Kontaminan pangan adalah bahan atau senyawa yang secara tidak sengaja ditambahkan, tetapi terdapat pada produk pangan. Kontaminan pangan ini bisa masuk dan terdapat dalam produk pangan sebagai akibat dari (i) penanganan dan/atau proses mulai dari tahap produksi (di tingkat kultivasi maupun di pabrik), pengemasan, transportasi, penyimpanan atau pun penyiapannya; dan (ii) pencemaran dari lingkungan (environmental contamination). 2. Pada umumnya kontaminan pangan ini mempunyai konsekuensi pada mutu dan keamanan pangan; karena bisa mempunyai implikasi risiko kesehatan publik. Terdapat tiga (3) jenis kontaminan pangan; yaitu (i) kontaminan mikrobial; (ii) kontaminan fisika, dan (ii) kontaminan kimia. Disamping itu; akhir-akhir ini ditengarai pula munculnya berbagai kontaminan baru (emerging contaminants3) yang juga perlu diperhatikan. Jika terdapat dalam jumlah yang melebih tingkat ambangnya, keberadaan kontaminan ini bisa memberikan anacaman terhadap kesehatan manusia. 3. Jenis-jenis kontaminan yang bisa menyebabkan permasalahan keamanan pangan antara lain dinyatakan pada tabel berikut :
Kontaminan mikrobial
Virus Bakteri Protozoa Parasit Prion
Kontaminan Kimia
Mikotoksin Toksin Jamur Toksin Kerang Pestisida, Herbisida, Insektisida Residu Antibiotik & hormon pertumbuhan Pupuk Logam Berat Dll
Kontaminan Fisik
Gelas Kayu Batu Logam (potongan paku, biji stapler) Serangga Tulang Plastik Barang personal dll
4. Disamping tiga jenis kontaminan tersebut; dalam prakteknya terdapat jenis-jenis kontaminan khusus yang tidak secara langsung memberikan ancaman keamanan pangan karena alasan kesehatan; tetapi lebih karena alasan kepercayaan, budaya atau pun gaya hidup. Untuk kontaminan jenis ini; keberadaannya pada produk pangan (tanpa mengenal tingkat ambang tertentu) akan menyebabkan produk pangan tersebut ditolak oleh konsumen; karena alasan keamanan physicologis. Bagi yang beragama Islam; keberadaan komponen haram seberapa pun levelnya akan menyebabakan produk tersebut menjadi haram. Demikian pula; bagi vegetarian, keberadaan komponen hewani pada produk pangan nabati akan menyebabkan produk tersebut tidak sesuai lagi baginya.
1
Makalah disampaikan pada Workshop Pokja Keamanan Pangan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, Selasa, BPOM RI; 05 Oktober 2010. Purwiyatno Hariyadi adalah Guru Besar Rekayasa Proses Pangan; Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB, dan Director Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center; LPPM, IPB (www.seafast.ipb.ac.id). "Emerging contaminants" can be broadly defined as any synthetic or naturally occurring chemical or any microorganism that is not commonly monitored in the environment but has the potential to enter the environment and cause known or suspected adverse ecological and(or) human health effects. In some cases, release of emerging chemical or microbial contaminants to the environment has likely occurred for a long time, but may not have been recognized until new detection methods were developed. In other cases, synthesis of new chemicals or changes in use and disposal of existing chemicals can create new sources of emerging contaminants. (Source: www.http://toxics.usgs.gov/regional/emc/index.html).
5. Disadari bahwa masing-masing kontaminan mempunyai karakteristik yang unik. Beberapa kontaminan bahkan memang terbentuk secara alami. Ada juga kontaminan yang terbawa dari air (air adalah media yang paling banyak digunakan dalam proses produksi pangan; dan bahkan sering menjadi bagian komposisi dari bahan pangan), udara atau pun tanah. Ada juga kontaminan yang terbentuk selama proses pengolahan pangan. Akrilamida misalnya- adalah jenis kontaminan yang sering ditemukan pada keripik kentang yang terbentuk selama proses penggorengan. 6. Disamping itu; permasalahan kontaminan pangan ini merupakan permasalahan yang kompleks; yang bisa terjadi disepanjang rantai pangan; from farm to table (bahkan from farm to mouth). Karena itu; maka penanganan kontaminan pangan harus kembangkan dan dilaksanakan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan keamanan pangan Indonesia. Sistem Keamanan Pangan Terpadu yang sudah lama dicanangkan- perlu lebih disosialiasaikan ke semua stakeholders dan diperkuat pelaksanaannya. Beban ganda keamanan pangan di indonesia (lihat Hariyadi, P. 2008. DOUBLE BURDEN: Isu Terkini Terkait Dengan Keamanan Pangan; Terlampir). 7. Pembahasan berbagai data dan issue terkait keamanan pangan ternyata bisa memberikan gambaran pada bahwa Indonesia menghadapi permasalahan kontaminan pangan pada dua tingkat; yaitu (i) tingkat mendasar yang disebabkan karena permasalahan buruknya kondisi sanitasi dan praktek-praktek pengolahan; dan (ii) tingkat emergingyang selalu berubah; yang terutama disebabkan karena permasalahan yang terkait dengan perdagangan internasional. Karena alasan ini, bisa disebut bahwa Indonesia menanggung beban ganda (double burden) keamanan pangan. Kedua beban keamanan pangan ini mempunyai kondisi, tantangan dan implikasi yang berbeda; serta pemecahannya juga berbeda. a. Beban Pertama. Beban pertama ini biasanya berkaitan dengan Industri pangan skala kecil dan rumah tangga yang produknya didistribusikan pada psar domestik. Data kasus keracunan yang mengindikasikan bahwa pengolahan makanan di industri pangan masih belum memenuhi standar keamanan pangan. Untuk itu perlu didorong penerapan Good Manufacturing Practices (GMP). Disamping itu, masih ditemukannya cemaran bahan kimiawi, yang terutama berasal dari BTP yang tidak memenuhi syaratmenunjukkan masih kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat umum mengenai magnitude permasalahan riil dunia dan permasalahan keamanan pangan. Untuk itu perlu dilakukan program komunikasi keamanan pangan yang strategis untuk dapat menurunkan terjadinya kasus keracunan makanan, yaitu melalui kampanye cuci tangan yang baik dan benar bagi para pekerja pengolah pangan, terutama pada pekerja jasa boga. b. Beban Kedua. Beban kedua umumnya berkaitan dengan industri skala menengah dan besar yang memasarkan produknya pada pasar internasional. Data permasalahan keamanan pangan produk pangan ekspor; terlihat bahwa selain permasalahan mengenai penerapan GMP yang masih tetap harus ditingkatkan; pemahaman dan pemenuhan standar keamanan pangan internasional perlu selalu diikuti. Khsususnya untuk meningkatkan kinerja ekspor (dan ketahanan pangan4); maka penyediaan informasi mengenai keamanan pangan serta sarana dan prasarana (termasuk keperluan laboratorium analisis dan sertifikasi) perlu diupayakan. Penanganan
4
Ekspor menjadi hal yang penting jika pembahasan dikaitakan dengan devisa dan permasalahan ketahanan pangan. Judul yang diminta sebenarnya adalah Penanganan Kontaminan Pangan dalam rangka Menjamin Keamanan Pangan dan Ketahanan Pangan. Namun untuk kali ini penulis ingin memfokuskan diri pada aspek keamanan pangan saja; dengan pengertian bahwa keamanan pangan adalah salah satur unsur penting dari ketahanan pangan.
8. Penanganan kontaminan pangan untuk menjamin keamanan pangan harus ditangani secara terpadu, melibatkan berbagai stakeholders; baik dari pemerintah, industri, dan konsumen. Karena itu, pada dasarnya upaya penjaminan keamanan pangan di suatu negara merupakan tanggungjawab bersama (shared responsibility) oleh berbagai stakeholder tersebut. Dalam hal ini, masing-masing stakeholder mempunyai peranan masing-masing yang strategis. 9. Secara umum, penanaganan kontaminan pangan perlu dikembangkan dengan menggunakan pendekatan analisis risiko keamanan pangan; yang terdiri dari 3 komponen yakni : kajian risiko (risk assessment), manajemen risiko (risk management) dan komunikasi risiko (risk communication). Beberapa hal penting tentang penanangan kontaminan pangan pangan ini adalah: a. Bentuk formal penanganan kontaminan pangan ini perlu dituangkan dalam bentuk legislasi; yang biasanya dinyatakan dalam bentuk batas maksium yang diperbolehkan. Sehingga; diharapkan bahwa produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan legislasi ini tidak akan beredar di masyarakat. Hal ini sudah secara ekplisit dinyatakan dalam UU No 7, 2996; dimana dinyakan bahwa Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan manusia [(UU No 7 1996, Bab II, Pasal 6 (1)] b. Namum demikian; hal ini tidak bisa berlaku effektif jika tidak disertai dengan sistem pengawasan control dan surveillance yang baik. c. Tidak kalah pentingnya adalah program pembinaan yang mestinya lebih menekankan pada mempromosikan dan pada akahirnya nanti mewajibkan- pelaksanaan Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB) pada semua pihak yang terlibat dalam rantai pangan. d. Untuk menjawab tantangan yang selalu berkembang dan untuk meningkatkan effectivitas legislasi dan pengawasannya; maka pengembangan program Penelitian keamanan pangan sesungguhnya merupakan tulang punggung sistem keamanan pangan ini. e. Disamping itu; pemberdayaan konsumen perlu dilakukan dalam bentuk pendidikan konsumen tentang keamanan pangan. Dalam sistim pangan yang bersifat industrial; maka peranan konsumen sangat berperan penting dalam penanangan kontaminan pangan. Termasuk di dalam hal ini adalah pendidikan konsumen dalam penanangan pangan di tingkat rumah tangga. f. Ketika hal-hal tersebut telah dilakukan dengan baik; - yaitu (i) pengawasan dan surveillance, (ii) pembinaan CPPB, (iii) penelitian, dan (iv) pendidikan konsumen; maka perlu pula dilakukan penegakan hukum yang lebih tegas (enforcement of legislation); sehingga akan menimbulkan pengaruh menggentarkan (deterrent effect) bagi siapa pun yang akan mencoba melakukan pelanggaran.
Penutup
10. Mengingat permasalahan dan penanganan kontaminan pangan yang kompleks tersebut, maka
perlu dikembangkan suatu kerangka fikir yang efektif, terutama dalam rangka mengantisipasi perkembangan isu keamanan pangan global yang sangat dinamis. Pemerintah Indonesia bersama stakholders lainnya perlu mengembangkan kelembagaan yang lebih kuat dengan mengaplikasikan kerangka pikir analisis risiko, sehingga setiap standar, keputusan, maupun kebijakan yang dibuat didasarkan pada kajian ilmiah yang sahih.