Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Nanosains & Nanoteknologi Vol. 1 No.

1, Februari 2008 ISSN 1979-0880 14 Fabrikasi Material Nanokomposit Superkuat, Ringan dan Transparan Menggunakan Metode Simple Mixing Hadiyawarman, Agus Rijal, Bebeh Wahid Nuryadin, Mikrajuddin Abdullah(a), dan Khairurrijal KK Fisika Material Elektronik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung 40132 (a)E-mail: din@fi.itb.ac.id Diterima Editor Diputuskan Publikasi : 5 Februari 2008 : 15 Februari 2008 Abstrak Perkembangan sains dan teknologi pada bidang material saat ini telah mengindikasikan dua kandidat yang berpotensi sebagai material superkuat yaitu spider silk dan material berbasiskan nanoteknologi. Material superkuat dapat dibuat dari campuran polimer epoxy-resin dengan nanopartikel SiO2 (Silicon Dioxide). Keberadaan polimer sebagai perekat nanopartikel dan kritalinitas nanopartikel yang tinggi (dalam bentuk padatan) membentuk polimer-nanokomposit yang menghasilkan kombinasi kekuatan, fleksibelitas, dan kekakuan yang lebih baik dibandingkan material superkuat yang ada sekarang. Keuntungan dari pembuatan material superkuat dengan epoxy resin dan nanopartikel SiO2 ini yaitu kuat, ringan, murah,dan proses produksi yang simpel. Di samping itu bahan dasar material superkuat polimer-nanokomposit mudah didapatkan. Kata kunci: epoxy resin, nanokomposit, polimerisasi 1. Pendahuluan Bidang material nanokomposit akhir-akhir ini mendapatkan perhatian yang serius dari para ilmuwan. Berbagai penelitian yang dilakukan dengan sangat cermat terus menerus dilakukan. Penelitian dilakukan berdasar pada pemikiran/ide yang sangat sederhana, yaitu menyusun sebuah material yang terdiri atas blok-blok partikel homogen dengan ukuran nanometer. Hasil penelitian tersebut sungguh mengejutkan. Sebuah material baru lahir dengan sifat-sifat fisis yang jauh lebih baik dari material penyusunnya. Hal ini memicu perkembangan material nanokomposit di segala bidang dengan memanfaatkan ide yang sangat sederhana tersebut. Salah satu contoh yang sangat terkenal (terjadi dengan sendirinya di alam) adalah tulang. Tulang memiliki bangunan nanokomposit yang bertingkat-tingkat yang terbuat dari tablet keramik dan ikatan-ikatan organik. Partikel-partikel nanokomposit tersebut memiliki struktur, komposisi dan sifat yang berbeda-beda. Hal ini memberikan fungsi yang beragam. Dengan demikian material tersebut dapat menjadi multiguna. Sehingga pada akhirnya didapatkan material baru yang memiliki beberapa fungsi dalam waktu yang sama dan dapat digunakan pada beberapa aplikasi. Dari sinilah para ilmuwan mulai memikirkan berbagai cara untuk mendapatkan material nanokomposit, karena material tersebut memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan material konvensional. Penemuan material baru ini tidak secara mendadak dan tanpa usaha. Sekitar tahun 1995, Profesor Veprek, memulai menerapkan sebuah konsep rekayasa material baru di bidang material keras yang dinamakan nanokomposit superkeras (sekitar 40-50 GPa). Konsep peningkatan sifat fisis dan karakteristik material dengan cara membuat nanokomposit multi-fasa (yang terbuat dari beberapa material) sebenarnya bukanlah hal yang baru. Ide ini telah dipraktikkan sejak peradaban dimulai dan umat manusia mulai menghasilkan material-material yang efisien dengan fungsi-fungsi tertentu. Hal itu terlihat dari banyaknya peninggalan-peninggalan purbakala yang telah ditemukan saat ini yang sebenarnya adalah material nanokomposit. Sebagai contoh adalah lukisan bangsa Maya, peninggalan purbakala yang terdapat di meso- amerika. Lukisan tersebut ternyata terdiri dari matriks clay yang dicampur dengan molekul colorant (indigo) organik. Selain itu, lukisan tersebut juga mengandung nanopartikel logam yang dibungkus oleh substrat amorf silikat, dengan nanopartikeloksida berada pada substrat [1]. Nanokomposit dapat dianggap sebagai struktur padat dengan dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar-bentuk penyusun struktur yang berbeda. Materialmaterial dengan jenis seperti itu terdiri atas padatan inorganik yang tersusun atas komponen organik.

Selain itu, material nanokomposit dapat pula terdiri atas dua atau lebih molekul inorganik/organik dalam beberapa bentuk kombinasi dengan pembatas antar keduanya minimal satu molekul atau memiliki ciri berukuran nano. Contoh nanokomposit yang ekstrim adalah media berporos, koloid, gel, dan kopolimer. Ikatan antar partikel yang terjadi pada material nanokomposit memainkan peningkatan dan pembatasan sifat material. Partikel- partikel yang berukukuran nano tersebut memiliki luas permukaan interaksi yang tinggi. Semakin banyak partikel yang berinteraksi, semakin kuat pula material. Inilah yang membuat ikatan antar partikel semakin kuat sehingga sifat mekanik material bertambah. Namun, penambahan partikel-partikel nano meningkatkan sifat mekaniknya. Ada batas tertentu dimana saat dilakukan penambahan, kekuatan material justru semakin berkurang. Namun pada umumnya, material nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat peranan penting pada tidak selamanya akan Page 2 J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 1, Feb 2008 15 mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis, dan struktur dibandingkan dengan material penyusunnya. Seiring dengan perkembangan zaman, material nanokomposit juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan ini tentunya akan mengubah wajah teknologi pada umumnya merambah semua bidang ilmu. Tidak hanya bidang rekayasa material seperti komposit, polimer, keramik, supermagnet, dan lain-lain. Bidang-bidang seperti biologi (terutama genetika dan biologi molekul lainnya), kimia bahan dan rekayasa akan turut maju pesat. Diperkirakan tahun 2010, produk-produk industri dalam skala apa pun akan menggunakan material hasil rekayasa nanoteknologi. Pembuatan atau fabrikasi material nanokomposit dapat dilakukan dengan pendekatan yang mudah dan kompleks. Penelitian yang kami lakukan dalam proses nanokomposit menggunakan pendekatan yang mudah. Kami menyebut metode ini dengan sebutan simple mixing. karena nanoteknologi melakukan pendekatan- fabrikasi material 2. Teori Dasar Polimer Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana (monomer) yang dihubungkan oleh ikatan kovalen. Nama ini berasal dari bahasa Yunani Poly, yang berarti banyak, dan mer, yang berarti bagian. Ada tiga metode utama sintesis polimer, yaitu sintesis organik di laboratorium dan pabrik, sintesis biologi pada sel dan organisme hidup, dan modifikasi kimia. Metode yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sintesis organik. Metode sintesis di laboratorium secara umum dibagi dua kategori, yaitu polimerisasi kondensasi dan polimerisasi addisi. Pengkategorian ini pertama kali diusulkan oleh Carothers, yang didasarkan pada kesamaan ataom-atom yang terkandung dalam polimer. Suatu polimer adisi memiliki atom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya, sedangkan polimer kondensasi mengandung atom-atom yang lebih sedikit karena terbentuknya produk berlangsungnya proses polimerisasi. Parameter fisis dari sebuah polimer yang penting adalah berat molekul polimer. Pada umumnya, polimer dengan berat molekul yang lebih tinggi bersifat lebih kuat, tetapi berat molekul yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kesukaran-kesukaran dalam pemrosesannya. Sedangkan untuk polimer dengan berat molekul yang rendah, kekuatan polimer bergantung pada gayagaya antar molekul. Penentuan berat molekul polimer dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah osmometri, hamburan cahaya (light scaterring), dan ultrasentrifugasi. Nilai berat molekul yang diperoleh bergantung pada besarnya ukuran dalam metode pengukurannya. Metode yang bergantung pada analisis gugus ujung atau sifat-sifat koligatif (penurunan titik beku, kenaikkan titik didih, tekanan osmotis) menimbulkan apa yang dikenal sebagai berat molekul rata-rata jumlah karena

bilangan atau jumlah molekul dari setiap berat dalam sampel yang bersangkutan dihitung. sampingan selama Secara matematis, berat molekul polimer, w, dapat diungkapkan sebagai jumlah molekulnya. dari berat spesies 11 iii ii wwN M == == (1) dengan N dan M masing-masing menunjukan jumlah mol dan berat molekul dari setiap spesies i. Berat molekul rata-rata jumlah, Mn , adalah berat sampel per mol: 1 11 ii i ii ii N M w Mn NN = == == (2) Di sisi lain, hamburan cahaya dan ultrasentrifugasi merupakan metode untuk menetapkan berat molekul yang didasarkan pada massa dan polarisabilitas spesies polimer yang hadir. Polimer dengan massa yang lebih besar, kontribusinya ke pengukuran menjadi lebih besar. Berbeda dengan berat molekul rata-rata jumlah ( yang merupakan jumlah fraksi mol masing-masing spesies dikalikan berat molekulnya), menjumlahkan fraksi berat masing-masing spesies dikalikan berat molekulnya. Dengan demikian nilai yang diperoleh disebut berat molekul rata-rata berat, Mw , dan secara matematis diekspresikan sebagai berikut: metode-metode ini 2 1 1 11 iiii ii iii ii w MN M Mw wN M == == == (3) Resin Resin yang biasa digunakan dalam pembuatan komposit sering diidentikkan sebagai polimer. Semua polimer menampilkan karakterisasi yang umum yaitu tersusun dari rantai yang sangat panjang yang terbentuk dari unit-unit berulang yang sederhana. Polimer berdasarkan efek suhu diklasifikasikan menjadi dua, yaitu termoplastik dan termoset. Termoplastik, sifatnya mirip logam, meleleh jika dipanaskan dan mengeras jika didinginkan. Proses pengerasan dan pelelehan ini bisa berlangsung berulang- ulang bergantung kebutuhan termoplastik adalah nilon, polipropilen, dan ABS. Termoset dibentuk lewat reaksi kimia secara in situ, dimana resin dan hardener atau resin dengan katalis dicampur dalam satu tempat kemudian terjadilah proses pengerasan (polimerisasi). Sekali terjadi pengerasan, termoset ini tidak bisa mencair lagi sekalipun dilakukan pemanasan. Meski demikian, pada temperatur tertentu terjadi perubahan sifat mekanik yang signifikan. Temperatur saat terjadi perubahan signifikan ini dikenal sebagai suhu transisi gelas (Tg). Diatas temperatur gelas tersebut, struktur molekul dari termoset berubah dari terhadap sifatnya bisa kita. Contoh dari Page 3 J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 1, Feb 2008 15 mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis, dan struktur dibandingkan dengan material penyusunnya. Seiring dengan perkembangan zaman, material nanokomposit juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan ini tentunya akan mengubah wajah teknologi pada umumnya merambah semua bidang ilmu. Tidak hanya bidang rekayasa material seperti komposit, polimer, keramik, supermagnet, dan lain-lain. Bidang-bidang seperti biologi (terutama genetika dan biologi molekul lainnya), kimia bahan dan rekayasa akan turut maju pesat. Diperkirakan tahun 2010, produk-produk industri dalam skala apa pun akan menggunakan material hasil rekayasa nanoteknologi. Pembuatan atau fabrikasi material nanokomposit dapat dilakukan dengan pendekatan yang mudah dan kompleks. Penelitian yang kami lakukan dalam proses nanokomposit menggunakan pendekatan yang mudah. Kami menyebut metode ini dengan sebutan simple mixing. karena nanoteknologi melakukan pendekatan- fabrikasi material 2. Teori Dasar Polimer Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana (monomer) yang dihubungkan oleh ikatan kovalen. Nama ini berasal dari bahasa Yunani Poly, yang berarti banyak, dan mer, yang berarti bagian. Ada tiga metode utama sintesis polimer, yaitu sintesis organik di laboratorium dan pabrik, sintesis biologi pada sel dan organisme hidup, dan modifikasi kimia. Metode

yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sintesis organik. Metode sintesis di laboratorium secara umum dibagi dua kategori, yaitu polimerisasi kondensasi dan polimerisasi addisi. Pengkategorian ini pertama kali diusulkan oleh Carothers, yang didasarkan pada kesamaan ataom-atom yang terkandung dalam polimer. Suatu polimer adisi memiliki atom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya, sedangkan polimer kondensasi mengandung atom-atom yang lebih sedikit karena terbentuknya produk berlangsungnya proses polimerisasi. Parameter fisis dari sebuah polimer yang penting adalah berat molekul polimer. Pada umumnya, polimer dengan berat molekul yang lebih tinggi bersifat lebih kuat, tetapi berat molekul yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kesukaran-kesukaran dalam pemrosesannya. Sedangkan untuk polimer dengan berat molekul yang rendah, kekuatan polimer bergantung pada gayagaya antar molekul. Penentuan berat molekul polimer dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah osmometri, hamburan cahaya (light scaterring), dan ultrasentrifugasi. Nilai berat molekul yang diperoleh bergantung pada besarnya ukuran dalam metode pengukurannya. Metode yang bergantung pada analisis gugus ujung atau sifat-sifat koligatif (penurunan titik beku, kenaikkan titik didih, tekanan osmotis) menimbulkan apa yang dikenal sebagai berat molekul rata-rata jumlah karena bilangan atau jumlah molekul dari setiap berat dalam sampel yang bersangkutan dihitung. sampingan selama Secara matematis, berat molekul polimer, w, dapat diungkapkan sebagai jumlah molekulnya. dari berat spesies 11 iii ii wwN M == == (1) dengan N dan M masing-masing menunjukan jumlah mol dan berat molekul dari setiap spesies i. Berat molekul rata-rata jumlah, Mn , adalah berat sampel per mol: 1 11 ii i ii ii N M w Mn NN = == == (2) Di sisi lain, hamburan cahaya dan ultrasentrifugasi merupakan metode untuk menetapkan berat molekul yang didasarkan pada massa dan polarisabilitas spesies polimer yang hadir. Polimer dengan massa yang lebih besar, kontribusinya ke pengukuran menjadi lebih besar. Berbeda dengan berat molekul rata-rata jumlah ( yang merupakan jumlah fraksi mol masing-masing spesies dikalikan berat molekulnya), menjumlahkan fraksi berat masing-masing spesies dikalikan berat molekulnya. Dengan demikian nilai yang diperoleh disebut berat molekul rata-rata berat, Mw , dan secara matematis diekspresikan sebagai berikut: metode-metode ini 2 1 1 11 iiii ii iii ii w MN M Mw wN M == == == (3) Resin Resin yang biasa digunakan dalam pembuatan komposit sering diidentikkan sebagai polimer. Semua polimer menampilkan karakterisasi yang umum yaitu tersusun dari rantai yang sangat panjang yang terbentuk dari unit-unit berulang yang sederhana. Polimer berdasarkan efek suhu diklasifikasikan menjadi dua, yaitu termoplastik dan termoset. Termoplastik, sifatnya mirip logam, meleleh jika dipanaskan dan mengeras jika didinginkan. Proses pengerasan dan pelelehan ini bisa berlangsung berulang- ulang bergantung kebutuhan termoplastik adalah nilon, polipropilen, dan ABS. Termoset dibentuk lewat reaksi kimia secara in situ, dimana resin dan hardener atau resin dengan katalis dicampur dalam satu tempat kemudian terjadilah proses pengerasan (polimerisasi). Sekali terjadi pengerasan, termoset ini tidak bisa mencair lagi sekalipun dilakukan pemanasan. Meski demikian, pada temperatur tertentu terjadi perubahan sifat mekanik yang signifikan. Temperatur saat terjadi perubahan signifikan ini dikenal sebagai suhu transisi gelas (Tg). Diatas temperatur gelas tersebut, struktur molekul dari termoset berubah dari terhadap sifatnya bisa kita. Contoh dari Page 4

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 1, Feb 2008 16 polimer kristal yang keras menjadi polimer yang lebih flexibel. Selain itu, modulus resin juga turun secara drastis sehingga daya tekan dan kekuatannya berkurang. Ketahanan terhadap air dan stabilitas warna juga berkurang pada saat suhu diatas temperatur gelas ini. Dari sekian banyak resin yang ada di pasaran, ada tiga jenis resin yang banyak digunakan, yaitu poliester, vinil ester, dan epoxy. Pada penelitian ini resin yang digunakan adalah jenis epoxy resin. Pemilihan epoxy resin sebagai bahan dasar disebabkan kekuatan dan kekakuan epoxy resin relatif lebih besar dibandingkan dengan polimer jenis lainnya. Perbandingan kekuatan dan tingkat kekakuan antar polimerpolimer resin ditunjukkan oleh Gbr 1. Gambar 1. Perbandingan daya rentang dan kekakuan dari setiap jenis resin [2] Polimer Epoxy Resin Epoxy resin didefinisikan sebagai molekul yang mengandung lebih dari satu epoxy group. Epoxy group ini biasa disebut, oxirane atau ethoxyline group, yang strukturnya ditunjukkan pada Gbr. 2, Gambar 2. Struktur grup epoxy Resin ini memiliki karakteristik listrik yang bagus, daya penyusut yang rendah, perekat yang bagus untuk banyak bahan logam, dan tahan terhadap kelembaban udara serta tahan terhadap tekanan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa proses pengerasan terjadi jika polimer epoxy resin ini dicampurkan dengan hardenernya. Pengerasan atau polimerisasi terjadi karena pencampuran keduanya membentuk ikat silang (cross- link) yang kuat. Epoxy resin mengeras lebih cepat pada selang temperatur 5-150 oC. Namun, hal ini bergantung pula pada jenis hardener yang digunakan. Hardener mempunyai jenis yang cukup banyak, dan penggunaannya bergantung pada kebutuhan kita. Zat yang biasa dipakai sebagai hardener antara lain amines, polyamides, phenolic resins, anhydrides, isocyanates and polymercaptans. Pemilihan resin dan hardener bergantung pada aplikasi, pemilihan proses, dan sifat material yang diinginkan. Stoikiometri dari epoxy-hardener juga berpengaruh pada material yang dihasilkan. Jenis amine dan phenolic, merupakan hardener yang paling banyak digunakan untuk epoxy resin. Plastik epoxy resin dapat digunakan sebagai bahan pembuat komponen elektronik, bahan perekat pada metal/ logam, material kontruksi, dan bahan sintetik lainnya. Selain itu, epoxy resin cukup kuat untuk digunakan sebagai paku sumbat dan pengelasan/ penyatuan pada beberapa aplikasi industri. Nanopartikel SiO2 Silikon dioksida (SiO2) atau biasa juga disebut silika pada umumnya ditemukan dialam dalam batu pasir, pasir silica atau quartzite. Zat ini merupakan material dasar pembuatan kaca dan keramik. Silika merupakan salah satu material oksida yang keberadaannya berlimpah di alam, khususnya di kulit bumi. Keberadaanya bisa dalam bentuk amorf , dan kristal. Ada tiga bentuk kristal silika, yaitu quartz, tridymite, cristobalite, dan terdapat dua kristal yang merupakan perpaduan dari bentuk kristal tadi. Beberapa sifat fisis SiO2 tampak pada Tabel 1. Tabel 1. Beberapa Sifat Fisis SiO2 Material Quartz 2.65 1.3 Fused silica 2.2 1.4 Kerapatan (g/cm3) konduktivitas Termal (Wm-1 K) Koefisien Ekspansi Termal (10-6 K-1) Daya Rentang (MPa) Daya Tekan (MPa) Rasio Poisson Fracture toughness (MPa) Titik Lebur (C) Modulus elastisitas (GPa) Daya Tahan Getaran Termal Permitivitas (')** Tan ( x 104)** Loss factor ('')** Kuat Medan Dielektrik (kV/mm)** Resistivitas (m)** Perbedaan bentuk kristal pada silika juga memperlihatkan perbedaan pada sifat-sifat silika itu sendiri. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. 12.3 0.4 55 2070 0.17 110 690-1380 0.165 0.79 1830 70 1830 73 Excellent Excellent 3.8-5.4 3 0.0015 15.0-25.0 3.8 15.0-40.0 1012-1016 >1018 Tabel 2. Perbedaan diantara bentuk-bentuk kristal Phase Density (g/cm3) 2.65 2.3 2.2 Thermal expansion (10-6 K-1) 12.3 21 10.3 Quartz Tridymite Cristobalite Komposit ** Sifat-sifat dielektrik pada 1 MHz, 25 oC Page 5

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 1, Feb 2008 18 dan bahan baku dengan cara membandingkan hasilnya dengan spektrum standarnya. Untuk dapat melakukan interpretasi terhadap suatu spektra IR, diperlukan tabel korelasi dari pita-pita absorpsi dari spektra senyawa yang tidak diketahui dengan frekuensi absorpsi dari ikatan-ikatan yang diketahui. Tabel ini akan membantu untuk identifikasi sumber dari suatu pita absorpsi seperti intensitas (lemah, sedang atau kuat), bentuk pita (lebar atau tajam), dan posisi (dalam satuan cm-1) dalam spektra. 4. Hasil dan Diskusi Hasil yang didapatkan berupa material polimer- nanokomposit kuat dan transparan, seperti ditunjukkan oleh Gbr 4. Gambar 4. Hasil Percobaan, polimer-nanokomposit Transparansi dari material tersebut sudah cukup baik. Pada material juga masih terdapat gelembung. Adanya gelembung pada material berpengaruh pada kekuatan material. Uji Tekan Proses karakterisasi material nanokomposit ini dilakukan dengan menguji ketahan material. Hasil dari uji tekan ini ditunjukkan oleh Gbr 5 dalam bentuk grafik. -0.02 0.000.020.040.06 0.080.10 0.120.140.160.18 0.20 1200 1300 1400 1500 1600 1700 Kekuatan Tekan (kg/cm 2) Jumlah SiO2 (g) Gambar 5. Grafik perubahan kekuatan hasil uji tekan material terhadap jumlah SiO2 yang ditambahkan Berdasarkan Gbr 5 kekuatan material semakin bertambah seiring dengan penambahan jumlah SiO2 pada campurannya. Namun, peningkatan ini hanya sampai nilai tertentu, dimana penambahan lebih lanjut jumlah SiO2 justru menurunkan kekuatan material. Titik tertinggi yang diperoleh dalam eksperimen sebesar 1682,5 kg/cm2, yaitu pada fraksi SiO2 sebesar 0,0087. Hasil eksperimen ini menunjukkan peningkatan kekuatan material sampai dengan 24% dibanding polimer yang tanpa penambahan nanoartikel. Peningkatan kekuatan mekanik material ini, terjadi akibat penambahan nanopartikel SiO2 pada epoxy resin. Permukaan nanopartikel yang sangat luas berinteraksi dengan rantai polimer sehingga mereduksi mobilitas rantai polimer (Gbr 6). Interaksi ini meningkatkan kekuatan mekanik komposisit tersebut jauh di atas kekuatan polimer itu sendiri. Hasil yang dapat dicapai adalah material yang ringan dengan kekuatan tinggi. Semakin banyak jumlah SiO2 yang dimasukkan, kekuatan dari material nanokomposit juga bertambah sampai titik kritisnya. (a) (b) Gambar 6. (a) Polimer tanpa penambahan nanopartikel, (b) polimer dengan penambahan nanopartikel Uji FT-IR Uji FT-IR hanya dilakukan pada material yang tidak mengandung nanopartikel silika dengan material yang ditambahkan silika sebanyak 0,1024 g dan 0,1609 g. Hasil yang didapatkan dari uji FT-IR pada material ditunjukkan oleh Gbr 7. Data yang didapatkan dari uji FT- IR ini kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan tabel korelasi kemudian dilakukan perbandingan antara ketiganya. Interpretasi Gbr 7 dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4, dapat dilihat adanya perbedaan antara material resin yang tidak mengandung nanopartikel dengan material nanokomposit yang mengandung nanopartikel SiO2. Untuk resin murni, terdapat ikatan C-H dengan sifat vibrasinya uluran (stretch), uluran C-C, uluran asimetri NO2, dan uluran C-O yang tidak terdapat pada material nanokomposit. Sementara pada material nanokomposit terdapat guntingan dan tekukan C-H, dan ikatan SiO2 yang tidak terdapat pada material tanpa perlakuan. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan SiO2 pada polimer mempengaruhi jenis ikatan dan vibrasi yang terjadi. Pada bahan pertama terdapat enam jenis ikatan, yaitu O-H, C-H, C-C, C=O, NO2 dan C-O. Untuk bahan uji kedua, terdapat lima jenis ikatan yaitu O-H, C=O, NO2 dan C-H, serta ikatan baru yaitu SiO2. Pada bahan uji ketiga, terdapat lima jenis ikatan yaitu O-H, C=O, NO2, C-H, dan ikatan SiO2. Penentuan gugus SiO2 ini ditentukan dari grafik, dimana cirinya yaitu adanya suatu puncak yang tinggi dengan lebar celah yang besar. Adanya absorpsi gugus O-H antara 3200-3600 cm-1 menunjukkan adanya alkohol. Absorpsi gugus C-O antara 1260-1000 cm-1 yang terdapat pada bahan umumnya berkaitan dengan munculnya puncak

O-H dan N-H dan juga berkaitan dengan asam karboksilat, ester, ather, alkohol dan anhidrida. Adanya gugus C-H antara 2960- 2850 cm-1 disebabkan oleh adanya hydrogen aliphatic.

Access millions of full-texts. For free. Sign up now Article Fabrikasi Material Nanokomposit Superkuat, Ringan dan Transparan Menggunakan Metode Simple Mixing

Hadiyawarman, Rijal Agus, Bebeh Wahid Nuryadin, Abdullah Mikrajuddin, Khairurrijal Jurnal Nanosains & Nanoteknologi 01/2008; Source: DOAJ

ABSTRACT Perkembangan sains dan teknologi pada bidang material saat ini telah mengindikasikan dua kandidat yang berpotensi sebagai material superkuat yaitu spider silk dan material berbasiskan nanoteknologi. Material superkuat dapat dibuat dari campuran polimer epoxy-resin dengan nanopartikel SiO2 (Silicon Dioxide). Keberadaan polimer sebagai perekat nanopartikel dan kritalinitas nanopartikel yang tinggi (dalam bentuk padatan) membentuk polimer-nanokomposit yang menghasilkan kombinasi kekuatan, fleksibelitas, dan kekakuan yang lebih baik dibandingkan material superkuat yang ada sekarang. Keuntungan dari pembuatan material superkuat dengan epoxy resin dan nanopartikel SiO2 ini yaitu kuat, ringan, murah,dan proses produksi yang simpel. Di samping itu bahan dasar material superkuat polimer-nanokomposit mudah didapatkan.

Anda mungkin juga menyukai