Anda di halaman 1dari 5

TUGAS FILSAFAT DAN PENCIPTAAN ILMU

Penyelesaian Permasalahan Batas Wilayah Dengan Menggunakan Penerapan Metode Descortes

Oleh : Muhammad Anugrah Firdaus 10/296334/TK/36110

Jurusan Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada 2013

a. Latar Belakang Permasalahan


Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai kedaulatan atas wilayahnya serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah kedaulatannya dan kewenangan tertentu lainnya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Pengaturan mengenai wilayah negara meliputi wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut, dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya, untuk memberikan kepastian hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara. Salah satu permasalahan yang menjadi problem terbesar dan terumit dari Indonesia adalah permasalahan batas wilayah. Berbagai sengketa yang melibatkan NKRI dengan negara-negara tetangga kerap terjadi. Ini tentu menjadi salah satu hal urgen yang harus diatasi segera, karena persoalan sengketa tersebut bisa menjadi riak-riak yang memicu terjadinya konflik antar negara. Kasus yang baru saja terjadi adalah tentang Batas Wilayah Indonesia Malaysia pada daerah Tanjung Datu , Kalimantan Barat yang langsung berbatasan dengan Sarawak Dari permasalahan tersebut maka dibuatlah penyelesaian masalah nya, salah satu nya adalah dengan metode yg dilakukan oleh Descortes yg meliputi : 1. 2. 3. 4.

Intuisi dan Evidensi Resolusi Pendeduksian Penginduksian

b. Penyelesaian permasalah dengan metode Descortes 1. Intuisi dan Evidensi Merupakan hal yang benar kalau kita membela tanah air dan tidak mengijinkan siapapun untuk merebut kedaulatan kita walau sejengkal. Meski demikian, tidak bijak jika pembelaan itu dilakukan dengan emosi dan tanpa memahami secara jelas ilmu dan ketentuan yang semestinya digunakan untuk mendukung sikap pembelaan itu. Dalam permasalah perbatasan wilayah ini dengan melakukan penelitian dengan bukti-bukti yang ada , berikut fakta yang ada ditemukan dalam permasalahan ini
1. Perbedaan penafsiran karena deskripsi tersebut menyebabkan adanya segmen garis batas yang tertunda penyelesaiannya. Untuk segmen yang sudah disepakati, Indonesia dan Malaysia telah membuat Nota Kesepahaman (MoU) yang sifatnya mengikat. Segmen yang belum disepakati disebut dengan Outstanding Boundary Problems (OBP) dan terus menjadi perihal yang dirundingkan unutk diselesaikan. Temuan survey ulang tahun 1978 itu kemudian dituangkan dalam MoU tahun 1978. Artinya, batas darat Indonesia-Malaysia di Camar Bulan/Tanjung Datu berhasil ditetapkan dan itu sudah sesuai dengan perjanjian Inggris-Belanda yaitu mengikuti watershed. Dengan demikian, segmen batas darat di Camar Bulan/Tanjug Datu sudah disepakati oleh Indonesia dan Malaysia dan tidak termasuk OBP.

2.

Permasalahan OBP Tanjung Datu muncul karena Komisi 1 DPR mempermasalahkan titik yang lebih berpihak pada Malaysia dan telah disetujui oleh Indonesia pada pertemuan 1978 di Semarang. salah satunya, karena media mengangkat kembali persoalan ini dan memberitakan seakan-akan batas darat belum tuntas tetapi sudah dilakukan aktivitas oleh Malaysia dan Indonesia.

2. Resolusi Berikut adalah pembagian secara sederhana penyelesaian permasalahan ini a. Pemerintah harus paham betul dalam pengertian hukum penegasan batas wilayah antar kedua negara (Indonesia-Malaysia) sehingga dalam pengambilan keputusan akan diambil secara bijaksana b. Harus adanya melakukan pembaharuan perjanjian terbaru dengan Malaysia terkait dengan penegasan batas wilayah tersebut. c. Kemudian setelah itu harus ada nya komunikasi untuk pemerintah pusat dan daerah dalam menjaga dan mengelola perbatasan tersebut karena perbatasan wilayah merupakan ketahanan suatu negara. 3. Pendeduksian a. Memahami tentang hukum perbatasan dua negara menggunakan hukum Prinsip Uti Possidetis Juris. b. Setelah itu dari prinsip yang telah ada selanjutnya adalah membandingkan prinsip tersebut dengan menggunakan prinsip dan teknologi yang ada pada masa sekarang. c. Kemudian melakukan perundingan secara resmi pada pihak Malaysia untuk menghasilkan Perjanjian secara tertulis d. Dengan terbentuknya perjanjian baru maka kewajiban yang setelah itu adalah menjaga dan mengelola daerah perbatasan tersebut dengan baik, hal ini tentunya menggunakan kerjasama dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

4. Penginduksian a. Prinsip Possidetis Juris. Prinsip Uti Possidetis Juris merupakan wilayah dan batas wilayah suatu negara, mengikuti wilayah dan batas wilayah pendahulu/penjajahnya. Prinsip Uti Possidetis Juris inilah yg dijadikan dasar oleh Indonesia dan Malaysia saat menetapkan batas wilayah di sekitar Tanjung Datu Tiga produk hukum yang dijadikan acuan (dari uti possidetis juris) yaitu: 1. Konvensi antara Belanda dan Inggris (London, 20 Juni 1891) 2. Protokol antara Inggris dan Belanda perihal garis batas Negara Utara Kalimantan dan Wilayah Belanda di Kalimantan, ditandatangani di London 28 September 1915

3. Konvensi terkait kelanjutan penentuan garis batas antara Negara negara di Kalimantan dibawah Proteksi Inggris dan Wilayah Belanda di pulau tersebut. Ditandatangani di Den Haag, 26 Maret 1928. Dalam penerapan prinsip itu menggunakan Teori klasik penetapan batas: 1. Alokasi : proses penentuan secara umum kawasan yang menjadi milik satu pihak dan pihak lain, tanpa melakukan pembagian secara akurat/teliti dan bersifat politis 2. Delimitasi : penetapan garis batas secara teliti di atas peta, berdasarkan proses alokasi sebelumnya. 3. Demarkasi : proses penegasan titik dan garis batas dengan pemasangan pilar/patok di lapangan berdasarkan delimitasi sebelumnya 4. Administrasi (Pengelolaan) : pengelolaan perbatasn, termasuk pemeliharaan titik/garis, untuk memastikan dan menjamin kehidupan penduduk yang hidupnya bergantung pada kawasan perbatasan itu. (Stephen B. Jones: 1945)
*Proses alokasi dan delimitasi antara Indonesia Malaysia sudah final karena sudah dilakukan oleh Inggris dan Belanda. Yang belum diselesaikan adalah demarkasi yang akibatnya juga menghambat proses administrasi

*Teknologi penentuan posisi di abad ke-19 dan awal abad ke-20 berbeda dengan teknologi
yang ada di di akhir abad ke-20 dan abad ke 21. Dalam menyatakan posisi garis batas, perjanjian Inggris dan Belanda menggunakan deskripsi seperti garis batas dari puncak gunung A ke B melalui punggungan daratan dst, tetapi tidak menyebut posisi yang akurat/tepat berupa koordinat.

b. Membuat Perjanjian baru Dengan Malaysia tentang Penegasan batas wilayah daerah tersebut, tentunya perjanjian ini tertulis yang di maksud disini adalah MoU (memorandum of
understanding )yang merupakan sebuah dokumen legal yang menjelaskan persetujuan antara dua belah pihak. Perjanjian tersebut tentunya setelah beberapa opsi yang diajukanuntuk penyelesaian sehingga terciptanya persetujuan.

Opsi yang mungkin bisa di gunakan adalah 1. Mengajukan pernyataan secara tertulis untuk mengusulkan daerah Tanjung Datu sebagai OBP. 2. Mengadakan perundingan dengan pihak Malaysia terkait Tanjung Datu sebagai OBP. 3. Menawarkan opsi delimitasi batas wilayah Tanjung Datu. Opsi yang bisa ditawarkan yakni melalui penarikan garis lurus antara titik A88 dan A156 karena dalam range wilayah tersebut, watershed sulit diidentifikasi.

c. Setelah Kesepakatan terselenggara dengan perjanjian yg baru dalam dokumen yang

legal tersebut tugas selanjutnya adalah menjaga daerah perbatasan tersebut.


Optimalisasi maksimum pihak-pihak atau instansi terkait diperlukan untuk terwujudnya suatu sistem yang menyatukan instansi yang ada agar mampu bekerja dengan sebuah aturan main yang jelas dan baku. Sistem ini hendaknya mampu membawa semua instansi untuk bekerja bersama sesuai dengan fungsi masing-masing secara sinergis agar terwujud sistem yang memadai dalam hal delimitasi dan pengelolaan batas wilayah. Selain itu juga bisa dilakukan

optimalisasi masyarakat sekitar untuk mengelola dan menjaga daerah sekitar. Contoh konkritnya yaitu seperti mengerahkan masyarakat sekitar perbatasan untuk kegiatan penjagaan perbatasan secara bergilir.

Sumber daya alam daerah juga perbatasan perlu dikelola secara terpadu dan terarah untuk mengembangkan masyarakat daerah perbatasan. Sehingga pada akhirnya nanti sumber daya alam daerah secara maksimal bisa dimanfaatkan dan dikelola.

Anda mungkin juga menyukai