Anda di halaman 1dari 9

Pengelolaan Sampah Organik Menjadi Kompos

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai 80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. Kompos adalah pupuk organik yang merupakan hasil pembusukan atau dekomposisi dari bahan- bahan organik seperti tanaman, hewan atau limbah organik lainnya. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena berasal dari bahan-bahan organik. Sampah organic atau sampah rumah tangga yang dapat dibuat kompos adalah sampah basah yang berasal dari hewan atau tumbuhan seperti sampah dapur, sisa sayuran, sisa buah, sisa makanan, tulang ikan, tulang ayam, dan sampah kebun yang masih segar. Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. 1.2 Tujuan Pada praktikum kali ini yaitu bertujuan untuk mengetahui cara membuat kompos cair dan mengetahui ciri-ciri pembuatan kompos cair yang berhasil.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah

pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut (Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas, 2010). Kompos berguna untuk memperbaiki struktur tanah, zat makanan yang diperlukan tumbuhan akan tersedia. Mikroba yang ada dalam kompos akan membantu penyerapan zat makanan yang dibutuhkan tanaman. Tanah akan menjadi lebih gembur. Tanaman yang dipupuk dengan kompos akan tumbuh lebih baik. Hasilnya bunga-bunga berkembang, halaman menjadi asri dan teduh. Hawa menjadi segar karena oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan (Poerbo, 2006). Mikroorganisme yang ada didalam tanah lebih menyukai kompos dibandingkan pupuk kimia. Kondisi kompos yang alami memudahkan mikroorganisme didalam tanah untuk berkembang dan beraktivitas. Kompos mampu menetralkan pH tanah. Tanaman lebih mudah menyerap unsur hara pada kondisi pH tanah yang netral (pH=7). Kondisi seperti ini tidak mampu dilakukan dengan penggunaan pupuk kimia semata (Yoki, 2007). Kompos adalah salah satu penutup tanah dan akar serta dan korektor tanah alami yang terbaik. Beberapa fungsi dan keuntungan kompos antara lain adalah;sebagai pengganti pupuk buatan dengan biaya yang sangat murah, bahkan kita bisa membuatnya tanpa mengeluarkan sepeser uang pun, fungsi yang lain adalah untuk perbaikan struktur tanah, tekstur, aerasi dan peningkatan daya resap tanah terhadap air, kompos akan mengurangi kepadatan tanah lempung dan membantu tanah berpasir untuk menahan air, fungsi yang lain : kompos adalah stimulan untuk meningkatkan kesehatan akar tanaman. Hal ini dimungkinkan karena adanya kompos menyediakan makanan untuk mikroorganisme yang menjaga tanah dalam kondisi sehat dan seimbang, selain itu dari proses konsumsi mikroorganisme tersebut menghasilkan nitrogen, potasium dan fosfor secara alami (Amalia, 2008). Kompos yang telah matang berbau seperti tanah, karena materi yang dikandungnya sudah menyerupai materi tanah dan berwarna coklat kehitam hitaman, yang terbentuk akibat pengaruh bahan organik yang sudah stabil. Sedangkan bentuk akhir sudah tidak menyerupai bentuk aslinya karena sudah hancur akibat penguaian alami oleh mikroorganisme yang hidup di dalam kompos (Hermawan, 2008). Yang dimaksud dengan kompos adalah zat organik hasil proses aerobik secara terkontrol (temperature, pH, kadar air, rasio C/N, dan kaya oksigen). Dengan sendirinya bahan baku sampah adalah yang dapat dikomposkan (compostable materials) seperti daun bekas pembungkus, sisa potongan sayur dan buah, dan semacamnya. Dalam praktek proses aerasi pengomposan dapat diklasifikasikan berdasarkan perlakuan terhadap massa sampah, yaitu perlakuan massa bergerak (movable treatment) dan perlakuan massa diam (static treatment) (Mangkoedihardjo, 2005). Keunggulan penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik (kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional. EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian seperti jerami, rumput, tanaman jagung, sekam, dedak, pupuk kandang atau serbuk gergajian (Setiawan, 2010).

BAB 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 8 Desember 2010 yang bertempat di depan halaman Jurusan HPT Fakultas Pertanian Universitas Jember. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Berbagai jenis limbah : limbah pisang, limbah labu siam, limbah kubis, limbah papaya, limbah buah-buhan, dan limbah sawi. EM (Effective Microorganism). Air tajin. Air kelapa yang sudah tua. Air. 3.2.2 Alat Bak penampungan + tutupnya. Pisau. Pengaduk. Karung sak. Plastik. Thermometer.

1. 2. 3. 4. 5.

1. 2. 3. 4. 5. 6.

3.3 Cara Kerja 1. Menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat kompos cair seperti bak, berbagai macam limbah. EM (Effective Microorganism), air tajin, air kepala tua, air. 2. Mencacah limbah (limbah pisang, limbah labu siam, limbah kubis, limbah papaya, limbah buah-buhan, dan limbah sawi) hingga ukuran 2 - 4 cm dengan pisau. 3. Memasukan limbah yang sudah dicacah kedalam karung sak, kemudian ikat dengan tali. 4. Menyiapkan larutan kedalam bak yaitu mencampurkan air, air kelapa, air tajin, dan EM. Kemudian mengaduknya hingga rata. 5. Memasukkan limbah yang berada didalam karung sak, kedalam bak yang sudah berisi campuran air, air kelapa, air tajin, dan EM. 6. Tutup bak dengan plastik kemuadian beri penutup bak tersebut agar udaha tidak masuk. 7. Menyimpannya dengan rapi. 8. Melakukan pengamatan setelah 1 minggu dengan parameter pengamatan bau, tekstur, suhu (pengukuran dengan menggunakan thermometer), dan koloni putih.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan No Jenis Limbah Parameter Pengamtan Keterangan

Bau Limbah pisang Limbah labu siam

Tekstur

Suhu

Koloni Putih Banyak Tidak terdekomposisi Tidak terdekomposisi Tidak terdekomposisi Tidak terdekomposisi Tidak terdekomposisi Tidak terdekomposisi

Busuk

Lembek

280 C

Busuk

Lembek

280 C

Banyak

Limbah kubis

Busuk

Lembek

300 C

Banyak

Limbah pepaya Limbah buahbuahan

Kecut busuk

Tetap

300 C

Banyak

Busuk

Lembek

290 C

Banyak

Limbah sawi

Busuk

Lembek

280 C

Sedikit

4.2 Pembahasan Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahanbahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebuna (Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas, 2010). Kompos berguna untuk memperbaiki struktur tanah, zat makanan yang diperlukan tumbuhan akan tersedia. Mikroba yang ada dalam kompos akan membantu penyerapan zat makanan yang dibutuhkan tanaman. Tanah akan menjadi lebih gembur. Tanaman yang dipupuk dengan kompos akan tumbuh lebih baik. Hasilnya bunga-bunga

1. 2. 3.

berkembang, halaman menjadi asri dan teduh. Hawa menjadi segar karena oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan (Poerbo, 2006). Dari hasil data yang diperoleh limbah pisang memiliki karakter bau busuk, tekstur lembek, suhu 280 C dan banyak memiliki koloni putih. Pada limbah labu siam memiliki karakter bau busuk, tekstur lembek, suhu 280 C dan banyak memiliki koloni putih. Pada limbah kubis memiliki karakter bau busuk, tekstur lembek, suhu 300 C dan banyak memiliki koloni putih. Pada limbah papaya memiliki karakter bau kecut busuk, tekstur tetap (tidak berubah), suhu 300 C dan banyak memiliki koloni putih. Pada limbah buahbuahan karakter bau busuk, tekstur lembek, suhu 290 C dan banyak memiliki koloni putih. Pada limbah sawi karakter bau busuk, tekstur lembek, suhu 280 C dan sedikit memiliki koloni putih. Koloni putih tersebut digunakan sebagai indikator bahwa pengomposan berjalan dengan lancar. Dari semua jenis limbah yang digunakan, tidak terdekomposisi semuanya. Hal tersebut dikarenakan pengomposan hanya dalam 1 minggu saja. Seharusnya pengomposan dilakukan dalam waktu lebih dari 1 minggu, karena mikroorganisme yang berada didalam EM membutuhkan waktu untuk menguraikan bahan-bahan limbah yang digunakan untuk menjadikan kompos lebih sempurna. Fungsi dari EM yaitu seperti halnya penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik (kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional. EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Kompos yang telah matang berbau seperti tanah, karena materi yang dikandungnya sudah menyerupai materi tanah dan berwarna coklat kehitam hitaman, yang terbentuk akibat pengaruh bahan organik yang sudah stabil. Sedangkan bentuk akhir sudah tidak menyerupai bentuk aslinya karena sudah hancur akibat penguaian alami oleh mikroorganisme yang hidup di dalam kompos (Hermawan, 2008). Dalam praktikum kali ini yang bertujuan untuk menghasilkan kompos cair, maka kriteria kompos cair yang sudah matang yaitu : berbau wangi (tidak berbau busuk), berwarna cokelat kehitam-hitaman terbentuk akibat pengaruh bahan organik yang sudah stabil dan sudah tidak menyerupai bentuk aslinya karena sudah hancur akibat penguaian alami oleh mikroorganisme yang hidup di dalam kompos. Fungsi dan keuntungan kompos antara lain adalah;- sebagai pengganti pupuk buatan dengan biaya yang sangat murah, bahkan kita bisa membuatnya tanpa mengeluarkan sepeser uang pun, fungsi yang lain adalah untuk perbaikan struktur tanah, tekstur, aerasi dan peningkatan daya resap tanah terhadap air, kompos akan mengurangi kepadatan tanah lempung dan membantu tanah berpasir untuk menahan air, fungsi yang lain : kompos adalah stimulan untuk meningkatkan kesehatan akar tanaman (Amalia, 2008). Mikroorganisme yang ada didalam tanah lebih menyukai kompos dibandingkan pupuk kimia. Kondisi kompos yang alami memudahkan mikroorganisme didalam tanah untuk berkembang dan beraktivitas. Kompos mampu menetralkan pH tanah. Tanaman lebih mudah menyerap unsur hara pada kondisi pH tanah yang netral (pH=7) (Yoki, 2007). Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek: Aspek Ekonomi : Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah Mengurangi volume/ukuran limbah Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya

1.

2. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

1.

Aspek Lingkungan : Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan Aspek bagi tanah/tanaman: Meningkatkan kesuburan tanah Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah Meningkatkan aktivitas mikroba tanah Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen) Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah (Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas, 2010). Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain: Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.

2.

3.

Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

4.

5.

Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma. pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama Kandungan Bahan Berbahaya

6.

7.

8.

9.

Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat. 10. Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matangWikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas, 2010).

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari kegiatan praktikum yang sudah dilakukan dan hasil pembahasan tersebut dapat diambil kesimpulan yakni sebagai berikut : Dapat mengetahui cara membuat kompos cair dan mengetahui ciri-ciri pembuatan kompos cair yang berhasil. Dapat mengetahui fungsi dari EM yaitu pupuk organik (kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional. Dapat mengetahui kriteria kompos cair yang sudah matang yaitu : berbau wangi (tidak berbau busuk), berwarna cokelat kehitam-hitaman terbentuk akibat pengaruh bahan organik yang sudah stabil dan sudah tidak menyerupai bentuk aslinya karena sudah hancur akibat penguaian alami oleh mikroorganisme yang hidup di dalam kompos. Dapat mengetahui fungsi dari kompos yaitu untuk perbaikan struktur tanah, tekstur, aerasi dan peningkatan daya resap tanah terhadap air, kompos akan mengurangi kepadatan tanah lempung dan membantu tanah berpasir untuk menahan air, fungsi yang lain : kompos adalah stimulan untuk meningkatkan kesehatan akar tanaman. Dapat mengetahui faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan yaitu :rasio C/N, ukuran partikel, aerasi, porositas, kelembaban, temperatur/suhu, pH, kandungan hara, kandungan bahan berbahaya. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini yaitu waktu yang digunakan untuk lamanya pengomposan jangan dalam 1 minggu saja, seharusnya dilakukan dalam waktu lebih dari 1 minggu. Hal tersebut dikarenakan untuk menghindari kompos yang belum matang sehingga tidak menyebabkan bau yang busuk. DAFTAR PUSTAKA

1. 2. 3.

4.

5.

Amalia. 2008. Sedikit Tentang Kompos. http://amaliaonearth.com/2008/04/14/sedikit-tentangkompos/. Diakses pada tanggal 21 Desember 2010. Hermawan, A. 2008. Pembuatan Kompos Dari Limbah Padat Organik Yang Tidak Terpakai ( Limbah Sayuran Kangkung, Kol, Dan Kulit Pisang

).http://eprints.undip.ac.id/3309/1/makalah_anton-rizki_pdf.pdf. Diakses pada tanggal 21 Desember 2010. Mangkoedihardjo, S. 2005. Fitoteknologi Dan Ekotoksikologi Dalam Desain Operasi Pengomposan Sampah. http://www.its.ac.id/personal/files/pub/170-sarwoko-enviroSeminar sampah TL.pdf. Diakses pada tanggal 21 Desember 2010. Poerbo, H. 2006. Mari Membuat Kompos Skala Rumah Tangga.http://hasanpoerbo.blogspot.com/2006/05/mari-membuat-kompos-skala-rumahtangga.html. Diakses pada tanggal 21 Desember 2010. Setiawan, W. 2010. Pembuatan Kompos Bokashi.http://blog.unila.ac.id/wasetiawan/files/2010/04/PEMBUATAN-BOKASHI-DARITANAMAN-JAGUNG.pdf. Diakses pada tanggal 21 Desember 2010.
Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas. 2010. Kompos.http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos. Diakses pada tanggal 21 Desember 2010.

Yoki,

E. 2007. Pupuk Kompos, Keniscayaan Bagi Tanaman. http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/pupuk_kompos_keniscayaan_bagi_tanaman/. Diakses pada tanggal 21 Desember 2010.

Anda mungkin juga menyukai