Anda di halaman 1dari 50

BAB I PENDAHULUAN Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning.

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah1.. Ikterus menjadi tampak secara klinis pada anak-anak dan orang dewasa jika kadar bilirubin dalam serum mencapai 2-3mg/dl. Pada neonatus kadar yang lebih tinggi mungkin ditemukan tanpa bukti ikterus. Ikterus mungkin disertai dengan kencing warna gelap atau tinja akholik (warna terang).2 Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh menunjukkan terjadinya gangguan sekresi bilirubin. Ikterus dapat dibedakan menjadi tiga yaitu ikterus pre hepatik, ikterus hepatik, dan ikterus post hepatik3 Ikterus pre hepatik terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis, seperti pada anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih. Bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin dan tidak tidak terjadi bilirubinia tetapi peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feces menjadi gelap4. Ikterus hepatik terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis, dan pemakaian obat. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan oleh defisiensi glukoronil transferase sebagai katalisator4. Ikterus post hepatik terjadi karena penurunan sekresi bilirubin terkonjugasi sehingga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin melalui ginjal. Faktor yang dapat menyebabkan gangguan sekresi adalah berupa faktor fungsional atau obstruksi duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelitiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis4. Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga perlu dipikirkan
1

berbagai pemeriksaan lanjutan. Diagnosis ikterus bedah atau obstruksi bilier umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti serta tes laboratorium. Walaupun demikian, sarana penunjang imaging yang non-invasifseperti ultrasonografi; CT Scan abdomen dan pemeriksaan yang invasif seperti percutaneous transhepatic cholangiography (PTC), endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) sering diperlukan untuk menentukan letak, kausa dan luas dari lesi obstruksinya. Dengan kemajuan yang pesat di bidang endoskopi gastrointestinal maka ERCP dan PTC telah berkembang dari satu modalitas dengan tujuan diagnosis menjadi tujuan terapi pada ikterus bedah5.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Istilah jaundice berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti kuning atau ikterus dari bahasa yunani icteros menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan. Ikterus atau jaundice menandakan adanya peningkatan produksi bilirubin atau eliminasi bilirubin dari tubuh yang tidak efektif.1,2 Penumpukan bilirubin dalam aliran darah menyebabkan pigmentasi kuning dalam plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang

memperoleh banyak aliran darah tersebut. Kadar bilirubin serum akan menumpuk kalau produksinya dari heme melampaui metabolisme dan ekskresinya.

Ketidakseimbangan antara produksi dan klirens dapat terjadi akibat pelepasan prekursor bilirubin secara berlebihan ke dalam aliran darah atau akibat proses fisiologi yang mengganggu ambilan (uptake) hepar, metabolisme ataupun ekskresi metabolit ini7. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal di sklera mata, dan bila ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L) atau sekitar 2 kali batas atas kisaran normal. Kadar bilirubin serum normal adalah sebagai berikut. Bilirubin direk : 0-0.3 mg/dL, dan total bilirubin: 0.3-1.0 mg/dL5. Jaringan sklera kaya dengan elastin yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap bilirubin, sehingga ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang lebih sensitif untuk menunjukkan hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh. Tanda dini yang serupa untuk hiperbilirubinemia adalah warna urin yang gelap yang terjadi akibat eksresi bilirubin lewat ginjal dalam bentuk bilirubin glukoronid. Pada ikterus yang mencolok, kulit dapat berwarna kehijauan karena oksidasi sebagian bilirubin yang beredar menjadi biliverdin7.

Gambar 1. Sklera ikterus B. ANATOMI HEPAR DAN KANDUNG EMPEDU 1. Hepar Hepar terdiri dari dua lobus besar, yaitu lobus kanan dan kiri, yang mengisi kavitas abdominis bagian kanan atas dan tengah, tepat di bawah diafragma. Sel-sel hepar memiliki banyak fungsi, salah satunya fungsi pencernaan yaitu menghasilkan empedu. Empedu memasuki duktus koledokus minor yang disebut kanalikuli empedu pada sel-sel hepar, yang kemudian akan bergabung menjadi saluran yang lebih besar dan akhirnya bersatu membentuk duktus hepatikus, yang akan membawa empedu keluar dari hepar. Duktus hepatikus akan bersatu dengan duktus sistikus biliaris untuk membentuk duktus koledokus komunis, yang akan membawa empedu kedalam duodenum8. Empedu sebagian besar tersusun atas air dan memiliki fungsi ekskretorik, yaitu membawa bilirubin dan kelebihan kolesterol ke dalam usus untuk dikeluarkan bersama feses. Fungsi pencernaan empedu dilakukan oleh garam empedu, yang akan mengemulsikan lemak di dalam intestinum tenue. Emulsifikasi berarti pemecahan lemak yang berukuran besar menjadi molekul yang berukuran kecil. Proses ini bersifat mekanik, bukan kimiawi. Produksi empedu dirangsang oleh hormon sekretin yang diproduksi oleh duodenum ketika makanan memasuki intestinum tenue8.

Gambar 1. Anatomi hepar9 2. Kandung Empedu Vesica biliaris atau kandung empedu adalah suatu kantong dengan panjang sekitar 7,5 10 cm, yang terletak pada permukaan bawah lobus kanan hepar. Empedu di dalam duktus hepatikus, hepar akan mengalir melalui duktus sistikus ke dalam vesika biliaris, yang akan menampung empedu sampai ia dibutuhkan kedalam usus halus. Kandung empedu juga akan meningkatkan konsentrasi empedu dengan mengabsorbsi air. Ketika makanan yang mengandung lemak memasuki duodenum mukosa duodenum akan mensekresikan hormon

kolesistokinin. Hormon ini akan merangsang kontraksi otot polos pada dinding vesika biliaris, yang akan mendorong empedu memasuki duktus sistikus, lalu kedalam duktus koledokus komunis dan berlanjut kedalam duodenum8.

Gambar 2. Anatomi Kandung Empedu10

C. METABOLISME BILIRUBIN NORMAL Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut : a. Produksi Bilirubin adalah produk akhir metabolisme protoporfirin besi atau heme, yang sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar (enzim sitokrom, katalase dan heme bebas), mioglobin otot serta eritropoesis yang tidak efektif di sumsum tulang. Sekitar 80-85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem monosit makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan 250-350 mg bilirubin. Pemecahan heme

menghasilkan biliverdin yang akan diubah menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak dan tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urin.11,12 b. Transportasi Bilirubin tak terkonjugasi (indirek) berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Setiap molekul albumin mampu mengikat satu molekul bilirubin. Artinya pada kadar bilirubin serum normal, semua bilirubin yang dibawa ke dalam hati berikatan dengan albumin, dengan sejumlah kecil bilirubin bebas yang berdifusi ke jaringan lain11.

c. Liver Uptake Bilirubin tak terkonjugasi yang telah berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut-air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati yaitu yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z.11,12 d. Konjugasi Dalam sel hepar bilirubin indirek dikonjugasi oleh enzim glukoronil transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urin.dalam air. Didalam hati kira-kira 80% bilirubin terdapat dalam bentuk bilirubin direk (terkonjugasi atau bilirubin II)11. e. Ekskresi Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transport bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresi ke dalam empedu, kecuali setelah proses fotooksidasi atau fotoisomerisasi. Bakteri usus mereduksi bilirubin II menjadi serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 1020% urobilinogen mengalami siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urin11.

Gambar 2. Fisiologi Bilirubin

D. PATOFISIOLOGI IKTERUS Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi: 1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan 2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati 3. Gangguan konjugasi bilirubin 4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanik Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang pertama, sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi11.

1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Akibatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah meningkat. Meskipun demikian kadar bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/100 ml pada penderita hemolitik berat, dan ikterus yang timbul bersifat ringan, berwarna kuning pucat. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, maka tidak dapat diekskresikan ke dalam kemih, dan bilirubinuria tidak terjadi. Tetapi pembentukan urobilinogen menjadi meningkat (akibat.peningkatan beban bilirubin terhadap hati peningkatan konjugasi dan ekskresi), yang lanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan kemih. Kemih dan feses dapat berwarna gelap11. Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), sel darah merah abnormal (sferositosis herediter), antibodi dalam serum (Rh atau inkompatibilitas transfusi atau sebagian akibat penyakit hemolitik autoimun), pemberian beberapa obatobatan, dan beberapa limfoma (pembesaran limpa dan peningkatan hemolisis). Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat diakibatkan oleh peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sumsum tulang (talasemia, anemia pernisiosa, porfiria). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif11. Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin secara berlebihan yang berlangsung kronik mengakibatkan pembentukan batu empedu yang banyak mengandung bilirubin; di luar itu, hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak membahayakan. Pengobatan langsung ditujukan untuk memperbaiki penyakit hemolitik. Akan tetapi, kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg/100 ml pada bayi dapat mengakibatkan kern ikterus11.

2.

Gangguan pengambilan bilirubin Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat albumin oleh sel-sel hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkannya pada protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati: asam flavaspidat
9

(dipakai untuk mengobatl cacing pita), novobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab dihentikan. Dahulu, ikterus neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap disebabkan oleh defisiensi protein penerima dan gangguan dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah ditemukan defisiensi glukoroniltransferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat konjugasi bilirubin11.

3. Gangguan konjugasi bilirubin Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( <12,9 mg/100 ml) yang mulai terjadi pada hari kedua sampai kelima lahir disebut ikterus fisiologis pada neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoroniltransferase. Aktivitas glukoronil transferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu kedua, dan setelah itu ikterus akan menghilang11. Ketika bilirubin yang tak terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20 mg/100 ml, terjadi suatu keadaan yang disebut kern ikterus. Keadaan ini dapat timbul bila suatu proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru lahir dengan defisiensi glukoronil transferase normal. Kern ikterus atau bilirubin ensefalopati timbul akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak diobati maka akan terjadi kematian atau kerusakan neurologik berat. Tindakan pengobatan yang saat ini dilakukan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan fototerapi. Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen (gelombang yang panjangnya 430 sampai 470 nm) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini menyebabkan perubahan struktural bilirubin (foto-isomerisasi) menjadi isomer isomer yang larut dalam air, isomer ini akan diekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus dikonjugasi terlebih dahulu11. Ada tiga kondisi herediter yang menyebabkan defisiensi progresif dari glukoronil transferase: sindrom Gilbert dan sindrom Crigler-Najjar tipe I dan tipe II. Sindrom Gilbert merupakan suatu penyakit familial ringan yang ditandai oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan ( <5 mg/1 00 ml) dan ikterus. Beratnya ikterus dapat berubah- ubah, dan sering kali menjadi lebih buruk jika penderita puasa lama, infeksi, operasi dan terlalu banyak minum alkohol. Awitannya paling
10

sering terjadi semasa remaja. Sindrom Gilbert adalah keadaan yang cukup sering timbul dan dapat menyerang sampai 5% penduduk pria. Tes fungsi hati normal, demikian juga kadar urobilinogen kemih dan feses. Tidak ada bilirubinuria. Penelitian mengungkapkan bahwa penderita-penderita ini mengalami defisiensi parsial glukoroniltransferase. Keadaan ini dapat diobati dengan fenobarbital, yang merangsang aktivitas enzim glukoronil transferase11. Sindrom Crigler-Najjar tipe I merupakan gangguan herediter yang jarang, penyebabnya adalah gen resesif, dengan akibat glukoronil transferase tidak ada sama sekali sejak lahir. Karena konjugasi bilirubin tidak dapat terjadi, maka empedu jadi tidak berwarna dan kadar bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/100 ml, sehingga menyebabkan kern ikterus. Fototerapi dapat mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi untuk sementara waktu, tetapi biasanya bayi akan meninggal pada tahun pertama kehidupannya. Sindrom Crigler-Najjar tipe II adalah bentuk yang lebih ringan dari penyakit ini, diturunkan oleh suatu gen dominan, di mana defisiensi glukoronil transferase hanya ringan. Kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum lebih rendah (6 sam pai 20 mg/100 ml) dan ikterus dapat tidak terlihat sampai masa remaja. Fenobarbital yang mening katkan aktivitas glukoronil transferase sering kali dapat menghilangkan ikterus pada penderita ini11.

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor fungsional maupun obstruktif, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Karena bilirubin terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin ini dapat diekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubinuria dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali dalam serum, AST, kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning-jingga muda atau tua sampai kuning-hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu. Perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus
11

kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstrukfif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati, kanali kuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan biokomia yang sarna11. Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah penyakit hepatoselular di mana sel parenkim hati mengalami kerusakan akibat virus hepatitis atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoselular biasanya menyebabkan gangguan pada semua fase metabolisme bilirubinPengambilan, konjugasi, dan ekskresi, tetapi karena ekskresi biasanya yang paling terganggu, maka yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab kolestasis intrahepatik yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan ganguan herediter Dubin-Johnson serta sindrom Rotor. Pada keadaan ini, terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit. Obat yang sering menimbulkan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolik, isoniazid, dan klorpromazin11. Penyebab tersering kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas dapat pula menyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; juga karsinoma ampula Vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah striktur yang timbul pasca peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan atau kiri11. Berikut merupakan tabel gambaran khas ikterus hemolitik, hepatoseluler, dan obstruktif: GAMBARAN Warna kulit HEMOLITIK Kuning pucat HEPATOSELULER OBSTRUKTIF

Oranye kuning muda Kuning hijau muda atau tua atau tua (bilirubin Gelap (bilirubin

Warna Urine

Normal (atau gelap Gelap dengan urobilin)

terkonjugasi)

terkonjugasi)

Warna feses

Normal atau gelap Pucat (lebih sedikit Warna dempul (tidak (lebih sterkobilin) banyak sterkobilin) ada sterkobilin)

12

Proritus Bilirubin

Tidak ada serum Meningkat

Tidak menetap meningkat

Biasanya menetap meningkat

indirect (tak terkonjugasi) Bilirubin serum direct Normal (terkonjugasi) Bilirubin urine Urobilinogen urine Tidak ada meingkat Meningkat Sedikit meningkat Meningkat menurun meningkat Meningkat

E. PENYAKIT TERKAIT GANGGUAN BILIRUBIN a. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi Hemolisis. walaupun hati yang normal dapat memetabolisme kelebihan bilirubin, namun peningkatan konsentrasi bilirubin pada keadaan hemolisis dapat melampaui kemampuannya. Pada keadaan hemolisis yang berat konsentrasi bilirubin jarang lebih dari 3-5 mg/dL (> 51-86 umol/L) kecuali kalau terdapat kerusakaan hati juga. Namun demikian kombinasi hemolisis yang sedang dan penyakit hati yang ringan dapat mengakibatkan ikterus yang lebih berat.

Sindrom Gilbert. Gangguan yang bermakna adalah hiperbilirubinemia indirek (tak terkonjugasi), yang menjadi penting secara klinis, karena keadaan ini sering disalahartikan sebagai penyakit hepatitis kronis. Patogenesisnya belum dapat dipastikan. Adanya gangguan (defek) yang kompleks dalam proses pengambilan bilirubin dari plasma yang berfluktuasi antara 2-5 mg/dL (34-86 umol/L) yang cenderung naik dengan berpuasa dan keadaan stres lainnya. Karenanya mungkin ada hubungannya dengan sindrom Crigler-Najjar tipe II. Telah dilaporkan bahwa Sindrom Gilbert dapat berkontribusi terhadap terjadinya percepatan ikterus neonatal, terutama pada kasus peningkatan hemolisis akibat penyakit seperti defisiensi Glukosa-6-phosphate dehidrogenase. Situasi ini bisa sangat berbahaya jika tidak cepat diobati karena kadar bilirubin yang tinggi menyebabkan kecacatan neurologis ireversibel dalam bentuk kernikterus.13 Gejala yang tampak pada penderita antara lain merasa lelah sepanjang hari (fatigue), penurunan konsentrasi, kehilangan nafsu makan, sakit perut, berat badan

13

turun, gatal-gatal (tanpa ruam), dll. tetapi penelitian ilmiah menemukan ada pola yang jelas antara gejala yang merugikan terkait dengan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi pada orang dewasa14. Orang dengan Sindrom Gilbert memiliki peningkatan bilirubin tak terkonjugasi, sedangkan bilirubin terkonjugasi biasanya dalam kisaran normal dan kurang dari 20% dari total. Kadar bilirubin yang dilaporkan dari 20 pM sampai 90 pM (1,2-5,3 mg / dL) [21] dibandingkan dengan jumlah normal <20 pM. Pasien akan memiliki rasio bilirubin tak terkonjugasi / terkonjugasi (indirect / direct) yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tanpa Sindrom Gilbert. Tingkat bilirubin total sering lebih meningkat jika sampel darah diambil setelah berpuasa selama dua hari dan cepat dapat digunakan untuk diagnosis15. Sindrom gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan hepatitis dengan tes faal hati yang normal, tidak terdapatnya empedu dalam urin, dan fraksi bilirubin indirek yang dominan. Hemolisis dibedakan dengan tidak terdapatnya anemia atau retikulositosis. Histologi hati normal. Pasien harus diyakinkan bahwa tidak ada penyakit hati.

Sindrom Crigler-Najjar. Penyakit yang diturunkan dan jarang ini disebabkan oleh karena adanya keadaan kekurangan glukuro- niltransferase, dan terdapat dalam 2 bentuk. Pasien dengan penyakit autosom resesif tipe I (lengkap=komplit) mempunyai hiperbilirubinemia yang berat dan biasanya meninggal pada umur 1 tahun. Pasien dengan penyakit autosom resesif tipe II (sebagian=parsial) mempunyai hiperbilirubinemia yang kurang berat (> 20 mg/dL, <342 umol/L) dan biasanya bisa hidup sampai masa dewasa tanpa kerusakan neurologik. Fenobarbital, yang dapat merangsang kekurangan glukuronil transferase, dapat mengurangi kuning.

b. Hiperbilirubinemia Konjugasi Hiperbilirubinemia Konjugasi Non-Kolestasis Sindrom Dubin-Johnson. Penyakit autosom resesif ditandai dengan ikterus yang ringan dan tanpa keluhan. Kerusakan dasar terjadinya gangguan ekskresi berbagai anion organik seperti juga bilirubin, namun ekskresi garam empedu tidak terganggu. Berbeda dengan sindrom Gilbert hiper-bilirubinemia yang terjadi adalah bilirubin terkonjugasi dan empedu terdapat dalam urin.
14

Hati mengandung pigmen sebagai akibat bahan seperti melanin, namun gambaran histologi normal. Nilai aminotransferase dan fosfatase alkali normal. Oleh karena sebab yang belum diketahui gangguan yang khas ekskresi korpoporfirin urin dengan rasio reversal isomer I; III menyertai keadaan ini. Gangguan ekskresi empedu bilirubin glukuronidase disebabkan oleh mutasi pada kanalikular multidrug resistance protein 2 (MRP2). Kelainan pigmen gelap pada hati karena metabolit epinefrin polimerisasi, bukan bilirubin16.

Sindrom Rotor. Penyakit yang jarang ini menyerupai sindrom DubinJohnson, tetapi hati tidak mengalami pigmentasi dan perbedaan metabolik lain yang nyata ditemukan.

Hiperbilirubinemia Konjugasi Kolestasis Kolestasis Intrahepatik. Istilah kolestasis lebih disukai untuk pengertian

ikterus obstruktif sebab obstruksi yang bersifat mekanis tidak perlu selalu ada. Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati (kanalikulus), sampai ampula Vater. Untuk kepentingan klinis, membedakan penyebab sumbatan intrahepatik atau ekstrahepatik sangat penting. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering adalah sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatik dan penyakit-penyakit lain yang jarang. Virus hepatitis, alkohol, dan keracunan obat (drug induced hepatitis), dan kelainan autoimun merupakan penyebab yang tersering. Peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus pada tahap awal (akut), tetapi bisa berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati. Tidak jarang penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning, sehingga kadang-kadang didiagnosis salah sebagai penyakit hati akut. (IPD) Hepatitis virus akut. Merupakan suatu infeksi sistemik terutama mengenai hati. Secara klinik tampak rasa tidak enak badan, ,mual, muntah, diare dan sedikit demam diikuti dengan urine warna gelap, ikterus dan nyeri hepatomegali;
15

mungkin secara subklinik diketahui berdasarkan kenaikan kadar aspartat dan alanin aminotransferase (AST dan ALT). Hepatitis B mungkin berkaitan dengan fenomena kompleks imun, termasuk artritis, penyakit seperti serum sickness, glomerulonefritis dan vaskulitis seperti poliartritis nodosa. Penyakit seperti hepatitis mungkin penyebabnya tidak hanya oleh virus hepatotropik (A,B,C,D,E) tetapi juga oleh virus-virus lainnya (Epstein-Barr, CMV, coxsackievirus, dll), alkohol, obat-obatan, hipotensi dan iskemia dan penyakit traktus biliaris.

Gambar 3. Perbedaan gambaran klinis Hepatitis Virus

Hepatitis A (HAV) Penyakit infeksi akut pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). Virus picorna 27-nm dengan untaian tunggal genom RNA. Akibat sembuh dalam 6-12 bulan, biasanya tanpa gejala sisa; sebagian kecil akan tampak satu atau dua gambaran klinik dan serologik; pada beberapa kasus, timbul kolestasis yang jelas menunjukkan terjadinya sumbatan biliaris; jarang bersifat fatal (hepatitis fulminan), tidak ada karier kronis. Gejala awal infeksi hepatitis A biasanya sering dianggap influenza, tapi pada beberapa penderita, terutama anak-anak, tidak menunjukkan gejala sama sekali. Gejala biasanya muncul 2 sampai 6 minggu (masa inkubasi) setelah infeksi
16

awal17. Gejala biasanya berlangsung kurang dari 2 bulan, meskipun beberapa orang bisa sakit selama 6 bulan: kelelahan, demam mual muntah kehilangan nafsu makan, menguningnya kulit dan mata karena hiperbilirubinemia, garam empedu yang disaring dari aliran darah dan diekskresikan dalam urin, memberikan warna kuning gelap, tinja berwarna tanah liat18. Meskipun HAV diekskresikan dalam tinja menjelang akhir masa inkubasi, diagnosis spesifik dibuat oleh deteksi antibodi IgM HAV-spesifik dalam darah. Antibodi IgM hanya muncul dalam darah menyusul infeksi hepatitis akut A. Hal ini terdeteksi satu sampai dua minggu setelah infeksi awal dan berlangsung sampai 14 minggu. Antibodi IgG dalam darah muncul berarti tahap akut penyakit sudah selesai dan penderita akan kebal terhadap infeksi selanjutnya. Antibodi IgG HAV juga ditemukan dalam darah orang tervaksinasi dan tes untuk kekebalan terhadap virus didasarkan pada deteksi antibodi ini19. Selama infeksi tahap akut, enzim hati alanin transferase (ALT) muncul dalam darah yang nilainya jauh lebih tinggi dari normal. Enzim berasal dari sel-sel hati yang telah dirusak oleh virus20. Epidemiologi penularan fekal-oral; endemik di negara-negara kurang berkembang; epidemi yang ditularkan melalui makanan dan air; wabah pada pusat-pusat perawatan, tempat tinggal. Pencegahan setelah paparan: imun globulin 0,02 mL/kg IM dalam 2 minggu pada kontak dalam rumah tangga (bukan kontak biasa di tempat kerja). Sebelum paparan: vaksin HAV tidak aktif 1mL IM (dosis satuan tergantung pada formulasi); setengah dosis pada anak-anak; ulangan pada 6-12 bulan; sasaran pada wisatawan, calon tentara, perawat hewan, petugas perawatan, pekerja laboratorium, penderita dengan penyakit hati kronis, terutama hepatitis C.

Gambar 3. Skema gambaran klinis dan laboratorium HAV


17

Hepatitis B (HBV) Merupakan penyakit infeksi peradangan hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV). Hepadna virus 42-nm dengan selubung permukaan luar (HbsAg), inti nukleokapsid dalam (HbcAg), DNA polimerase dan sebagian ulir ganda DNA genome dari 3200 nukleotida. Bentuk sirkulasi HbcAg adalah HbeAg, suatu petanda replikasi virus dan kemampuan infeksi. Serotip banyak dan heterogen genetik.

Gambar4. Sekma gambaran klinis dan laboratories khas HBV

Virus ini ditularkan melalui paparan darah atau cairan tubuh seperti air mani dan cairan vagina, sedangkan DNA virus telah terdeteksi dalam air liur, air mata, dan urin dari karier kronis. Infeksi perinatal merupakan rute utama infeksi pada daerah endemik (terutama negara berkembang)21. Infeksi akut virus hepatitis B dikaitkan dengan hepatitis viral akut. Penyakit yang diawali dengan sakit secara menyeluruh, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, nyeri di seluruh tubuh, demam ringan, urin berwarna gelap, dan kemudian berkembang menjadi ikterus22. Infeksi kronis virus hepatitis B dapat bersifat asimtomatik atau mungkin berhubungan dengan peradangan kronis hati (hepatitis kronis), yang dapat mengarah ke sirosis setelah beberapa tahun. Jenis infeksi ini dapat meningkatkan insiden karsinoma hepatoseluler (kanker hati). Pasien karier kronis dianjurkan untuk menghindari mengkonsumsi alkohol karena akan meningkatkan risiko mereka terkena sirosis dan kanker hati. Virus hepatitis B telah dikaitkan dengan perkembangan glomerulonefritis membranosa (GNM)23. Kemungkinan sembuh > 90%, hepatitis fulminan (<1%), hepatitis kronis atau karier (hanya 1-2% imunokompeten pada orang dewasa; lebih tinggi pada
18

neonatus, usia lanjut, gangguan imunologik), sirosis, dan karsinoma hepatoselular (terutama setelah infeksi kronis yang dimulai pada bayi atau awal masa kanakkanak). Diagnosis HbsAg dalam serum (infeksi akut atau kronis); IgM anti-HBc (awal anti HBc mengindikasi adanya infeksi akut atau baru saja terjadi infeksi). Tak lama setelah munculnya HBsAg, antigen lain yang disebut antigen e hepatitis B (HBeAg) akan muncul. Secara tradisional, kehadiran HBeAg dalam serum host dikaitkan dengan replikasi virus tingkat yang jauh lebih tinggi dan meningkatkan infektivitas, namun varian dari virus hepatitis B tidak menghasilkan 'e' antigen, sehingga aturan ini tidak selalu berlaku. Jika imunitas host mampu melawan infeksi, akhirnya HBsAg akan menjadi tidak terdeteksi dan akan diikuti oleh antibodi IgG terhadap antigen permukaan hepatitis B dan antigen inti, (anti-HBs dan anti HBc IgG). Waktu antara penghapusan HBsAg dan munculnya anti-HBs disebut periode jendela. Seseorang dengan HbsAg negatif tetapi anti-HBs positif berarti telah sembuh dari penyakitnya atau telah divaksinasi sebelumnya24. Individu dengan HBsAg positif selama setidaknya enam bulan dianggap sebagai pembawa hepatitis B. Pembawa virus mungkin mengidap hepatitis B kronis, yang akan tercermin dengan peningkatan serum alanine aminotransferase (ALT) dan peradangan pada hati, seperti yang digambarkan pada pemeriksaan biopsi25. Tes yang paling sensitif adalah mengetahui HBV DNA dalam serum; umumnya tidak diperlukan untuk diagnosis rutin. Epidemiologi perkutan (tusukan jarum), seksual atau penularan perinatal. Endemik di sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara, dimana hampir 20% penduduk terkena infeksi, biasanya pada waktu usia muda. Pencegahan setelah orang yang belum divaksinasi terpajan: globin imun hepatitis B (HBIg) 0,06 mL/kg BB secara IM segera setelah tertusuk jarum terinfeksi sampai 14 hari setelah pajanan seksual disertai serangkaian vaksinasi. Pada paparan perinatal (ibu HbsAg+) HBIg 0,05 mL pada paha segera setelah lahir dengan vaksinasi dimulai pada 12 jam pertama kehidupan. Sebelum paparan: vaksin hepatitis B rekombinan IM (dosis tergantung pada formulasi untuk dewasa atau untuk anak-anak dan hemodialis); pada 0; 1; dan 6 bulan; suntikan pada deltoid bukan pada bokong. Ditargetkan untuk kelompok risiko tinggi (misalnya pekerja kesehatan, individu dengan pasangan seksual banyak, pengguna obat IV, pasien hemodialisis, hemofilia, kontak rumah tangga dan kontak seksual dari
19

karier HbsAg, individu bepergian ke daerah endemik, anak-anak yang tidak divaksinasi <18 tahun). Sekarang dianjurkan vaksinasi secara menyeluruh pada seluruh anak di Amerika Serikat.

Hepatitis C (HCV) disebabkan oleh virus mirip flavi virus dengan genom RNA yang terdiri dari >9000 nukleotida (mirip dengan virus demam kuning, virus dengue), heterogenitas genetik. Periode inkubasi 7-8 minggu. Infeksi virus ini sering kali tanpa gejala, tetapi infeksi kronis dapat menyebabkan jaringan parut hati dan akhirnya menjadi sirosis, yang umumnya terlihat setelah beberapa tahun kemudian. Dalam beberapa kasus, orang-orang dengan sirosis akan berkembang menjadi gagal hati, kanker hati atau varises esofagus dan lambung yang mengancam jiwa26. Perjalanan klinis sering secara klinis ringan dan menjadi nyata karena peningkatan secara fluktuasi kadar serum aminotransferase; > 50% cenderung kronis, penyakit menuju ke sirosis pada > 20%. Infeksi hepatitis C menyebabkan gejala akut pada 15% kasus. Gejala umumnya ringan dan samar-samar, termasuk nafsu makan menurun, kelelahan, mual, nyeri sendi, dan penurunan berat badan. Sebagian besar kasus infeksi akut tidak berhubungan dengan gejala ikterus27. Sekitar 80% dari mereka yang terkena virus berkembang menjadi infeksi kronis. Kebanyakan tanpa gejala selama beberapa dekade awal infeksi, meskipun hepatitis C kronis dapat dikaitkan dengan gejala kelelahan. Hepatitis C menahun menjadi penyebab utama sirosis dan kanker hati. Sekitar 10-30% orang berkembang menjadi sirosis lebih dari 30 tahun. Sirosis lebih sering pada mereka yang mempunyai infeksi tambahan hepatitis B atau HIV, pecandu alkohol, dan orang-orang jenis kelamin laki-laki. Mereka yang berkembang menjadi sirosis memiliki risiko 20 kali lipat lebih besar menjadi karsinoma hepatoseluler. Hepatitis C adalah penyebab dari 27% kasus sirosis dan 25% karsinoma hepatoseluler di seluruh dunia28. Sirosis hati dapat menyebabkan hipertensi portal, asites (akumulasi cairan di perut), mudah memar atau pendarahan, varises (vena membesar, terutama di perut dan kerongkongan), ikterus, dan sindrom gangguan kognitif dikenal sebagai ensefalopati. Hal ini merupakan indikasi untuk dilakukannya transplantasi hati29.

20

Diagnosis menggunakan Anti-HCV dalam serum. Sekarang imunoassay generasi ketiga memasukkan protein dari inti, bagian NS3 dan NS5. Indikator yang paling sensitif infeksi HCV adalah HCV RNA.

Gambar5. Gambaran laboatorium yang khas selama hepatitis C akutmenjadi kronis. CV RNA adalah pertama kali diketahui,didahului kenaikan ALT dan timbulnya anti-HCV Hepatitis C kronis didefinisikan sebagai infeksi dengan virus hepatitis C yang bertahan selama lebih dari enam bulan berdasarkan kehadiran RNA-nya. Infeksi kronis biasanya tanpa gejala selama beberapa dekade pertama. Paling sering ditemukan setelah pemeriksaan enzim hati yang meningkat atau pada pemeriksaan rutin kelompok risiko tinggi. Tetapi tes ini tidak dapat membedakan antara infeksi akut dan kronis30. Epidemiologi HCV berperan > 90% pada kasus transfusi yang berkaitan dengan hepatitis. Penggunaan obat IV berperan > 50% dari kasus-kasus hepatitis C yang dilaporkan. Sedikit adanya bukti tentang penularan melalui seksual atau perinatal. Pencegahan jangan gunakan donor darah yang dibayar, melakukan tes darah dari donor untuk anti-HCV. Anti-HCV diketahui dari imunoassay enzim dalam darah donor dengan ALT normal sering memberikan positif palsu (30%); hasilnya sebaiknya dipastikan melalui pemeriksaan HCV RNA dalam serum.

Hepatitis D (HDV, Delta agent) virus RNA 37-nm defektif yang memerlukan HBV untuk replikasinya; baik sama-sama menginfeksi dengan HBV atau superinfeksi karier HBV kronik. Makin memperberat infeksi HBV (percepatan hepatitis kronis menjadi sirosis; terkadang hepatitis fulminan akut).

21

Diagnosis Anti-HDV dalam serum (hepatitis D akut-sering titernya rendah, sementara; hepatitis D kronis pada titer yang lebih tinggi, terus menerus). Epidemiologi endemik di antara karier HBV di daerah Mediterania Basin, menyebar terutama bukan melalui perkutan. Pada daerah bukan endemik (misalnya Eropa Utara, Amerika Serikat) HDV tersebar secara perkutan antara HbsAg+ pengguna obat IV atau melalui transfusi pada hemofilia dan yang sedikit di antara HbsAg+ pria homoseksual.

Hepatitis E (HEV) disebabkan oleh agen 29 sampai 32 nm diduga berkaitan dengan calicivirus. Penularan secara enteral dan epidemi melalui air terjadi hepatitis di India, sebagian Asia, Afrika dan Amerika Tengah. Penyakit sembuh sendiri dengan angka kematian tinggi pada wanita hamil (10-20%)7. Alkohol bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya, dan mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus-menerus bisa menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat ikterus. Perlemakan hati merupakan penemuan yang sering, biasanya dengan manifestasi yang ringan tanpa ikterus, tetapi kadang-kadang bisa menjurus ke sirosis. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase yang tinggi.

Sirosis Hepatis Merupakan konsekuensi dari penyakit hari kronis yang ditandai dengan penggantian jaringan hati dengan jaringan fibrotik, jaringan parut, dan nodul regeneratif (benjolan yang terbentuk sebagai hasil regenerasi jaringan yang telah rusak. Penyakit ini mengarah ke hilangnya fungsi hati. Sirosis umumnya disebabkan oleh alkoholisme, hepatitis B, hepatitis C, dan penyakit fatty liver, namun tidak menutup kemungkinan oleh penyebab yang lainnya. Beberapa kasus didapatkan idiopatik31. Hati memainkan peran penting dalam sintesis protein (misalnya, albumin, faktor pembekuan dan komplemen), detoksifikasi dan penyimpanan (misalnya vitamin A). Selain itu, hati berpartisipasi dalam metabolisme lipid dan karbohidrat. Sirosis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis). Jika penyebabnya dihilangkan pada tahap ini, perubahan tersebut masih reversibel. Patologis khas sirosis adalah pengembangan jaringan parut yang menggantikan
22

parenkim normal, menghalangi aliran darah portal melalui organ dan mengganggu fungsi normal. Penelitian terbaru menunjukkan peran penting dari sel stelat, jenis sel yang biasanya menyimpan vitamin A, dalam perkembangan sirosis. Kerusakan parenkim hati menyebabkan aktivasi sel stelat, yang menjadi kontraktil (disebut myofibroblast) dan menghalangi aliran darah dalam sirkulasi. Di samping itu, teraktivasi juga TGF-1, yang mengarah ke respon fibrosis dan proliferasi jaringan ikat. Garis-garis jaringan fibrosa yang memisahkan nodul-nodul hati, yang akhirnya menggantikan arsitektur hati seluruh, yang menyebabkan penurunan aliran darah sistemik. Limpa menjadi padat, yang menyebabkan hipersplenisme dan peningkatan penyerapan trombosit. Hipertensi portal bertanggung jawab atas komplikasi yang paling parah sirosis32.

Kolestatis

Ekstrahepatik.

Penyebab

paling

sering

pada

kolestasis

ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing. Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya sangat kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang terpenting bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun sebenarnya hubungan belum jelas sehingga patogenesis gatal masih belum bisa diketahui dengan pasti. Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak, dan vitamin K, gangguan ekskresi garam empedu dapat berakibat steatorrhea dan hipoprotrombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung lama (primary biliary cirrhosis), gangguan penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin lain yang larut lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis kolesterol di hati
23

dan esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan; Konsentrasi trigliserida tidak terpengaruh.

Kolelitiasis Diartikan adanya batu di kantong empedu disebut juga dengan Gallstone. Jika batu empedu bermigrasi turun ke saluran empedu, kondisi tersebut disebut sebagai koledokolitiasis. Koledokolitiasis itu sendiri sering dikaitkan dengan obstruksi saluran empedu yang dapat menyebabkan penyakit ascending cholangitis. Batu empedu yang bermigrasi ke tingkat ampula Vater dapat menghambat sistem eksokrin pankreas, yang selanjutnya dapat mengakibatkan pankreatitis. Epidemiologi satu juta kasus baru kolelitiasis setiap tahun di Amerika Serikat. Faktor predisposisi mencakup demografik/genetik (prevalensi meningkat pada Indian Amerika Utara), obesitas, berat badan turun, hormon seks wanita, usia, penyakit ileum, kehamilan, hiperlipidemia tipe IV dan sirosis. Batu empedu kolesterol terbentuk ketika empedu mengadung terlalu banyak kolesterol dan tidak diimbangi dengan jumlah garam empedu. Selain konsentrasi kolesterol yang tinggi, ada dua faktor yang pe dalam menyebabkan batu empedu. Yang pertama adalah seberapa sering dan seberapa baik kontraksi kandung empedu, pengosongan yang tidak lengkap dan tidak sering dapat mengakibatkan overconcentrated dan berkontribusi dalam pembentukan batu empedu. Hal ini dapat disebabkan oleh resistensi yang tinggi terhadap aliran empedu dari kantong empedu karena geometri internal yang rumit dari duktus sistikus. Faktor kedua adalah adanya protein dalam hati dan empedu yang mendorong atau menghambat kristalisasi kolesterol menjadi batu empedu. Selain itu, peningkatan kadar hormon estrogen, sebagai akibat dari kehamilan atau terapi hormon, atau penggunaan kontrasepsi oral kombinasi yang mengandung estrogen dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam empedu dan juga mengurangi gerakan kantong empedu, sehingga memicu pembentukan batu empedu33. Gejala dan tanda batu empedu adalah tenang yaitu terdapat pada penderita tanpa gejala. Gejala terdapat jika batu menimbulkan inflamasi atau obstruksi duktus sistikus atau duktus biliaris komunis. Gejala utama: (1) kolik biliaris sakit hebat terus menerus pada kuadran kanan atas di epigastrium yang mulainya mendadak; sering terdapat 30-90 menit setelah makan, berakhir sampai beberapa jam dan terkadang menjalar ke skapula kanan atau punggung; (2) mual, muntah.
24

Pada pemeriksaan fisik mungkin normal atau tampak nyeri epigastrium atau pada kuadran kanan atas (RUG). Laboratorium terkadang, ringan dan sedikit peningkatan bilirubin (<85 mol/L (<5 mg/dL)) diikuti dengan kolik biliaris. Pencitraan hanya 10% batu kolesterol adalah radio-opak. Ultrasonografi adalah tes diagnosis yang terbaik.

Kolesistogram oral telah digantikan dengan ultrasonografi tetapi mungkin berguna untuk menilai duktus sistikus apakah masih paten dan fungsi pengosongan kandung empedu masih berfungsi

Gambar 6. Evaluasi Diagnosis duktus biliaris

25

Pengobatan meliputi pengangkatan batu menggunakan ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography). Biasanya, kantong empedu ini kemudian diangkat dengan operasi yang disebut kolesistektomi, untuk mencegah terjadinya obstruksi saluran empedu di masa mendatang atau komplikasi lain34.

Kolesistitis akut radang akut kandung empedu biasanya disebabkan oleh sumbatan duktus sistikus karena batu yang terjebak. Reaksi radang ditimbulkan oleh: (1) radang mekanis karena tekanan dalam lumen meningkat; (2) radang kimia dari pelepasan lisolesitin; (3) radang bakteri, yang memegang peran dalam 50-58% pasien dengan kolesistitis akut. Etiologi 90% batu; 10% bukan batu. Kolesistitis bukan batu berkaitan dengan kejadian komplikasi yang lebih tinggi dan berkaitan dengan penyakit yang akut (misalnya luka bakar, trauma, pembedahan besar), puasa, hiperalimentasi yang menyebabkan stasis kandung empedu, vaskulitis, karsinoma kandung empedu atau karsinoma duktus biliaris komunis, beberapa infeksi kandung empedu (Leptospira, Streptococcus, Salmonella, atau Vibrio cholerae), tetapi pada > 50% kasus tidak ditemukan penjelasan yang mendasar. Gejala dan tanda berupa (1) serangan kolik biliaris (nyeri kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium) yang progresif memburuk; (2) mual, muntah, tidak nafsu makan; dan (3) demam. Pemeriksaan yang khas adanya ketegangan pada kuadran kanan atas; teraba massa pada kuadran kanan atas ditemukan pada 20% pasien. Murphys sign timbul jika inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi kuadran kanan atas, menimbulkan sakit yang makin hebat atau saat diminta menahan inspirasi. Kolesistitis biasanya didiagnosis dengan riwayat gejala di atas, serta temuan pemeriksaan: 1. Demam (biasanya ringan pada kasus tanpa komplikasi) 2. Nyeri kuadran kanan atas dengan atau tanpa tanda Murphy 3. Ortners Sign: Nyeri ketuk pada tepi lengkung iga kanan 4. Georgievskiy - Myussi's sign (phrenic nerve sign): Nyeri ketika penekanan pada tepi sternokleidomastoid 5. Boass Sign: Peningkatan sensitivitas bawah skapula kanan (juga karena iritasi saraf frenikus)35

26

Nilai laboratorium menandakan kenaikan alkali fosfatase, dapat disertai kenaikan bilirubin yang tinggi (meskipun ini dapat menunjukkan kelainan koledokolitiasis), dan mungkin disertai dengan kenaikan hitung sel darah putih. CRP (C-Reactive Protein) sering meningkat. Tingkat kenaikan nilai-nilai laboratorium mungkin tergantung pada tingkat peradangan kandung empedu itu sendiri. Pasien dengan kolesistitis akut mungkin nilai laboratoriumnya bisa terlihat abnormal sedangkan pada kolesistitis kronis nilai-nilai laboratorium sering kali normal. USG adalah modalitas sensitif dan spesifik untuk diagnosis kolesistitis akut, sensitivitas mencapai 88% sedangkan spesifitas mencapai 80%. Kriteria diagnostik kandung empedu didapatkan penebalan dinding sebesar > 3mm. Batu empedu bukan merupakan kriteria diagnostik untuk kolesistitis sebab dapat terjadi dengan atau tanpa batu. Sensitivitas dan spesifitas temuan CT scan berada pada kisaran 90-95%. CT scan lebih sensitif dibandingkan ultrasonografi dalam penggambaran respon inflamasi pericholecystic dan melokalisir abses

pericholecystic, gas pericholecystic, dan permukaan luar lumen kandung empedu. CT scan tidak bisa melihat kalsifikasi kandung empedu dan menilai Murphys Sign. Hepatobiliary scintigraphy dengan teknesium-99m DISIDA (bilirubin) analog juga sensitif dan akurat untuk diagnosis kolesistitis kronis dan akut. Teknik ini juga dapat menilai kemampuan ejeksi kandung empedu dan penurunan kemampuan ejeksi kandung empedu dapat dikaitkan dengan kolesistitis kronis. Namun, karena kebanyakan pasien dengan nyeri kuadran kanan atas tidak memiliki kolesistitis, evaluasi primer biasanya dilakukan dengan modalitas yang dapat mendiagnosa penyebab lain juga36. Diagnosis banding termasuk pankreatitis akut, apendiksitis, pielonefritis, penyakit ulkus peptikum, hepatitis dan abses hepar. Komplikasi berupa empiema, hidrops, gangren, perforasi, ileus batu empedu, kandung empedu porselen.

Koledokolitiasis / kolangitis etiologi pada penderita dengan kolelitiasis, aliran batu empedu ke dalam duktus hepatikus komunis terjadi pada 10-15%; usia yang makin bertambah. Pada kolesistektomi, batu yang tidak diketahui akan tertinggal pada 1-5% penderita.

27

Gejala dan tanda koledokolitiasis mungkin sebagai penemuan yang tidak sengaja, kolik biliaris, obstruktif ikterus, kolangitis, atau pankreatitis. Kolangitis biasanya memberi gejala demam, nyeri kuadran kanan atas dan ikterus (trias Charcot). Laboratorium menunjukkan peningkatan serum bilirubin, alkali fosfatase dan aminotransferase. Leukositosis biasanya mengikuti kolangitis; kultur darah sering positif. Amilase meningkat pada 15% kasus. Pencitraan diagnosis biasanya dibuat melalui kolangiografi, baik sebelum operasi melalui endoscopic retrograd cholangiopancreatography (ERCP) atau intraoperatif pada saat kolesistektomi. Ultrasonografi mungkin memperlihatkan duktus biliaris melebar tetapi tidak sensitif untuk mengetahui batu pada duktus biliaris komunis. Diagnosis banding berupa kolesistitis akut, kolik ginjal, viskus perforasi, pankreatitis. Komplikasi kolangitis, obstruktif ikterus, pankreatitis yang diinduksi oleh batu empedu dan sirusi bilier sekunder.

Ikterus neonatorum. adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu, dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg% maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin mencapai 5 mg % (Markum, 2005) Macam ikterus 1. Ikterus fisiologis Ikterus fisiologi adalah keadaan dimana hiperbilirubin karena faktor fisiologis yang merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir. a. Timbul pada hari kedua dan ketiga b. Kadar bilirubin indirect tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5% untuk neonatus lebih bulan c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari d. Ikterus menghilang 10 hari pertama 2. Ikterus patologis a. Ikterus dalam 24 jam pertama b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan
28

c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari d. Ikterus menetap setelah 2 minggu pertama e. Kadar bilirubin direct melebihi 1 mg% f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik Peningkatan kadar bilirubin umumnya terjadi pada setiap baru lahir, karena hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek 1. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukoronil transferase, ligan dalam protein belum adekuat) 2. Siklus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim beta glukoronidase di usus dan belum ada nutrien.

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan

Leptospira. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti Mud fever,Slime fever (Shlamnfieber), Swam fever, Autumnal fever, Infectious jaundice, Field fever, Cane cutter dan lain-lain3,4. Penyakit yang terdapat di semua negara dan terbanyak ditemukan di negara beriklim tropis ini, disebabkan oleh Leptospira interrogansdengan berbagai subgrup yang masing-masing terbagi lagi atas serotipe bisa terdapat pada ginjal atau air kemih binatang piaraan seperti anjing, lembu, babi, kerbau dan lain-lain, maupun binatang liar seperti tikus, musang, tupai dan

sebagainya. Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak pada kulit atau selaput lendir yang luka atau erosi dengan air, tanah, lumpur dan sebagainya yang telah terjemar oleh air kemih binatang yang terinfeksi leptospira7. Beberapa teori menjelaskan terjadinya ikterus pada leptospirosis. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa hemolisis bukanlah penyebab ikterus, disamping itu hemoglobinuria dapat ditemukan pada awal perjalanan leptospirosis, bahkan sebelum terjadinya ikterus. Namun akhir-akhir ini ditemukan bahwa anemia hanya ada pada pasien leptospirosis dengan ikterus. Tampaknya hemolisis hanya terjadi pada kasus leptospirosis berat dan mungkin dapat menimbulkan ikterus pada beberapa kasus. Penurunan fungsi hati juga sering terjadi, namun nekrosis sel hati jarang terjadi sedangkan SGOT dan SGPT hanya sedikit meningkat.
29

Ikterus umumnya dianggap sebagai indikator utama leptospirosis berat. Gagal ginjal akut, ikterus dan manifestasi perdarahan merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil. Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten

sehingga fase imun menjadi tidak jelas atau nampak overlapping dengan fase leptospiremia. Ada tidaknya fase imun juga dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah bakteri leptospira yang menginfeksi, status imunologik dan nutrisi penderita serta kecepatanmemperoleh terapi yang tepat. Leptospirosis adalah penyebab tersering gagal ginjal akut.

Drug Induced Liver Injury. Ada 3 tahap mekanisme drug induced liver injury. Pertama langsung melalui stress sel, penghambatan aktivitas mitokondria dan reaksi imun spesifik. Kedua, initial injury akan mengaktivasi mitochondrail permeability transition (MPT) melalui intrinsic pathway. Intrinsic pathway mencakup stressor kaskade dan protein pro apoptosis. Selain itu, MPT juga dapat melalui reseptor kematian ekstrinsic pathway yang diaktivasi oleh reaksi imun setelah sensitasi oleh TNF. Sitokin yang merangsang aktivasi sensivitas ini. Ketiga MPT akan menyebabkan nekrosis atau apoptosis tergantung dari ketersediaan ATP. Di pengaktivasian kaspase inisiator hepatositesis tidak langsung melalui proapoptosis pathway apoptosis, MPT, tetapi amplifikasi melalui faktor akan langsung

yang mengaktivasi

yang kemudian

menyebabkan apoptosis yang tetap diaktivasi dengan adanya ketersediaan ATP. Nekrosis terjadi jika tidak ada ATP yang diperlukan untuk konsumsi energi apoptosis pathway

30

Gambar 7. Patofisiologi Drug liver Injury F. PENEGAKAN DIAGNOSIS IKTERUS Untuk menegakkan diagnosis ikterus dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Namun, sebelum dilakukan anamnesis, identifikasi pasien mencakup Nama, umur, dan jenis kelamin jangan dilupakan. Umur dan jenis kelamin sering memberikan petunjuk kearah kemungkinan tercapainya diagnosis. Misalnya hepatitis viral akut tipoe A ditemukan terutama pada anak-anak dan usia muda. Penyakit akndung empedu lebihbanyak dijumpai pada usia pertengahan dan pada wanita. Sebaliknya, sirosis hati ataau hepatoma lebih banayk pada kaum pria.

31

a. Anamnesis terkait ikterus Anamnesis yang terinci perlu untuk mengetahui bagaimana mulainya penyakit. Anamnesis terkait ikterus tetap berpedoman pada 7 butir anamnesis (Sacred seven) dan 4 pilar utama (Fundamental four). Anamnesis sangat penting untukmenggali riwayat penyakit dan membantu pengakan diagnosis sebelum ditunjang oleh pemeriksaan fisik dan penunjang5. Berikut adalah anamnesis terkait ikterus berdasarkan sacred seven: 1. Onset dan kronologis Penting untuk mengetahui kapan mulai terjadinya ikterus dan kronologis terjadinya ikterus.dimana pertama kali muncul dan didahului oleh apa. Apabila riwayat penyakit kuning telah berlangsung alma sedangkan

keadaan pasien berlangsung abik,dapat mengarah pada kemungkinan penyakti bawaan seperti sindrom Gilbert, Rotor, atau Dubin Johnson. Bila ikterus disebabkan obstruksi seperti kista koleidokus atau kolelitiasis, penderita mengalami kolik hebat secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Keluhan nyeri perut di kanan atas dan menusuk ke belakang. Penderita tampak gelisah dan kemudian ada ikterus disertai pruritus. 2. Lokasi Penting untuk mengetahui letak dimana saja terjadi ikterus. Apakah di sclera, palmar, atau di seluruh tubuh.hal ini penting untuk menentukan derajat suatu penyakit dengan gejala ikterus 3. Kualitas Lokasi munculnya ikterus menunjukkan derajat kadar bilirubin yag ada didalam tubuh. Kualitas keluhan juga dapat digali melalui gejala lain yang menyertai, sebab adanya ikterus biasanya disertai dengan gejala sistemik lainnya. 4. Kuantitas Penting utnuk menanyakan sejauh mana luas daerah tubuh yang menjadi ikterus, untuk mengetahui derajat penyakit. 5. Faktor Peringan Dakktor peringan penting untuk mengetahu apakah ikterus yang terjadi merupakan ikterus patologis, fisiologis, akibat mengonsumsi obat tertentu atau makanan tinggi karoten, seperti wortel. Apabila ikterus disebabkan karena

32

mengonsumsi zat tertentu atau obat tertentu, maka dengan penghentian konsumsi, gejala ikterus dapat berkurang. 6. Faktor pemberat Faktor pemberat terkait ikterus misalnya apakah keluhan memberat dengan konsumsi makanan berlemak, dengan penggunaan obat tertentu, atau apabila pasien beraktivitas. Hal ini dapat membantu mengarahkan ke diagnosis pasti. Bila dengan makanan berlemak pasien menjadi semakin mengeluh sakit maka ada kemungkinan kolestitis. 7. Gejala/keluhan yang menyertai Penting untuk mengetahui gejala atau keluhan lain yang menyertai, karena hal tersebut dapat membantu untuk penegakan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding yang lain. Misalnya adakah gejala predormal seperti lemas, tidak nafsu amkan, mual, mencret, nyeri ulu hati, myalgia, meriang atau menggigil yang timbul beberapa hart sebelum kulit berwarna kulit. Jika ada maka hepatitis viral aktif harus dicurigai. Jika periode praikterus berlangsung lebih lama atau lebih dari beberapa minggu atau bulan,maka curiga kearah subacute hepatic necrosis. Adanya keluhan sakit perut / kolik dan disertai gangguan pencernaan lama sebelumnya, yang diperberat oleh makan makanan berlemak disertai rasapenuh,kembung dna panas di perut serta mungkin sukar buang air besar, maka diagnosis mengarah ke penyakit batu di saluran empedu37. Adanya demam dan menggigil biasanya terdapat pada penyakit kolangitis, namun harus diingat bahwa keadaan ini pun dapat ditemukan pada fase predormal hepatitis viral akut,hepatitis karena obat dan leptospirosis11. Pada hepatitis gejala awal muncul secara mendadak seperti demam, mual, muntah, tidak mau makan, dan nyeri perut. Ikterus dapat tidak kentara pada anak kecil muda sehingga hanya dapat terdeteksi dengan uji laboratorium. Bila terjadi, ikterus dan urin berwarna gelap biasanya terjadi setelah gejalagejala sistemik. Selain itu juga bisa didapatkan ada riwayat ikterus pada keluarga, teman sekolah, teman bermain, atau jika anak atau keluarga telah berwisata ke daerah endemik.2,12 Adanya ikterus tanpa keluhan (painless jaundice) harus dipkirkan kearah ikterus obstruktif karena tumor pancreas. Keluhan gatal-gatal yang menyertai ikterus dapat mengarahkan kepada sumbatan di saluran empedu
33

terutama oleh tumor,sedangkan jika keadaan ini ditemukan pada wanita yang sedang hamil, perlu dipikirkan mengenai ikterus berulang pada wanita hamil. Keluhan air seni yang berwarna gelap merupakan tanda permulaan ikterus. Warna tinja juga perlu mendapat perhatian, misalnya warna yang acholic pada pasien ikterus obstruktif ekstrahepatik.

Sedangkan

anamnesis

mengenai

ikterus

yang

berpedoman

dengan

fundamental four yaitu: 1. Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyait sekarang penting untuk mengetahui hal-hal terkait alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien dan riwayat penyakit sekarang berdasarkan sacred seven di atas. Pada pasien ikterus dapat ditanyakan apakah memiliki riwayat penyakti lain seperti Hipertensi, Diabetes Mellitus, Osteoarthritis, tumor, sedang dalam pengobatan suatu penyakit dan lain-lain5. 2. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit dahulu penting untuk mengetahui hal-hal terkait keluhan seputar apakah dulu pernah mengalami sakit yang sama seperti saat ini, riwayat pengobatan, riwayat operasi, kecelakaan serta riwayat alergi obat. Bila pasien pernah melakukan berbagai pemeriksaan sebelumnya, bisa dicantumkan di sini. Seperti misalnya hasil pemeriksaan darah atau pun foto rontgen (berdasarkan keterangan dokter yang memeriksa). Pada pasien ikterus perlu ditanyakan apakan pernah menderita penyakit kuning sebelumnya,kontak dengan pasien kuning, mengonsumsi jamu-jamuan jangka panjang, obat-obatan steroid, anabolik, kontrasepsi oral, obat anti-tuberkulosis dan lain-lain2. Apakah pasien pernah dioperasi terutama operasi kandung empedu (mengarah pada kemungkinan striktur atau batu yang tertinggal). 3. Riweyat penyakit keluarga Hal ini terkait apakah ada keluarga atau kerabat dekat yang pernah mengalami gangguan yang sama atau penyakit keturunan yang lain. Pada pasien bayi dan anak-anak, perlu juga diceritakan riwayat kehamilan dan kelahiran. Pada pasien ikterus penting untuk mengatahui apakah pasien pernah
34

kontak dengan keluarga yang pernah sakit kuning sebelumnya atau adakah keluarganya yang sejak lahir memiliki sakit kuning2,5. 4. Riwayat sosial ekonomi Yaitu pertanyaan mengenai tempat bekerja, pola makan setiap hari, lingkungan sekolah atau rumah, aktivitas olahraga, dan gaya hidup atau kebiasaan. Pada pasien ikterus penting untuk mengetahui adanya kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol. riwayat memakai tato, transfusi, termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba) maupun aktifitas seksual. Pada pasien ikterus juag perlu ditanyakan apakah kontak dengan bintang pengerat seperti tikus (mengarah pada leptospirosis), keadaan kebersihan lingkungan pasien (sanitasi rumah), dan lain-lain11.

b. Pemeriksaan fisik terkait ikterus Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menunjukkan tanda objektif dari suatu gejala yang dikeluhkan apsien dan untuk mengonfirmasi hasil anamnesis pada pasien. Ikterus dapat dilihat pada sklera atau kulit. Klinikus harus mencatat apakah penderita tampak sehat atau sakit, atau apakah penderita tampak iritabel atau lemah. Hal ini akan memberi indikasi apakah terdapat ensefalopati, infeksi atau penyakit metabolik. Dismorfisme sangat berharga untuk mencari penyebab kolestasis. Popok bisa diperiksa untuk melihat adanya tinja dempul dan urine gelap38. Kepala. 1. Sklera ikterus. Tentukan warnanya apakah memberi kesan kekuningan (yellownish jaundice) atau kehijauan (greenish jaundice) atau hanya sub ikterus. Kesan yellownish jaundice menandakan ikterus berasal dari kelainan intrahepatik, Greenish jaundice menandakan ikterus berasal dari kelainan ekstrahepatik. 2. Tanda-tanda anemia. Anemia disertai ikterus perlu dipikirkan anemia hemolitik. 3. Sianosis perioral Menunjukkan adanya kelainan pada cor atau pulmo. Sering pada cardiac sirrosis 4. Fetor hepatikum. Menandakan banyak amoniak dalam tubuh yang merupakan tanda kegagalan fungsi hati. Paling sering pada koma hepatikum.

35

Leher 1. Tentukan JVP apakah meningkat. Menunjukkan bendungan sistemik / portal. Misal pada cardiac sirrosis. 2. KGB teraba membesar . Menunjukkan adanya infeksi. Hepatitis dapat dengan pembesaran KGB

Thorax 1. Tentukan batas paru-hepar, apakah ada peranjakan hati 2. Cari kemungkinan adanya ginekomastia dan spider nevi. Merupakan salah satu stigmata SH. 3. Pulmo : Adakah kelainan 4. Cor : Adakah kelainan seperti gagal jantung

Abdomen Inspeksi: cari adanya : Massa, Acites, Venektasi. Kelainan-kelainan ini sering pada SH dan hepatoma. Kandung empedu yang membesar seperti ditemukan pada ikterus obstruktif, dapat teraba sebagai masa yang bulat rata; jika tidak sakit mungkin disebabkan oleh tumor di bagian kepala pancreas1,2. Ascites yang menyertai ikterus,umumnya disebabkan oleh sirosis hati. Dengan pungsi diagnostic dapat mudah dilihat apakah caciran asites transudat, eksudat atau hemoragik11. Auskultasi : Cari kemungkinan terdapat bruit pada massa yang tampak. Bruit (+) pada massa hepar menunjukkan Hepatoma. Perkusi: Cari kemungkinan redup yang dapat menunjukkan kemungkinan adanya massa atau pembesaran organ. 1. Nilai adanya acites dengan shifting dullness 2. Cari kemungkinan adanya nyeri ketok pada regio hepar, kendung empedu, epigastrium Palpasi : 1. Tentukan konsistensi abdomen 2. Adakah Hepatomegali. Tentukan besar dan konsistensi, tepi tajam / tumpul, permukaan licin-rata / berbenjol-benjol, nyeri tekan (NT)

36

Massa hati dgn tepi tajam, permukaan licin dan rata, konsistensi keras, NT (+) : Hepatitis Massa hati dgn tepi tajam, permukaan berbenjol-benjol dan rata, konsistensi keras, NT (+) : Hepatoma Massa hati dengan tepi tumpul, permukaan licin dan berbenjol, fluktuasi (+), konsistensi lunak, NT (+) : Abses Hepar Pada hati yang membesar, auskultasi perlu dilakukan untuk mendengar

bising arteri yang menunjukkan adanya hipervaskularisasi oleh tumor. Jika didengar venous hum di bawah prosesus xyphoideus, daerah epikardium lebih baik jika disertai kolateral di dinding perut perlu dipikirkan adanya ekmungkinan hipertensi portal 3. Adakah Splenomegali. Tentukan dalam batas schuffner, serta nilai ruang troube Limpa yang membesar mempunyai arti yang sangat penting. Jika tidak ada tanda hemolitik maka ikterus dengan splenomegali lebih mengarah ke penyakit hati kronik sebagai penyebabnya5. 4. Nilai Murphy sign

Ekstremitas 1. Oedem. Tentukan Pitting / non-pitting; Pitting oedem dapat menunjukkan

hipoalbuminemia sebagai kegagalan sintesis hati serta retensi Na dan air sebagai akibat dari hipertensi porta. Sering pada SH 2. Clubbing finger, Sianosis; Sering pada cardiac sirrosis. 3. Adakah Eritema palmaris 4. Adakah Liver nail. ( kuku berwarna putih dengan ujung kuku berwarna merah jambu, biasanya bilateral dan masih dapat ditembus cahaya ) 5. Adakah Kontraktur dupuytren ( kontraktur fleksi jari-jari akibat fibrosis fasia palmaris; Kontraktur dupuytren dan liver nail dapat di temukan pada SH.

37

Gambar 8. gambaran makroskopik hepar. kiri: Hepar normal,. tengah:fatty liver, kanan: sirosis hepatis c. Pemeriksaan laboratorium terkait ikterus 1.) Tes fungsi hati a.) Ekskresi empedu Bilirubin serum direk (terkonjugasi), meningkat bila terjadi gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi. Nilai normalnya 0,1-0,3 mg/dl Bilirubin serum indirek (tidak terkonjugasi), meningkat pada keadaan hemolitik. Nilai normalnya 0,2-0,7 mg/dl. Bilirubin serum total, meningkat pada penyakit hepatoseluler. Nilai normalnya 0,3-1,0 mg/dl11. b.) Protein Albumin merupakan protein utama serum yang hanya disintesis di retikulum endoplasma hepatosit. Fungsi utamanya adalah untuk

mempertahankan tekanan koloid osmotik intravaskuler dan sebagai pembawa berbagai komponen dalam serum, termasuk bilirubin, ion-ion inorganik (contohnya kalsium), serta obat-obatan. Penurunan kadar albumin serum dapat disebabkan karena penurunan produksi akibat penyakit parenkim hati. Nilai normalnya 3,2-5,5 g/dl11,39. c.) Enzim serum Aspartate aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloasetic Transaminase (SGOT), Alanine aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), dan Lactic Dehydrogenase (LDH) adalah enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan
38

jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak. Apabila ada kerusakan pada jaringan-jaringan tersebut maka akan terjadi kenaikan kadar enzim ini dalam serum. Nilai normal SGOT 5-35 unit/ml dan SGPT 5-35 unit/ml. 1,39. Alkaline Phosphatase Alkaline phosphatase dibentuk dalam tulang, hati, ginjal, usus halus, dan disekresikan ke dalam empedu. Kadarnya meningkat pada obstruksi biliaris, penyakit tulang, dan metastasis hati. Nilai normalnya 30-120 IU/L atau 2-4 unit/dl. Gamma-glutamyltransferase (GT) GT merupakan enzim yang dapat ditemukan pada saluran empedu dan hepatosit hati. Aktivitasnya dapat ditemukan pada pankreas, lien, otak, mammae, dan usus dengan kadar tertinggi pada tubulus renal. GT merupakan indikator yang paling sensitif untuk mendeteksi adanya penyakit hepatobilier. Kadar GT tertinggi ditemukan pada obstruksi hepatobilier. Peningkatan kadar GT pada kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik bervariasi dan tidak dapat digunakan untuk membedakan di antara keduanya39.

2.) Pencitraan a.) Ultrasonografi (USG) USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi. Yang perlu diperhatikan adalah : Besar, bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2 3 x 6 cm, dengan ketebalan sekitar 3 mm. Bila ditemukan dilatasi duktus koledokus dan saluran empedu intrahepatal disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus obstrusi ekstrahepatal bagian distal. Sedangkan bila hanya ditemukan pelebaran saluran empedu intrahepatal saja tanpa disertai pembesaran kandung empedu

menunjukkan ikterus obstruksi ekstrahepatal bagian proksimal artinya kelainan tersebut di bagian proksimal duktus sistikus.

39

Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi disertai bayangan akustik (acustic shadow), dan ikut bergerak pada perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu.

Bila tidak ditemukan tanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti menunjukan adanya ikterus obstruksi intra hepatal38.

Gambar 9. USG batu empedu b.) Computed Tomography (CT) Scan CT Scan dilakukan untuk melihat adanya dilatasi duktus intrahepatik yang disebabkan oleh oklusi ekstrahepatik dan duktus koledokus akibat kolelitiasis. CT scan menyediakan evaluasi yang baik dari seluruh saluran empedu kasus40. karena dapat menentukan anatomi lebih baik daripada

ultrasonografi. CT scan mungkin modalitas pencitraan awal dalam beberapa

Gambar10. hasil CT scan abdomen


40

c.) Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI menghasilkan gambar yang sebanding dengan kualitas CT scan tanpa paparan pasien terhadap radiasi pengion. Setelah pemberian agen kontras yang cocok, pencitraan dari saluran empedu bisa lebih terperinci40.

Gambar 11. a.Pencitraan MRI hepar

b. Pencitraan MRI sirosis hepar

d.) Endoskopi retrograde cholangiopancreatography (ERCP) ERCP berguna dalam kasus dimana obstruksi bilier diduga kuat. Ini adalah investigasi pilihan untuk mendeteksi dan mengobati batu saluran empedu umum dan juga berguna untuk membuat diagnosis kanker pankreas. Kondisi lain yang mungkin berguna ERCP termasuk primary sclerosing cholangitis dan adanya kista koledukus40.

Gambar 12. gambaran pencitraan ERCP

41

e.) Biopsi hati Banyak penderia membutuhkan biopsy hati untuk menegakkan diagnosis pasti. Biopsy dapat dilakukan perkutan, dengan atau tanpa arahan ultrasonografi atau melalui pembedahan. Selain untuk pemeriksaan histopatologi untuk melihat gambaran spesifik, specimen biopsy hati dapat digunakan untuk pemeriksaan secara kuantitatif kandungan besi dan tembaga40.

Gambar 13. TeknikBiopsi hepar. Jarum Biopsi biasanya diinsersikan di sela iga 7-9. Jaringan hasilbiopsi diletakkan di kaca objek untukdilihat histopatologinya Pemeriksaaan laboratorium yang terpenting adalah menilai peningkatan bliruin. Beberapa penyakit terkait ikterus memiliki tanda yang khas pada hasil pemeriksaan laboratorium. Pada rasio bilirubin direk dan bilirubin total, jika rasio kurang dari 15% maka cenderung ke proses hemolitik sindrom Gilbert. Peningkatan bilirubin yang tidak terlalu tinggi (<10mg/dl) biasa ditemukan pada batu kandung empedu. Penngkatan bilirubin sekitar 15 mg/dl atau ebih tinggi biasa ditemukan pada hepatitis akut, Peningkatan bilirubin hingga 25 mg/dl atau elbih dapat mengarah pada kolestatis ekstrahep[atik. Peningkatan bilirubin yang lebih tinggi dapat mengarah pada hepatitis fulminan

42

Pada kejadian peningkatan bilirubin direct perlu diperiksa transaminase, alkali fosfatase, albumin, globulin, dan GT untuk membedakan keadaan hepatoseluler dan kolestasis. Kadar transaminase yang tinggi sekali menyokong adanya penyakithepatoseluler. Danya penyumbatan ekstrahepatk biasanya disertai dengan peningkatan alkali fosfatase dan kolesterol.. Perlu diperhatikan bahwa kelainan faal hati dak spesifik sehingga interpretasi kelainan laboratorium harus dilakukan hati-hati dengan melihat keluhan dan gejala-gejala secara keseluruhan.

Gambar 14. A. Hasil biopsi hepar norrmal

b. Hasil biopsi heparpada Hepatitis B

G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan terhadap anak dengan ikterus pada gangguan sistem hepatobilier tergantung dari penyebabnya. a. Ikterus Intrahepatik yang disebabkan oleh hepatitis Tidak ada pengobatan antivirus spesifik untuk HAV. Infeksi akut dapat dicegah dengna pemberian immunoglobulin dalam 2 minggu setelah terinfeksi atau menggunakan vaksin. Penderita hepatitis A biasanya dirawat jalan, tetapi 13% penderita memerlukan rawat inap dengan indikasi muntah hebat, dehidrasi dengan kesulitan masukan per oral, kadar SGOT-SGPT > 10 kali nilai normal, koagulopati, dan ensefalopati12. b. Ikterus Obstruktif yang disebabkan oleh kista koledukus dan kolelitiasis Penatalaksanaan non-bedah - Terapi suportif dan diet

43

Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala gastrointestinal ringan Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak. - Farmakoterapi Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk) telah digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol.. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu37. Penatalaksanaan bedah Sampai saat ini pembedahan masih merupakan baku emas dalam penanganan kolelitiasis. Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi bertujuan untuk menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila penyebabnya adalah batu di kandung empedu dilakukan kolesistektomi yaitu mengangkat kandung empedu beserta seluruh batu. Bila ditemukan dilatasi duktus koledokus lebih dari 5 mm dilakukan eksplorasi duktus koledokus. Semua batu dibuang sebersih mungkin. Usaha selanjutnya ialah mencegah batu rekuren dengan menghilangkan sumber pembentuk batu antara lain dengan cara diet rendah kolesterol, menghindari penggunaan obatobatan yang meningkatkan kolesterol, mencegah infeksi saluran empedu. Bila letak batu sudah pasti hanya dalam duktus koledokus, dapat dilakukan sfingterotomi / papilotomi untuk mengeluarkan batunya38. c. Terapi nutrisi Pada pasien ikterus bisa terjadi malnutrisi yaitu malnutrisi protein, malabsorpsi lemak, anoreksia dan defisiensi vitamin larut lemak. Terapi yang diberikan adalah diet TKTP dengan penambahan 50% kalori dari biasanya.

44

H. KOMPLIKASI 1. Pruritus Pruritus merupakan morbiditas yang penting dan sering terjadi baik pada kolestasis intrahepatik maupun ekstrahepatik. Daerah predileksinya meliputi seluruh bagian tubuh dengan daerah telapak tangan dan kaki, permukaan ekstensor ekstremitas, wajah, telinga, dan trunkus superior memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi. Mekanisme terjadinya pruritus masih belum diketahui secara pasti. Deposit garam empedu di kulit diketahui memiliki efek pruritogenik secara langsung. Namun sudah dibuktikan bahwa teori ini tidak benar. Sebagai tambahan, hiperbilirubinemia indirek tidak dapat menyebabkan pruritus39. Teori lain menyatakan bahwa pruritus pada kolestasis disebabkan karena konsentrasi garam empedu yang tinggi di hati menyebabkan kerusakan hati sehingga terjadi pelepasan substansi yang bersifat pruritogenik (misalnya histamine) 39. 2. Hiperlipidemia dan Xantoma Hiperlipidemia dan xantoma merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kolestasis intrahepatik. Pada kolestasis terjadi gangguan aliran empedu yang akan menyebabkan meningkatnya kadar lipidoprotein di sirkulasi sehingga terjadi hiperkolesterolemia (kolesterol serum mencapai 1000-2000 mg/dl). Hal ini menyebabkan akan terdepositnya kolesterol di kulit, membrane mukosa, dan arteri39. 3. Sirosis dan Gagal Hati Sirosis dan gagal hati dapat terjadi pada pasien yang mengalami keterlambatan diagnosis sehingga fungsi hati sudah tidak dapat dipertahankan lagi39.

I. PROGNOSIS Prognosis ikterus karena gangguan system hepatobilier tergantung penyakit dasarnya. Pada kolelitiasis prognosisnya adalah baik. Jeda waktu antara deteksi batu pada pasien asimtomatik dan pengembangan gejala ini diperkirakan terjadi lebih dari 10 tahun38. Pada kista koledukus prognosis setelah eksisi biasanya sangat baik. Pasien perlu tindak lanjut seumur hidup karena peningkatan resiko kolangiokarsinoma, bahkan setelah eksisi komplit kista41.

45

Hepatitis A prognosisnya sangat baik. Pada kebanyakan pasien, infeksi HAV adalah self-limited, dan bisa sembuh sempurna. Bahkan, banyak kasus tidak menunjukkan gejala. Kecuali dalam pengaturan hepatitis fulminan, gejala sisa jarang terjadi. Hepatitis fulminan akibat HAV jarang dan memiliki tingkat mortalitaskira-kira 0,4%. Infeksi HAV yang kambuh terjadi pada sekitar 10% dari pasien kira-kira1-4 bulan setelah episode awal dan akhirnya dapat sembuh sepenuhnya41.

Hepatitis B akut

90% memiliki kemungkinan yang baik dan bisa sembuh

sempurna. Meskipun tingkat mortalitas untuk kebanyakan kasus hepatitis B rendah, pasien yang dirawat di rumah sakit dengan hepatitis B akut memiliki tingkat mortalitas 1%42. Pada Hepatitis C lebih dari 80% dari individu yang terinfeksi akut akan mengalami hepatitis kronis. Kebanyakan pasien yang terinfeksi kronis dengan virus hepatitis C tetap asimtomatik dan tidak memiliki penyakit hepar yang signifikan42. Hepatitis kronis yang aktif, yang dapat dilihat pada hepatitis B virus (HBV) atau virus hepatitis C (HCV), tidak terjadi pada infeksi HAV. Kondisi carrier kronis tidak terlihat dengan infeksi HAV41.

46

BAB III KESIMPULAN

Ikterus adalah suatu manifestasi klinis penting untuk mendiagnosis penyakitpenyakit prehepatik, hepatik dan post hepatik yang bisa berakibat fatal. Untuk itu diagnosa dan penatalaksaan sangat membantu dalam menentukan prognosis. Penegakkan diagnosa,terdiri dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium sederhana dan lengkap serta pemeriksaan canggih lainnya. Dari anamnesa ditanyakan riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses, riwayat transfusi dan riwayat obat-obatan. Pada pemeriksaan fisik, pada perabaan hati, kandung empedu, limpa bisa ditemukan tanda-tanda pembesaran. Pada pemeriksaan fisik juga dicari bekas-bekas garukan di kulit karena pruritus. Tes laboratoriumnya seperti tes serum bilirubin direk dan indirek, protein serum, dan enzim serum. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan produksi bilirubin dan menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Pemeriksaan faal hati seperti SGPT, SGOT, albumin, dan gama-glutamiltransferase dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh gangguan pada sel-sel hati atau adanya hambatan pada saluran empedu. Pemeriksaan feses menunjukan adanya perubahan warna menjadi dempul. Pada pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan ultrasonografi (USG), CT-scan, ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography), PTC (percutaneus transhepatic cholangiography), dan biopsi hati. Penatalaksanaan ikterus tergantung kepada penyakit dasarnya, bisa berupa terapi farmakologi, operatif, maupun suportif. Penanganan yang cermat dan tepat akan memberikan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu kita dituntut untuk lebih cermat dalam memahami patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana ikterus sehingga dapat melakukan penanganan yang benar.

47

DAFTAR PUSTAKA

1. Callahan JM. 2005. Ikterus dalam Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC. Hal 461472. 2. Balistreri WF. 2000. Manifestasi Penyakit Hati dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 2. Jakarta: EGC. Hal. 1386-1387. 3. Sulaiman A. 2006. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 422-425 4. Sylvia AP, Lorraine MW. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Jakarta: EGC. 475:480 5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI / RSCM. 2007. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Jakarta: FKUI. 6. Hasan, R., Alatas, H., 2000, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 3, Cetakan 9, Jakarta, hal 1102-1105 7. Pratt S, Kaplan MM. Jaundice. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. 2005. Harrisons Principles of Internal Medicine Vol.1.16th ed. USA, Mc GrawHill, p.240 8. Scanlon VC. 2007. Buku Ajar Anatomi & Fisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC. Hal.350353. 9. Netter FH. 2006. Atlas of Human Anatomy 4th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier. 10. Na-en bijscholing apothekers. 2011. Hepatitis Heelzucht. Diakses melalui http://www.prd-online.com/user/coursedat/c43/Marmed/Geelzucht.php 11. Lindseth GA. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Hal. 481-485. 12. Martiza, Iesje. 2011. Ikterus dalam Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Hal. 263-284. 13. Bancroft JD, Kreamer B, Gourley GR. 1998. "Gilbert syndrome accelerates development of neonatal jaundice". Journal of Pediatrics 132 (4): 65660. 14. Olsson R, Bliding A, Jagenburg R, Lapidus L, Larsson B, Svrdsudd K, Wittboldt S. 1988. "Gilbert's syndromedoes it exist? A study of the prevalence of symptoms in Gilbert's syndrome". Acta Med Scandinavia 224 (5): 485490 15. Bosma PJ, Chowdhury JR, Bakker C, Gantla S, de Boer A, Oostra BA, Lindhout D, Tytgat GN, Jansen PL, Oude Elferink RP, et al. 1995. "The genetic basis of the reduced expression of bilirubin UDP-glucuronosyltransferase 1 in Gilbert's syndrome".New England Journal of Medicine 333 (18): 1171 5.doi:10.1056/NEJM199511023331802 16. Kumar, Vinay. 2007. Robbins Basic Pathology. Elsevier. p. 639 17. "Hepatitis A Symptoms" http://www.emedicinehealth.com/hepatitis _a/page3_ em.htm#Hepatitis%20A%20Symptoms

48

18. "Hepatitis A Information for the Public". Center for Disease Control. 2009. http://www.cdc.gov/hepatitis/A/aFAQ.htm 19. Stapleton JT. 1995. "Host immune response to hepatitis A virus". J. Infect. Dis.171 (Suppl 1): S914. 20. Musana KA, Yale SH, Abdulkarim AS 2004. "Tests of Liver Injury". Clin Med Res2 (2): 12931. doi:10.3121/cmr.2.2.129 21. Coopstead, Lee-Ellen C. 2010. Pathophysiology. Missouri: Saunders. pp. 886887. 22. Terrault N, Roche B, Samuel D. 2005. "Management of the hepatitis B virus in the liver transplantation setting: a European and an American perspective". Liver Transpl. 11 (7): 71632. doi:10.1002/lt.20492 23. Gan SI, Devlin SM, Scott-Douglas NW, Burak KW. 2005. "Lamivudine for the treatment of membranous glomerulopathy secondary to chronic hepatitis B infection".Canadian journal of gastroenterology = Journal canadien de gastroenterologie 19 (10): 6259. 24. Zuckerman AJ. 1996. "Hepatitis Viruses". In Baron S, et al.. Baron's Medical Microbiology (4th ed.). University of Texas Medical Branch. 25. Chu CM, Liaw YF. 2007. "Predictive factors for reactivation of hepatitis B following hepatitis B e antigen seroconversion in chronic hepatitis B". Gastroenterology133 (5): 145865. doi:10.1053/j.gastro.2007.08.039 26. Ryan KJ, Ray CG (editors), ed. 2004. Sherris Medical Microbiology (4th ed.). McGraw Hill. pp. 5512\ 27. Wilkins, T; Malcolm JK; Raina D; Schade RR. 2010. "Hepatitis C: diagnosis and treatment". American family physician 81 (11): 13517. 28. Rosen, HR. 2011. "Clinical practice. Chronic hepatitis C infection". The New England Journal of Medicine 364 (25): 242938.doi:10.1056/NEJMcp1006613 29. Ozaras, R; Tahan, V. 2009. "Acute hepatitis C: prevention and treatment". Expert review of anti-infective therapy 7 (3): 35161. doi:10.1586/eri.09.8 30. Alter, MJ. 2007. "Epidemiology of hepatitis C virus infection"(PDF). World journal of gastroenterology : WJG 13 (17): 2436 41 31. "Liver Cirrhosis". Review of Pathology of the Liver. http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/orfpath/cirhosis.htm 32. Iredale JP. 2003. "Cirrhosis: new research provides a basis for rational and targeted treatments". BMJ 327 (7407): 1437 33. Al-Atabi, SB Chin . 2010.Experimental investigation of the flow of bile in patient specific cystic duct models M. Journal of biomechanical engineering,265:67 34. Vivian McAlister, Eric Davenport, and Elizabeth Renouf. 2007. "Cholecystectomy Deferral in Patients with Endoscopic Sphincterotomy. Cochrane Database of Systematic Reviews .4: CD006233. 35. Shea JA, Berlin JA, Escarce JJ, et al. 1994. "Revised estimates of diagnostic test sensitivity and specificity in suspected biliary tract disease". Arch. Intern. Med. 154 (22): 257381. doi:10.1001/archinte.154.22.2573 36. Strasberg, S. M. 2008. "Acute Calculous Cholecystitis". New England Journal of Medicine 358 (26): 28042811. doi:10.1056/NEJMcp0800929
49

37. Gustawan, dkk. 2007 Kolelitiasis pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar. Diakses melalui http://indonesia.digitaljournal.org/index.php/idnmed/article/download543/661. 38. Ikterus Obstruksi. Diakses melalui http://ilmubedah.info/ikterus-obstruksi-diagnosispenatalaksanaan-20110204.html 39. Kadim, Muzal, dkk. 2008. Kolestasis. Jakarta: UKK Gastro-Hepatologi IDAI. 40. Weisiger RA, dkk. 2009. Hyperbilirubinemia, Conjugated. Diakses melalui http://emedicine.medscpae.com/article/178757. 41. Sawyer, Michael AJ. 2009. Choledochal Cysts. Medscape Reference. Diakses melalui http://emedicine.medscape.com/article/172099. 42. Lissauer, Tom. 2009. Liver Disorders in Illustrated Textbook of Paediatrics 3rd edition. Philadelphia: Mosby Elsevier. Hal. 337-345

50

Anda mungkin juga menyukai