Anda di halaman 1dari 16

Banjir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Karena banjir aktivitas masyarakat terhenti Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air.[1] Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering.[2] Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi.[1] Kekuatan banjir mampu merusak rumah dan menyapu fondasinya.[3] Air banjir juga membawa lumpur berbau yang dapat menutup segalanya setelah air surut.[3] Banjir adalah hal yang rutin.[4] Setiap tahun pasti datang.[4] Banjir, sebenarnya merupakan fenomena kejadian alam "biasa" yang sering terjadi dan dihadapi hampir di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.[5] Banjir sudah temasuk dalam urutan bencana besar, karena meminta korban besar.[6]

Ciri-Ciri Banjir
Bencana banjir memiliki ciri-ciri dan akibat sebagai berikut.[7]

Banjir biasanya terjadi saat hujan deras yang turun terus menerus sepanjang hari. Air menggenangi tempat-tempat tertentu dengan ketinggian tertentu. Banjir dapat mengakibatkan hanyutnya rumah-rumah, tanaman, hewan, dan manusia. Banjir mengikis permukaan tanah sehingga terjadi endapan tanah di tempattempat yang rendah. Banjir dapat mendangkalkan sungai, kolam, atau danau. Sesudah banjir, lingkungan menjadi kotor oleh endapan tanah dan sampah. Banjir dapat menyebabkan korban jiwa, luka berat, luka ringan, atau hilangnya orang. Banjir dapat menyebabkan kerugian yg besar baik secara moril maupun materiil.

Jenis-Jenis Banjir
Berdasarkan sumber air yang menjadi [penampung]] di bumi, jenis banjir dibedakan menjadi tiga, yaitu banjir sungai, banjir danau, dan banjir laut pasang.[8]

Banjir Sungai

Terjadi karena air sungai meluap.

Banjir Danau

Terjadi karena air danau meluap atau bendungannya jebol.

Banjir Laut pasang

Terjadi antara lain akibat adanya badai dan gempa bumi.

Banjir merugikan banyak pihak

Penyebab Terjadinya Banjir


Secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah sebagai berikut.[2]

Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi, Pendangkalan sungai, Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke aliran sungai mapupun gotong royong, Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat, Pembuatan tanggul yang kurang baik, Air laut, sungai, atau danau yang meluap dan menggenangi daratan.

Dampak Dari Banjir


Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa:[1] 1. Rusaknya areal pemukiman penduduk, 2. Sulitnya mendapatkan air bersih, dan 3. Rusaknya sarana dan prasarana penduduk.
Banjir adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tibatiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa. Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda Indonesia. Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya.

Kenali Penyebab Banjir


Curah hujan tinggi Permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut. Terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan pengaliran air keiuar sempit. Banyak pemukiman yang dibangun pada dataran sepanjang sungai. Aliran sungai tidak lancar akibat banyaknya sampah serta bangunan di pinggir sungai. Kurangnya tutupan lahan di daerah hulu sungai.

Tindakan Untuk Mengurangi Dampak Banjir


Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan. Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai yang sering menimbulkan banjir. Tidak membangun rumah dan pemukiman di bantaran sungai serta daerah banjir. Tidak membuang sampah ke dalam sungai. Mengadakan Program Pengerukan sungai. Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan laut. Program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu dilaksanakan serta mengurangi aktifitas di bagian sungai rawan banjir.

Yang Harus Dilakukan Sebelum Banjir Di Tingkat Warga


Bersama aparat terkait dan pengurus RT/RW terdekat bersihkan lingkungan sekitar Anda, terutama pada saluran air atau selokan dari timbunan sampah. Tentukan lokasi Posko Banjir yang tepat untuk mengungsi lengkap dengan fasilitas dapur umum dan MCK, berikut pasokan air bersih melalui koordinasi dengan aparat terkait, bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda. Bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda, segera bentuk tim penanggulangan banjir di tingkat warga, seperti pengangkatan Penanggung Jawab Posko Banjir.

Koordinasikan melalui RT/RW, Dewan Kelurahan setempat, dan LSM untuk pengadaan tali, tambang, perahu karet dan pelampung guna evakuasi. Pastikan pula peralatan komunikasi telah siap pakai, guna memudahkan mencari informasi, meminta bantuan atau melakukan konfirmasi.

Di Tingkat Keluarga

Simak informasi terkini melalui TV, radio atau peringatan Tim Warga tentang curah hujan dan posisi air pada pintu air. Lengkapi dengan peralatan keselamatan seperti: radio baterai, senter, korek gas dan lilin, selimut, tikar, jas hujan, ban karet bila ada. Siapkan bahan makanan mudah saji seperti mi instan, ikan asin, beras, makanan bayi, gula, kopi, teh dan persediaan air bersih. Siapkan obat-obatan darurat seperti: oralit, anti diare, anti influenza. Amankan dokumen penting seperti: akte kelahiran, kartu keluarga, buku tabungan, sertifikat dan benda-benda berharga dari jangkauan air dan tangan jahil.

Yang Harus Dilakukan Saat Banjir


Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan aliran listrik di wilayah yang terkena bencana, Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih memungkinkan untuk diseberangi.
Hindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus banjir. Segera mengamankan barang-barang berharga ketempat yang lebih tinggi. Jika air terus meninggi hubungi instansi yang terkait dengan penanggulangan bencana seperti Kantor Kepala Desa, Lurah ataupun Camat.

Yang Harus Dilakukan Setelah Banjir

Secepatnya membersihkan rumah, dimana lantai pada umumnya tertutup lumpur dan gunakan antiseptik untuk membunuh kuman penyakit. Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit diare yang sering berjangkit setelah kejadian banjir. Waspada terhadap kemungkinan binatang berbisa seperti ular dan lipan, atau binatang penyebar penyakit seperti tikus, kecoa, lalat, dan nyamuk.

Usahakan selalu waspada apabila kemungkinan terjadi banjir susulan.

TIPS MENGHADAPI BANJIR


Ada beberapa hal yang perlu anda ketahui untuk mencegah banjir, menghadapi banjir dan ketika sesudah banjir. Berikut ini adalah tipsnya: SEBELUM BANJIR

Kerja bakti membersihkan saluran air Melaksanakan kegiatan 3M (Menguras, Menutup dan Menimbun) benda-benda yang dapat menjadi sarang nyamuk Membuang sampah pada tempatnya Menyediakan bak penyimpanan air bersih

SAAT BANJIR

Evakuasi keluarga ketempat yang lebih tinggi Matikan peralatan listrik/sumber listrik Amankan barang-barang berharga dan dokumen penting ke tempat yang aman Ikut mendirikan tenda pengungsian, pembuatan dapur umum Terlibat dalam pendistribusian bantuan Mengusulkan untuk mendirikan pos kesehatan Menggunakan air bersih dengan efisien

SESUDAH BANJIR

Membersihkan tempat tinggal dan lingkungan rumah Melakukan pembrantasan sarang nyamuk ( PSN ) Terlibat dalam kaporitisasi sumur gali Terlibat dalam perbaikan jamban dan saluran pembuangan air limbah (SPAL)

Kenapa Bandung Banjir ?


Banjir Bandung Selatan Bandung merupakan kota dengan elevasi yang cukup tinggi yaitu rata-rata sekitar 768 m di atas permukaan laut rata-rata (dpl) (mean sea level). Daerah utara Kota Bandung pada umumnya lebih tinggi daripada daerah selatan. Rata-rata ketinggian di sebelah utara

adalah 1050 dpl, sedangkan di bagian selatan adalah 675 dpl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan yang membuat Bandung menjadi semacam cekungan (Bandung Basin). Kalau bandung kota yang cukup tinggi kenapa bisa banjir ?

Banjir tidak hanya di dataran rendah.


Air akan cenderung mengalir bila morfologinya curam, dan mengalir pelan bila morfologinya landai. Dengan demikian kalau ada daerah landaian air akan cenderung menggenang. Ketika air sudah tidak mengalir dengan baik maka disitulah kemungkinan terjadi banjir. Bagaimana dengan sekitar Bandung Selatan ?

Warna hijau dataran rendah, warna coklat dataran tinggi. Bandung memang berada di daerah tinggian. Namun kalau diperhatikan morfologinya, maka Bandung Selatan merupakan sebuah landaian. Bahkan terkesan mendatar. Morfologi yang datar dan dikelilingi tinggian ini sering disebutkan sebagai Cekungan Bandung (Bandung Basin). Batuan yang ada dibawa Bandung selatan ini diperkirakan hasil dari pengendapan sebuah danau. Ya sebuah danau mungkin pembaca pernah mendengan Danau Bandung. Bandung Selatan memang dahulu berupa danau. Bahkan sudah diselidiki endapannya yang menunjukkan bahwa Danau Bandung ini dahulu terisi air.

Kapan Danau ini mengering ?

Bandung Danau Purba Menurut M.A.C. Dam (1994) the Late Quaternary Evolution of the Bandung Basin: endapan terakhir (termuda) danau Bandung dg absolut dating C-14 berumur 16.000 tahun yang lalu! Diperkirakan danau Bandung sudah tidak ada (kering) sejak 16.000 tahun yang lalu. Pak Budi Brahmantyo seorang dosen ITB, yakin ketika manusia Dago Pakar atau Manusia Pawon hidup (3 6 ribu th yl), dataran Bandung hanya tinggal rawa-rawa yang luas, tetapi bukan danau. Hingga sekarang masih tersisa banyak ranca dan nama daerah berawalan ranca (alias rawa) di cekungan Bandung. Jadi walaupun Bandung terletak didaerah tinggian tetap saja memungkinkan terjadi banjir.

Bencana Banjir
Ramalan malapetaka untuk Indonesia selagi tingakatan air laut meninggi. Setelah gelombang pasang minggu lalu melewati dinding perbatasan, jalan utama menuju bandara Jakarta pun tertutup. Beberapa ramalan untuk Indonesia dikeluarkan oleh konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Bali jika tingakatan air laut terus meninggi:

Bandara Jakarta akan tenggelam pada tahun 2035. Sekitar 25% wilayah Jakarta dapat hilang di tahun 2050. Surabaya dan Semarang akan banjir secara tetap pada tahun 2080. Ibukota Indonesia terpaksa dipindahkan ke Bandung. Dua ribu pulau bisa habis di tahun 2030. 400,000 km kuadrat luas daratan lenyap pada tahun 2080, termasuk sekitar 10% dari Papua, dan 5% dari Jawa dan Sumatra (di pesisir utara).

Begitu ujar Nicholas Stern, pengarang "The Stern Report" (2006) mengenai perubahan iklim:

Negara kepulauan sangat rawan terhadap peningkatan air laut dan badai. Indonesia termasuk Negara yang amat rawan. Menurut sebuah laporan iklim PBB, suhu dunia diperkirakan akan bertambah diantara 1.1 dan 6.4 derajat Celsius (2.0 dan 11.5 derajat Fahrenheit) sementara tingkatan air laut diantara 18 cm dan 59 cm (7 dan 23 inci) diabad ini. Armi Susandi, seorang meteorologis di Institut Teknologi Bandung (ITB), memperkirakan tingkatan air laut akan naik dengan rata-rata 0.5 cm per tahun sampai 2080, sementara kecepatan perendaman Jakarta akan lebih tinggi karena tempatnya yang pas berada diatas tingkatan laut, yakni 0.87 cm per tahun. Indonesia akan menjadi lebih miskin karena hilangnya pulau-pulau. Hal ini disebabkan oleh perhubungan ke sumber-sumber mineral yang akan menjadi lebih sulit, bahkan mustahil, dengan dipotongnya 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun. Pemotongan inipun belum memasukkan perhitungan dari hilangnya lahan dan pekerjaan karena jutaan orang yang harus pindah dari daratan rendah ke tempat-tempat yang lebih tinggi. Sebuah penelitian IIED menyatakan 42 juta orang di Indonesia yang hidup di daerah kurang dari 10 meter diatas batas laut adalah mereka yang akan paling dirugikan oleh meningkatnya air laut. Sebuah penelitian terpisah oleh Program Lingkungan PBB di tahun 1992 menunjukkan bahwa hanya dua lokasi di Jawa dapat membuat 81,000 petani kehilangan sawah dan perikanannya, sekaligus 43,000 pekerja ladang dari usahanya dengan perubahan keadaan laut ini. Banjir Jakarta Jangan Sekedar Banjir Janji

(inilah.com/Wirasatria) Serahkan pada ahlinya. Itulah tagline politik yang dijadikan identitas Fauzi Bowo ketika Pilkada Jakarta tiga tahun silam. Berbagai harapan tumpah ruah dialamatkan kepada pemimpin baru Jakarta. Masyarakat berharap pembangunan di Jakarta membawa kesejahteraan masyarakat.

Namun, fakta dilapangan berbeda seratus derajat, gerak pembangunan di Ibu Kota Jakarta nampak bagai berjalan tanpa memperhatikan sisi kemanusiaan yang beradab. Berbagai penggusuran kian marak. Berbagai aturan yang sempit dan kontroversial seperti Perda Tibum (ketertiban umum), Perda Merokok dan persoalan serius namun klasik seperti banjir hingga kini masih membayangi Jakarta. Untuk Perda dan aturan, kita bisa memaklumi pandangan dasar Perda tersebut. Namun untuk banjir, masyarakat Jakarta pasti setuju bahwa persoalan ini belum selesai hingga akarnya. Praktis, hampir tiap tahun masyarakat mendengar banjir janji para pejabat di DKI namun miskin bukti. Banjir kemudian menjadi persoalan yang seolah-olah tidak bisa diselesaikan secara efektif oleh Pemda DKI. Padahal, Jakarta memiliki siklus banjir lima tahunan yang merugikan. Pada tahun 2002 banjir di Jakarta ditaksir merugikan perekonomian sebesar 4 triliun rupiah. Aktivitas warga Jakarta-pun ikut terganggu, efektivitas roda pemerintah dan ekonomi terkendala karena akses menuju pusat kota tertutup genangan banjir Jakarta. Kemudian, jadilah kota Jakarta kota seribu banjir dan sejuta janji untuk menyelesaikannya. Guna mengatasi permasalahan banjir Jakarta, Pemda DKI Jakarta mengeluarkan sejumlah kebijakan yang selanjutnya dituangkan dalam Perda-Perda, seperti kebijakan ekonomi, sosial, budaya, politik, penataan kota, pendirian bangunan, pengolahan limbah dan lain sebagainya. Dalam suatu kesempatan, Gubernur menyampaikan beberapa kebijakan yang diambil untuk mengatasi banjir. Pemerintah DKI sendiri dalam lima tahun yang akan datang akan melaksanakan pembangunan, peningkatan, normalisasi, pemeliharaan serta pengoperasian sarana dan prasarana pengendali banjir dan drainase, termasuk dalam rencana Pemprov DKI adalah perbaikan dan mengembangkan sistem polder dan penyelesaian kanal banjir timur. Dalam Masterplan pengendalian banjir, Pemda DKI meminta pemerintah pusat untuk konsisten meminimalkan dampak pencemaran lingkungan seiring dengan gencarnya pembangunan di Indonesia khususnya Jakarta, serta mengajak seluruh elemen warga Jakarta untuk bersama menjaga lingkungan kebersihan Jakarta, termasuk pengendalian sampah. Volume sampah Jakarta 6.000 ton perhari, maka ketika banjir jumlahnya bisa mencapai 9.000 10.000 ton. Namun, menyalahkan sampah dari rumah masyarakat sekitar kali tentu tidak tepat mengingat masalah banjir Jakarta begitu kompleks dan rumit. Untuk itu diperlukan solusi komperhensif dan kebijakan sistematis yang dikeluarkan oleh Pemda DKI. Masyarakat menilai, Pemda DKI justru ingin mengkir dari persoalan ini lalu menyerahkan masalah banjir Jakarta kepada masyarakat dan pemerintah pusat.

Menyerahkan persoalan banjir Jakarta pada masyarakat, mengindikasikan jika Pemda DKI gagal mengemban amanah kepemimpinan, yang perlu kita ingat bersama bahwa banjir tidak semata-mata persoalan hujan atau tidak hujan, melainkan telah bergeser ke dalam ranah kebijakan pembangunan pemerintah. Bagi pemerintah yang rakus pembangunan tanpa melihat sisi lingkungan dan kemanusiaan, maka dengan serta merta dan membabi buta mengeluarkan izin dan peraturan untuk memudahkan berbagai pembangunan seperti gedung, mall, lapangan golf, industri dan sebagainya tanpa mempertimbangan sisi ekologis daerahnya. Singkatnya, Pemda DKI harus bertanggung jawab penuh dalam memenuhi rasa aman dan nyaman penduduk Jakarta untuk terbebas dari banjir yang sering datang. Dipilihnya Foke sebagai Gubernur Jakarta bukan tanpa sebab oleh masyarakat, sebab warga Jakarta percaya sebagai anak Betawi asli, diharapkan mampu menyelesaikan masalah Jakarta. Warga-pun berharap berbagai kebijakan yang diambil Pemda DKI dalam mengupayakan banjir Jakarta harus pula memperhatikan sisi humanistik warga Jakarta. Tanpa adanya upaya strategis dan bijaksana mengatasi banjir Jakarta, Pemda DKI akan dinilai skeptis oleh rakyat. Besar Kecil Normal

Banjir Karawang Karena Limpasan Jatiluhur


TEMPO Interaktif, BANDUNG - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat Udjwalprana Sigit mengatakan, penyebab banjir Karawang karena hujan tidak tertampung Sungai Citarum dan bendungan. Banjir itu karena curah hujan tinggi yang tidak tertampung di bendungan dan sungai Citarum, katanya di Bandung, Selasa (23/3). Kendati demikian, Sigit mengatakan, kondisi Waduk Jatiluhur sendiri aman. Pernyataan itu disampaikannya menjawab beredarnya isu pesan pendek dan selebaran yang menyebutkan bendungan itu bocor. Dia minta semua pihak agar tidak menyebarkan pernyataan yang meresahkan dan membingungkan warga korban banjir di sana. Sigit mengatakan, Jatiluhur berikut semua bendungan yang berada di Sungai Citarum dalam kondisi aman. Air yang tertampung, masih dalam batas-batas toleransi daya

tampungnya. Jika memang terjadi apa pun di tiga waduk itu, lanjutnya, pemerintah akan mengumumannya pada masyarakat. Kalau Jatiluhur tidak aman, bermasalah, pasti ada pengumuman khusus yang menyatakan itu, jadi bukan (informasi lewat) orang per orang yang menyatakan itu tidak aman, katanya. Dia mengatakan, banjir yang terjadi saat ini hampir merata di sepanjang aliran Sungai Citarum. Banjir yang terjadi, lanjutnya, akibat melimpahnya air dari badan Sungai Citarum di sisi kiri dan kanan badan sungai. Kita runut mulai dari Bandung sampai Karawang, hingg Muara Gembong, semua itu yang di lingkaran kana-kiri Sungai Citarum, kata Sigit. Sejumlah titik banjir kini menjadi menjadi tengah dipantau. Banjir itu tersebar di sejumlah daerah di antaranya Bandung, sebagian Purwakarta, Karawang, Bekasi, dan Cirebon. Sigit mengatakan, banjir yang terbanyak merendam permukiman warga berada di Karawang dan Kabupaten Bandung. Semua sudah diantisipasi, logisitik dan bantuan kesehatan disiapkan, tidak ada alasan pengungsi kekurangan bahan makanan dan logistik, kata Sigit. Sejumla kerugian tengah di data. Di antaranya, sawah yang terendam. Kendati potensi gagal panen diperkirakan tidak terlalu besar karena sawah yang terendam banjir tidak banyak. Dinas Pertanian sedang mendata supaya cepat mengambil langkah (mengantisispasinya), kata Sigit.

Banjir
Angin Timur Laut bertiup dari Laut China Selatan sedang bermula. Masa inilah juga yang dikenali sebagai musim tengkujuh. Secara automatis kita akan terbayang bagaimana lebatnya hujan yang akan turun. dan yang paling membimbangkan ialah berlakunya banjir yang melibatkan nyawa dan harta-benda, istimewa bagi negerinegeri di Pantai Timur Semenanjung. Kejadian banjir setiap tahun adalah perkara biasa kerana ia sudah menjadi peristiwa tahunan, tetapi jika berlaku banjir besar seperti yang telah berlaku dalam tahun 1970 dan 1971 lalu, itu adalah satu soal lain pula. Tetapi pengalaman banjir besar tahun 1970 dan 1971 (kira-kira 40 tahun selepas Bah Besar 1926), orang begitu takut sekali bila menghadapi musim tengkujuh. Beberapa buah negeri telah mula bersiap-siap bagi menghadapi banjir tahun ini. Begitu juga beberapa alat pengesan banjir telah dipasang di negara kita untuk memberi amaran dan maklumat kepada orang ramai jika berlakunya banjir. Walaupun pengetahuan sains dan teknologi telah banyak memberi sumbangan kepada kesejahteraan hidup umat manusia, tetapi kita tidak harus melupakan atau menganggap sepi akan beberapa petua atau tanda yang menjadi pegangan orangorang terdahulu daripada kita.

Daripada pengalaman saya sendiri, dalam banjir tahun 1970 dan awal tahun 1971, serta pemerhatian saya selepas itu dalam tahun 1972, 1973 dan 1974, saya merasakan bahawa beberapa petua atau tanda-tanda itu boleh dijadikan panduan tentang kedatangan banjir. Petua atau tanda yang pertama yang telah diberitahu kepada saya ialah dengan memerhatikan kegiatan semut di rumah-rumah kita. Menurut tanda ini --lama sebelum banjir besar itu berlaku --semut-semut yang biasanya hidup dan bersarang di tanah atau pun di daam tanah akan keluar dengan banyaknya beramai-ramai memanjat tiang dan dinding rumah kita. Semut itu akan terus naik ke atas dan menuju pokok-pokok yang berhampiran rumah kita. Semut ini ialah dari jenis semut hitam, akan berbuat begitu sampai berbulan-bulan lamanya dengan tiada putusnya berpindah sambil membawa telur dan makanan mereka. Peristiwa ini telah saya alami sendiri, tetapi waktu itu saya belum lagi mengetahui apakah alamatnya. Setelah banjir 1970 kemudian diikuti oleh banjir 1971 yang kecil sedikit, peristiwa semut pindah itu berulang lagi. Dalam banjir tahun 1971, semut-semut itu hanya memanjat dan membuat sarang di dalam laci-laci meja dan almari. Rupanya banjir tahun itu hanya mencecah lantai sahaja. Menurut kajian sains semut adalah sejenis serangga yang amat sensitif terhadap perubahan yang berlaku disekitarnya. Jadi, tidak hairanlah jika semut-semut itu telah dapat mencium 'kehadiran' air yang berlebihan di sekitar sarangnya di dalam tanah itu menyebabkan mereka berpindah semuanya sebelum banjir berlaku. Petua atau tanda kedua yang juga telah saya perhatikan ialah dengan melihat bintang Belantik. Menurut seorang tua yang tinggal di Kampung Tanjung Belengu, Temerloh, Encik Yusuf, berumur lebih kurang 70 tahun berkata, jika banjir akan berlaku kedudukan bintang Belantik ini akan kelihatan tersangat rendah di ufuk hampir dengan kaki langit. Jika kedudukan bintang ini tinggi, insyaAllah, banjir besar tidak akan berlaku dalam tahun itu. Daripada pengalaman saya selepas itu, tanda tersebut adalah benar setakat ini. Petua atau tanda ketiga ialah ketika kejadian banjir itu sudah terlalu hampir. Tandanya ialah apabila kedengaran suatu bunyi seperti letupan yang kuat yang menggegarkan yang dipanggil "Kepala Air'. Bunyi ini menandakan kepala air telah pecah dan banjir besar sudah pasti berlaku. Dari apa yang saya alami dalam banjir tahun 1970, memang ada kedengaran bunyi apa yang dinamakan "Kepala Air " itu. Tanda-tanda yang saya sebutkan di atas itu adalah antara beberapa tanda mengikut kepercayaan orang tua-tua. Mungkin ada banyak lagi tanda seumpama itu. Sebagai petua atau tanda-tanda, tidaklah saya mendakwa bahawa semuanya yang tersebut itu seratus-peratus benar dan boleh dipercayai, tetapi sekurang-kurangnya ia boleh menjadi panduan kepada kita semua ketika menghadapi musim tengkujuh yang akan datang ini. CARA-CARA MENGATASI BANJIR Pelbagai cara dijalankan, antaranya: Menyediakan Sistem Perparitan Parit-parit yang telah cetek akibat daripada bahan-bahan kumuhan hendaklah sentiasa dibersihkan. Dengan ini air limpahan dan hujan dapat dialirkan dengan baik.

Projek Pendalaman Sungai Kebanyakan kejadian banjir berlaku kerana kecetekan sungai. Jika dahulu sungai mampu mengalirkan sejumlah air yang banyak dalam sesuatu masa, kini pengaliran telah berkurangan. Ini disebabkan proses pemendapan dan pembuangan bahan-bahan buangan. Langkah untuk menangani masalah ini ialah dengan menjalankan proses pendalaman sungai dengan mengorek semua lumpur dan kekotoran yang terdapat di sungai. Apabila proses ini dilakukan, sungai bukan sahaja menjadi dalam tetapi mampu mengalirkan jumlah air hujan dengan banyak. Memelihara Hutan Kegiatan pembalakan di mana penerokaan di kawasan pinggir sungai digemari menyebabkan tanah terhakis dan runtuh ke sungai. Keadaan yang sama juga berlaku apabila aktiviti pembalakan yang giat dilakukan di lereng-lereng bukit. Oleh itu pemeliharaan hutan merupakan cara yang baik untuk mengatasi masalah banjir. Hutan boleh dijadikan kawasan tadahan yang mampu menyerap air hujan daripada mengalir terus ke bumi. Hutan boleh berfungsi sebagai bunga karang (sponge) dengan menyerap air hujan dan mengalir dengan perlahan-lahan ke anak-anak sungai. Ia juga bertindak sebagai penapis dalam menentukan kebersihan dan kejernihan air. Hutan mampu menyerap air hujan pada kadar 20%. Kemudian air hujan ini dibebaskan kembali ke atmosfera melalui sejatan pemeluwapan. Hanya dengan ini sahaja pengurangan air hujan dapat dilakukan. Mengawal Aktiviti Manusia Banjir kilat yang berlaku terutamanya di bandar disebabkan pembuangan samapah dan sisa industri ke sungai dan parit. Bagi menangani masalah ini, kesedaran kepada masyarakat perlu didedahkan supaya aktiviti negatif ini tidak terus dilakukan seperti mengadakan kempen mencintai sungai dan sebagainya. Badan-badan tertentu juga harus bertanggungjawab menentukan sungai sentiasa bersih dan tidak dijadikan tempat pembuangan sampah. Kejadian banjir merupakan malapetaka yang tidak dapat dielakkan terutamanya apabila membabitkan hujan lebat. Bagaimanapun usaha seharusnya dibuat untuk mengurangkan akibat banjir. Manusia juga harus sentiasa berwaspada dengan kejadian ini. FAKTOR-FAKTOR BERLAKU BANJIR Banjir berlaku disebabkan oleh beberapa faktor. Antara faktor-faktor berlaku banjir adalah:1. Hujan yang berterusan. Hujan yang berterusan tanpa berhenti-henti akan menyebabkan banjir berlaku. Di kawasan-kawasan rendah, air hujan akan dialirkan ke sungai. Sungai yang dipenuhi air akan melimpah keluar sehingga menyebabkan kawasan tanah rendah dipenuhi air. 2. Proses pembandaran.

Proses pembandaran menyebabkan banyak kawasan yang dipermodenkan. Kawasankawasan tanah rendah telah ditebus guna dengan mengambil tanah dari kawasan bukit. Ada juga anak-anak sungai yang ditimbus untuk dijadikan tapak bangunan. Aktiviti-aktiviti seperti ini merupakan faktor penyebab berlakunya banjir. Jika dahulu anakanak sungai dan lembah dijadikan kawasan aliran air, kini kawasan tersebut telah ditimbus dengan tanah. Apabila hujan turun, air akan mengalir dari kawasan bukit ke kawasan yang rendah dan kemudian bertakung. Lama-kelamaan air akan bertambah dan banjir kilat akan berlaku. 3. Hakisan sungai. Hakisan sungai yang kerap berlaku disebabkan oleh dua faktor iaitu hakisan berlaku secara semula jadi dan pembuangan sisa domestik manusia. Faktor semula jadi berlaku apabila hujan turun dengan lebat, air akan mengalir deras and menghakis tebing-tebing sungai. Akhirnya tanah tebing akan runtuh dan membentuk satu mendapan di dasar sungai. Seterusnya sungai akan menjadi cetek. Begitu juga dengan aktiviti manusia yang suka membuang sisa-sisa domestik seperti sampah-sarap dan sisa-sisa industri ke dalam sungai boleh menyebabkan sungai menjadi cetek dan pengaliran air tersekat. Apabila hujan lebat turun, sungai yang telah menjadi cetek akibat hakisan semula jadi atau pencemaran tidak dapat menampung atau megalirkan air hujan yang banyak. Akhirnya air sungai akan melimpah ke tebing dan dengan ini banjir akan berlaku. 4. Hutan tadahan. Hutan merupakan satu kawasan yang menempatkan pelbagai jenis tumbuhan dan haiwan. Selain itu hutan juga boleh dijadikan sebagai pengimbang ekosistem dunia dengan merendahkan kadar suhu. Hutan menyerap air hujan yang turun ke permukaan bumi dengan kadar antara dua peratus hingga 20%. Kemudian air yang diserap akan dialirkan ke anak-anak pokok melalui akar. Ada juga proses pemeluwapan dilakukan dengan membebaskan semula titisan-titisan air ke udara. Dengan ini berlaku kitaran air secara semula jadi. Pemusnahan hutan menyebabkan hujan terus turun ke bumi tanpa diserap oleh tumbuhan. Hujan yang turun dengan lebat menyebabkan air mengalir dengan banyak ke dalam sungai. Sungai tidak mendapat menampung air hujan dalam jumlah yang banyak. Pada masa ini limpahan air sungai akan berlaku mengakibatkan banjir. 5. Sistem perparitan tidak terancang. Masalah banjir yang sering melanda bandar adalah disebabkan kekurangan sistem perparitan yang dibina serta ianya terlalu kecil dan cetek. Jumlah air yang banyak menyebabkan air melimpah keluar dari parit menyebabkan banjir kilat berlaku. KESAN-KESAN BANJIR Banjir memberikan beberapa kesan yang tidak baik terhadap semua hidupan sehingga boleh membawa kematian. Antara yang disebabkan oleh banjir adalah:

1. Kemusnahan Tanam-tanaman
Air banjir yang bertakung terlalu lama di kawasan pertanian menyebabkan tanaman mati. Antara tanaman yang mudah mati adalah getah, koko, kepala sawit dan padi. Kemusnahan tanam-tanaman ini akan merugikan para petani.

2. Kemusnahan Harta Benda


Banjir yang besar boleh menenggelamkan rumah kediaman serta menghayutkan serta merosakkan barang-barang lain seperti barang-barang elektrik, kereta dan sebagainya. Ini membawa kerugian besar kepada penduduk.

3. Penyakit
Kesan yang paling buruk dibawa oleh banjir adalah kesihatan manusia. Banjir yang berlaku akan menyebabkan takungan najis keluar bersama-sama limpahan air. Najis ini bertaburan di merata-rata tempat sehingga mengakibatkan pelbagai jenis penyakit seperti taun dan malaria.

4. Kematian
Banjir juga boleh mengakibatkan kehilangan nyawa terutamanya di kawasan yang rendah dan berhampiran dengan sungai.

5. Kerugian Kerajaan
Banjir sering merosakkan harta awam seperti jalan raya, bangunan, telefon, elektrik dan mengakibatkan pelbagai jenis penyakit. Semua ini akan ditanggung oleh kerajaan dengan memperbaiki kerosakkan dan membiayai kelengkapan perubatan. Kesemua ini memerlukan kos penyelenggeraan yang tinggi. Selain itu kerajaan juga terpaksa menyediakan pelbagai keperluan asas seperti makanan dan minuman, ubat-ubatan disamping menyediakan petempatan sementara mangsa banjir. PERISTIWA-PERISTIWA BANJIR DI SABAH Tahun 1996 Ribut Greg yang membawa hujan ribut ke Sabah pada 26 December 1996 telah menyebabkan banjir di bahagian utara timuran Sabah (Keningau) dan telah mengorbankan banyak nyawa. Kebanyakan mangsa adalah rakyat Indonesia yang bekerja di daerah tersebut. Hujan lebat berserta dengan angin kencang telah mengakibatkan air Sungai Liawan, Sungai Pampang, Sungai Sinagang dan Sungai Bayayo melimpah tebingnya. Kawasan-kawasan lain yang turut menerima ancaman ribut ini adalah Tuaran, Papar, Kota Kinabalu, Penampang, Tawau dan Sandakan. Tahun 1997

Banjir kilat yang melanda ibu negeri dan Penampang pada 17 Mei 1997 menyebabkan kebimbangan dan kesusahan serta kesesakan lalulintas di dalam dan sekitar bandar berikutan hujan lebat bermula selepas jam 3.00 petang. Ia berterusan hingga lewat petang dan pada jam 8.00 malam. Ramai pemandu terkandas di jalan-jalan, manakala para pejalan kaki enggan menaiki perkhidmatan pengangkutan awam dengan pulang berjalan kaki. Kebanyakan lokasi yang terlibat ialah kawasan-kawasan yang terdedah kepada banjir seperti Putatan, Penampang, Luyang, Likas, Inanam dan Menggatal. Banjir ini berlaku disebabkan sistem perparitan yang tidak sempurna. Keadaan yang sama turut berlaku di Sandakan. Banjir ini dikatakan berlaku disebabkan oleh pembinaan jalan yang menyebabkan parit-parit tersumbat. Kawasan yang terjejas adalah kawasan perumahan yang mengakibatkan banyak perkakas rumah musnah. Tahun 1999 Banjir yang paling teruk melanda Sabah berlaku pada 6 Januari 1999. Lebih 2000 penduduk di tujuh daerah di Sabah telah dipindah ke beberapa pusat pemindahan sementara. Hujan lebat turun lebih 10 jam tanpa berhenti mengakibatkan banjir besar. Daerah Penampang yang merupakan kawasan yang paling teruk dilanda bencana tersebut. Mengikut laporan, 57 kawasan di tujuh daerah terlibat itu adalah Kota Kinabalu sebanyak 12 kawasan, Penampang (22), Papar (10), Kota Belud (7), Tuaran (5), Beaufort (3) dan Keningau (3).

Anda mungkin juga menyukai