LABORATORIUM FITOKIMIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Suatu analisis kimia menjadi meragukan jika pengukuran sifat tidak berhubungan dengan sifat spesifik senyawa. Analisis meliputi pengambilan cuplikan, pemisahan senyawa pengganggu, dahulu isolasi senyawa identifikasi yang dan
dimaksudkan,
pemekatan
terlebih
sebelum
pengukuran. Banyak teknik pemisahan tetapi kromatografi merupakan teknik paling banyak digunakan. Kromatografi pertama kali diberikan oleh Michael Tswett, seorang ahli botani Rusia, pada tahun 1906. Kromatografi berasal dari bahasa Yunani Kromatos yang berarti warna dan Graphos yang berarti menulis. Kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tinggal pada sistem dan dinamakan fasa diam. Fasa lainnya, dinamakan fasa gerak, memperkolasi melalui celah-celah fasa diam. Gerakan fasa menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusun cuplikan. Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang
leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua cuplikan , dan kromatografi preparatif hanya dilakukan jika diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat ialah: Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorpsi, penjerapan), dan Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian) . Kromatrografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala
besar untuk pemisahan campuran. Kromatografi kolom seringkali digunakan untuk pemurnian seyawa di laboratorium. Berbagai ukuran kolom dapat digunakan, dimana hal utama yang dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai untuk menerima sampelsampel tanpa melalui fasa diamnya. Merupakan aturan praktis yang umum bahwa panjang kolom harus sekurangkurangnya 10 kali ukuran
diameternya. Jika kita mempunyai kolom dengan panjang 20 cm, dan diameternya 1 atau 2 cm. Bahan pengemasnya suatu adsorben seperti alumina atau resin penukar ion, dimasukkan dalam bentuk suspensi kedalam porsi fasa bergerak dan dibiarkan diam didalam hamparan basah dengan sedikit cairan. 1. 2 Maksud dan Tujuan Percobaan 1.2.1 Maksud Percobaan Adapun maksud dari percobaan ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui cara memisahkan campuran senyawa dari tanaman temu putih (Curcuma zedoria Rosc) dengan menggunakan metode kromatografi cair vakum.
1.2.1 Tujuan Percobaan Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu: 1. Mengetahui prinsip kerja dari kromatografi cair vakum. 2. Mengidentifikasi senyawa dengan menggunakan metode KLT preparatif.
II.1 Kromatografi Kromatografi adalah cara pemisahan zat khasiat dan zat lain yang ada dalam sediaan dengan jalan penyarian berfraksi, penyerapan, atau penukaran ionpada zat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir (2). Kromatografi substansinya digunakan untuk memisahkan campuran Seluruh dari bentuk
menjadi
komponen-komponennya.
kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama (3). Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula (3). Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertimggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (4).
II. 2 Kromatografi Kolom Kromatrografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala besar untuk pemisahan campuran. Kromatografi kolom seringkali digunakan untuk pemurnian senyawa di laboratorium (5). Berbagai ukuran kolom dapat digunakan, dimana hal utama yang dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai untuk menerima sampelsampel tanpa melalui fasa diamnya. Merupakan aturan praktis yang umum
bahwa panjang kolom harus sekurang-kurangnya 10 kali ukuran diameternya. Jika kita mempunyai kolom dengan panjang 20 cm, dan diameternya 1 atau 2 cm. Bahan pengemasnya suatu adsorben seperti alumina atau resin penukar ion, dimasukkan dalam bentuk suspensi kedalam porsi fasa bergerak dan dibiarkan diam didalam hamparan basah dengan sedikit cairan (6). Kolom untuk analisis farmasi umumnya digunakan kolom isi dan sebaiknya hanya isi kolom yang mempengaruhi gerak relative zat terlarut melalui system. Kolom terbuat dari kaca, kecuali jika dinyatakan lain. Kolom dengan beragam ukuran dapat digunakan, tetapi umumnya antara 0,6 m hingga 1,8 m serta diameter dalam 2 mm hingga 4 mm. sebagai fase cair dapat digunakan beraneka ragam senyawa kimia, seperti poly etilen glikol, ester dan amida berbobot molekul tinggi, hidro karbon, gom, dan cairan silicon (5). Kolom harus dikondisikan dengan jalan mengoperasikan sampai keadaan stabil pada suhu yang lebih tinggi dari suhu yang digunakan seperti yang tertera pada masing masing monografi. Suatu uji yang sesuai terhadap sifat inert penyangga, yang perlu untuk fase cair dengan polaritas yang rendah, ada kalanya suatu kolom dapat dikondisikan dengan menyuntikkan ulang senyawa yang dikromatografi. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan suatu campuran senyawa. Kolom yang terbuat dari gelas diisi dengan fase diam berupa serbuk penyerap (seperti selulosa, silika gel, poliamida). Fase diam dialiri (dielusi) dengan fase gerak berupa pelarut. Kromatografi kolom terdiri dari 2 fase yaitu (7): Fase Diam Fase stationer dalam kromatografi kolom adalah zat padat (adsorben). Fase diam yang paling umum digunakan adalah silica gel yang diikuti alumina. Fungsi dari fase diam adalah untuk menahan sampel bergerak di sepanjang kolom.
Fase Gerak Fase gerak yang digunakan dalam kromatografi kolom berupa campuran pelarut atau pelarut murni (eluent). Fungsi fase gerak adalah mengalirkan analit (sampel) untuk bergerak di sepanjang fase diam sampai akhirnya terelusi. Ukuran penyerap untuk kolom biasanya lebih besar daripada untuk KLT. Kemasan kolom biasanya 63-250 m, untuk kolom yang
dijalankandengan gaya tarik bumi, kolom yang dijalankan dengan tekanan, apakah menggunakan udara ataupompa, biasanya mengandung partikel 40-63 m atau lebih halus (8) Kromatografi kolom dari larutan dibutuhkan tabung pemisah tertentu yang diisi dengan bahan sorpsi dan juga pelarut pengembang yang berbeda. Tabung pemisah yang diisi dengan bahan sorpsi disebut kolom pemisah. Tergantung dari masalah bahan pemisahan dapat digunakan tabung filter dengan gelas berpori yang pada ujung bawah menyempit (tabung Allihn) atau tabung gelas, yang pada ujung bawah menyempit dan dilengkapi dengan kran. Tabung bola jarang digunkan.Perbandingan panjang tabung terhadap diameter pada umumnya adalah 40:1. Harga 20 berlaku sebagai batas bawah (9). Pengisisan tabung pemisah dengan adsorben, yang juga disebut kemasan kolom, harus dilakukan secara hati-hati, harus rata. Aluminium oksida atau silika gel dapat diisikan kering ke dalam tabung pemisah. Agar pengisian rata, tabung setelah diisi divibrasi, diketok-ketok atau dijatuhkan lemah pada pelat kayu. Adsorben lainnya harus diisikan sebagai suspensi, terutama jika zat ini menggelembung dengan pelarut pengembang. Yang umum dilakukan adalah, adsorben dibuat seperti bubur dengan pelarutelusi, kemudian dimasukkan ke dalam tabung pemisah. Sebagai bahan sorpsi digunakan bahan yang sama dengan kromatografi lapis titpi yaitu silika gel, aluminium oksida, poliamida, selulosa, selanjutnya juga arang aktif dan gula tepung. Tergantung dari cara pengembangan dapat dibedakan kromatografi elusi, kromatografi garis depan dan kromatografi pendesakan (9).
Kolom kromatografi berkerja berdasarkan skala yang lebih besar menggunakan material terpadatkan pada sebuah kolom gelas vertical (10). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan dengan kromatografi kolom adalah fase diam yang digunakan, kepolaran pelarut (fase diam), ukuran kolom (diamter dan panjang kolom), kecepatan alir elusi membantu mengatasi permasalahan dalam dunia bioteknologi, farmasi, klinik dan kehidupan manusia secara umum (10). Sebagian besar prinsip pemisahan kromatografi kolom didsarkan pada afinitas kepolaran analite dengan fase diam, sedangkan fase gerak selalu memiliki kepolaran yang berbeda dengan fase diam. Pada sebagian besar kromatografi kolom menggunakan fase diam yang bersifat polar dengan fase gerak yang non-polar dengan begitu waktu retensi akan menjadi lebih singkat. Semakin cepat pergerakan fase gerak akan meminimalkan waktu yang diperlukan untuk bergerak di sepanjang kolom. Laju aliran kolom dapat ditingkatkan dengan memperluas aliran eluent di dalam kolom dengan mengisi fase diam pada bagian bawah atau dikurangi dengan mengontrol keran. Laju aliran yang lebih baik dapat dicapai dengan menggunakan pompa atau dengan menggunakan gas dengan kompresi (misalnya udara, nitrogen, argon) untuk mendorong pelarut melalui kolom.
Kolomnya (tabung gelas) diisi dengan bahan seperti alumina, silika gel atau pati yang dicampur dengan adsorben, dan pastanya diisikan kedalam kolom. Larutan sampel kemudian diisikan kedalam kolom dari atas sehingga sampel diasorbsi oleh adsorben. Kemudian pelarut (fasa mobil; pembawa) ditambahkan tetes demi tetes dari atas kolom. Partisi zat terlarut berlangsung di pelarut yang turun ke bawah (fasa mobil) dan pelarut yang teradsorbsi oleh adsorben (fasa stationer). Selama perjalanan turun, zat terlarut akan mengalami proses adsorpsi dan partisi berulang-ulang. Laju penurunan berbeda untuk masing-masing zat terlarut dan bergantung pada koefisien partisi masing-masing zat terlarut. Akhirnya, zat terlarut akan terpisahkan membentuk beberapa lapisan. Akhirnya, masing-masing lapisan dielusi dengan pelarut yang cocok untuk memberikan spesimen murninya.
Nilai R didefinisikan untuk tiap zat etralrut dengan persamaan berikut. R = (jarak yang ditempuh zat terlarut)/(jarak yang ditempuh pelarut/fasa mobil) (11). Kromatografi kolom karena memiliki aliran konstan solusi eluted melewati detektor dalam berbagai konsentrasi, detektor harus plot konsentrasi dari sampel eluted selama perjalanan waktu. Plot konsentrasi sampel terhadap waktu disebut kromatogram. Resolusi mengungkapkan tingkat pemisahan antara komponen-komponen dari campuran. Semakin tinggi resolusi kromatogram, semakin baik tingkat pemisahan sampel kolom memberi (12). a. Faktor-faktor yang digunakan untuk evaluasi kinerja kolom yaitu (12): 1. Efisiensi Kolom Kromatografi Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling sederhana adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis (N). Ukuran efisiensi kolom adalah jumlah lempeng (plate number, N) yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada distilasi. 2. Resolusi (Daya Pisah) Kolom yang lebih efisien akan mempunyai resolusi yang baik. Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode kromatografi direfleksikan dalam kromatogram yang dihasilkan. Untuk hasil pemisahan yang baik, puncak-puncak dalam kromatogram harus terpisah secara sempurna dari puncak lainnya dengan sedikit tumpang (overlapping) atau tidak ada tumpang tindih sama sekali. Resolusi komponen-komponen dalam kromatografi tergantung pada waktu retensi relatif pada sistem kromatografi tertentu dan tergantung pada lebar puncak. 3. Faktor Asimetri (Faktor Pengekoran) Suatu situasi yang menunjukkan kinerja kromatografi yang kurang baik adalah ketika ditemukan suatu puncak yang mengalami pengekoran (tailing) sehingga menyebabkan puncak tidak setangkup atau tidak
simetri. Jika puncak yang akan dikuantifikasi adalah asimetri (tidak setangkup), maka suatu perhitungan asimetris merupakan cara yang berguna untuk mengontrol atau mengkarakterisasi sistem kromatografi. b. Manfaat kromatografi kolom dalam dunia farmasi (13). Dalam bidang bioteknologi, kromatografi mempunyai peranan yang sangat besar. Misalnya dalam penentuan, baik kualitatif maupun kuantitatif, senyawa dalam protein. Protein sering dipilih karena ia sering menjadi obyek molekul yang harus di-purified (dimurnikan) terutama untuk keperluan dalam bio-farmasi. Kromatografi juga bisa diaplikasikan dalam pemisahan molekul-molekul penting seperti asam nukleat, karbohidrat, lemak, vitamin dan molekul penting lainnya. Dengan data-data yang didapatkan dengan menggunakan kromatografi ini, selanjutnya sebuah produk obat-obatan dapat ditingkatkan mutunya, dapat dipakai sebagai data awal untuk menghasilkan jenis obat baru, atau dapat pula dipakai untuk mengontrol kondisi obat tersebut sehingga bisa bertahan lama. Dalam bidang clinical (klinik), teknik ini sangat bermanfaat terutama dalam menginvestigasi fluida badan seperti air liur. Dari air liur seorang pasien, dokter dapat mengetahui jenis penyakit yang sedang diderita pasien tersebut. Seorang perokok dapat diketahui apakah dia termasuk perokok berat atau ringan hanya dengan mengetahui konsentrasi CN- (sianida) dari sampel air liurnya. Demikian halnya air kencing, darah dan fluida badan lainnya bisa memberikan data yang akurat dan cepat sehingga keberadaan suatu penyakit dalam tubuh manusia dapat dideteksi secara dini dan cepat. Sekarang ini, deteksi senyawa oksalat dalam air kencing menjadi sangat penting terutama bagi pasien kidney stones (batu ginjal). Banyak metode analisis seperti spektrofotometri, manganometri, atau lainnya, akan tetapi semuanya membutuhkan kerja ekstra dan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil analisis dibandingkan dengan teknik kromatografi. Dengan alasan-alasan inilah, kromatografi kemudian menjadi pilihan utama dalam.
Pada metode kromatografi kolom mempunyai keuntungan dan kerugiannya yaitu (14): Keuntungan Kromatografi Kolom yaitu : Dapat digunakan untuk analisis dan aplikasi preparatif Digunakan untuk menentukan jumlah komponen campuran Digunakan untuk memisahkan dan purifikasi substansi Kerugian kromatografi kolom yaitu : Untuk mempersiapkan kolom dibutuhkan kemampuan teknik dan manual Metode ini sangat membutuhkan waktu yang lama.
II. 3 Kromatografi Kolom Vakum Kromatografi kolom vakum merupakan kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan
maksimum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi. Walaupun KCV memerlukan jumlah sampel yang lebih banyak dari
pada kromatografi lapis tipis (KLT), KCV tetap ekonomis dalam sisi biaya (9).
Tabel 1. Urutan pelarut yang digunakan dalam Kromatogravi Cair Vakum .
Fraksi 1 2 3 4 5 6 7
Pelarut Heksana Heksana-etil asetat Etil asetat Etil asetat-metanol Etil asetat-metanol Etil asetat-metanol Metanol
Kromatografi cair-vakum merupakan kromatografi kolom yang dikemas kering biasanya dengan penyerap mutu kromatografi lapis tipis10-4 g pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan maksimum. Setelah diperoleh kemasan yang maksimum, kemudian vakum dihentikan dan pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan kedalam permukaan penjerap lalu divakum lagi, kolom dihisap sampai keringdan kolom sekarang siap dipakai (9). Salah satu cara pemisahan adalah kromatografi cair vakum, kromatografi cair vakum adalah kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja pada kondisi vakum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi. Corong G-3 diisi adsorben sampai setinggi 2,5 cm, kemudian diketuk-ketuk dengan batang pengaduk bersalut dilarutkan dalam pelarut organik yang cocok, kemudian ke dalam larutan ekstrak tersebut ditambahkan adsorben dengan bobot sama dengan bobot ekstrak. Campuran ini digenis sampai homogen, dikeringkan dandimasukkan ke dalam corong G-3 kemudian diratakan. Permukaan lapisan adsorben ditutup
dengan kertas saring. Elusi diawali dengan pelarut nonpolar dilarutkan dengan kombinasi pelarut dengan polaritas meningkat. Jumlah pelarut yang digunakan setiap kali elusi adalah sebagai berikut: untuk bobot ekstrak sampai lima gram diperlukan 25 ml pelarut, untuk 10-30 g ekstrak diperlukan 50 ml pelarut. Dalam hal ini diameter corong dipilih sedemikian rupa sehingga lapisan ekstrak dipermukaan kolom setipis mungkin dan rata. Masing-masing pelarut dituangkan ke permukaan kolom kemudian dihisapkan pompa vakum. Masing-masing ekstrak ditampung dalam wadah terpisah sehingga menghasilkan sejumlah fraksi (10). Kromatografi cair vakum dapat digunakan untuk fraksinasi dan memurnikan fraksi. Metode KCV digunakan karena lebih efektif dan efisien dalam pemisahan dibandingkan kromatografi kolom gravitasi. Kromatografi cair vakum (KCV) pertama kali diperkenalkan oleh para ilmuwan dari Australia untuk mengatasi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk separasi menggunakan kolom kromatografi klasik. Pada dasarnya metode ini adalah kromatografi lapis tipis preparatif yang berbentuk kolom. Aliran fase gerak dalam metode ini diaktifkan dengan bantuan kondisi vakum. Kromatografi cair vakum pada awalnya digunakan untuk separasi senyawaan steroid dan produk-produk natural dari laut. Kromatografi cair vakum terdiri dari suatu corong Buchner yang memiliki kaca masir. Corong Buchner ini diiisi dengan fase diam yang tingkat kehalusannya seperti yang umumnya dipakai dalam kromatografi lapis tipis (70-230 mesh) (11). Corong Buchner yang berisi fase diam ini digunakan dalam kondisi vakum/bertekanan, yang berakibat pada kemampuan yang dihasilkan oleh kromatografi cair vakum akan sama dengan kromatografi gravitasi namun diperlukan waktu yang lebih singkat. Cara asli yang diperkenalkan oleh Coll menggunakan corong Buchner kaca masir atau kolo m pendek sedangkan target menggunakan kolom yang lebih panjang untuk meningkatkan daya pisah (11). Kromatografi Vakum Cair mempunyai keuntungan yang utama dibandingkan kolom konvensional yaitu (12) :
1. Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil disbanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100l/menit) 2. Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spectrometer massa 3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas missal sampel klinis Kerugian KCV (Kromatogravi Vakum Cair) yaitu (12) : 1. Membutuhkan waktu yang cukup lama 2. Sampel yang dapat digunakan terbatas
2. 2 Uraian Tanaman Temu putih (Curcuma zedoria Rosc.) (15) Klasifikasi Tanaman Kingdom Divisi Subdivisi Class Bangsa Suku Marga Spesies Nama Daerah Koneng bodas ( Jawa ), Tomulawa moputio (gorontalo). Ezhu ( C ), barak (Tag), sung meng. Nama Simplisia Zedoariae Rhizoma ( Rimpang Temu Putih ) Morfologi Batangnya semu, berbentuk silindris, lunak. Batang di dalam tanah membentuk rimpang berwarna hijau pucat. Herba setahun, dapat lebih dari 2 m. Batang sesungguhnya berupa rimpang yang bercabang di bawah tanah, berwama coklat muda coklat tua, di dalamnya putih atau putih kebiruan, memiliki umbi bulat dan aromatik. Daun tunggal, lonjong, dibagian ujung meruncing, sedangkan di pangkal tumpul. Panjang daun bisa mencapai 0,6-1 meter dan lebar 10-20 sentimeter. Pelepah daun membentuk batang semu, berwarna hijau coklat tua, helaian 2-9 buah, bentuk memanjang lanset 2,5 kali lebar yang terlebar, ujung runcing-meruncing, berambut tidak nyata, hijau atau hijau dengan bercak coklat ungu di tulang daun pangkal, 43-80 cm atau lebih. Pertulangan menyirip, tipis, berbulu halus, hijau dan bergaris ungu. Daun pelindung berjumlah banyak, spatha dan brachtea; rata-rata 3-8 x l,5: Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotylodonae : Zingiberales : Zingiberceae : Curcuma : Curcuma zedoaria
Gambar 3. Tanaman Temu Putih
3,5cm. Bunga majemuk, di ketiak daun, panjang 7-15 cm. Bunga majemuk susunan bulir,diketiak rimpang primer, tangkai berambut. Benang sari melekat pada mahkota dengan panjang sekitar 0,5 cm, tangkai putik panjang 2 cm. Benang sari 1 buah, tidak sempuma, bulat telur terbalik, kuning terang, 12-16 x 10-115 mm, tangkai 3 5 x 2-4 mm, kepala sari putih, 6 mm. Kelopak 3 daun, putih atau kekuningan, bagian tengah merah atau coklat kemerahan, 3 -4 cm. Mahkota: 3 daun, putih kemerahan, tinggi rata-rata 4,5 cm mahkota lonjong panjang 7-15 cm. Bibir bibiran membulat atau bulat telur terbalik, ujung 2 lobe, kuning atau putih, tengah kuning atau kuning jeruk, 14-18 x 14-20 mm. Buah berbentuk kotak, bulat. Rimpang dan daun Curcuma zedoaria mengandung saponim, flanoida, dan polifenol. Kandungan Kimia Daun dan rimpang Curcuma zedoaria yang biasa digunakan untuk obat-obatan mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol. Selain itu juga mengandung Ribosome Inacting Protein (RIP), dan zat anti-oksidan. Rimpang temu putih mengandung 1-2 % minyak menguap dengan komposisi utama sesquiterpene. Minyak menguap tersebut mengandung lebih dari 20 komponen seperti curzerenone ( zedoarin ) yang merupakan komponen terbesar, curzerene, pyrocurcuzerenone, curcumin,
curcumemone, epicurcumenol, curcumol, isocurcumenol, procurcumenol, dehydrocurdione, furanodienone dll. Khasiat dan Kegunaan Rimpang Curcuma zedoaria berkhasiat untuk pelega perut, nyeri waktu haid, tidak datang haid, pembersih darah setelah melahirkan, memulihkan gangguan pencernaan makanan, sakit perut, rasa penuh dan sakit di dada, limpa, antikanker, atasi kista. Untuk mengolahnya menjadi obat, umbinya yang mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol dapat diparut ter,ebih dahulu. Setelah itu diperas dan disaring. Campurkan ke dalam air panas mendidih agar
melarut dengan sempurna. Bisa diminum dan dicampur sedikit gula agar rasanya enak. Temu putih memiliki sifat antikanker lewat kerja imunomodulator. Ekstraknya akan memperbanyak jumlah limfosit, meningkatkan toksisitas sel pembunuh kanker (natural killer) dan sintetis antibodi spesifik. Sifatsifat ini akan menguatkan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virus maupun sel kanker.
II.3 Uraian Bahan 2.3.1 Etil Asetat (1) Nama resmi Sinonim Berat Molekul Rumus Molekul Rumus Struktur : Etil Asetat :: 18,02 : C4H8O2 :
Pemerian
Kelarutan
: Larut dalam 15 bagian air, dapat bercampur dengan etanol (95%) P dan denga eter P
Penyimpanan Kegunaan 2.3.2 Asam sulfat (16) Nama resmi Sinonim Nomor CAS Berat Molekul Rumus Molekul Keasaman (pKa) Viskositas
Pemerian Kelarutan
: cairan bening, tak berwarna, tak berbau : Praktis tidak larut dalam etanol, larut dalam air dan larut dalam asam mineral lainnya.
Kegunaan 2.3.3 Metanol (1) Nama resmi Sinonim Berat molekul Rumus molekul Rumus Struktur
Pemerian Kelarutan
: Jernih, mudah menguap, berbau khas : Sangat larut dalam air, praktis tidak larut dalam eter, heksena
Penyimpanan Kegunaan 2.3.4 N-heksana (1) Nama Resmi Sinonim Berat Molekul Rumus Molekul Rumus Struktur
Pemerian
: Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa membakar dan manis kemudian agak pahit. Jika dipanaskan dalam suhu 2600 menyumblim.
Kelarutan
: Larut dalam 15 bagian air, dalam 12,5 mL etanol (95%) P dan dalam lebih kurang 10 bagian klorofom P.
Penyimpanan Kegunaan 2.3.5 Silika Gel (16) Nama Resmi Nomor CAS Rumus Mole3kul Rumus Struktur
Pemerian
: Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau.
: Larut dalam air : Disimpan dalam wadah yang tertutup baik : sebagai absorben
III.1 Alat dan Bahan 3.1.2 Alat 1. Lumpang dan Alu 2. Batang pengaduk 3. Botol vial 4. Cawan porselin 5. Chamber glass 6. Gelas kimia 7. Gelas ukur 8. Kipas angin 9. Pipa kapiler 10. Pipet 11. Satu set alat KCV 12. Sendok tanduk 13. Lampu UV 254 dan 366. 3.1.3 Bahan a. Kromatogravi Cair Vakum 1. Ekstrak Temu putih 2 g 2. Eluen : A. B. C. D. E. F. G. N-Heksan (100%) N-Heksan : Etil asetat (80 : 20) N-Heksan : Etil asetat (60 : 40) N-Heksan : Etil asetat (40 : 60) N-Heksan : Etil asetat (20 : 80) Etil asetat (100%) Methanol (100%)
b. Kromatografi Lapis Tipis 1. 2. 3. Ekstrak kental hasil fraksinasi dari KCV Metanol Eluen (N-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 21 : 14)
III. 2 Cara Kerja 1. Fraksinasi dengan Kromatografi Cair Vakum. a. Alat dan bahan disiapkan. b. Timbang ekstrak Temu Putih sebanyak 2 g c. Ekstrak Temu putih disuspensikan dengan Silika gel GF254 sebanyak 20 g. Caranya ekstrak dan silica gel di gerus pada lumping sampai tercampur homogen dan kering. d. Kertas saring dimasukkan dalam kolom. e. Silica gel sebanyak 40 g dimasukkan kedalam kolom. f. Aliri kolom yang berisi silika gel dengan metanol agar menjadi padat dan rapat. g. Serbuk ekstrak ditaburkan merata pada bagian atas kolom yang sudah termampatkan. h. Kertas saring diletakkan diatas serbuk ekstrak. i. Elusi sampel dengan N-Heksan (100%) j. Pompa vakum dialirkan secara perlahan hingga seluruh eluen keluar, ditampung dalam wadah dan dilanjutkan dengan fase gerak selanjutnya. k. Kumpulkan hasil fraksinasi berdasarkan profil kromatogram yang sama. l. Keringkan dan untuk selanjutkan di KLTP. 2. Fraksinasi dengan Kromatografi Lapis Tipis. a. Alat dan bahan disiapkan. b. Eluen (N-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 21 : 14) dimasukkan dalam gelas chamber. c. Eluen di jenuhkan. d. Hasil Fraksinasi dari KCV dilarutkan dengan metanol.
e. Tiap hasil fraksinasi yang telah dilarutkan dengan metanol di totolkan pada lempeng aluminia yang telah disipakan. f. Lempeng dimasukkan kedalam gelas chamber yang telah berisikan eluen yang telah dijenuhan. g. Amati pergerkan dari fase gerak terhadap lempeng KLT. h. Lempeng dikeluarkan dari gelas chamber. i. Amati bercak noda yang timbul pada lempeng KLT secara fisika dan kimia. j. Hitung nilai RF.
Eluen A B C D E F
Rf 0,77 -
Sinar Tampak
(-) H2SO4 (+) H2SO4
UV 254
(-) H2SO4 (+) H2SO4
UV 366
(-) H2SO4 (+) H2SO4
Tidak berwarna
Tidak berwarna
Berflouresensi kuning
Ket : (-) tidak ada hasil, karena tidak menampakkan noda pada lempeng. Eluen : A. N-Heksan (100%) B. N-Heksan : Etil asetat (80 : 20) C. N-Heksan : Etil asetat (60 : 40) D. N-Heksan : Etil asetat (40 : 60) E. N-Heksan : Etil asetat (20 : 80) F. Etil asetat (100%) G. Methanol (100%)
IV. 2 PEMBAHASAN 4.2.1 Kromatografi Kolom Vakum Pada percobaan ini dilakukan fraksionasi terhadap ekstrak kental yang diperoleh dari ekstraksi tanaman temu putih (Curcuma zedoaria) dengan menggunakan kromatografi kolom vakum. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar dapat melakukan dan dapat mengetahui dan mengamati secara langsung proses pemisahan senyawa yang ada dalam ekstrak kental
menjadi senyawa yang lebih spesifik dengan menggunakan kromatografi yang dilengkapi dengan pompa vakum, bertujuan untuk mempercepat laju aliran fase gerak atau elusi untuk dapat mengelusi komponen kimia yang ada dalam ekstrak. Dimana ekstrak yang diperoleh akan berperan dalam identifikasi senyawa pada masing-masing sampel untuk uji kromatografi. Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah menyiapkan alat dan bahan yang digunakan. Selanjutnya ekstrak kental temu putih (Curcuma zedoaria) ditimbang sebanyak gram, kemudian
dicampurkan dengan silika gel yang bobotnya 2 gram. Dalam hal ini bobot silika gel dan bobot ekstrak berjumlah sama dengan tujuan agar ekstrak tersalutkan dengan silika gel. Setelah itu campuran ekstrak dengan silika gel digerus hingga homogen. Langkah selanjutnya silika gel dengan berat 40 gram dimasukkan kedalam kolom dengan tinggi dari tinggi kolom sambil menyalakan pompa vakum dan menekannya batang pengaduk. Adanya penekanan dan penarikan dari pompa vakum terhadap silika gel agar silika gel tersebut menjadi padat dan diperoleh kerapatan yang maksimum. Setelah silika gel menjadi padat dimasukkan pelarut organik yang cocok yaitu metanol untuk mencoba apakah kolom tersebut telah sempurna untuk digunakan. Jika pelarut tersebut akan turun secara horizontal maka kolom tersebut dapat dikatakan sempurna. Dalam hal ini ketika metanol dimasukkan dalam silika gel metanol akan turun secara horizontal, maka dengan hal ini menunjukkan bahwa kolom tersebut telah sempurna. Setelah itu campuran ekstrak dan silika gel yang telah homogen dimasukkan ke dalam kolom sambil menyalakan pompa vakum, agar campuran ekstrak dan silika gel terletak padat dan rapat dengan silika gel kemudian dilapisi dengan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk menghindari percikan pada saat penambahan eluen. Selanjutnya dibuat eluen yang tingkat kepolarannya dimulai dari yang non polar sampai yang bersifat polar. Hal ini bertujuan agar senyawa yang bersifat non polar keluar terlebih dahulu, jika digunakan eluen yang
bersifat polar, bukan saja senyawa yang bersifat polar yang ditarik, tetapi senyaa yang bersifat non polar juga akan tertarik keluar. Eluen dibuat dengan pelarut dan perbandingan uang berbeda yaitu n-heksan 100% : nhejsan etil asetat 80:20, n-heksan-etil asetat 60:40, n-heksan-etil asetat 40:60, n-heksan-etil asetat 20:80, etil asetat 100% dan metanol 100%. Eluen ini kemudian dimasukkan ke dalam kolom. Eluen yang
ditambahkan melalui dinding kolom dan pompa vakum dinyalakan sehingga eluen turun mengelusi komponen kimia, dan eluen yang keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi pada wadah yang berbeda. Fraksi-fraksi tersebut kemudian diuapkan diatas waterbath untuk mendapatkan ekstrak kental yang akan di identifikasi menggunakan kromatografi laps tipis. 4.2.2 Kromatografi Lapis Tipis Pada percobaan ini dilakukan identifikasi senyawa dalam tujuh ekstrak yang berbeda, hasil fraksionasi sebelumnya. Dalam uji KLT ini digunakan lempeng alumina sebagai adsorben (fase diam) dan eluennya (fase gerak), yaitu pelarut n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 21:14. Langkah pertama yang dilakukan adalah melarutkan ekstrak kental rimpang temu putih (Curcuma zedoaria) dengan metanol. Untuk pelarutan tersebut, ekstrak tidak boleh terlalu kental dan tidak boleh terlalu cair. Jika terlalu kental ekstrak akan tersumbat pada pipa kapiler dan akan sulit keluar dari pipa tersebut, dan jika terlalu cair maka totolan tersebut sebagian besar hanya berupa pelarut. Sedangkan sampel yang akan di uji hanya dalam jumlah yang kecil. Selanjutnya eluen tersebut dimasukkan kedalam chamber, dan kedalam chamber tersebut dimasukkan kertas saring. Jika eluen telah jenuh kertas saring dikeluarkan dan dimasukkan lempeng alumina yang sebelumnya telah di totolkan ekstrak. Chamber yang di tempati lempeng dan eluen harus tertutup rapat agar tidak terjadi penguapan dari eluen. Lempeng tersebut di biarkan dalam eluen selama beberapa menit hingga eluen bergerak ke atas mencapai batas akhir yang telah di tentukan.
Selanjutnya lempeng diamati secara visual. Dimana pada saat pengamatan ditunjukkan bahwa lempeng tersebut tidak menampakan nodai. Untuk lebih menegaskan hasil uji yang didapatkan maka dilakukan deteksi bercak noda secara fisika maupun kimia terhadap lempeng. Secara fisika, lempeng diamati di bawah sinar UV gelombang pendek ( 254 nm) dan UV gelombang panjang ( 366 nm). Dimana pada UV 254 nm lempeng berwarna berfluoresensi terang dan bercak berwarna gelap. Sebaliknya, pada UV 366 nm lempeng berwarna gelap dan bercak berfluoresensi terang. Dari hasil deteksi ini, didapatkan bahwa lempeng pada sinar UV 254 nm tidak menampakkan noda, sedangkan pada sinar UV 366 nm lempeng tersebut menampakkan noda berwarna kuning (Lampiran I). Setelah itu kami mengukur nilai Rfnya dan didapat hasilnya yaitu 0,77. Dimana sesuai literatur bahwa nilai Rf 0,77 merupakan senyawa flavonoid yang range Rfnya berkisar antara 0,68-0,8. Selain itu juga salah satu ciri flavonoid yaitu lempeng tidak akan berwarna apabila dilihat dengan kasat mata namun apabila dilihat dibawah sinar UV maka nodanya akan tampak kuning terang. Bercak noda yang timbul di lempeng KLT dengan eluen yang semakin polar tidak menghasilkan noda.
BAB V PENUTUP V. 1 Kesimpulan 1. Kromatrografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala besar untuk pemisahan campuran. 2. Dari hasil yang didapatkan yaitu bercak yang tampak adalah warna kuning dan Rf yang didapat yaitu 0,77. 3. Semakin polar eluen yang di gunakan pada fraksi bercak noda yang timbul semakin tidak berwarna. V. 2 Saran Untuk alat-alat di laboratorium diharapkan supaya dapat dilengkapi, agar pelaksanaan praktikum dapat berjalan dengan lancar dan tidak memerlukan waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA 1. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. 2. Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rahman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 3. Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB: Bandung. 4. J. B. Harbone. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB: Bandung. 5. K. Hostettmann, M. Hostettmann, A. Marston. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Penerbit ITB: Bandung. 6. Skoog DA, West DM, Holler FJ. 1996. Fundamentals of Analytical Chemistry. 7th edition. New York: Saunders College Publishing. Hal. 17-25. 7. Alam, Gemini, dkk. 2011. Penuntun Pratikum Senyawa Bioaktif. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin : Makassar 8. Kisman .Dr. Sastro ,ddk .1994. Analisis Farmasi Cet. 2 , Gadjah Mada University Press, Yogyakarta 9. Johnson, Edward. 1991.Dasar Kromatografi Cair Penerbit ITB. Bandung
10. Soediro. I., dkk. 1986. Kromatografi Cepat Sebagai Cara Fraksinasi Ekstrak Tanaman. Acta Pharmaceutica Indonesia 11. Adriana, Renalitha Devri. 2009. Skripsi : Aktivitas Antiplasmodium Fraksi Non Polar Ekstrak Etanol Rimpang Temu Mangga. Universitas
Muhammadiah Fakultas FarmasI. Surakarta 12. Meronda, G.Rahmah. 2008. Kromatografi, Makalah. FFUH. Dikutip dari Kromatografi Makalah journal. Makassar 13. Anonim. 2007. Kromatografi Kolom . (Online) http://www.chem-is-try.org. Diakses tanggal 14 November 2011 14. Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991.
16. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Ket : Karena pada lempeng kami hanya tampak noda pada eluen n-heksan 100%, maka Rf yang didapatkan hanya dari eluen n-heksan.