Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cellmediated hypersensitivity). Penyakit biasanya terletak di paru tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang tidak efektif untuk penyakit yang aktif, biasa terjadi penyakit yang kronik dan berakhir dengan kematian.1 Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang.4 Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia.3 Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis berkeinginan menyajikan masalah ini dalam bentuk sebuah laporan kasus TB Paru agar dapat menjadi bahan masukan kepada diri penulis dan kita semua dapat mendiagnosis serta memberikan terapi yang tepat pada penderita tuberkulosis.
ANAMNESIS Keluhan Utama Sesak napas sejak 1 hari SMRS Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak 3 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk hilang timbul, berdahak, warna putih kehijauan, kental, dan sulit dikeluarkan. Pasien juga mengeluh nafsu makan menurun. Pasien tidak mengeluh sesak napas, demam, mual muntah dan keringat malam (-). BAK dan BAB juga tidak ada keluhan. Kemudian pasien berobat di puskesmas dan diberi obat batuk tetapi keluhan tidak berkurang. Sejak 2 bulan SMRS, pasien sering merasakan sesak napas. Sesak napas sering mucul setelah batuk-batuk. Sesak juga sering timbul apabila pasien melakukan aktivitas sedang-berat seperti berjalan jauh. Pasien juga mengeluh sering demam pada sore dan malam hari, tidak tinggi, naik turun. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati dan mual tetapi tidak muntah. Pasien merasakan lebih kurus karena berat badannya menurun. Sejak 1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak napas yang berat. Sesak napas muncul saat batuk-batuk dan sedang tidak melakukan aktivitas. Pasien juga
mengeluh demam, nyeri ulu hati, mual dan badan terasa lemas. Kemudian pasien dibawa berobat oleh keluarganya ke IGD RSMP dan dirawat di bagian PDL RSMP.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit TB paru diakui (+), Pada tahun 2004 pasien mengeluh gejala yang sama seperti ini dan dinyatakan menderita TB paru. Kemudian pasien menjalani pengobatan OAT tetapi tidak tuntas (4 bulan). Riwayat sakit magh diakui (+) Riwayat sakit hipertensi diakui (+) Riwayat sakit Asma disangkal (-) Riwayat sakit kencing manis disangkal (-) Riwayat sakit jantung disangkal (-) Riwayat alergi obat disangkal (-)
Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit TB paru diakui (+) yaitu kakak kandung.
: tampak sakit sedang : compos mentis : (BB 40 kg,TB:160 cm) IMT= 15,6 (Gizi Kurang) : 140/90 mmHg : 110 x/ menit, teratur, isi dan tegangan cukup : 28 x/ menit : 37,8 celcius
Keadaan Spesifik Kulit Warna cokelat, scar (-), pigmentasi normal, ikterus (-), sianosis (-), spider nevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (-), pertumbuhan rambut normal. KGB KGB di submandibula, supraclavicula, leher, axila, inguinal tidak teraba.
Kepala Bentuk normocephali, warna rambut hitam, rontok (-), deformitas (-)
Mata Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (-), pupil isokor. Hidung Deformitas (-), septum deviasi (-), mukosa hidung normal, epistaksis (-)
Telinga Deformitas (-), nyeri tekan (-), selaput lendir baik, pendengaran baik. Mulut Mukosa bibir sianosis (-), T1/T1, gusi berdarah (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), stomatitis (-), Pharynx hiperemis (-). Leher Pembesaran KGB dan kelenjar thyroid (-), JVP (5+0) cmH2O, kaku kuduk (-).
Dada Bentuk dada simetris, retraksi (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-) Paru: Anterior Inspeksi : statis: kanan sama dengan kiri dinamis: tidak ada yang tertinggal Palpasi Perkusi Auskultasi : stemfremitus kanan < kiri : redup di apex paru kanan dan sonor di seluruh lapangan paru kiri. : vesikuler (-) N, ronki basah halus di seluruh lapangan paru kanan dan lapangan bawah paru kiri, wheezing (-).
Posterior Inspeksi : statis: kanan sama dengan kiri dinamis: tidak ada yang tertinggal Palpasi Perkusi Auskultasi : stemfremitus kanan < kiri : redup di apex paru kanan dan sonor di seluruh lapangan paru kiri. : vesikuler (-) N, ronki basah halus di seluruh lapangan paru kanan dan lapangan bawah paru kiri, wheezing (-).
Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : ictus cordis terlihat, setinggi ICS 6 mid midclavicula sinistra : ictus cordis teraba di ICS 6 : batas jantung kanan atas ICS II, parasternal dextra Batas jantung kiri bawah ICS 6 mid clavicula sinistra Auskultasi : bunyi jantung I/II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi Palpasi : cekung, venektasi (-) : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) epigastrium, turgor kulit kembali lambat. Perkusi Auskultasi : thympani, shifting dullness (-) : bising usus (+) normal
Genital Ekstremitas
: tidak diperiksa
Ekstremitas atas
: gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-), CRT < 2
Ekstremitas bawah : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, telapak kaki pucat (-), turgor kembali lambat (-), CRT < 2
Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan foto thorax (21 April 2013) didapatkan gambaran berawan
(infiltrat) pada kedua lapangan paru dan kavitas pada apex paru kiri. Kesan: KP / TB paru aktif
Pemeriksaan Sputum BTA : (24 April 2013) Pemeriksaan BTA I BTA II BTA III Hasil ++ ++ ++ Nilai Normal -
Pemeriksaan Laboratorium : (21 April 2013) Hb: 10,5 g/dl (menurun) Leokosit : 13.400 /mm3 (meningkat) Trombosit : 625.000 /mm3 LED : 35 mm/ jam (meningkat) Dift count: 1/0/0/75/11/13 BSS: 88 mg/dl
RESUME
Sejak 3 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk hilang timbul, berdahak, warna putih kehijauan, kental, dan sulit dikeluarkan. Pasien juga mengeluh nafsu makan menurun. Pasien tidak mengeluh sesak napas, demam, mual muntah dan keringat malam (-). BAK dan BAB juga tidak ada keluhan. Kemudian pasien berobat di puskesmas dan diberi obat batuk tetapi keluhan tidak berkurang. Sejak 2 bulan SMRS, pasien sering merasakan sesak napas. Sesak napas sering mucul setelah batuk-batuk. Sesak juga sering timbul apabila pasien melakukan aktivitas sedang-berat seperti berjalan jauh. Pasien juga mengeluh sering demam pada sore dan malam hari, tidak tinggi, naik turun. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati dan mual tetapi tidak muntah. Pasien merasakan lebih kurus karena berat badannya menurun. Sejak 1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak napas yang berat. Sesak napas muncul saat batuk-batuk dan sedang tidak melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluh demam, nyeri ulu hati, mual dan badan terasa lemas. Kemudian pasien dibawa berobat oleh keluarganya ke IGD RSMP dan dirawat di bagian PDL RSMP.
Vital Sign : Tekanan darah : 140/90 mmHg Nadi : 110 kali/menit, teratur, isi dan tegangan cukup RR : 28 kali/menit Temperatur : 37,80C 8
Pada pemeriksaan paru didapatkan stemfremitus kanan < kiri, redup di apex paru kanan dan ronki basah halus di seluruh lapangan paru kanan dan lapangan bawah paru kiri. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan epigastrium, turgor kulit kembali lambat.
PENATALAKSANAAN Non farmakologis Observasi KU & vital sign O2 nasal 3L/menit Diet nasi biasa
Farmakologi IVFD RL gtt XX/m Ambroxol syr 3x1 C Antasid syr 3x1 C
Follow Up Tanggal S O: Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan Temperatur Keadaan spesifik Kepala 22 April 2013 Sesak napas (+) saat batuk-batuk, batuk berdahak (+) sulit dikeluarkan. Compos mentis 110/70 mmHg 90x/menit 26x/menit 37C Conjungtiva palpebra pucat (+) Sclera ikterik (-) JVP (5-2) cm H2O Pembesaran KGB (-) I : statis: kanan = kiri dinamis: tidak ada yang tertinggal P : stemfremitus kanan < kiri P : redup pada apex paru kanan dan sonor di seluruh lapangan paru kiri. A : vesikuler (-) N, ronki basah halus di seluruh lapangan paru kanan dan lapangan bawah paru kiri, wheezing (-). I : ictus cordis terlihat setinggi ICS 6 P : ictus cordis teraba di ICS 6 P : batas kanan atas ICS II LS dextra, batas kiri ICS 6 LMC sinistra A : HR 90x/ menit, SI/II(+)N, murmur (-), gallop (-) I : cekung P : lemas, nyeri tekan (+) di epigastrium. P : thympani A : bising usus (+) normal Edema (-), akral hangat, CRT<2, sianosi(-)
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
A P
Susp. Tb Paru Kasus Putus Obat - Observasi KU dan Vital Sign - O2 Nasal 3L/m bila sesak - IVFD RL gtt XX/m
10
Tanggal S O: Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan Temperatur Keadaan spesifik Kepala
23 April 2013 Sesak napas (+) saat batuk-batuk, batuk berdahak (+) sulit dikeluarkan. Compos mentis 110/70 mmHg 86x/menit 22x/menit 36,8C Conjungtiva palpebra pucat (+) Sclera ikterik (-) JVP (5-2) cm H2O Pembesaran KGB (-) I : statis: kanan = kiri dinamis: tidak ada yang tertinggal P : stemfremitus kanan < kiri P : redup pada apex paru kanan dan sonor di seluruh lapangan paru kiri. A : vesikuler (-) N, ronki basah halus di seluruh lapangan paru kanan dan lapangan bawah paru kiri, wheezing (-). I : ictus cordis terlihat setinggi ICS 6 P : ictus cordis teraba di ICS 6 P : batas kanan atas ICS II LS dextra, batas kiri ICS 6 LMC sinistra A : SI/II(+)N, murmur (-), gallop (-) I : cekung P : lemas, nyeri tekan (+) di epigastrium. P : thympani A : bising usus (+) normal Edema (-), akral hangat, CRT<2, sianosi(-)
Jantung
Abdomen
Ekstremitas A P Susp. Tb Paru Kasus Putus Obat - Observasi KU dan Vital Sign
11
Tanggal S O: Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan Temperatur Keadaan spesifik Kepala
O2 Nasal 3L/m bila sesak IVFD RL gtt XX/m Ambroxol syr 3x1C Antasid syr 3x1 C Diet TKTP
24 April 2013 Sesak napas (-), batuk berdahak (+) Compos mentis 120/80 mmHg 92x/menit 22x/menit 36,7C Conjungtiva palpebra pucat (+) Sclera ikterik (-) JVP (5-2) cm H2O Pembesaran KGB (-) I : statis: kanan = kiri dinamis: tidak ada yang tertinggal P : stemfremitus kanan < kiri P : redup pada apex paru kanan dan sonor di seluruh lapangan paru kiri. A : vesikuler (-) N, ronki basah halus di seluruh lapangan paru kanan dan lapangan bawah paru kiri, wheezing (-). I : ictus cordis terlihat setinggi ICS 6 P : ictus cordis teraba di ICS 6 P : batas kanan atas ICS II LS dextra, batas kiri ICS 6 LMC sinistra A : SI/II(+)N, murmur (-), gallop (-) I : cekung P : lemas, nyeri tekan (-) di epigastrium. P : thympani A : bising usus (+) normal Edema (-), akral hangat, CRT<2, sianosi(-)
Jantung
Abdomen
12
Observasi KU dan Vital Sign O2 Nasal 3L/m bila sesak IVFD RL gtt XX/m Ambroxol syr 3x1 C Antasid syr 3x1 C OAT kategori 2 Isoniazid tab 300mg 1x1 Rifampisin tab 450mg 1x1 Pirazinamid tab 500mg 3x1 Etambutol tab 250mg 3x1 Diet nasi biasa
Tanggal S O: Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan Temperatur Keadaan spesifik Kepala
25 April 2013 Sesak napas (-), batuk berdahak (+). Compos mentis 120/80 mmHg 86x/menit 18x/menit 36,5C Conjungtiva palpebra pucat (-) Sclera ikterik (-) JVP (5-2) cm H2O Pembesaran KGB (-) I : statis: kanan = kiri dinamis: tidak ada yang tertinggal P : stemfremitus kanan < kiri P : redup pada apex paru kanan dan sonor di seluruh lapangan paru kiri. A : vesikuler (-) N, ronki basah halus di seluruh lapangan paru kanan dan lapangan bawah paru kiri, wheezing (-). I : ictus cordis terlihat setinggi ICS 5-6 P : ictus cordis teraba di ICS 5-6 P : batas kanan atas ICS II LS dextra, batas kiri ICS 6 LMC sinistra A : HR 90x/ menit, SI/II(+)N, murmur (-), gallop (-) I : cekung P : lemas, nyeri tekan (+) di epigastrium.
Jantung
Abdomen
13
P : thympani A : bising usus (+) normal Ekstremitas A P Edema (-), akral hangat, CRT<2, sianosi(-) Tb Paru Kasus Putus Obat - Observasi KU dan Vital Sign - O2 Nasal 3L/m bila sesak - IVFD RL gtt XX/m - Ambroxol syr 3x1 C - Antasid syr 3x1 C - OAT kategori 2 - Isoniazid tab 300mg 1x1 - Rifampisin tab 450mg 1x1 - Pirazinamid tab 500mg 3x1 - Etambutol tab 250mg 3x1 - Diet nasi biasa - rencana pulang hari ini
14
Pencegahan a. Penderita tidak menularkan kepada orang lain ; 1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tissu. 2. Tidak meludah di sembarang tempat, tetapi dalam wadah yang diberi lysol, kemudian dibuang dalam lubang dan ditimbun dalam tanah. 3. 4. Menjemur alat tidur secara teratur pada pagi hari. Membuka jendela pada pagi hari, agar rumah mendapat udara bersih dan cahaya matahari yang cukup sehingga kuman tuberkulosis paru dapat mati. b. Masyarakat tidak tertular dari penderita tuberkulosis paru ; 1. Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan makanmakanan yang bergizi 2. 3. Tidur dan istirahat yang cukup Tidak merokok dan tidak minum-minuman yang mengandung alkohol. 4. Membuka jendela dan mengusahakan sinar matahari masuk ke ruang tidur dan ruangan lainnya. 5. 6. 7. Imunisasi BCG pada bayi. Segera periksa bila timbul batuk lebih dari tiga minggu. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
15
TEORI TB paru adalah infeksi kronik pada paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium Tuberculosis, ditandai dengan pembentukan granuloma dan adanya reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Sumber penularan umumnya adalah penderita Tb yang dahaknya mengandung Basil Tahan Asam(BTA). Diagnosis tuberkulosis paru dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis/pemeriksaan fisik, foto toraks, pemeriksaan sputum BTA dan laboratorium penunjang.
KASUS Batuk 3 minggu, Timbul sesak nafas setelah batukbatuk Sering berkeringat saat sore dan malam. Sering demam, tidak tinggi, naik turun disertai menggigil terutama malam hari. Nafsu makan menurun. Berat badan menurun.
Gejala klinis pada penderita Tb paru dibagi menjadi : Gejala sistemik Demam, tidak tinggi, naik turun, terutama pada sore dan malam. Sering berkeringat pada sore dan malam Badan terasa lemah, Nafsu makan dan penurunan berat badan. Gejala respiratorik Batuk kronis, >3minggu, kering/berdahak/berdarah. Sesak napas, biasanya muncul saat batuk-batuk. Rasa nyeri dada.
16
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik sangat tergantung pada luas dan kelainan struktural paru. Pemeriksaan fisik dapat normal pada lesi minimal, kelainan umumnya terletak pada daerah apikal/posterior lobus atas dan daerah apikal lobus bawah. Kelainan yang dapat ditemukan bentuk dada yang tidak simetris, pergerakan paru yang tertinggal, peningkatan stem fremitus, redup pada perkusi, suara napas bronkial / amforik / vesikuler melemah, / ronkhi basah Dari pemeriksaan foto thorax ditemukan Gambaran lesi TB paru aktif biasanya berupa infiltrat nodular berbagai ukuran di lobus atas paru, kavitas (terutama lebih dari satu), bercak milier ataupun adanya efusi pleura unilateral. Gambaran lesi tidak aktif berupa fibrotik, atelektasis, kalsifikasi, penebalan pleura, penarikan hilus dan deviasi trakea. Pemeriksaan BTA penting dalam menegakkan diagnosis TB Paru. Dahak terbaik adalah dahak pagi hari sebelum makan, kental, purulen, dengan jumlah minimal 3-5 ml. Untuk lebih efisien, Depkes RI menganjurkan pengambilan dahak SPS (Sewaktu, Pagi, Sewaktu) yang dikumpulkan dalam 2 hari. BTA dikatakan positif bila BTA dijumpai setidaknya pada dua dari tiga pemeriksaan BTA.
Kelainan pulmo yang dapat ditemukan: stem fremitus kanan < kiri, redup pada paru kanan dan sonor pada paru kiri ronki basah halus di seluruh lapangan paru kanan dan lapangan bawah paru kiri.
Pada foto thorax pasien ini tampak ditemukan gambaran lesi TB aktif berupa infiltrate dan kavitas pada paru kanan dan kiri
17
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang spesifik untuk TB paru. Kelainan yang sering dijumpai adalah anemia, peningkatan laju endap darah, lekositosis dan limfositosis. ANALISA DIAGNOSA BANDING DEFINISI TBC Penyakit infeksi yang disebabkan oleh micobakterium tuberculosis
Hasil pemeriksaan ditemukan anemia ringan, leukositosis, Diff count menunjukkan shift to the right dan peningkatan LED.
ETIOLOGI
Micobacterium Tuberculosis
PPOK Penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan proses inflamasi kronik terhadap polusi udara dan bersifat progresif Perokok berat yang lama, sering terpapar polusi udara
PNEUMONIA Suatu penyakit paru dimana alveolus terisi cairan yang disebabkan infeksi bakteri, virus atau jamur. Bakteri Streptococcus pneumoniae, mycoplasma pneumoniae, virus, jamur. Batuk (kering/berdahak/be rdarah) kronik, sesak napas, nyeri dada, demam, lemah, nafsu makan turun
Batuk (kering/berdahak/be rdarah) kronik, sesak napas, nyeri dada, demam lama pada malam hari, hilang nafsu makan, BB turun, lemas.
PEMERIKS Bentuk dada AAN asimetris KLINIS Pergerakan ada yang tertinggal Stemfremitus meningkat/ melemah Perkusi redup Suara napas
Bentuk dada barrel chest Retraksi ICS Pelebaran ICS Stemfremitus melemah Perkusi hipersonor Suara napas
Retraksi ICS Pergerakan dada ada yang tertinggal Perkusi pekak Stemfremitus melemah Suara vesikuler normal/melemah, ronchi basah
18
PEMERIKS AAN BTA FOTO Gambaran Gambaran THORAX berawan/ infiltrat hiperlusen terutama pada apex Sela iga melebar paru Gambaran cavitas Gamabaran milier seperti biji beras.
ANALISA PENGOBATAN TB PARU Pengobatan 1. Isoniasid ( H ) Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB. Memiliki efek samping hepatotoksik.
2.
yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu. Efek samping anoreksia, mual, nyeri perut, hepatotoksik, anemia hemolitik, urin berwarna merah.
19
3.
Pirasinamid ( Z ) Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25mg/kg BB ,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB. Efek samping nyeri sendi, hepatotoksik, anoreksia, nausea, gastritis.
4.
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75gr/hari sedangkan unuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50gr/hari.
5.
BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg/BB. Efek samping hepatotoksik, penurunan visus.
Prinsip Pengobatan 1. Tahap Intensif Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalamkurun waktu 2 minggu sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.
2. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum dalam jangka waktu yang lebih lama
20
Kombinasi / Paduan OAT di Indonesia WHO dan IUATLD ( Internatioal Union Against Tuberculosis and lung Disease ) me-rekomendasikan paduan OAT Standar, yaitu : Kategori 1 : 2HRZE / 4 H3R3 2HRZE / 4 HR 2HrZE / 6 HE
Kategori 3: 2HRZ / 4H3R3 2 HRZ / 4 HR 2HRZ / 6 HE Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia tahun 2007 menggunakan paduan OAT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan (HRZE) Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk memudahkam pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai satu (1) paket untuk satu (1) penderita dalam satu (1) masa pengobatan.
1.
Pirasinamid ( Z) dan Etambutol ( E ) Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan ( 2HRZE ). Klemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid ( H) dan Rifampisin ( R ) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan ( 4 H 3R3 ).
21
Obat ini diberikan untuk : Penderita baru TBC Paru BTA Positif Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat dan Penderita TBC Ekstra Paru berat.
2.
Katagori 2 Tahap intensif diberikan selama 6 bulan yang terdiri dari 2 bulan
dengan Isoniasid (H) , Rifampisin (R), Pirasinamid (Z),dan Etambutol (E) setiap hari . Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 4 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah pemderita selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk : Penderita kambuh ( relaps ) Penderita Gagal ( failure ) Penderita dengan Pengobatan setelah lalai ( after default )
22
Catatan: Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
23
3.
OAT Sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama 1 bulan. Tabel.6 Dosis KDT untuk sisipan
Pasien ini termasuk dalam kategori kasus putus obat, jadi perlu diobati dengan OAT kategori II, dengan regimen Rifampisin, INH, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin selama 2 bulan. Kemudian dilanjutkan dengan 4 bulan Rifampisin, INH dan Etambutol.
24
DAFTAR PUSTAKA
1.
2. 3. 4.
5. 6. 7. 8.
Daniel, T.M. 1999. Tuberkulosis. Dalam : Asdie, A.H., (editor edisi bahasa indonesia). Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. edisi 13 (hal 799808). EGC, Jakarta-Indonesia. Price, A. S., Wilson, M. L. 1990. Patofisiologi: . EGC, Jakarta, Indonesia. Anonim. 2009. Situasi Epidemiologi TB Indonesia. (http://www.tbcindonesia.or.id. Diakses 6 April 2012.) Amin, Z., A. Bahar. 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo, A.W, dkk (editor). Ilmu Penyakit Dalam (hal. 988-993). Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, Indonesia. Depkes RI. 2007. Pedoman Umum Promosi Penanggulangan Tuberculosis, Jakarta , 2007 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002. Tuberkulosis Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta, hal. 1 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB), Jakarta. Depkes RI. 2001. Pedoman Umum Promosi Penanggulangan Tuberculosis, Jakarta , 2001
25