Anda di halaman 1dari 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ANAK PRA SEKOLAH Pengertian anak pra sekolah menurut Biechler dan Snowman (1993) adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun. Usia tersebut mereka biasanya mengikuti program pendidikan pra sekolah. Anak pra sekolah di Indonesia, umumnya mengikuti program Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan mengikuti program Taman KanakKanak (TK). Menurut teori Erik Erikson (dalam Patmonodewo, 2003) yang membicarakan perkembangan kepribadian seseorang dengan titik berat pada perkembangan psikososial tahapan nol sampai satu tahun, berada pada tahapan orang sensorik dengan krisis emosi antara trust versus mistrust, tahapan tiga sampai enam tahun anak berada dalam tahapan dengan krisis autonomy versus shame and doubt (dua sampai tiga tahun), initiative versus guilt (empat sampai lima tahun) dan tahap usia enam sampai sebelas tahun mengalami krisis industry versus inferiority. Menurut teori Piaget (dalam Patmonodewo, 2003) yang membicarakan perkembangan kognitif, perkembangan dari tahapan sensorimotor (nol sampai dua tahun), pra operasional (dua sampai tujuh tahun), operasional konkret (tujuh sampai dua belas tahun), dan operasional formal (dua belas sampai lima belas tahun), maka perkembangan kognitif anak masa pra sekolah berada pada tahap pra operasional. Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami

pengertian operasional yaitu proses interaksi suatu aktivitas mental, dimana prosesnya bisa kembali pada titik awal berfikir secara logis. Manipulasi simbol merupakan karakteristik esensial dari tahapan ini. Hal ini sering dimanefestasikan dalam peniruan tertunda, tetapi perkembangan bahasanya sudah sangat pesat, kemampuan anak menggunakan gambar

simbolik dalam berfikir, memecahkan masalah, dan aktivitas bermain kreatif akan meningkat lebih jauh dalam beberapa tahun berikutnya. Sekalipun demikian, pemikiran pada tahap praoperasional terbatas dalam

beberapa hal penting. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada tahap ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif orang lain. Berkaitan dengan masalah ini Piaget dikenal dengan eksperimennya melalui Tiga Gunung yang sering digunakan untuk mempelajari masalah egosentrisme. Karakteristik lain dari cara berfikir praoperasional yaitu sangat memusat

(centralized). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi dimentional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi dan mengabaikan dimensi lainnya. Pada akhirnya juga mengabaikan hubungannya antara dimensi-dimensi ini. Cara berfikir seperti ini dicontohkan sebagaimana berikut : sebuah gelas tinggi ramping dan sebuah gelas pendek dan lebar diisi dengan air yang sama banyaknya. Anak ditanya apakah air dalam dua buah gelas tadi sama banyaknya ?. Anak pada tahap ini kebanyakan menjawab bahwa ada lebih banyak air dalam gelas yang tinggi ramping tadi karena gelas ini lebih tinggi dari yang satunya. Jadi anak belum melihat dua dimensi secara serempak. Berfikir praoperasional juga tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan melakukan tindakan tersebut sekali lagi secara mental dalam arah yang sebaliknya. Dengan demikian bila situasi A beralih pada situasi B, maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan perpindahan dari A ke B. Disimpulkan bahwa anak pra sekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun. Mereka biasanya mengikuti program pra sekolah dan kindergarten.

B. KOGNITIF ANAK PRA SEKOLAH Kognitif dapat diartikan kemampuan verbal, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari (Gunarti dkk.,

2010: 2.24). Menurut Piaget, kemampuan kognitif berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Kemampuan kognitif merupakan salah satu bagian dari hasil pengalaman belajar. Gunarti dkk. (2010), mendeskripsikan bahwa pengembangan kognitif seorang anak yang telah berusia satu tahun dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan pada anak untuk lebih banyak berbicara, mempraktikkan keterampilan baru, mengeksplorasi tempat-tempat baru, bermain dengan beragam alat permainan, menyimak cerita dan melihat-lihat buku bergambar. Gunarti, dkk. (2010: 2.26), mengemukakan bahwa tujuan pengembangan kognitif untuk anak usia pra sekolah (termasuk didalamnya usia 4-5 tahun) adalah sebagai berikut:

a Belajar dan pemecahan masalah. Anak diharapkan dapat lebih fokus dalam memperoleh dan menggunakan informasi, sumber belajar dan penalaran. Ketika anak mengobservasi kejadian di sekeliling mereka, anak dapat menanyakan sesuatu, membuat pernyataan, membuat prediksi, dan mengetes pemecahan masalah yang mungkin. b Berpikir logis. Anak diharapkan dapat mempertemukan dan memiliki pengalaman yang baik terhadap suatu informasi dengan membandingkan, membedakan, mengelompokkan, mengatur, mengukur, dan memahami pola-pola. Ketika anak menggunakan kemampuan berpikir logis, mereka akan belajar mengorganisasikan dunia mereka secara konseptual dan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang bagaimana sesuatu dapat bekerja. c Berpikir menggunakan simbol. Anak diharapkan dapat menggunakan objek dengan sesuatu cara yang unik, seperti menggunakan sapu sebagai kuda atau bangku sebagai mobil. Kegiatan bermain purapura seperti ini akan mendukung kemampuan representasi.

Menurut Bloom dkk. (Arifin, 2009:21), hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap domain disusun mulai dari yang sederhana sampai dengan hal yang komplek, dari yang mudah sampai yang sulit dan dari yang konkrit sampai dengan hal yang abstrak. Dalam penelitian ini hasil belajar dibatasi pada domain kognitif saja. Bloom dkk. (Arifin, 2009:21) menjelaskan domain kognitif memiliki enam jenjang kemampuan, yaitu

a Pengetahuan (knowledge), Yaitu jenjangkemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. b Pemahaman (comprehension) Yaitu jenjang kemampuan yang menuntutpesertadidikuntukmemahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. c Penerapan (application) Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tatacara ataupun metode, prinsip, teori-teori dalam situasi baru dan konkret. d Analisis (analysis) Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didikuntuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya. e Sintesis (synthesis) Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor. f Evaluasi (evaluation) Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut pesertadidik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu.

C. BELAJAR SAMBIL BERMAIN

Pada abad ke 18 dan awal abad ke 19, Rousseau dan Pestalozzi mulai menyadari bahwa pendidikan akan lebih efektif jika disesuaikan dengan minat anak. Pernyataan ini mendukung teori Frobel yang mengatakan bahwa bermain sangat penting dalam belajar. Belajar berkaitan dengan proses konsentrasi. Orang yang mampu belajar adalah orang yang mampu memusatkan perhatian. Bermain adalah salah satu cara untuk melatih anak konsentrasi karena anak mencapai kemampuan maksimal ketika terfokus pada kegiatan bermain dan bereksplorasi dengan mainan. Bermain juga dapat membentuk belajar yang efektif karena dapat memberikan rasa senang sehingga dapat menimbulkan motivasi instrinsik anak untuk belajar. Motivasi instrinsik tersebut terlihat dari emosi positif anak yang ditunjukkan melalui rasa ingin tahu yang besar terhadap kegiatan pembelajaran.

Akhir abad 19, Herbart Spencer, mengemukakan bahwa anak bermain karena anak memiliki energi yang berlebihan. Teori ini sering dikenal dengan teori Surplus Energi yang mengatakan bahwa anak bermain (melompat, memanjat, berlari dan lain sebagainya) merupakan manifestasi dari energi yang ada dari dalam diri anak. Bermain menurut Spencer bertujuan untuk mengisi kembali energi seseorang anak yang telah melemah.

Seorang

tokoh

Filsafat,

Karl

Gross

mengatakan

bahwa

anak

bermain

untuk

mempertahankan kehidupannya. Menurut Gross, awalnya kegiatan bermain tidak memiliki tujuan namun kemudian memiliki tujuan dan sangat berguna untuk memperoleh dan melatih keterampilan tertentu dan sangat penting fungsinya bagi mereka pada saat dewasa kelak, contoh, bayi yang menggerak-gerakkan tangan, jari, kaki dan berceloteh merupakan kegiatan bermain yang bertujuan untuk mengembangkan fungsi motorik dan bahasa agar dapat digunakan dimasa datang.

Sigmund Freud berdasarkan Teori Psychoanalytic mengatakan bahwa bermain berfungsi untuk mengekspresikan dorongan implusif sebagai cara untuk mengurangi kecemasan yang

berlebihan pada anak. Bentuk kegiatan bermain yang ditunjukan berupa bermain fantasi dan imajinasi dalam sosiodrama atau pada saat bermain sendiri. Menurut Freud, melalui bermain dan berfantasi anak dapat mengemukakan harapan-harapan dan konflik serta pengalaman yang tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata, contoh, anak main perang-perangan untuk mengekspresikan dirinya, anak yang meninju boneka dan pura-pura bertarung untuk menunjukkan kekesalannya.

Teori Cognitive-Developmental dari Jean Piaget, juga mengungkapkan bahwa bermain mampu mengaktifkan otak anak, mengintegrasikan fungsi belahan otak kanan dan kiri secara seimbang dan membentuk struktur syaraf, serta mengembangkan pilar-pilar syaraf pemahaman yang berguna untuk masa datang. Berkaitan dengan itu pula otak yang aktif adalah kondisi yang sangat baik untuk menerima pelajaran.

D. MEMBACA BAGI ANAK PRASEKOLAH

Membaca merupakan suatu kesatuan kegiatan yang terpadu yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkannya dengan bunyi serta maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan (Anderson dkk dalam Sabarti dkk, 1992; 22) Menurut Robeck dan Wilson, dalam Sabarti dkk (1992; 23) membaca merupakan proses penerjemahan tanda-tanda dan lambang-lambang ke dalam maknanya serta pemaduan makna baru ke dalam sistem kognitif dan afektif yang telah dimilik pembaca. ( dalam Dhieni, 2008: 5.5). Perkembangan bahasa pada awal masa prasekolah, kosa kata anak meningkat pesat. Bahkan tidak jarang ia terdorong untuk berkseperimen dengan kebolehannya ini. Perkembangan berbahasa ini mengambil porsi penting dalam kehidupan anak selanjutnya, untuk itu agar dapat mengungkapkan keinginannya serta berkomunikasi secara verbal dengan

baik, maka perkembangan bahasa anak perlu diasah dengan aktivitas yang disebut dengan membaca. Arti membaca yang sebenarnya menurut pendapat Kurrien (2004:41) mengemukakan bahwa membaca merupakan proses menggali makna kata-kata yang tercetak. Karena dengan membaca diharapkan anak dapat menggali makna apa yang pernah dibaca, anak menikmati aktivitas membaca serta anak mampu mendapatkan kesenangan dari aktivitas membaca tersebut. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Leonhardt (1999 : 14) dalam Dhieni (2008 : 5.4) membaca sangat penting bagi anak. Anak-anak yang gemar membaca akan mempunyai rasa kebahasaan yang tinggi. Mereka akan berbicara. Menulis dan memahami gagasan-gagasan yang rumit secara baik. Sejalan dengan pendapat ini Montessori dan Hainstock mengemukakan bahwa pada usia 4-5 tahun anak sudah bisa diajarkan membaca dan menulis. Bahkan membaca dan menulis merupakan permainan yang menyenangkan bagi anak usia ini.

E. REINFORCEMENT

Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Teori ini dikemukakan oleh B.F Skinner. Dimana Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan pengutan negative. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).

Skinner mendefinisikan penguatan positif sebagai stimulus yang ketika disajikan mengikuti perilaku oleh pelajar, cenderung meningkatkan kemungkinan bahwa prilaku tertentu akan

terulang, yaitu perilaku yang menguatkan. Siswa yang menjawab dengan benar di kelas, pujian guru meningkat kemungkinan bahwa siswa menanggapi pertanyaan guru, sehingga reaksi yang menyenangkan guru berfungsi sebagai penguat positif bagi siswa. Pernyataan yang tidak menyenangkan guru menyusul kegagalan siswa dalam menanggapi pertanyaan juga guru bertindak sebagai penguat positif, karena diperkuat perilaku siswa yang tetap diam ketika ditanya oleh guru. perilaku itu, adalah dianggap sebagai penguat positif oleh Skinner.

F. TOKEN ECONOMY
Token ekonomi atau tabungan kepingan adalah pemberian satu kepingan (atau satu tanda, satu isyarat ) sesegera mungkin setiap kali setelah perilaku sasaran muncul. Kepingan-kepingan ini nantinya dapat ditukar dengan benda atau aktivitas pengukuh yang diingini oleh subyek. Dalam buku Behavior Modification: What It Is and How to Do It, oleh Garry Martin dan Joseph Pear pada tahun 1992, pada intinya token ekonomi dapat digunakan sebagai penguat yang dapat bertahan lama, ada beberapa keuntungan yang didapatkan dari token ekonomi yaitu, Pertama, mereka dapat diberikan segera sesudah suatu perilaku yang diinginkan terjadi dan dipertukarkan diwaktu mendatang dengan backup reinforcers. Dengan demikian mereka dapat dipakai untuk menjembatani penundaan yang sangat panjang antara respon target dan backup reinforcers, yang amat penting ketika situasinya tidak praktis atau mustahil untuk memberikan backup reinforcer sesudah perilaku. Kedua, token mempermudah untuk mengatur penguat-penguat yang konsisten dan efektif ketika menangani sekelompok individu. Bentuk dari token ekonomi itu sendiri bermacam-macam, tidak harus selalu berupa token atau kepingan misalnya dapat juga berupa stiker, tanda bintang, tanda cawang (?), poin atau aitem lainnya.

Tiga karakteristik dasar dari token ekonomiyaitu, a Perilaku yang akan diperkuat dinyatakan secara jelas. b Prosedur didesain untuk memberikan stimulus yang diperkuat (token) ketika perilaku yang diinginkan (target behavior) muncul. c Aturan dibuat untuk menentukan penukaran token pada obyek yang diperkuat.

Kazdin membahas amat banyak sekali situasi dimana token ekonomi dipakai. Mereka telah digunakan dibangsal-bangsal Rumah Sakit, dilembaga dan ruang kelas untuk orang-orang dengan keterbelakangan mental, dalam situasi-situasi ruang kelas yang merentang dari prasekolah sampai kelas college dan universitas, di rumah-rumah untuk anak-anak nakal belia (anak-anak muda yang berperilaku anti sosial), di penjara, di kemiliteran, di bangsal untuk pengobatan pecandu narkoba dan alkoholik, di panti asuhan, dipusat pemulihan, dirumah keluarga normal untuk mengendalikan perilaku anak-anak dan untuk mengobati perselisihan perkawinan, dan berbagai situasi kerja untuk mengurangi pembolosan kerja dan untuk meningkatkan kinerja saat bekerja.

Meski dikembangkan terutama dalam situasi-situasi institusional (kelembagaan), teknikteknik yang digunakan dalam token ekonomi telah diperluas keberbagai situasi kemasyarakatan untuk mengurangi pembuangan sampah sembarangan untuk meningkatkan daur-ulang sampah, untuk meningkatkan konservasi energi, untuk meningkatkan penggunaan transportasi massal, untuk mengurangi pencemaran suara, untuk meningkatkan integrasi ras, untuk meningkatkan perilaku-perilaku yang terkait dengan mendapatkan lapangan kerja, dan untuk meningkatkan perilaku mandiri pada orang-orang yang dirugikan oleh sitem ekonomi yang ada. token ekonomi bahkan telah diperluas ke situasi-situasi kehidupan komunitas. Satu perluasan itu adalah Twin Oaks, suatu komunitas berbasis pertanian yang dimodelkan menurut komunitas eksperimental fiksi yang digambarkan dalam Walden Two oleh Skinner.

Anda mungkin juga menyukai