal berstatus nonaktif, karena sempat tersangkut kasus dugaan korupsi. Ia dinyatakan tak bersalah oleh pengadilan, namun belum diaktifkan kembali oleh pemerintah pusat. "Semoga Pak Djalal cepat aktif, sehingga penataan penanganan dan antisipasi bencana lebih terkoordinasi. Kami mendorong terbentuknya BPBD," kata Sandi. [wir] Sumber: http://www.beritajatim.com/detailnews.php/6/Politik_Pemerintahan/2011-1022/115469/3_Besar_Rawan_Bencana,_Kok_Jember_Zonder_BPBD

28

BAB.4 ANALISIS ARTIKEL MASALAH Indonesia adalah salah satu Negara yang mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan wilayah Indonesia yang mempunyai banyak kekayaan alam seperti pegunungan dan lautan yang cukup luas. Dimana, potensi bencana di Negara Indonesia bermacam-macam tergantung jenis dan karakterisktik bahaya di setiap daelah di wilayah Negara Indonesia. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Untuk meminimalisir dampak yang diakibatkan oleh suatu bencana, diperlukan adanya penyelenggaraan penanggulangan bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Selain itu, hal tersebut harus didukung dengan kegiatan pencegahan bencana yang berupa serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.

29

Menurut sebuah artikel, Kabupaten Jember masuk dalam tiga besar daerah paling rawan bencana alam di seluruh Jawa Timur. Hal ini disampaikan oleh Kepala Markas PMI Cabang Jember yang menyatakan bahwa sejak Tahun 1999 hingga 2010, bencana alam yang terjadi di jember mencapai 214 kejadian. Peringkat pertama diduduki Kabupaten Pacitan dengan 389 kejadian, lalu peringkat kedua Kabupaten Malang dengan 222 kejadian. Kabupaten Jember memang layak disebut sebagai daerah merah bencana, karena setiap tahun terdapat puluhan bencana yang terjadi di kota ini. Di Kabupaten Jember, hampir setiap tahun, ada lebih dari 35 kasus bencana, baik skala kecil dan besar. Oleh karena itu, perlu adanya tindak lanjut dari pemerintah daerah untuk memberikan perhatian lebih kepada masyarakat Kabupaten Jember dengan melakukan penanggulangan bencana disertai dengan kegiatan pencegahan bencana. Sehingga, masyarakat Kabupaten Jember lebih tanggap terhadap bencana dan peduli terhadap lingkungan. 4.1 Daerah Rawan Bencana di Kabupaten Jember Kabupaten Jember merupakan salah satu daerah agraris yang berada di Provinsi Jawa Timur yang dianugerahi tanah yang subur, dikelilingi pegunungan dan bentang alam yang berbukit-bukit. Oleh karena itu, Kabupaten Jember sangat menguntungkan secara ekonomi karena kekayaan alamnya yang melimpah, sehingga banyak penduduk Kabupaten Jember dan pemodal asing yang membuka berbagai perkebunan tanpa memperhitungkan kondisi alam Kabupaten Jember yang bergunung-gunung yang seharusnya dikelolah dengan penuh kehati-hatian. Karena keserakahan yang dimiliki oleh masyarakat untuk menguasai kekayaan alam yang melimpah di Kabupaten Jember tanpa adanya antisipasi terhadap dampak yang bisa ditimbulkan membuat Kabupaten Jember menjadi sarang bencana bagi masyarakat Kabupaten Jember disamping karena Kabupaten Jember memang mempunyai potensi alam terhadap bencana. Data daerah rawan bencana dan jenis bencana di Kabupaten Jember, yaitu: a. Daerah rawan banjir terdapat dikecamatan Ledokombo, Mayang, Patrang, Tempurejo, Panti, Balung, Umbulsari, Tanggul, Sumberbaru, Mumbulsari,

30

Sumbersari, Kaliwates, Pakusari, Rambipuji, Wuluhan, Gumuk Mas, dan Kencong. Alasan dikecamatan Ledokombo, Mayang, Patrang, Tempurejo, Panti, Balung, Umbulsari, Tanggul, Sumberbaru, Mumbulsari, Sumbersari, Kaliwates, Pakusari, Rambipuji, Wuluhan, Gumuk Mas, dan Kencong termasuk dalam daerah rawan banjir yaitu: b. Curah hujan tinggi Selokan yang ada dibeberapa kecamatan di Kabupaten Jember tidak mampu menampung debit air yang berlebihan terutama saat musim hujan. Lokasi yang termasuk dalam daerah rawan banjir lebih rendah.

Daerah rawan tanah longsor terdapat dikecamatan Arjasa, Sumberjambe, Silo, Mayang, Panti, Mumbulsari, dan Sumberbaru. Alasan kecamatan Arjasa, Sumberjambe, Silo, Mayang, Panti, Mumbulsari, dan Sumberbaru termasuk dalam daerah rawan tanah longsor yaitu: Tanah yang terdapat pada daerah rawan tanah longsor merupakan tanah yang berongga (tanah tidak padat), tanahnya juga tidak rapat dan tanah tergerus oleh air akibat dari hutan gundul. Tanah pada daerah rawan tanah longsor merupakan tanah yang curam.

c.

Daerah rawan angin puyuh terdapat dikecamatan Jelbuk, Tempurejo, Jenggawah, Sumbersari dan Sukowono. Alasan kecamatan Jelbuk, Tempurejo, Jenggawah, Sumbersari dan Sukowono masuk dalam daerah rawan angin karena jika dilihat dari gejala alam yang dialami oleh beberapa kecamatan di Kabupaten Jember yang sering terjadi angin berlebihan yang dapat mengakibatkan terjadinya angin puyuh, akan tetapi kejadian angin puyuh tidak bisa diprediksi secara detail karena kejadian tersebut merupakan fenomena yang diakibatkan oleh alam.

d.

Daerah rawan badai laut (tsunami) terdapat dikecamatan Puger, Kencong, Ambulu, Tempurejo, Wuluhan dan Gumuk Mas.

31

Alasan kecamatan Puger, Kencong, Ambulu, Tempurejo, Wuluhan dan Gumuk Mas masuk dalam daerah rawan badai laut (tsunami) karena adanya pergeseran lempeng dan ledakan dibawah laut dari gunung berapi. e. Daerah rawan kebakaran terdapat dikecamatan Jenggawah, Mumbulsari, Ajung dan Pakusari. Alasan kecamatan Jenggawah, Mumbulsari, Ajung dan Pakusari karena didaerah tersebut terdapat gudang tembakau. Peristiwa kebakaran didaerah ini disebabkan oleh kelalaian manusia sendiri seperti membuang putung rokok sembarangan saat bekerja serta adanya konsleting dari listrik yang menyebabkan terjadinya kebakaran.

4.2 Kejadian Bencana di Kabupaten Jember Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Sosial Kabupaten Jember pada tahun 2011 telah terjadi bencana sebanyak 38 kali dibeberapa daerah dikabupaten Jember sampai 31 oktober 2011, diantaranya adalah: 1. Bencana Banjir Frekuensi bencana banjir di Kabupaten Jember selama tahun 2011 adalah sebanyak 6 kali yang terjadi di Desa Harjomulyo Kecamatan Silo (banjir bandang), Desa Suci Kecamatan Panti (hujan deras dan terjadi banjir), Dsn Cempaka Desa Pakis (banjir), Desa Gugut Rambigundam Rambipuji dan Rowotamtu (banjir sungai), Desa Sarimulyo dan Desa Ngampelrejo Kecamatan Jombang (banjir), dan Desa Senenrejo Kecamatan Tempurejo. 2. Bencana Longsor Frekuensi bencana longsor di Kabupaten Jember selama tahun 2011 adalah sebanyak 5 kali yang terjadi di Desa Pakis dan Suci Kecamatan Panti, Lingkungan Tegalrejo Kelurahan Jember Lor Kecamatan Patrang, Dsn Sumbercanting Desa Tugulsari Kecamatan Bangsalsari, Kelurahan Kepatihan Kecamatan Kaliwates, dan Dsn Rayap Desa Kemuninglor Kecamatan Arjasa. 3. Bencana Banjir dan Longsor

32

Frekuensi bencana banjir longsor di Kabupaten Jember selama tahun 2011 adalah sebanyak 1 kali yang terjadi di Desa Sucopangepok Kecamatan Jelbuk. 4. Bencana angin puyuh Frekuensi bencana angin puyuh di Kabupaten Jember selama tahun 2011 adalah sebanyak 12 kali yang terdiri dari : a. Angin kencang sebanyak 2 kali yang terjadi di Dsn Krajan Desa Glagahwero Kecamatan Panti (hujan deras disertai angin) dan Dsn Tegalan Desa Sunber Kejayan Kecamatan Mayang (angin kencang dan hujan deras). b. Angin puyuh 1 kali yang terjadi di Kelurahan Baratan Kecamatan Patrang. c. Angin puting beliung dan hujan 1 kali yang terjadi di Kelurahan Patrang Kecamatan Patrang. d. Angin putting beliung sebanyak 8 kali yang terjadi di Kelurahan Patrang dan Bintoro Kecamatan Patrang; Desa Tegal Rejo dan Mayang; Kelurahan Baratan, Kelurahan Bintoro, Jumerto dan Slawu; Dusun Sumberbulus, Desa Sumberbulus Kecamatan Ledokombo; Desa Darungan Kecamatan Tanggul; Dsn Lingkungan Baratan Timur Kelurahan Baratan Kecamatan Patrang; Kelurahan Bintoro Kecamatan Patrang; dan Dsn Angsanah Desa Mumbulsari Kecamatan Mumbulsari. 5. Bencana Badai Laut Frekuensi bencana badai laut di Kabupaten Jember selama tahun 2011 adalah sebanyak 2 kali yang terjadi di Desa Pugerkulon Kecamatan Puger (gelombang laut di Plawangan) dan Pantai Payangan Dsn Watu Ulo Desa Sumberejo Kecamatan Ambulu (gelombang pasang). 6. Bencana Kebakaran Frekuensi bencana kebakaran di Kabupaten Jember selama tahun 2011 adalah sebanyak 10 kali yang terjadi di Lingkungan Wetan Kantor Kelurahan Jember Lor Kecamatan Patrang, Dsn Tegalan Desa Sumber Kejayan Kecamatan Mayang, Dsn Paci Desa Gelang Kecamatan Sumberbaru, Kelurahan Sumbersari Kecamatan Sumbersari, Lingkungan Krajan Kelurahan Jember

33

Lor

Kecamatan

Patrang,

Lingkungan

Perumnas

Kelurahan

Patrang

Kecamatan Patrang, Lingkungan Krajan Kelurahan Bintoro Kecamatan Patrang, Dsn Penaggungan RT. 02 RW. 03 Desa Wirowongso Kecamatan Ajung, Dsn Tegalan RT. 04 RW. 02 Desa Sumber Kejayan Kecamatan Mayang, dan Dsn Grugul Desa Sukorno Kecamatan Kalisat. 7. Bencana Gempa Bumi Frekuensi bencana gempa bumi di Kabupaten Jember selama tahun 2011 adalah sebanyak 2 kali yang terjadi di Kelurahan Patrang Kecamatan Patrang dan Dsn Krajan Kidul Desa Yosorati Kecamatan Sumberbaru.

4.3 Penanggulangan Bencana di Kabupaten Jember 4.2.1 Penanggulangan Bencana oleh Organisasi dari Kabupaten Jember Penanggulangan bencana di Kabupaten Jember dilakukan oleh beberapa instansi yang tergabung menjadi satu dengan sebutan SATLAK (satuan pelaksana penanggulangan bencana). SATLAK terdiri dari beberapa anggota dari beberapa instansi, diantaranya adalah: Ketua SATLAK adalah Bupati Sekretasis 1 berasal dari Dinas Sosial yang bertugas untuk menanggulangi dampak bencana. Sekretaris 2 berasal dari Baskesbang yang bertugas untuk menanggulangi bencana sebelum terjadi bencana (upaya pencegahan). Sekertaris 3 berasal dari Kesra yang bertugas untuk memberi bantuan saat terjadi bencana. Di dalam organisasi SATLAK untuk menanggulangi bencana di Kabupaten Jember terdapat beberapa kegiatan penanggulangan bencana yang disebut manajemen penanggulangan bencana. Manajemen penanggulangan bencana terdiri dari: a. Pra Bencana
34

Kegiatan yang dilakukan saat tahap pra bencana meliputi: 1. Pendataan daerah rawan bencana 2. Pelatihan dan penyuluhan berupa sosialisasi tentang bencana dan bahayanya serta tempat aman untuk menghindari bencana (contoh: saat banjir pindah ketempat yang lebih tinggi). Pelatihan tersebut telah dilakukan di Kecamatan Panti, Jelbuk dan Arjasa. 3. Penyiapan perangkat lunak dan keras. Contoh perangkat lunak dapat berupa aturan-aturan dan pedoman. Sedangkan contoh perangkat keras berupa alat memasak untuk dapur umum dan bantuan penyediaan sarana dan prasarana seperti tenda yang disediakan oleh PU. b. Tanggap Bencana Kegiatan yang dilakukan pada tahap tanggap bencana adalah memberikan bantuan kepada masyarakat yang tertimpa bencana baik dengan melakukan evakuasi korban bencana seperti kegiatan search and rescue (SAR) maupun pemberian bantuan darurat berupa sandang dan pangan serta pengungsian. c. Pasca Bencana Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah rehabilitasi dan rekonstruksi seperti pemulihan rumah-rumah penduduk dan pemulihan fasilitas umum dan pembangunannya. 4.2.2 Penanggulangan Bencana oleh Organisasi Relawan (TAGANA) Selain manajemen penanggulangan bencana yang digunakan oleh Kabupaten Jember dibawah naungan organisasi SATLAK, pihak Dinas Sosial mempunyai organisasi relawan yang disebut TAGANA (Taruna Siaga Bencana) untuk membantu menanggulangi bencana di Kabupaten Jember. TAGANA adalah organisasi yang anggotanya merupakan relawan-relawan yang membantu penanggulangan bencana. Taruna Siaga Bencana (TAGANA) bukan organisasi structural tetapi merupakan wadah berhimpun yang secara fungsional dibina dan menjadi tanggung jawab institusi social dari pusat sampai daerah.

35

Keanggotaan

TAGANA

adalah

perorangan

atau

individu

dan

kepengurusannya di Tingkat Pusat dikelola oleh suatu presidium di Tingkat Propinsi sampai dengan kecamatan yang hanya akan dipimpin oleh seorang coordinator yang berfungsi sebagai Ketua Tim Pelaksana di Daerah. Untuk menanggulangi bencana yang ada di Kabupaten Jember, harus ada beberapa orang atau organisasi yang terlibat dalam penanganan bencana, meliputi: Seluruh kekuatan masyarakat Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Organisasi Sosial (Orsos) Warga RT/RW Termasuk TAGANA Alasan a. b. c. d. TAGANA diperlukan oleh Kabupaten Jember untuk menanggulangi bencana di Kabupaten jember secara umum adalah: Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama di Dunia (Eurasia, India Australia, Samudra Pasifik) Indonesia berada pada pertemuan tiga system pegunungan (Alpine Sunda, Circum Pasifik dan Circum Australia) Di Indonesia lebih 500 gunung berapi (128 gunung berada dalam kondisi aktif) Dari 440 Kabupaten atau Kota di seluruh Indonesia, sebanyak 338 Kabupaten atau Kota merupakan daerah rawan bencana Tingkat penanganan bencana yang dilakukan oleh Taruna Siaga Bencana (TAGANA), yaitu: 1) Pra Bencana Berupa perencanaan (kesigapan dan mitigasi). Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Perencanaa pra bencana terdiri dari: a. b. c. Susun rencana pra bencana Tentukan Plan Of Action Himpun sembar dan potensi
36

d. e. f. g.

Siapkan peralatan dan sarana Siapkan personil Perkuat jaringan kerja Siapkan anggaran Hal yang dilakukan saat terjadi bencana adalah tindakan (tanggap

2) Saat Bencana darurat). Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. a. Lakukan tindakan b. Himpun data dan info c. Kerahkan semua potensi d. Aktifkan semua system e. Salurkan bantuan f. Antisipasi dampak bencana g. Siapkan bantuan lanjutan 3) Perbaikan (Rahabilitasi) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. Hal yang perlu dilakukan saat perbaikan (rehabilitasi) adalah: a. Catatan dan seleksi dampak bencana b. Tentukan metode, cara dan materi rehabilitasi c. Lakukan rehabilitasi d. Pantau dan evaluasi kegiatan rehabilitasi e. Siapkan rehabilitasi lanjutan 4) Penguatan (Resosialisasi dan Rujukan) a. Lakukan kajian dampak bencana

37

b. Susun rencana tindak lanjut dampak bencana c. Susun strategi kerjasama dampak bencana d. Pengkondisian situasi untuk aman e. Pantau terus dampak bencana f. Buat laporan rekomendasi 4.2.3 Penanganan Kesehatan Akibat Bencana Untuk menanggulangi masalah kesehatan akibat bencana di Kabupaten Jember ditangani langsung oleh pihak Dinas Kesehatan. Sehingga, perlu adanya kerjasama yang baik antara organisasi yang menangani bencana dengan Dinas Kesehatan agar korban bencana bisa mendapatkan pertolongan dengan cepat dan mendapatkan pengobatan dengan cepat dan tepat.

4.3 Kelemahan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Jember Kendala yang dihadapi oleh organisasi penanggulangan bencana dalam menanggulangi bencana di Kabupaten Jember adalah: 1. Penanggulangan bencana di Kabupaten Jember tidak terlaksana dengan baik secara cepat dan tepat sesuai prinsip penanggulangan bencana karena informasi atau laporan tentang kejadian bencana terlambat (tidak langsung dilaporkan oleh aparat pemerintah) sehingga pemberian bantuan untuk korban bencana juga terhambat dan membutuhkan waktu yang cukup lama. 2. 3. Tidak ada petugas khusus yang bertugas untuk memberikan informasi tentang bencana di Kabupaten Jember. Penanggulangan bencana di Kabupaten Jember tidak terlalu focus karena Pemerintah Kabupaten Jember belum membentuk BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) yang seharusnya sudah dibentuk oleh setiap daerah termasuk Kabupaten Jember. 4. Dana yang digunakan untuk menanggulangi bencana hanya berasal dari bantuan disetiap instansi yang berada di Kabupaten Jember seperti Dinas Perairan, Dinas Pertanian, dan lain-lain.

38

Kelemahan dalam penanggulangan bencana di Kabupaten Jember dapat berakibat fatal. Sehingga pada tahun 2011 terdapat artikel yang menyatakan bahwa Kabupaten Jember menduduki peringkat ketiga dalam daerah rawan bencana karena penanggulangan sebelum bencana terjadi di Kabupaten Jember tidak terlaksana dengan baik yang diakibatkan oleh tidak terbentuknya BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) karena permasalahan yang dialami oleh Bupati di Kabupaten Jember. 4.4 Solusi Masalah Untuk menurunkan tingkat kerawanan bencana di Kabupaten Jember agar tidak menduduki peringkat ketiga seJawa Timur, seharusnya ada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Kabupaten Jember. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) diperlukan agar penanggulangan bencana di Kabupaten Jember lebih focus dengan adanya tugas pokok dan fungsi dalam masing-masing bagian didalam BPBD. Penanggulangan bencana yang seharusnya dilakukan oleh tiap-tiap daerah, yaitu: 1. Pra Bencana e. Simulasi bencana Simulasi merupakan persiapan yang terpenting dalam sistem tanggap bencana. Adanya pemahaman yang benar tentang sistem tanggap bencana diharapkan dapat menjadi landasan bagi setiap individu dalam kondisi bencana. Simulasi merupakan gambaran teknis tindakan yang harus dilakukan saat terjadi bencana. Dengan melakukan simulasi kondisi yang benar, dapat dipastikan anda masyarakat akan lebih siap dan tanggap dalam mengatasi kejadian bencana. Ada beberapa tahapan dalam melakukan simulasi: yakni sebagai berikut. iv. Prasimulasi Berikan pemahaman mengenai sistem tangga bencana yang benar kepada semua anggota keluarga atau masyarakat melakukan diskusi sebelum simulasi.

39

Berikan kesempatan

kepada setiap anggota keluarga atau

masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya dan membuktikan pendapat tersebut pada saat simulasi. Pilih dan buat skenario sistem taggap bencana yang paling potensial terjadi dilingkungan anda. Siapka minimal tiga skenario tindakan dalam berbagai skala yang mungkin terjadi. Tentukan koordinator dan bagilah tugas secara merata untuk seluruh anggota keluarga atau masyarakat yang ikut dalam simulasi. Jadi keluarga atau masyarakat sebagai sebuah tim yang solid dan efektif dalam sistem tanggap bencana. Tentukan kapan simulasi akan diadakan. Usahakan simulasi dilakukan minimal enam bulan sekali dengan pilhan skenario berbeda. Pastikan seluruh anggota keluarga atau masyarakat mempelajari skenario dan tugas masing-masing yang telah disepakati dengan baik. v. Beritahukan kegiatan ini pada seluruh anggota yang ada dimasyarakat untuk menghindari kesalah pahaman. Siapkan peralatan dan perlengkapan simulasi termasuk kebutuhan dasar dan peralatan darurat. Simulasi Usahakan perut telah terisi makanan dan minuman secukupnya sebelum simulasi. Siapkan kondisi fisik dengan melakukan senam pemanasan untuk menghindari cedera saat melakukan simulasi. Berdoalah sebelummelakukan simulasi agar simulasi berjalan lancar. Beri tanda simulasi dimulai dengan membunyikan tanda bahaya, bisa dengan menggunakan peluit atau bunyi-bunyian lain. Cacat kronologis simulasi secara mendetail.

40

Usahakan jangan memberikan penilaian benar atau salah terlebih dahulu, agar semua berjalan alami saat simulasi. Ulangi simulasi beberapa kali (minimal tiga kali) hingga anda mendapatan patokan waktu tercepat untk melakukan tindakan evakuasi dan pertolongan. Ingat: waktu adalah komponen dasar dalam melakukan sistem tanggap bencana.

Dokumentasikan simulasi baik dalam bentuk tertulis, foto, maupun video. Dokumentasi ini berguna sebagai bahan referensi dan pembelajaran dalam melakukan sistemtangap bencana.

vi.

Pascasimulasi Melakukan evaluasi simulasi, melaputi: Kesiapan individu, Tindakan evakuasi, Tndakan pertolongan, Cacatan waktu, Kerugian yang dapat ditimbulkan, dan Kondisi pascasimulasi.

Jika ada kekurangan dalam simulasi, diskusiakan kembali dengan seluruh anggota keluarga atau masyarakat. Berikan kesempatan kepada setiap anggota keluarga atau masyarakat untuk memberikan penilaian mengenai jalanya simulasi. Cari solusi terbaik bersama-sama.

Adakan simulasi tanggap bencana secara rutin, minimal enam bulan sekali dengan pilihan skenario bencana yang berbeda.

1. Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan adalah serangkaian yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upayaupaya cepat dan tepat yang perlu ditempuhdalam menghadapi situasi darurat pada saat kejadian bencana seperti dengan pemasangan dan

41

pengujian system peringatan dini untuk pengamatan gejala bencana dan penyediaan serta penyiapan bahan, barang dan peralatanuntuk pemenuhan kebutuhan dalam rangka pemulihan dan sarana bidang ke-PUan. 2. Peringatan dini Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. 3. Mitigasi Kegiatan mitigasi bencana dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan dalam bentuk penegakan hukum atau peraturan pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan fisik dilapangan yang bertujuan untuk mengurangi dampak kerugian yang terjadi bila suatu bencana seperti dengan mematuhi rencana tata ruang dan tata bangunan yang telah ditetapkan. 2. Tanggap Bencana Pada saat tanggap darurat dukungan yang diberikan dalam kegiatan penyelamatan atau evakuasi korban bencana adalah dengan penyediaan dan pengoperasian peralatan yang diperlukan untuk mendukung dan memberikan akses bagi pelaksanaan kegiatan pencarian dan penyelamatan atau evakuasi korban bencana beserta harta bendanya dilokasi dan keluar dari lokasi bencana. Pelaksanaan kegiatan tanggap darurat utamanya dilakukan untuk memulihkan kondisi dan fungsi prasarana dan sarana, khususnya bidang kePU-an yang rusak akibat bencana yang bersifat darurat atau sementara namun harus mampu mencapai tingkat pelayanan minimal yang dibutuhkan, dan menyediakan berbagai sarana yang diperlukan bagi perawatan dan penampungan sementara para pengungsi atau masyarakat korban bencana. 3. Pasca Bencana Dalam tahap pasca bencana kegiatan rahabilitasi dan rekonstruksi yang dilaksanakan harus diupayakan untuk melibatkan peran serta warga

42

masyarakat. Dalam tahap rehabilitasi, upaya yang dilakukan adalah melakukan perbaikan harkat fisik dan non-fisik serta pemberdayaan korban. Tahap rehabiltasi bertujuan dan pengembalian umtuk

mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan infrastrukstur yang mendesak yang dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat, seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah, infrastruktur sekolah dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat diperlukan. Sasaran utama dalam tahap ini adalah untuk memperbaiki pelayanan masyarakat atau public sampai pada tingkat yang memadai. Dimana dalam tahap ini juga diupayakan penyelesaian berbagai permasalahan yang terkait dengan aspek kejiwaan atau psikologis melalui penanganan trauma korban bencana. Sedangkan tahap rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. Selain itu, setiap desa yang termasuk dalam daerah rawan bencana harus membentuk desa siaga bencana yang anggotanya merupakan masyarakat desa dan tenaga kesehatan dalam menanggulangi bencana. Kegiatan yang dilakukan dalam desa siaga bencana sama halnya dengan tahap-tahap penanggulangan bencana daerah yaitu tahap pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Akan tetapi dalam desa siaga bencana yang berperan aktif dalam menggerakkan kegiatan adalah masyarakat desa sendiri serta membuat posko bencana yang dapat digunakan sebagai tempat atau posko patroli untuk mengantisipasi datangnya bencana.

43

Anda mungkin juga menyukai