Anda di halaman 1dari 10

{\rtf1{\info{\title PERAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM}{\author Rizal Sukma} }\ansi\ansicpg1252\deff0\deflang1033 {\fonttbl{\f0\froman\fprq2\fcharset128 Times New Roman;}{\f1\froman\fprq2\fchars et128 Times

New Roman;}{\f2\fswiss\fprq2\fcharset128 Arial;}{\f3\fnil\fprq2\fcha rset128 Arial;}{\f4\fnil\fprq2\fcharset128 MS Mincho;}{\f5\fnil\fprq2\fcharset12 8 Tahoma;}{\f6\fnil\fprq0\fcharset128 Tahoma;}} {\stylesheet{\ql \li0\ri0\nowidctlpar\wrapdefault\faauto\rin0\lin0\itap0 \rtlch\ fcs1 \af25\afs24\alang1033 \ltrch\fcs0 \fs24\lang1033\langfe255\cgrid\langnp1033 \langfenp255 \snext0 Normal;} {\s1\ql \li0\ri0\sb240\sa120\keepn\nowidctlpar\wrapdefault\faauto\outlinelevel0\ rin0\lin0\itap0 \rtlch\fcs1 \ab\af0\afs32\alang1033 \ltrch\fcs0 \b\fs32\lang1033 \langfe255\loch\f1\hich\af1\dbch\af26\cgrid\langnp1033\langfenp255 \sbasedon15 \ snext16 \slink21 heading 1;} {\s2\ql \li0\ri0\sb240\sa120\keepn\nowidctlpar\wrapdefault\faauto\outlinelevel1\ rin0\lin0\itap0 \rtlch\fcs1 \ab\ai\af0\afs28\alang1033 \ltrch\fcs0 \b\i\fs28\lan g1033\langfe255\loch\f1\hich\af1\dbch\af26\cgrid\langnp1033\langfenp255 \sbasedo n15 \snext16 \slink22 heading 2;} {\s3\ql \li0\ri0\sb240\sa120\keepn\nowidctlpar\wrapdefault\faauto\outlinelevel2\ rin0\lin0\itap0 \rtlch\fcs1 \ab\af0\afs28\alang1033 \ltrch\fcs0 \b\fs28\lang1033 \langfe255\loch\f1\hich\af1\dbch\af26\cgrid\langnp1033\langfenp255 \sbasedon15 \ snext16 \slink23 heading 3;} {\s4\ql \li0\ri0\sb240\sa120\keepn\nowidctlpar\wrapdefault\faauto\outlinelevel3\ rin0\lin0\itap0 \rtlch\fcs1 \ab\ai\af0\afs23\alang1033 \ltrch\fcs0\b\i\fs23\lang 1033\langfe255\loch\f1\hich\af1\dbch\af26\cgrid\langnp1033\langfenp255 \sbasedon 15 \snext16 \slink24 heading 4;} {\s5\ql \li0\ri0\sb240\sa120\keepn\nowidctlpar\wrapdefault\faauto\outlinelevel4\ rin0\lin0\itap0 \rtlch\fcs1 \ab\af0\afs23\alang1033 \ltrch\fcs0 \b\fs23\lang1033 \langfe255\loch\f1\hich\af1\dbch\af26\cgrid\langnp1033\langfenp255 \sbasedon15 \ snext16 \slink25 heading 5;} {\s6\ql \li0\ri0\sb240\sa120\keepn\nowidctlpar\wrapdefault\faauto\outlinelevel5\ rin0\lin0\itap0 \rtlch\fcs1 \ab\af0\afs21\alang1033 \ltrch\fcs0 \b\fs21\lang1033 \langfe255\loch\f1\hich\af1\dbch\af26\cgrid\langnp1033\langfenp255 \sbasedon15 \ snext16 \slink26 heading 6;}} {\b PERAN TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI) }{ \par\pard\plain\hyphpar} { {\b DALAM SISTEM KEAMANAN NASIONAL }\par\pard\plain\hyphpar} { {\b Sebuah Kajian Awal }\par\pard\plain\hyphpar} { {\b }\par\pard\plain\hyphpar} { {\b Rizal SUKMA }\par\pard\plain\hyphpar} { {\b _______________________________________________________} \par\pard\plain\hyphpar } { \par\pard\plain\hyphpar} { {\b Pendahuluan }\par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Setelah menjalankan amanat reformasi selama satu dekade, sudah \par\pard\plain\h yphpar} { sewajarnya bangsa Indonesia bertanya sejauh mana capaian-capaian yang telah dipe roleh dalam kurun waktu tersebut. Sejauh ini, beragam penilaian telah dikemukaka n oleh banyak pihak mengenai perkembangan, kemajuan, maupun stagnasi (kalaupun b ukan kemunduran) dalam berbagai aspek \par\pard\plain\hyphpar} { kehidupan sosial, politik dan ekonomi Indonesia. Namun, terlepas dari positif at au negatifnya penilaian yang diberikan, perlu ditekankan bahwa proses reformasi

yang telah berjalan selama satu dekade adalah sebuah proses yang masih terus ber langsung ( {\i work in progress}). \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Salah satu agenda reformasi terpenting adalah penataan kembali \par\pard\plain\h yphpar} { (restrukturisasi) peran, fungsi dan tugas Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Secara lebih spesifik, peran, fungsi dan tugas TNI tersebut perlu dikaji dari sudut hakikat TNI tidak hanya sebagai alat perta hanan negara, tetapi juga sebagai komponen penting dari sebuah kerangka kerja si stem keamanan nasional dalam tatanan politik demokratis. Setelah satu dekade pro ses reformasi, peran, fungsi dan tugas TNI dalam konteks yang disebutkan di atas penting untuk dikaji kembali, untuk mengetahui: (a) sejauh mana proses restrukt urisasi peran dan fungsi itu telah berjalan, (b) aspek-aspek yang masih memerluk an proses penataan lebih lanjut, (c) bagaimana capaian-capaian positif dapat dik onsolidasikan, dan (d) bagaimana percepatan proses penataan lanjutan dapat dilak ukan. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Pembahasan akan dibagi kedalam tiga bagian. Bagian pertama akan \par\pard\plain\ hyphpar} { memberikan penilaian umum terhadap peran, fungsi dan tugas TNI dalam sistem keam anan nasional. Bagian kedua akan memuat pembahasan \par\pard\plain\hyphpar} { mengenai sejauh mana TNI telah atau belum menjalan tugas-tugas pokok sebagaimana yang diamanatkan baik oleh undang-undang maupun regulasi lainnya. Bagian ketiga , berdasarkan kajian pada bagian-bagian sebelumnya, memuat saran-saran dan rekom endasi bagi langkah-langkah perbaikan. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { {\b Peran TNI Dalam Sistem Keamanan Nasional: }\par\pard\plain\hyphpar} { {\b Konteks dan Regulasi }\par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Membicarakan peran dan fungsi angkatan bersenjata dalam sistem \par\pard\plain\h yphpar} { keamanan nasional ( {\i national security}) sebuah negara demokrasi sebenarnya merupakan hal yang tidak terlalu rumit. Di banyak negara demokrasi, 1\par\pard\plain\hyphpar} { angkatan bersenjata merupakan komponen penting dalam melindungi negara dari berb agai ancaman, khususnya yang datang dari luar negeri ( {\i external} {\i threats}). Dalam tatanan demikian, peran utama angkatan bersenjata adalah sebaga i instrumen dalam menjalankan pertahanan luar ( {\i external defense}). \par\pard\plain\hyphpar} { Peran tersebut dilaksanakan baik melalui operasi perang, maupun non-perang ( {\i military operations other than war}) yang lingkup kegiatannya dapat bersifat eks ternal (di luar negeri, seperti operasi {\i peacekeeping} dan operasi penyelamatan warga negara yang terancam di luar negeri ) maupun internal di dalam negeri (seperti {\i civic missions} dan {\i humanitarian relief}). \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Namun, dalam konteks Indonesia, membahas peran, fungsi dan tugas \par\pard\plain \hyphpar} { angkatan bersenjata dalam sistem keamanan nasional tidak semudah yang dibayangka n. Kesulitan utama datang dari istilah \u8221?keamanan nasional\u8221? itu sendi ri. Sampai sekarang, kita masih belum menemukan format dan \par\pard\plain\hyphp ar} { pemahaman yang tepat mengenai \u8221?keamanan nasional.\u8221? Akibatnya, pada s

aat dimana praktek-praktek penyelenggaraan keamanan nasional \par\pard\plain\hyp hpar} { seharusnya sudah mulai melembaga ( {\i insititutionalised}), pada saat yang sama kita masih tetap berkutat dalam perbin cangan mengenai apa yang dimaksud dengan \u8221?keamanan nasional\u8221? itu. Ak ibatnya, jangankan menemukan \par\pard\plain\hyphpar} { pengaturan yang tepat mengenai peran TNI dalam sistem keamanan nasional, perbinc angan dan perdebatan mengenai kebutuhan dan proses penataan kerangka regulasi ( {\i regulatory frameworks}) bidang keamanan nasional masih juga belum usai. \par\par d\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Di samping persoalan semantik dan konseptual yang masih belum \par\pard\plain\hy phpar} { tuntas, membicarakan peran, fungsi dan tugas TNI dalam konteks keamanan nasional juga dihadapkan pada tiga konteks khas Indonesia. Pertama, penataan kembali pos isi TNI dalam sistem keamanan nasional berjalan pada saat negara Indonesia sendi ri sedang berada pada tahap transisi politik setelah meninggalkan praktek-prakte k politik otoriter sejak tahun 1998. \par\pard\plain\hyphpar} { Dalam proses transisi, adalah tidak realistis mengharapkan perubahan terjadi dal am waktu singkat. Ditambah oleh proses transisi yang kerap diwarnai oleh proses tawar menawar politik di antara aktor-aktor politik (termasuk TNI dan Polri), up aya penataan peran TNI dalam sistem keamanan nasional tidak dapat hanya difokusk an pada TNI saja, tanpa memperhitungkan \par\pard\plain\hyphpar} { keterkaitannya dengan aktor-aktor lain, khususnya Polri, badan-badan intelijen, dan juga kekuatan-kekuatan politik sipil. Dengan kata lain, proses penataan posi si TNI dalam sistem keamanan nasional menjadi sulit karena proses penataan siste m politik Indonesia sendiri masih belum tuntas. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Kedua, sebagai akibat dari proses transisi tersebut, penataan posisi TNI dalam s istem keamanan nasional menghadapi kendala ketidaksempurnaan (ketidakjelasan, ke kaburan, dan ketidaklengkapan) legislasi. Sulit untuk dibantah bahwa proses peru bahan dan perumusan berbagai legislasi yang berkaitan dengan keamanan nasional t idak dilakukan dalam perspektif keamanan nasional secara komprehensif dan integr atif. Misalnya, \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { 2\par\pard\plain\hyphpar} { pembahasan mengenai RUU Pertahanan Negara dan RUU TNI tidak \par\pard\plain\hyph par} { sepenuhnya berjalan selaras dengan pembahasan RUU tentang Polri. \par\pard\plain \hyphpar} { Meskipun dimaksudkan untuk dapat menjadi sebuah undang-undang yang mencakup perm asalahan pertahanan dalam artian luas, UU No. 3 Tahun 2002 \par\pard\plain\hyphp ar} { tentang Pertahanan Negara juga masih terlalu menekankan pengaturan atas posisi T NI dalam sistem pertahanan nasional. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Ketiga, peran, fungsi dan tugas-tugas TNI harus juga diletakkan dalam perspektif karakter ancaman yang dihadapi Indonesia sebagai negara pascakolonial yang seda ng menjalankan proses {\i nation building}. Berbeda dengan negara-negara demokrasi yang sudah mapan secara politik dan ekonomi, Indonesia tidak dapat dengan begitu saja meletakkan peran TNI {\i hanya} sebagai instrumen pertahanan luar. Bagi Indonesia, ancaman yang muncul da ri dalam negeri ( {\i internal threats}) harus mendapat prioritas yang sama pentingnya dengan ancaman lintas-perbatasan ( {\i transboundary threats}) dan kemungkinan ancaman konvensional yang datang dari lu ar ( {\i external threats}). \par\pard\plain\hyphpar} {

Bahkan, dalam konteks tertentu, ancaman dari dalam negeri (seperti insurgensi, s eparatisme, kekerasan komunal dan etnik, serta terorisme) lebih menuntut priorit as penanganan oleh aktor-aktor yang bertanggung jawab di bidang keamanan nasiona l. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Oleh karena itu, khususnya karena konteks kohesi politik dan hakikat ancaman yan g membedakan negara pascakolonial yang sedang berkembang seperti Indonesia dan n egara-negara maju, 1 tidak mudah untuk menegaskan \par\pard\plain\hyphpar} { bahwa peran TNI dalam sistem keamanan nasional adalah {\i hanya} sebagai instrumen pertahanan luar ( {\i external defense}). Kondisi realistis inilah yang melandasi berbagai ketentuan d alam regulasi mengenai peran TNI pasca reformasi. Berbagai produk legislasi itu setidaknya telah meletakkan landasan bagi terjadinya transformasi peran TNI yang sesuai dengan tata kehidupan politik demokratis, yakni TNI profesional yang han ya berperan di bidang pertahanan, tidak berpolitik dan berbisnis, serta tunduk k epada supremasi pemerintahan sipil. Hal ini misalnya terlihat dari pembatasan at as peran TNI hanya sebagai alat pertahanan negara. Pembatasan ini dikukuhkan dal am UU \par\pard\plain\hyphpar} { No. 3 Tahun 2002 (dalam pasal 10) dan kemudian dalam UU No.34 Tahun 2004 (pasal 5) yang menegaskan bahwa sebagai alat negara TNI \u8220?menjalankan tugasnya ber dasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.\u8221? 2 Sebagai konsekuensi da ri perannya itu, TNI dilarang \u8220?berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan\u8 230?mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremas i sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional ya ng telah diratifikasi.\u8221? 3 \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { 1 Lihat, Edward E. Azar and Chung-In Moon, \u8220?Rethinking Third World Nationa l Security,\u8221? \par\pard\plain\hyphpar} { dalam Edward E. Azar and Chung-In Moon, editor, {\i National Security in the Third World: The} {\i Management of Internal and External Threats }(Hants, UK: Edward Elgar, 1988, hal . 6-7.) 2 Pasal 5, UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 3 Pasal 2 (d), UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { 3\par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Dalam menjalankan perannya sebagai alat pertahanan, TNI \par\pard\plain\hyphpar} { menjalankan fungsi sebagai penangkal dan penindak terhadap ancaman yang ada, ser ta fungsi pemulih. Berbeda dengan regulasi yang lahir sebelum reformasi, fungsi TNI dalam menangkal dan menindak kini dibatasi hanya pada \u8220?setiap bentuk a ncaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaul atan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.\u8221? 4 Sementara, untuk \u8220 ?menghadapi bentuk dan sifat ancaman non-militer di luar wewenang instansi perta hanan, penanggulangannya \par\pard\plain\hyphpar} { dikoordinasikan oleh pimpinan instansi sesuai bidangnya.\u8221? 5 Berbeda dengan \par\pard\plain\hyphpar} { masa sebelumnya, kini TNI hanya berfungsi sebagai salah satu bagian saja dari ke seluruhan sistem keamanan nasional, namun tetap merupakan \par\pard\plain\hyphpa r} { kekuatan inti dalam sistem pertahanan nasional. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Tugas-tugas yang diamanatkan kepada TNI yang termuat dalam \par\pard\plain\hyphp ar} { regulasi produk masa reformasi juga semakin rinci dan konkrit. UU No 34 \par\par d\plain\hyphpar} { Tahun 2004 merinci tugas pokok TNI yang melingkupi tugas untuk \par\pard\plain\h yphpar} { \u8220?menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah \par\pard\p

lain\hyphpar} { Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan \par\pard\plai n\hyphpar} { Undang-Undang Dasar 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah dar ah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.\u822 1? 6 Pelaksanaan tiga tugas pokok tersebut, selain dilakukan dengan operasi mili ter untuk perang, juga dilakukan melalui operasi militer selain perang (OMSP) ya ng dirinci ke dalam 14 jenis tugas. Ke 14 jenis tugas tersebut adalah:7\par\pard \plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { 1. mengatasi gerakan separatis bersenjata; \par\pard\plain\hyphpar} { 2. mengatasi pemberontakan bersenjata; \par\pard\plain\hyphpar} { 3. mengatasi aksi terorisme; \par\pard\plain\hyphpar} { 4. mengamankan wilayah perbatasan; \par\pard\plain\hyphpar} { 5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis; \par\pard\plain\hyp hpar} { 6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar nege ri; \par\pard\plain\hyphpar} { 7. mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya; \par\pard\plain\ hyphpar} { 8. memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya \par\pard\plain\hy phpar} { secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta; \par\pard\plain\hyphpar} { 9. membantu tugas pemerintahan di derah; \par\pard\plain\hyphpar} { 10. membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan da n ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang; \par\pard\plain\hyphpar } { 11. membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan \par\pard\plain \hyphpar} { perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia; \par\pard\plain\hyp hpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { 4 Pasal 6 Ayat (1a), UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 5 Pasal 19, UU No. 3 Tahun 2002. \par\pard\plain\hyphpar} { 6 Pasal 7 Ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 7 Pasal 7 Ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { 4\par\pard\plain\hyphpar} { 12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan \par\pard\plain \hyphpar} { pemberian bantuan kemanusiaan; \par\pard\plain\hyphpar} { 13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan ( {\i search and} {\i rescue}); dan \par\pard\plain\hyphpar} { 14. \par\pard\plain\hyphpar} { membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan \par\pard\plain\hyphpar} { penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan. \par\pard\plain\ hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Dalam dua regulasi mengenai penyelenggaraan pertahanan negara \par\pard\plain\hy phpar} { pada tataran teknis-operasional, baik UU No. 3 Tahun 2002 dan UU No. 34 \par\par d\plain\hyphpar} { Tahun 2004, peran sentral berada di tangan Panglima TNI. Dalam \par\pard\plain\h yphpar} { menjalankan perannya sebagai pelaksana kebijakan pertahanan negara, 8 \par\pard\ plain\hyphpar} { Panglima TNI memiliki kewenangan untuk menggunakan kekuatan TNI \par\pard\plain\ hyphpar} { dengan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan penggunaan itu kepada Presiden. 9

Namun, kewenangan Panglima untuk menggunakan kekuatan \par\pard\plain\hyphpar} { TNI itu tetap dibatasi oleh ketentuan bahwa hal itu hanya dapat dilakukan setela h adanya keputusan pengerahan kekuatan TNI oleh Presiden. 10 \par\pard\plain\hyp hpar} { Ketentuan ini jelas mengandung makna bahwa Panglima TNI, dengan alasan apapun, t idak dapat menggunakan kekuatan TNI berdasarkan pertimbangan sendiri, tanpa adan ya keputusan politik Presiden terlebih dahulu. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Di samping kewenangan untuk menggunakan kekuatan TNI untuk \par\pard\plain\hyphp ar} { keperluan operasi militer perang dan non-perang, Panglima juga bertugas untuk \u 8220?mengembangkan doktrin TNI,\u8221? 11 dan \u8220?menyelenggarakan pembinaan kekuatan TNI serta memelihara kesiapan operasional.\u8221? 12 Panglima juga \par \pard\plain\hyphpar} { berkewajiban untuk \u8220?memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dala m hal penetapan kebijakan pemenuhan kebutuhan TNI\u8221? 13 dan \u8220?dalam \pa r\pard\plain\hyphpar} { menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan negara.\u8221? 14 Dalam menjalankan \par\pard\plai n\hyphpar} { tugasnya, Panglima dibantu oleh Kepala Staf Angkatan yang tugas dan tanggung jaw abnya lebih pada aspek pembinaan kekuatan dan kesiapan operasional Angkatan\u822 1? 15 dan \u8220?berkedudukan di bawah Panglima serta bertanggung jawab kepada P anglima.\u8221? 16\par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Reformasi TNI juga mensyaratkan bahwa para prajurit TNI \par\pard\plain\hyphpar} { diperlakukan sama di muka hukum dan taat kepada ketentuan hukum ( {\i rule of} {\i law}). Namun, perubahan mengenai posisi TNI di depan hukum baru sebatas dalam be ntuk ketentuan prinsip yang menyatakan bahwa \u8220?prajurit tunduk kepada kekua saan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana 8 Pasal 15 Ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 9 Pasal 19 UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 10 Pasal 17 Ayat (1), UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 11 Pasal 15 Ayat (4), UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 12 Pasal 15 Ayat (6), UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 13 Pasal 15 Ayat (8) UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 14 Pasal 15 Ayat (9) UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 15 Pasal 16, UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 16 Pasal 14 Ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { 5\par\pard\plain\hyphpar} { militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pid ana umum yang diatur dengan undang-undang.\u8221? 17 Namun, ketentuan baru dapat dinyatakan berlaku hanya setelah \u8220?undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan.\u8221? 18 Selama undang-undang \par\pard\plain\hyphpar} { Peradilan Militer yang baru belum dibentuk, prajurit \u8220?tetap tunduk pada ke tentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Peradilan \par\pard\plain\hyph par} { Militer.\u8221? 19 Dengan kata lain, prajurit TNI yang melanggar hukum pidana um um tetap masih diadili di peradilan militer karena sampai sekarang undang-undang Peradilan Militer yang baru masih belum dibentuk. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Di bidang manajemen personel, regulasi yang ada bisa dikatakan telah mencakup be rbagai peraturan mengenai aspek hak dan kewajiban prajurit TNI, mulai dari rekru tmen, kewajiban dan larangan, pembinaan, \par\pard\plain\hyphpar} { kesejahteraan, sampai ihwal pengakhiran tugas. Regulasi mengenai hal ini tidak m

enimbulkan banyak perdebatan di parlemen dan masyarakat, karena butir-butir kete ntuan yang ada pada umumnya mengacu kepada ketentuan-ketentuan umum yang sudah b erlaku sejak masa pemerintahan Orde Baru, serta mengikuti kelaziman yang berlaku dalam dunia kemiliteran. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Yang juga patut dicatat adalah, UU No. 34 Tahun 2004 juga memuat \par\pard\plain \hyphpar} { dua ketentuan penting yang apabila dilaksanakan akan dapat memberi kontribusi si gnifikan bagi upaya memperkuat supremasi sipil dan \par\pard\plain\hyphpar} { mempercepat profesionalisme tentara. Dua ketentuan tersebut adalah peraturan men genai penataan model penggelaran komando teritorial dan bisnis militer. Pertama, mengenai penggelaran, disebutkan bahwa hal itu dilakukan dengan \u8220?memperha tikan dan mengutamakan wilayah rawan \par\pard\plain\hyphpar} { keamanan, daerah perbatasan, daerah rawan konflik dan pulau terpencil sesuai den gan kondisi geografis dan strategi pertahanan.\u8221? Ketentuan penggelaran ini juga dibatasi dengan keharusan untuk \u8220?menghindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis dan penggelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintahan.\u8221? 20 Kedua, meng enai bisnis militer, ditetapkan bahwa \u8220?dalam jangka waktu 5 (lima) tahun s ejak berlakunya undang-undang ini, \par\pard\plain\hyphpar} { Pemerintah harus mengambil alih seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikel ola oleh TNI baik secara langsung maupun tidak langsung.\u8221? 21\par\pard\plai n\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Secara keseluruhan, regulasi baru yang mengatur tataran teknis-\par\pard\plain\h yphpar} { operasional penyelenggaraan pertahanan negara mulai mencerminkan \par\pard\plain \hyphpar} { kemajuan ke arah yang lebih baik. Namun, dari berbagai ketentuan yang ada dalam undang-undang, yang masih menjadi agenda yang belum tuntas \par\pard\plain\hyphp ar} { adalah: (a) optimalisasi pelaksanaan tugas-tugas pokok, (b) operasionalisasi 17 Pasal 65 Ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 18 Pasal 74 Ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 19 Pasal 74 Ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 20 Penjelasan Pasal 11 Ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 21 Pasal 76 Ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { 6\par\pard\plain\hyphpar} { dari beberapa tugas yang digariskan oleh undang-undang, khususnya tugas-tugas OM SP; dan (c) pelaksanaan tugas-tugas yang dapat dikategorikan sebagai operasional isasi dari peran keamanan internal ( {\i internal security}), yang dalam perbincangan di Indonesia kerap diistilahkan seb agai wilayah \u8220?abu-abu\u8221? ( {\i grey areas}). Dalam hal ini, pelaksanaan peran, fungsi dan tugas-tugas TNI sebag ai bagian dari sistem keamanan nasional masih dihadapkan pada tiga permasalahan utama, yakni kesenjangan kapabilitas, kesenjangan operasionalisasi, dan kekosong an regulasi. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { {\b Penilaian Atas Kinerja TNI: }\par\pard\plain\hyphpar} { {\b Antara Regulasi dan Implementasi }\par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { {\i Kesenjangan Kapabilitas }\par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Ketentuan dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI \par\pard\plain\hyph par} {

memberi mandat kepada TNI untuk menjalankan fungsi sebagai penangkal dan peninda k terhadap ancaman yang ada, serta fungsi pemulih. Berbeda dengan regulasi yang lahir sebelum reformasi, fungsi TNI dalam menangkal dan menindak kini dibatasi h anya pada \u8220?setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.\ u8221? 22 Di samping itu, undang-\par\pard\plain\hyphpar} { undang juga menegaskan bahwa tugas pokok TNI adalah \u8221?menegakkan \par\pard\ plain\hyphpar} { kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indo nesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indones ia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesi a..\u8221? 23\par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { TNI jelas telah, sedang, dan akan terus menjalankan ketiga tugas \par\pard\plain \hyphpar} { pokok tersebut. Yang masih menjadi masalah adalah bagaimana efektifitas pelaksan aannya. Hal ini terkait dengan postur yang dimiliki TNI sendiri, yang terdiri da ri kemampuan ( {\i capability}), kekuatan ( {\i strength}) dan gelar ( {\i deployment}). Sampai sekarang, berbagai penilaian \u8211?baik dari kalangan dala m TNI maupun dari luar\u8212?sepakat bahwa postur TNI masih belum memadai \par\p ard\plain\hyphpar} { untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pokoknya secara baik. Dalam hal ini, harapa n dan rencana kerja Pemerintah cq. Departemen Pertahanan masih terfokus pada tat aran memenuhi kebutuhan esensial minimum ( {\i minimum} {\i essential force}) dengan mengupayakan mengisi kesenjangan ( {\i filling the gap}) antara kebutuhan untuk menjalankan tugas di satu pihak dengan kapabilitas di pihak lain. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Persoalan kesenjangan kapabilitas ini sudah barang tentu tidak dapat dipisahkan dengan faktor-faktor kebijakan, strategi, pendanaan, dan pembinaan kekuatan. Dal am hal kebijakan, mampu tidaknya TNI \par\pard\plain\hyphpar} { menjalankan tugas-tugasnya akan ditentukan oleh tujuan-tujuan apa saja 22 Pasal 6 Ayat (1a), UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { 23 Pasal 7 Ayat (1), UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { 7\par\pard\plain\hyphpar} { yang ingin dicapai oleh pemerintah di bidang pertahanan, serta bagaimana cara-ca ra pencapaiannya. Dari sudut strategi, efektivitas pelaksanaan tugas akan tergan tung pada tepat tidaknya strategi yang digunakan, termasuk sistem penggelaran ya ng dipakai. Dalam hal pendanaan, efektivitas TNI akan tergantung pada kemampuan negara dalam mengalokasikan anggaran \par\pard\plain\hyphpar} { pertahanan dan ketepatan penggunaan anggaran. Dalam hal pembinaan \par\pard\plai n\hyphpar} { kekuatan, di samping aspek pendidikan dan latihan, dukungan peralatan menjadi ha l yang sangat penting. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { {\i Ketidakjelasan Operasionalisasi }\par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Pelaksanaan tugas-tugas TNI juga terhambat oleh ketidakjelasan \par\pard\plain\h yphpar} { operasional dari tugas-tugas yang dimandatkan oleh undang-undang kepada TNI. Kal imat-kalimat seperti \u8221?memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan penduk ungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan \par\pard\plain\hyphpar} { semesta\u8221?, \u8221?membantu tugas pemerintahan di daerah,\u8221? dan \u8221? membantu \par\pard\plain\hyphpar} {

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang\u8221? masih terus mengundang kontrov ersi dan perdebatan baik di lingkungan elit politik, di kalangan pemerintah send iri, maupun di kalangan masyarakat, sehingga sulit untuk dapat diterjemahkan sec ara konkrit dalam bentuk pelaksanaan di lapangan oleh TNI. \par\pard\plain\hyphp ar} { \par\pard\plain\hyphpar} { {\i Kekosongan regulasi }\par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Dalam hal ini, salah satu permasalahan yang perlu segera diselesaikan adalah mek anisme penggunaan TNI. Misalnya, masih terdapat kekaburan apakah ketentuan pengg unaan kekuatan TNI berdasarkan keputusan politik Presiden hanya berlaku dalam ha l penggunaan kekuatan TNI untuk operasi militer untuk perang, atau juga berlaku bagi penggunaan kekuatan TNI untuk operasi militer non-perang ( {\i military operations other than war}). Kejelasan mengenai masalah yang masih kabu r di atas \u8211?kapan penggunaan TNI \par\pard\plain\hyphpar} { memerlukan keputusan politik Presiden\u8212?sangat diperlukan, karena tugas poko k yang dimandatkan undang-undang kepada TNI dipilah dalam tugas operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. 24 \par\pard\plain\hyphpar} { Permasalahan mengacu kepada mekanisme penggunaan kekuatan TNI dalam menghadapi a ncaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Per masalahan ini cukup menonjol dalam hal \par\pard\plain\hyphpar} { penggunaan kekuatan TNI untuk menjalankan operasi militer selain perang, seperti dalam mengatasi gerakan separatis bersenjata, mengatasi \par\pard\plain\hyphpar } { pemberontakan bersenjata, mengatasi aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatas an, membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantu an kemanusiaan, dan membantu pemerintah dalam \par\pard\plain\hyphpar} { pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyel undupan. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { 24 Pasal 7 Ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { 8\par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { {\b Rekomendasi }\par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Berdasarkan penilaian di atas, untuk perbaikan di masa mendatang \par\pard\plain \hyphpar} { perlu dipertimbangkan langkah-langkah berikut: \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Pertama, untuk mengatasi kesenjangan kapabilitas, tidak ada cara lain kecuali me ngembangkan sebuah postur TNI yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan pertahana n yang berdasarkan perkiraan ancaman yang ada, yang dapat mendukung TNI dalam me njalankan tugas-tugasnya. Agenda ini perlu dimulai dengan menyusun proyeksi kebu tuhan pertahanan selama lima \par\pard\plain\hyphpar} { sampai sepuluh tahun mendatang, mengkaji ulang alat utama sistem \par\pard\plain \hyphpar} { persenjataan (alutsista) dan pendukung, pengembangan kemampuan intelijen strateg is, pengadaan dan pemeliharaan, serta peningkatan anggaran \par\pard\plain\hyphp ar} { pertahanan secara bertahap. Postur pertahanan Indonesia (kekuatan, kemampuan, da n gelar) memerlukan pengembangan yang memadai. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Kedua, untuk mengatasi kesenjangan operasionalisasi, pemerintah \par\pard\plain\ hyphpar} {

perlu segera mengeluarkan berbagai regulasi yang dapat menjadi landasan bagi imp lementasi tugas-tugas TNI sebagaimana tercakup dalam undang-undang. Berbagai pro duk legislasi yang ada, khususnya yang dihasilkan selama periode reformasi, masi h memerlukan sejumlah pengaturan rinci lebih lanjut (dalam bentuk PP, Perpres, d an Kepres) dan petunjuk pelaksanaan operasional lainnya (dalam bentuk Kepmen). M isalnya, dari dua legislasi pertahanan yang dihasilkan sejak reformasi, masih di butuhkan sejumlah peraturan yang lebih operasional, seperti PP mengenai penetapa n wilayah yang digunakan untuk instalasi militer dan latihan militer; PP mengena i penggunaan sumber daya pertahanan; dan keputusan presiden tentang \par\pard\pl ain\hyphpar} { struktur organisasi dan tata kerja Dewan Pertahanan Nasional (DPN). \par\pard\pl ain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { Ketiga, untuk mengatasi kekosongan regulasi, perlu penataan ulang di bidang keam anan nasional secara keseluruhan, yang di dalamnya termasuk perundang-undangan y ang khusus berkaitan dengan bidang pertahanan. \par\pard\plain\hyphpar} { Penataan ini penting karena keamanan nasional merupakan \u8220?payung\u8221? bes ar yang akan menjadi landasan bagi upaya membangun stabilitas nasional secara le bih terintegrasi. Pemilahan antara bidang \u8220?keamanan\u8221? dan \par\pard\p lain\hyphpar} { \u8220?pertahanan\u8221? dalam pengertian fungsional, misalnya, akan mempersulit proses penataan hubungan TNI dan Polri, yang pada gilirannya akan \par\pard\pla in\hyphpar} { berdampak pada upaya penyelesaian berbagai permasalahan di bidang \par\pard\plai n\hyphpar} { keamanan. Dalam konteks ini, perbincangan mengenai perlunya sebuah undang-undang Keamanan Nasional patut dimulai kembali. \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar} { 9\par\pard\plain\hyphpar} { \par\pard\plain\hyphpar}{\s1 \afs32 {\b Document Outline\par\pard\plain\hyphpar}\par\pard\plain\hyphpar} { Rizal SUKMA\par\pard\plain\hyphpar} {\page } }

Anda mungkin juga menyukai