1 Latar Belakang Dalam dunia farmasi kita mungkin mengetahui beberapa bentuk sediaan obat yang umumnya dipakai dalam pembuatan obat. Setiap bentuk sediaan memiliki fungsi dan kegunaannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan untuk apa obat tersebut dipakai. Salah satu bentuk sediaan dari obat yang sering dijumpai dan sering digunakan merupakan emulsi. Emulsi merupakan salah satu bentuk sediaan yang sering ditemui dan digunakan oleh masyarakat luas. Sama seperti bentuk sediaan yang lainnya, emulsi dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu. Hal tersebut didasarkan bahwa setiap sediaan yang akan digunakan harus sesuai dengan kebutuhan, sehingga didapatkan hasil yang optimal. Pada makalah ini akan dibahas tentang contoh emulsi dipasaran, bagaimana pembuatannya, efek farmakologi, indikasi, kontraindikasi dan efek samping yang ditimbulkan. I.2 Tujuan 1. Membedakan tipe-tipe emulsi 2. Menjelaskan cara pembuatan emulsi minyak ikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Teori Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Stabilitas emulsi dapat dipertahankan dengan penambahan zat yang ketiga yang disebut dengan emulgator (emulsifying agent). (FI edisi IV)
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua lapisan yaitu air dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi ( emulgator ) yang merupakan komponen yang paling penting untuk
memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).
A. Komponen Emulsi Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu : 1. Komponen dasar Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi. Terdiri atas : Fase dispers / fase internal / fase diskontinu Yaitu zat cair yang terbagi- bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain. Fase kontinue / fase external / fase luar Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut. Emulgator. Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi. 2. Komponen tambahan Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, odoris, colouris, preservative (pengawet), anti oksidan. Preservative yang digunakan antara lain metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol dan klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetas dan lain lain. Antioksidan yang digunakan antara lain asam askorbat, L.tocopherol, asam sitrat, propil gallat , asam gallat.
B. Tipe Emulsi Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun external, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu : o Emulsi tipe O/W ( oil in water) atau M/A ( minyak dalam air). Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase external. o Emulsi tipe W/O ( water in oil ) atau A/M ( air dalam minyak) Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase external. C. Tujuan pemakaian emulsi Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur. 1. Dipergunakan sebagai obat dalam / per oral. Umumnya emulsi tipe o/w 2. Dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe o/w maupun w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki. D. Teori Pembentukan Emulsi 1. Teori Tegangan Permukaan Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu antara lain sabun (sapo).
Dalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur. 2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge) Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni : Kelompok hidrofilik, yaitu bagian dari emulgator yang suka pada air. Kelompok lipofilik , yaitu bagian yang suka pada minyak. Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya, kelompok hidrofil kedalam air dan kelompok lipofil kedalam minyak. Dengan demikian emulgator seolah-olah menjadi tali pengikat antara air dan minyak. Antara kedua kelompok tersebut akan membuat suatu keseimbangan. 3. Teori Interparsial Film Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase disper. Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase disper menjadi stabil. E. Kestabilan Emulsi. Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini : 1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, dimana yang satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain.
Creaming bersifat reversible artinya bila digojok perlahan-lahan akan terdispersi kembali. 2. Koalesen dan cracking (breaking) adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan
Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan pH, penambahan CaO/CaCl2 exicatus. Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan,
pengadukan. 3. Inversi adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi w/o menjadi o/w atau sebaliknya. Sifatnya irreversible. F. Metode Pembuatan Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi , secara singkat dapat dijelaskan :
1.
Metode gom kering atau metode kontinental. Dalam metode ini zat pengemulsi (biasanya gom arab) dicampur dengan minyak terlebih dahulu, kemudian ditambahkan air untuk pembentukan corpus emulsi, baru diencerkan dengan sisa air yang tersedia.
2. Metode gom basah atau metode Inggris. Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air (zat pengemulsi umumnya larut) agar membentuk suatu mucilago, kemudian perlahanlahan minyak dicampurkan untuk mem-bentuk emulsi, setelah itu baru diencerkan dengan sisa air.
3.
Metode botol atau metode botol forbes. Digunakan untuk minyak menguap dan zat zat yang bersifat minyak dan mempunyai viskositas rendah (kurang kental). Serbuk gom dimasukkan ke dalam botol kering, kemudian ditambahkan 2 bagian air, tutup botol kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sambil dikocok.
II.2 Pembahasan II.2.1 Contoh sediaan Ada banyak macam contoh emulsi di pasaran, namun dalam makalah ini hanya akan dibahas salah satu contohnya saja, yaitu emulsi minyak ikan. Emulsi minyak ikan yang ada dipasaran seperti Scotts Emulsion dan Vidoran Emulsion. II.2.2 Cara Pembuatan Cara pembuatan emulsi minyak ikan secara umum adalah dengan melarutkan zat pengemulsi (mis. Gom arab) dengan minyak ikan, lalu ditambahkan emulgator yang cocok, dan dicukupkan volumenya dengan sisa air. II.2.3 Indikasi II.2.3.1 Scotts Emulsion Untuk memelihara daya tahan tubuh dan memenuhi kebutuhan vitamin A dan D dalam tubuh.
II.2.3.2 Vidoran Emulsion Suplemen untuk masa pertumbuhan, memelihara sistem imun dan memperbaiki nafsu makan pada anak. II.2.4 Efek Farmakologi Minyak ikan merupakan sumber vitamin A dan D dalam tubuh. 1. Vitamin A terutama terdapat pada bahan yang berasal dari hewan. Minyak hati ikan mengandung campuran isomer, retinol sintetik mengandung all-trans isomer. Vitamin A dosis kecil tidak menunjukkan efek farmakodinamik yang berarti. Sebaliknya, pemberian dosis besar vitamin A menimbulkan keracunan. Vitamin A diabsorbsi sempurna melalui usus halus dan kadarnya dalam lasma mencapai puncak setelah 4 jam, tetapi absorbs dosis besar vitamin A kurang efisien karena sebagian akan keluar melalui tinja. 2. Vitamin D berefek meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfat melalui usus halus, sehingga menjamin kebutuhan kalsium dan fosfat yang cukup untuk tulang. Vitamin D diabsorbsi lebih cepat dan lebih sempurna pada saluran cerna. Gangguan fungsi hati, kandung empedu dan saluran cerna dapat mengganggu absorbs vitamin D. dalam sirkulasi, vitamin D diikat oleh -globulin yang khusus dan selanjutnya disimpan dalam lemak tubuh untuk waktu lama dengan masa paruh 1925 jam.
BAB III PENUTUP III.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun external, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu : o Emulsi tipe O/W ( oil in water) atau M/A ( minyak dalam air). Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase external. o Emulsi tipe W/O ( water in oil ) atau A/M ( air dalam minyak) Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase external. 2. Cara pembuatan emulsi minyak ikan secara umum adalah dengan melarutkan zat pengemulsi (mis. Gom arab) dengan minyak ikan, lalu ditambahkan emulgator yang cocok, dan dicukupkan volumenya dengan sisa air. III.2 Saran Untuk memperoleh sediaan emulsi yang stabil, sebaiknya
memperhatikan zat penegemulsi yang cocok dengan zat aktif yang dipakai.
DAFTAR PUSTAKA Anief,M.2000.Ilmu Meracik Obat.Gadjah Mada University Press.Jakarta Departemen Farmakologi dan Terapeutik.2007.Farmakologi dan Terapi edisi 5.Jakarta DIRJEN POM RI.1995.Farmakoe Indonesia edisi IV.DEPKES RI.Jakarta BIP Kelompok Gramedia.2011.Mims Indonesia Petunjuk Konsultasi edisi 10.MediData.Jakarta