Anda di halaman 1dari 7

Nama NIM Dosen

: Gita Pramitasari : 21030110060027 : Ir.Hj. Dwi Handayani, MT

TUGAS MKP ATSIRI


Identifikasi Terpena dalam Minyak Atsiri
Komponen kimia yang terdapat didalam minyak atsiri sangat bermacam-macam tetapi komponen utama adalah senyawa terpen dan terpen yang teroksigenasi (terpenoid). Komponen minyak atsiri yang paling mudah menguap adalah senyawa yang mengandung 10 atom karbon (monoterpen) dan selanjutnya adalah seskuiterpen yang mengandung 15 atom karbon. Golongan terpen merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh yang molekulnya tersusun dari unit isoprene (C5H8). Unit ini yang berkondensasi dengan cara persambungan antara kepala dengan ekor isopentenilpirofosfat dan dimetil alilpirofosfat sehingg menghasilkan geranil pirofosfat yang selanjutnya mengalami reaksi sekunder seperti hidrolisa, isomerisasi , oksidasi, reduksi maupun dehidrasi untuk menghasilkan senyawa terpen maupun senyawa terpenoid yqng terdapat didalam tumbuh-tumbuhan. Didalam minyak atsiri bagian utamanya merupakan senyawa terpenoid. Zat inilah penyebab terjadinya bau wangi, harum atau bau yang khas yang terjadi pada tumbuhtumbuhan. Pemanfaatan senyawa ini sangat penting artinya sebagai dasar wewangian alam dalam industri parfum dan begitu juga untuk pemanfaatan rempah-rempah serta sebagai senyawa citarasa didalam industri makanan maupun industri minuman. (Harborne, 1987).

Cara yang dianjurkan untuk mono dan seskuiterpena, antara lain: a. Kromatografi gas cair (KGC)

Tidak diragukan lagi bahwa KGC merupakan cara yang terpenting untuk menelaah minyak atsiri karena dengan sekali kerja KGC memungkinkan analisis kualitatif dan kuantitatif. Hal ini terutama penting bila sejumlah senyawa yang serupa terdapat dalam semua anggota kelompok tertentu dengan demikian, perbedaan kuantitatiflah yang paling berarti. KGC merupakan alat yang tak tergantikan untuk telaah kemotaksonomi minyak atsiri dalam daun dan kulit, seperti dalam gymnospermae. Untuk mengindentifikasi terpena atsiri dalam suatu bahan tumbuhan, penggunaan KGC harus digabung dengan cara lain, terutama dengan KLT. Misalnya, KLT berguna untuk memantau fraksi yang dipisahkan dengan KGC preparatif sebaliknya, bila radas KGC preparatif tidak tersedia, pemisahan skala besar dapat dilakukan dengan KLT dipantau dengan KGC. Untuk memastikan identitas, pada waktu lampau, spektrum inframerah minyak atsiri yang telah dipisahkan dibuat secara rutin, tetapi sekarang lebih lazim membuat spektrum massanya karena kebanyakan terpena memberikan pola pecahan yang khas. Dalam hal kritis, baik spektrum inframerah maupun spektrum massa harus ditentukan. Fraksinasi pendahuluan ekstrak eter kasar atau ekstrak eter minyak bumi kasar tumbuhan dengan kromatografi kolom, asam silikat kadang-kadang menguntungkan karena cara ini mencegah pencemaran kolom KGC oleh pencemar yang bertitik didih tinggi, yang mungkin terdapat dalam ekstrak kasar tersebut. Berbagai jenis fase diam untuk kolom telah digunakan untuk
1

kromatografi minyak atsiri. Barangkali fase nonpolar yang paling populer ialah apiezon L dan silikon SE 30. Fase polar yang paling banyak digunakan ialah poliester dietilena glikol adipat dan carbowax 400. Harus diperhatikan agar bahan penyangga (misalnya Chromosorb W) harus bebas dari sesepora besi, basa atau asam, karena terpena pekat terhadap pencemar yang demikian. Pada KGC minyak atsiri kasar diperlukan pemrograman suhu agar dapat memisahkan monoterpena, seskuiterpena dan turunan teroksigenasi lainnya dengan baik. Pada kolom nonpolar hidrokarbon terelusi menurut titik didihnya, tetapi pada kolom jenis lain tidak selalu dapat diperkirakan waktu retensi nisbinya. Beberapa contoh waktu retensi nisbi terlihat pada tabel 1. Ini diberikan untuk memberi gambaran bahwa perlu menggunakan lebih dari satu kolom untuk memisahkan dan mengindentifikasi terpena. Jadi, pasangan senyawa yang berkaitan (misalnya 3-karena dan - felandrena) tidak dapat dipisahkan pada satu kolom (Apiezon N), tetapi dapat dipisahkan pada kolom lain (polietilen glikol). Pada analisis terinci sudah menjadi kebiasaan untuk menggunakan beberapa kolom berjangka kepolaran tertentu untuk mengindentifikasi komponen minyak atsiri suatu bahan tumbuhan. Ketika menelaah keragaman susunan minyak atsiri dalam suatu populasi tumbuhan yang terdiri atas satu jenis, kita harus membatasi analisis dengan hanya memakai satu kolom saja sehingga kita harus mencari dahulu fase cair yang menghasilkan pemisahan yang terbaik. Pada penelitian taksonomi kimia, perlu diperhatikan bahwa kita dapat langsung menganalisis potongan kecil bahan tumbuhan yang ditempatkan langsung dalam lubang masuk radas KGC. Cara ini telah digunakan dengan baik pada potongan herbarium, yang walaupun telah disimpan pada lembaran kertas selama bertahun-tahun masih menghasilkan cukup minyak atsiri untuk dapat ditentukan pola susunannya. Bila kita menjumpai campuran rumit minyak, seperti pada analisa bahan cita rasa, sekarang gabungan KGC-SM telah digunakan secara rutin untuk memisahkan dan mengindentifikasi monoterpenoid. Pemakaian komputer untuk menyimpan data dan menelusur pustaka telah memudahkan pekerjaan ini. Perkembangan terakhir dalam pemisahan tersebut termasuk penggantian kolom kemas dengan kolom terbuka yang dilapisi fase cair. Cara ini disebut kromatografi kapiler. Tabel 1. Waktu retensi nisbi terpena pada kromatografi cair RRt dalam kolom* Terpena Polietilena glikol Apriezon N 10 Polietilena glikol 15 bispropionitril 15% % % 42 50 63 82 60 29 41 55 73 82 30 44 54 67 88
2

-pinena Kamfena -pinena 3-karena Mirsena

-Felandrena Limonena -Felandrena -Simena

82 100 97 100

82 100 106 175

86 100 116 232

*RRt nisbi terhadap limonena, pelaksanaan pada suhu tetap 65 , sepanjang kolom 300 cm (dari von Rudloff, 1966). b. Kromatografi lapis tipis (KLT) Seperti telah disebutkan, pada analisis terpena, penggunaan KLT dapat digabungkan dengan KGC secara menguntungkan karena keduanya saling melengkapi. Bahkan, bila radas KGC tidak tersedia, kita masih dapat menganalisa minyak atsiri dengan memakai KLT sebagai cara satu-satunya pemisahan (misalnya Horhammer dkk., 1964). Walaupun ada radas KGC, KLT tetap berguna pada setiap pemisahan dan analisis terpena itu. Bila kita menghadapi seskuiterpenoid yang keatsiriannya rendah, mungkin KLT merupakan cara pilihan. Silika gel merupakan penyerap yang paling banyak digunakan dengan pengembang seperti benzena, kloroform, benzena-kloroform (1:1), dan benzena-etil asetat (19:1). Untuk analisis terpena yang mengandung oksigen (misalnya karvon) laipsan silika gel jangan diaktifkan dulu sebelum dipakai karena air yang ada membantu pemisahan. Terpena alkaloid paling baik dipisahkan memakai pelat yang dibacem dengan parafin, dengan pengembang metanol 70%. Pelat silika gel yang telah diaktifkan harus dicelupkan dulu ke dalam larutan parafin 5% dalam eter minyak bumi selama satu menit, kemudian dibiarkan mengering sebelum dipakai. Pengembangnya, metanol 70 %, harus dijenuhkan juga dengan minyak parafin. Modifikasi lain, untuk memisahkan terpena berdasarkan jumlah ikatan rangkap ialah menggunakan pelat KLT silika gel yang waktu penyaputannya menggunakan bubur silika gel yang dibuat dengan larutan AgNO3 dalam air, sebagai pengganti air. Pengembang yang digunakan untuk pelat silika gel AgNO3 ialah metilina klorida-kloroform-etilasetat-npropanol (45:45:4,5:4,5). Cara umum deteksi ialah menyemprot dengan larutan KMnO4 0,2 % dalam air, antimon klorida dalam kloroform, H2SO4 pekat, atau vanilin-H2SO4. Peraksi terakhir dibuat segar dengan menambahkan 8 ml etanol, sambil didinginkan, ke dalam 0,5 g vanilin dalam 2 ml H2SO4 pekat. Setelah disemprot, pelat dipanaskan pada 100-105 sampai pembentukan warna sempurna. Ada pereaksi yang lebih selektif untuk mendeteksi terpena yang mempunyai ikatan rangkap (uap brom) dan terpena yang mempunyai gugus keton (2,4dinitrofenilhidrazin). Tanggapan beberapa terpena umum terhadap pereaksi deteksi terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Deteksi monoterpena pada pelat kromatografi lapis tipis
3

Tanggapan terhadap Uji Terpena UV Limonena -pinena Pulegon Geraniol Karvon p-Simena -Terpineol 1,8-Sineol + + + Brom + + + + + + 2,4- DNP + + H2SO4 Coklat Coklat Kuning Lembayung Merah jambu Hijau Hijau

Keterangan : UV : Periksa dengan sinar UV pendek ; brom ; semprot dengan larutan fluoresein 0,05% dalam air, pelat diuapi brom, bercak kuning pada latar belakang merah ; 2,4-DNP: semprot dengan larutan 2,4-DNP 0,4 g dalam HCl 2 M, bercak kuning pada latar belakan putih; H2S04 pekat : semprot H2SO4 pekat dan panaskan pelat pada 100 selama 10 menit. Perincian lebih lanjut mengenai KLT minyak atsiri terdapat dalam buku Stahl (1969). Dalam buku tersebut cara yang dapat digunakan untuk memisahkan minyak atsiri dalam kirakira 70 jenis tumbuhan telah disusun berupa tabel. c. Tropolon

Tropolon dapat dipisahkan dengan memisahkan dengan kromatografi kertas atau KLT pada pelat selulosa. Zavarin dkk. (1959) telah menggunakan kertas yang telah dibacem dengan asam fosfat dan memakai pengembang iso-oktana-toluena, sementara Wachtmeinster dan wickberg (1958) menggunakan kertas yang dibacem dengan etilenadiamina tetra asatat dan pengembang eter minyak bumi. Tropolon dideteksi dengan larutan FeCl3 1%. d. Iridoid

Senyawa monoterpena lakton ini paling sering terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida. Karena itu, untuk menganalisanya diperlukan cara khusus, misalnya Kkt digunakan secara luas untuk mendeteksinya. Untuk memeriksa iridoid umum dalam bahan tumbuhan, Weiffering (1966) telah memaparkan cara sederhana berdasarkan uji warna Trim Hill (Trim dan Hill, 1951). Jaringan segar satu gram, atau bila perlu, bahan herbarium, dipotomg-potong kecil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan 5 ml HCl 1%. Setelah 3-6 jam maserat dienaptuangkan ke dalam tabung lain yang berisi 1 ml pereaksi Trim-Hill (dibuat dari 10 ml asam asetat, a ml larutan CuSO 4. 5 H2O 0,2 % dalam air, dan 0,5 ml HCl
4

pekat). Bila tabung dipanaskan sejenak pada nyala api, akan terjadi warna bila ada iridoid tertentu. Asperulin, aukubin, dan monotropein menghasilkan warna biru, harpagid merah jadam. Iridoid tertentu (katalpin, loganin) tak dapat dideteksi dengan cara ini dengan hanya memberikan reaksi positif dengan pereaksi umum glikosida, misalnya benzidin-trikloroasetat (Duff dkk,. 1965). Untuk identifikasi yang lebih terinci, 100 mg jaringan kering digerus dengan 100 mg pasir dan ditambahkan 10 ml larutan timbal asetat 2 % dalam air. Setelah disaring, ditambah H2SO4 encer, lalu dipusingkan. Cairannya dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan 50 mg pasir dan 50 mg celite; airnya diuapkan dengan pemanasan. Sisa diekstraksi semalam dengan 4 ml etanol 96%. Ekstrak dipusingkan dan dipekatkan sampai 0,1 ml. Cuplikan dikromatografi kertas (tabel 3) untuk memeriksa apakah ada iridoid khas. Pereaksi deteksi yang dianjurkan ialah antimon klorida dan anisaldehida H 2S04. Dapat juga kita melakukan uji warna Trim-Hill pada kertas bila HCl diganti dengan asam Toluena psulfonat dan setelah disemprot kertas dipanaskan dalam lingkungan uap asam asetat (BateSmith, 1962). Pemisahan preparatifiridoid dalam ekstrak tumbuhan dapat dilakukan dengan kromatografi kolom pada selulosa CF-11 memakai elusi n-butanol yang dijenuhkan dengan air atau pada silika gel memakai pengelusi CHCl3-metanol dalam berbagai perbandingan. KCKT dapat dilakukan pada kolom Bondapak C18 memakai fase gerak air-metanol. Tabel 3. Rf dan Warna Iridoid Rf (x 100) dalam Iridoid BAA Asperulin Aukubin Katapol Harpagid Loganin 51 38 32 34 63 IsoPrOH-air 90 78 79 93 70 Antimon klorida Biru Coklat Coklat Coklat ungu Merah Biru Anisaldehida-H2SO4 Biru Ungu-merah Jingga Merah Jingga Biru Warna dengan

Monotropein 33

Pengembang : n BuOH-HOAc-H20 (4:1:5) dan IsoPrOH (3:2) Penyemprot : antimon klorida 15 % dalam kloroform dan anisaldehida-H2SO4 pekat-etanol (1:1:18); supaya timbul warna harus dipanaskan pada 100 selama 2-5 menit. e. Seskuiterpena lakton

Cara umum mendeteksi senyawa ini dalam tumbuhan telah diikhtisarkan oleh Mabry (1970). Daun kering (20 g) dihaluskan dalam pelumat Waring dengan 100 ml CHCl 3. Bubur yang diperoleh disaring dan ekstrak diuapkan sampai kering pada tekanan rendah. Sisa dilarutkan dalam etanol 95 % lalu ditambahkan larutan timbal aseta 4%. Larutan di saring dan filtrat dipekatkan. Campuran air minyak diekstraksi dengan CHCL 3, ekstrak yang diperoleh dikeringkan, lalu diuapkan. Sisa dianalisis langsung dengan KLT dan RMI. KLT dilakukan pada silika gel G memakai CHCL 3- eter (4:1), benzena-aseton (4:1), kloroform-metanol (99:1), benzena-metanol (9:1), benzena-eter (2:3), atau eter minyak bumiCHCL3-etil asetat (2:2:1). Lakton dideteksi berupa bercak coklat bila pelat yang telah dikembangkan diletakkan dalam bejana yang berisi kristal iodium. Cara lain, lakton tampak berupa bercak hijau, coklat, kuning, merah, atau biru bila pelat disemprot dengan H 2SO4 pekat dan dipanaskan pada 100-110 selama 5 menit. Warna yang terbetuk dapat dipakai untuk menetapkan ciri struktur tertentu pada senyawa lakton (Geissman dan Griffin,1971). Misalnya, xantinin dan kumambrin B secara kimia berkerabat dan keduanya menghasilkan warna merah dengan maks 540 nm. Pereaksi penyemprot lain ialah larutan resorsinol 1% dalam metanol-asam fosfat 5% (1:1) (Drozdz dan Blosyk, 1978) dan vanilin-H2SO4 (Picman dkk., 1980) yang telah dikembangkan untuk mendeteksi lakon ini secara selektif. Untuk memantau pemurnian sekuiterpena lakton mungkin pemakaian KCKT bersama KLT bermanfaat. Misalnya, pada isolasi senyawa lakton yang pahit dari akar Chicorium intybus, kami menemukan bahwa pemisahannya dapat dilakukan denan abik bila dielusi isokratik dari kolom Partisil memakai CHCl3-metanol (19:1) yang dipantau pada 254 nm. Tidak semua senyawa lakton menunjukkan serapan UV yang seperti laktukin dan laktupikrin dalam Chicorium intybus, dan karena itu, mungkin pada kasus lain harus digunakan panjang gelombang yang lebih pendek. Misalnya, pada pemisahan lakton dalam jenis Parthenium pada kolom Ultrasphere-ODS dengan alusi landaian memakai asetonitrilair, Marchand dkk. (1983) mendeteksi lakton dalam eluat pada panjang gelombang 215 nm. KCKT dapat dipakai untuk pemisahan skala besar, tetapi pada umumnya, kromatografi baku pada lapisan tebal atau kolom silika gel biasanya cukup memuaskan. Kemudian, lakton diidentifikasi terutama berdasarkan titik leleh, putaran optik, RMI, dan spektrum massa. f. Asam absisat

Cara khusus telah diciptakan untuk mendeteksi dan memperkirakan asam absisat, suatu senyawa seskuiterpena penghambat tumbuh. Suatu contoh (Little dkk., 1972) dimulai dengan ekstraksi jaringan segar memakai metanol 80%, ekstrak disaring, lalu diuapkan, setela diasamkan diekstraksi dengan eter. Setelah itu asam absisat diekstraksi dari eter dengan larutan jenuh NaHCO3, ekstrak dicuci dengan eter dan akhirnya, setelah diasamkan, diekstraksi kembali dengan ter dan eternya diuapkan. Sisa kromatografi pada kertas Whatman 3 MM memakai pengembang isopropanol-amonia-air (8:1:1) dan pita pada Rf 0,5-0,8 dielusi dengan metanol. Kemudoan dikromatografi lagi pada pelat silika gel GF254 memakai pengembang benzena-etil asetatasam asetat (14:6:1) dan benzena-kloroform-asam format (2:10:1); dengan pengembang terkahir ini pelat yang dikembangkan tiga kali. Asam absisat yang dideteksi berdasarkan pemadaman fluoresensi pelat siliak gel akhirnya dapat dimurnikan dengan sublimasi pada tekanan 0,1 mm sampai suhu 220 . Cara identifikasi yang paling sederhana ialah dengan KGC pada kolom Chromosorb W 50-60 mesh dengan fase diam QFI 5%; waktu retensi asam absisat, sebagai ester metil, kira6

kira 9 menit. Identifikasi KGC dapat dipastikan dengan menyinari senyawa yang diisolasi dengan sinar UV selama 4 jam. Penyinaran ini menghasilkan campuran yang berkesetimbangan antara isomer cis dan isomer buatan trans yang pada KGC memberikan dua puncak, bukan satu puncak seperti sebelumnya (Lenton dkk., 1971). Pemastian identitas lebih abik didasarkan kepada KGC-SM (Gaskin dan MacMillan, 1968). Spektrum UV asam absisat juga merupakan ciri yang berguna pada identifikasinya (maks 263 nm dalam asam, 240 nm dalam basa). Asam absisat murni yang diperoleh dari tumbuhan kadang-kadang tercemari oleh senyawa asam fenolat. Dalam hal demikian, ekstrak kasar dapat dibiarkan terserap oleh kolom PVP (Polycar T). Elusi dengan air akan mengeluarkan senyawa penghambat tumbuh, dan senyawa afenol tetap terjerap pada kolom (Lenton dkk., 1971). Cara analisis kuantitatif asam absisat terdahulu didasarkan kepada spektropolarimetri (Milborrow, 1967), yang dapat dipakai pada skala g. Karena serapan UV nya, sekarang akadar asam absisat dapat ditentukan setelah KCKT dengan memantau eluat pada 254 nm. Diperlukan sistem fase balik (misalnya kolom ODS Hypersil) dan elusi secara landaian, mulai dari metanol 10 % sampai metanol 80% dalam asam asetat 0,1 M (Horgan, 1981). KGC-SM memakai baku dalam terdeuterasi dan pemantauan ion terpilih telah dipakai untuk menetukan aras asam absisat pada skala 100 pg dalam daun Eucalyptus yang melayu ( Netting dkk., 1982). Cara uji kebal dapat dipakai juga dengan batas deteksi sekitar 30 pg (Weiler, 1983). (sumber: minyakatsiriindonesia.com)

Anda mungkin juga menyukai