Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang. Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan terhadap pengetahuan khusus yang akan mendukung profesi yang akan digelutinya tersebut. Dalam melaksanakan tugas-tugas profesi itu, dituntut adanya penguasaan terhadap pengetahuan atau teori dan praktis yang sesuai. Untuk dapat mencapai kesesuaian tersebut terkadang diperlukan kesesuaian antara perkembangan jaman dan kebutuhan yang ada di masyarakat. Berdasarkan pada hal tersebut, maka suatu profesi perlu melakukan pengembangan terhadap profesi tersebut. Pengembangan itu tentunya bertujuan agar profesi tersebut menjadi lebih baik lagi. Bimbingan Konseling sebagai suatu profesi juga perlu melakukan pengembangan. Salah satu hal yang dapat menunjukan pentingnya dilakukan pengembangan terhadap profesi Bimbingan Konseling adalah semakin kompleksnya masalah-masalah yang dihadapi oleh individu dalam kehidupannya serta adanya perbedaan kepribadian pada individu tersebut, berdasarkan pada hal tersebut diperlukan suatu metodemetode baru yang tepat untuk mengentaskan masalah yang semakin kompleks tersebut. Selain pengembangan untuk pelaksanaan tugas konselor, pengembangan profesi juga perlu untuk masa depan profesi tersebut melihat sekarang ini banyak sekali adanya miskonsepsi tentang profesi Bimbingan Konseling itu sendiri terutama terhadap Guru BK yang terdapat di sekolah-sekolah, tugas-tugas yang seharusnya tidak dikerjakan oleh Guru BK justru dikerjakan oleh Guru BK, ini tentunya bertentangan dengan tugas mereka. Hal-hal tersebut adalah sebagian kecil dari masalah yang dihadapi, melihat pada hal tersebutlah diperlukan suatu pengembangan terhadap profesi Bimbingan Konseling itu sendiri. Pengembangan ini selain untuk dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapi atau mungkin akan dihadapi, pengembangan ini juga untuk menjaga eksistensi profesi Bimbingan Konseling itu sendiri.

2. Rumusan Masalah. Berdasarkan pada penjelasan dalam latar belakang masalah, maka yang menjadi rumusan masalah dalam tugas ini adalah : Konsep-konsep profesi itu meliputi apa saja? Bagaimana cara mengembangkan profesi BK ? Bagaimanakah kualitas personel profesi BK ?

3. Tujuan. Tujuan pembuatan tugas berdasarkan pada uraian latar belakang dan rumusan masalah ini adalah sebagai berikut : Memberikan pengetahuan mengenai konsep-konsep profesi. Bertujuan menjelaskan bagaimana cara dalam pengembangan profesi BK. Memberikan informasi mengenai kualitas personel profesi BK. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Profesi BK.

4. Manfaat. Sesuai dengan penjelasan pada latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penulisan tugas ini, maka manfaat penulisan tugas ini adalah : Dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai konsepkonsep profesi. Pembaca mendapatkan pengetahuan cara dalam pengembangan profesi BK tersebut. Pembaca dapat mengetahui kualitas personel profesi BK. Terpenuhinya tugas mata kuliah Profesi BK.

BAB II PEMBAHASAN

Konsep-konsep profesi dan pengembangannya. Profesi adalah suatu kata yang menyangkut suatu pekerjaan. Istilah profesi sampai saat ini masih sangat sering digunakan namun masih memiliki berbagai varian pengertian. Berikut pengertian profesi yang penulis peroleh dari berbagai sumber : Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus, suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk profesi tersebut. ( Admin, 2011: http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi/ ). Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi, tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu. ( Rudiniagara, 2011: http://rudiniagara.

student.umm.ac.id/2011/03/26/bimbingan-dan-konseling-sebagai-profesi/ ). Profesi adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menafkahi diri dan keluarganya dimana profesi tersebut diatur oleh Etika Profesi dimana Etika Profesi tersebut hanya berlaku sesama Profesi tersebut. DE GEORGE memberikan pengertian profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. ( Sanjapra, 2009: http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=200910

25194556AAv5VT6 ). Dari berbagai uraian di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan profesi adalah suatu pekerjaan namun tidak semua pekerjaan dapat dikatakan sebagai suatu profesi, profesi ini memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan pekerjaan yang lainnya. Berikut adalah beberapa ciri-ciri dari profesi namun ciri ini tidak semuanya diterapkan pada setiap profesi : Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoritis : Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki

keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek. Asosiasi profesional : Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya. Pendidikan yang ekstensif : Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi. Ujian kompetensi : Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoritis. Pelatihan institutional : Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi.

Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan. Lisensi : Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya. Otonomi kerja : Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar. Kode etik : Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan. Mengatur diri : Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi. Layanan publik dan altruisme : Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat. Status dan imbalan yang tinggi : Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya.

Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.

Adapun ciri-ciri lain yang penulis peroleh dari sumber lain adalah sebagai berikut : Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat. Izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

Ciri profesi lain suatu profesi ( Erwadi, 2006 ) adalah sebagai berikut : Memiliki fungsi dan signifikasi sosial. Memiliki keahlian/keterampilan tertentu. Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah. Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas. Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama. Aplikasi dan sosialisasi nilai- nilai profesional. Memiliki kode etik. Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya. Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi. Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya.

Adapun syarat-syarat suatu profesi adalah sebagai berikut : Melibatkan kegiatan intelektual. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus. Memerlukan persiapan profesional. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen. Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi. Memiliki organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

Sedangkan menurut sejumlah ahli seperti McCully, 1963; Tolbert, 1972; dan Nugent, 1981 menyimpulkan adanya beberapa syarat utama suatu profesi antara lain : Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan. Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya ( petugasnya dalam profesi itu ) harus menampilkan pelayanan yang khusus yang didasarkan atas teknik-teknik intelektual dan ketrampilanketrampilan tertentu yang unik. Penampilan pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah. Pada anggotanya memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu didasarkan atas ilmu yang jelas, sistematis dan eksplisit bukan hanya didasarkan atas akal sehat ( common sense ) belaka. Untuk dapat menguasai kerangka ilmu itu diperlukan pendidikan dan latihan dalam jangka waktu yang cukup lama. Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi atau sertifikasi. Dalam menyelenggarakan pelayanan kepada pihak yang dilayani, para anggota memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi dalam

memberikan pendapat dan pertimbangan serta membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan profesional yang dimaksud. Para anggotanya, baik perorangan maupun kelompok, lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial daripada pelayanan yang mengejar keuntungan yang bersifat ekonomi. Standar tingkah laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat ( eksplisit ) melalui kode etik yang benar-benar diterapkan setiap pelanggaran atas kode etik dapat dikenakan sanksi tertentu. Selama berada dalam profesi tersebut, para anggotanya terus-menerus berusaha menyegarkan dan meningkatkan kompetensinya dengan jalan mengikuti secara cermat literatur dalam bidang profesi tersebut, menyelenggarakan dan memahami hasil-hasil riset, serta berperan serta secara aktif dalam pertemuan-pertemuan sesama anggota.

Sebuah profesi hanya akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat apabila setiap anggota dari profesi tersebut mau melaksanakan etika profesi yang ada dalam profesi mereka ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Berkaitan dengan hal tersebut berikut akan disajikan sedikit mengenai etika dalam profesi. Kata etik ( atau etika ) berasal dari kata ethos ( bahasa Yunani ) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, Pengertian Etika ( Etimologi ), berasal dari bahasa Yunani adalah Ethos, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan ( Custom ). Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok

sosial ( profesi ) itu sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat builtin mechanism berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian ( Wignjosoebroto, 1999 ). Pengertian etika yang penulis sampaikan sebenarnya hampir sama yaitu suatu norma atau aturan untuk membedakan antara yang baik dan buruk, self control dalam memberikan layanan profesinya tersebut. dari penjelasan tersebut, terdapat 3 jenis definisi yaitu sebagai berikut : Etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membahas mengenai nilai baik dan buruk prilaku manusia. Etika dipandang sebagai ilmu yang membahas tentang prilaku baik dan buruk manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut tidak memandang adanya perbedaan atau keberagaman norma karena tidak adanya kesamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik. Etika dipandang sebagai ilmu yang bersifat normatif dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik atau buruk terhadap prilaku manusia. Dalam hal ini tidak diperlukan fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih informatif, deskriptif dan reflektif.

Prinsip umum etika profesi yaitu bertanggung jawab dalam hal ini bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya, serta terhadap dampaknya terhadap orang lain dan masyarakat pada umumnya. Keadilan berarti memberikan pelayanan kepada siapa pun yang merupakan haknya. Otonom berarti setiap anggota profesi tersebut memiliki kebebasan dalam dalam menjalankan profesinya. Dalam suatu profesi etika memiliki fungsi : Etika tersebut tidak hanya dimiliki satu atau dua orang saja melainkan milik setiap kelompok dalam masyarakat sampai pada kelompok yang terkecil seperti keluarga, dengan etika tersebut diharapkan kelompokkelompok tersebut memiliki tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.

Suatu kelompok yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam kelompok tersebut adalah kelompok yang profesional. Kelompok ini biasanya menjadi pusat perhatian karena memiliki sistem nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis ( kode etik profesi ) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya. Pandangan masyarakat akan semakin tajam apabila anggota-anggota profesi tidak mengindahkan nilai-nilai yang telah disepakati ( tertuang dalam kode etik ) sehingga akan menimbulkan kemerosotan etik pada profesi tersebut.

Kemudian berkaitan dengan profesi, Bimbingan Konseling dapat dikatakan sebagai suatu profesi dapat dilihat dari Undang-Undang dan ciri-ciri profesi itu sendiri : Menurut ( UU No.20 Tahun 2003 Pasal 39 Ayat 2 ) pendidik merupakan tenaga profesional dan dikuatkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6 yang menyatakan bahwa keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur. Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri profesi diatas maka Bimbingan dan Konseling juga dapat dikatakan sebagai profesi sebagai berikut : Bimbingan dan Konseling dalam memberikan layanannya kepada individu mempunyai kebermaknaan sosial yakni melalui komponen layanan responsif dapat membantu individu memecahkan masalah ( pribadi, belajar, sosial dan karir ) yang dihadapi dan memerlukan pemecahan segera. Dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling baik melalui format klasikal, kelompok dan perorangan, guru

pembimbing atau konselor menggunakan teknik-teknik spesifik seperti keterampilan dasar konseling.

Dalam penanganan masalah konseli, menggunakan teori-teori yang berhubungan dengan pendekatan-pendekatan konseling yang berbeda sesuai kondisi dan keadaan konseli. Bimbingan dan konseling menggunakan kerangka ilmu yang jelas dan sistematis, yakni dengan tahap-tahap konseling itu sendiri dalam pemberian layanan. Untuk dapat menyelenggarakan bimbingan dan konseling, guru pembimbing atau konselor harus melalui pendidikan dan pelatihan dalam jangka waktu yang lama, yakni pendidikan bimbingan dan konseling strata satu ( S1 ) ditambah dengan pendidikan profesi guru ( PPG ) dan atau pendidikan profesi konselor ( PPK ) selama 1 tahun. Mempunyai lisensi dalam penyelenggaraan layanan BK yakni berupa Akta mengajar atau sertifikasi seorang konselor. Mempunyai Kode Etik Profesi Konselor, sebagai pedoman pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Mempunyai komponen dasar keilmuan yakni ilmu pendidikan, komponen substansi profesi yakni proses pembelajaran terhadap pengembangan diri / pribadi individu melalui modus pelayanan konseling dan komponen praktek profesi yakni penyelenggaraan proses pembelajaran terhadap sasaran pelayanan melalui modus pelayanan konseling. Kottler dan Brown (1985), mengemukakan Konseling adalah suatu profesi dengan suatu sejarah dan perangkat standar etika yang membedakan dari disiplin; dan suatu proses yang sedang berjalan, selalu berubah, dinamik, dan terbuka, yang dapat dibatasi dan operasional dalam tahapan, tingkat, titik akhir; yang melibatkan suatu hubungan; baik dalam format kelompok, keluarga maupun individual yang konstruktif; antara orang-orang, yang seorang adalah pemberi bantuan yang professional dengan latihan dan pengalaman untuk membantu orang lain, dan seorang lagi yang menginginkan bantuan dalam memecahkan masalah-masalah pribadi; dan menuntut suatu perangkat keterampilan, keterampilan khusus, dalam mendukung, mengandung rasa, merefleksi, mengkonfrontasi, menganalisis, dan

10

mengakhiri, dan pengetahuan,yang berkenaan dengan bagaimana orang belajar, berubah dan tumbuh yang dapat dikomunikasikan dalam ungkapan bahasa yang khusus secara jelas, efisien, berwibawa, dan situasional; untuk mempengaruhi klien berubah, sikap, perasaan, pikiran, perilaku, keterampilan dan kemampuan melalui cara yangkonstruktif dan pilihan sendiri. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah suatu profesi yang dapat memenuhi ciri-ciri dan persyaratan tersebut. Namun, dengan perkembangannya yang masih tergolong baru terutama di Indonesia, dewasa ini pelayanan bimbingan dan konseling belum sepenuhnya mencapai persyaratan yang diharapkan. Sebagai profesi yang handal, bimbingan konseling masih perlu dikembangkan bahkan diperjuangkan. Profesi bimbingan konseling adalah profesi yang dipercaya mampu memberikan pelayanan kepada pihak yang membutuhkan pelayanan tersebut demi terselesaikannya masalah yang dihadapi pihak tersebut. Kekuatan dan eksistensi profesi bimbingan dan konseling bergantung kepada pengakuan dan kepercayaan masayarakat (public trust). (Biggs & Blocher,1986). Masyarakat percaya bahwa layanan bimbingan konseling yang dierlukannya itu hanya didapat dari seseorang yang dinamakan konselor. Public trust akan menentukan definisi profesi dan memungkinkan anggota profesi berfungsi dan melakukan praktek bimbingan dan konseling dalam cara-cara yang profesional. Lebih jauh Biggs & Blocher (1986) mengemukakan public trust akan melanggengkan profesi karena public trust terkandung keyakinan bahwa profesi dan anggotanya memiliki kompetensi dan keahlian yang disiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus, ada perangkat aturan (undang-undang) untuk mengatur perilaku profesional dan melindungi kesejahteraan public, para anggota profesi akan bekerja dan memberikan layanan dengan berpegang teguh kepada standar profesi atau kode etik. Bimbingan konseling diannga sebagai fasilitas dalam mengklarifikasi pemahaman diri dan lingkungan dimana klien berada berikut tujuan serta nilai klien bagi perilakunya di masa datang, dan konselor adalah mengajarkan bagaimana berpikir secara rasional tenang masalah-masalah pribadi klient dan bagaimana mengambil keputusan yang secara moral nampak memuaskan bagi dirinya maupun lingkungannya.

11

Pengertian Profesi Bimbingan Konseling. Kottler dan Brown (1985), mengemukakan Konseling adalah suatu profesi; dengan suatu sejarah dan perangkat standar etika yang membedakan dari disiplin; dan suatu proses, yang sedang berjalan, selalu berubah, dinamik, dan terbuka, yang dapat dibatasi dan operasional dalam tahapan, tingkat, titik akhir; yang melibatkan suatu hubungan; baik dalam format kelompok, keluarga maupun individual yang bersifat asuhan, persahabatan, terbuka, dan mengarah kepada kontak psikologis yang konstruktif; antara orang-orang, yang seorang adalah pemberi bantuan yang professional dengan latihan dan pengalaman untuk membantu orang lain, dan seorang lagi yang menginginkan bantuan dalam memecahkan masalah-masalah pribadi; dan menuntut suatu perangkat

keterampilan, keterampilan khusus, dalam mendukung, mengandung rasa, merefleksi, mengkonfrontasi, menganalisis, dan mengakhiri; dan pengetahuan, yang berkenaan dengan bagaimana orang belajar, berubah, dan tumbuh; yang dapat dikomunikasikan, dalam ungkapan bahasa yang khusus secara jelas efisien, berwibawa, dan situasional; untuk mempengaruhi klien berubah, sikap, perasaan, pikiran, perilaku, keterampilan dan kemampuan melalui cara yang konstruktif dan pilihan sendiri. Diyakini bahwa pelayanan bimbingan dan konseling adalah suatu profesi yang dapat memenuhi ciri-ciri dan persyaratan tersebut. Namun, berhubung dengan perkembangannya yang masih tergolong baru, terutama di Indonesia, dewasa ini pelayanan bimbingan dan konseling belum sepenuhnya mencapai persyaratan yang diharapkan. Sebagai profesi yang handal, bimbingan dan konseling masih perlu dikembangkan, bahkan diperjuangkan. Profesi Bimbingan Konseling adalah profesi yang dipercaya mampu memberikan pelayanan kepada pihak yang membutuhkan pelayanan tersebut demi terselesaikannya masalah yang dihadapi pihak tersebut. profesi Bimbingan Konseling adalah profesi yang masih tergolong baru utamanya di Indonesia yang masih memerlukan pengembangan lebih lanjut. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : Standarisasi unjuk kerja profesional konselor.

12

Masih banyak orang yang memandang bahwa pekerjaan dan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa pun juga, asalkan mampu berkomunikasi dan berwawancara. Anggapan lain mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling semata-mata diarahkan kepada pemberian bantuan berkenaan dengan upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit saja. Ini jelas merupakan anggapan yang keliru. Di Indonesia memang belum ada rumusan tentang unjuk kerja profesional konselor yang standar. Usaha untuk merintis terwujudnya rumusan tentang unjuk kerja itu telah dilakukan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia ( IPBI ) pada Konvensi Nasional VII IPBI di Denpasar, Bali (1989). Upaya ini lebih dikonkretkan lagi pada Konvensi Nasional VIII di Padang (1991). Walaupun rumusan butir-butir ( sebanyak 225 butir ) itu tampak sudah terinci, namun pengkajian lebih lanjut masih amat perlu dilakukan untuk menguji apakah butir-butir tersebut memang sudah tepat sesuai dengan kebutuhan lapangan, serta cukup praktis dan memberikan arah kepada para konselor bagi pelaksanaan layanan terhadap klien. Hasil pengkajian itu kemungkinan besar akan mengubah, menambah merinci rumusan-rumusan yang sudah ada itu. Standarisasi penyiapan konselor. Tujuan penyiapan konselor ialah agar para ( calon ) konselor memiliki wawasan dan menguasai serta dapat melaksanakan dengan sebaik-baiknya materi dan keterampilan yang terkandung di dalam butir-butir rumusan unjuk kerja. Penyiapan konselor itu dilakukan melalui program pendidikan prajabatan, program penyetaraan, ataupun pendidikan dalam jabatan ( seperti penataran ). Khusus tentang penyiapan konselor melalui program pendidikan dalam jabatan, membutuhkan waktu yang cukup lama, dimulai dari seleksi dan penerimaan calon peserta didik yang akan mengikuti program sampai para lulusannya diwisuda. Program pendidikan prajabatan konselor adalah jenjang pendidikan tinggi. Akreditasi. Akreditasi ini dilaksanakan pada lembaga persiapan atau pengembangan profesi prajabatan. Pada umumnya diterimanya suatu lulusan dari suatu

13

lembaga pencetak tergantung pada akreditasi lembaga tersebut. Akreditasi menunjukan tingkatan kualitas pendidikan yang dilaksanakan pada lembaga tersebut. Lembaga yang memperoleh akreditasi baik seperti A atau B pada umumnya lulusannya akan lebih mudah diterima oleh masyarakat atau pengguna tenaga kerja suatu profesi. Sertifikasi dan lisensi. Sertifikasi adalah standarisasi secara profesional bagi mereka yang kompeten dalam profesi ini dan dikelola oleh organisasi profesi bukan pemerintah. Untuk dapat lulus sertifikasi seorang konselor harus lulus kriteria yang telah ditetapkan sehingga pada akhirnya ia dapat dikatakan profesional. Lisensi adalah izin yang berarti pemilik izin atau dalam hal ini adalah konselor memiliki izin untuk melakukan praktek bimbingan dan konseling. Untuk memperoleh lisensi ini seorang konselor juga harus lulus beberapa kriteria yang telah ditentukan. Pengembangan organisasi profesi. Organisasi profesi sebagai wadah profesi yang digeluti anggotaanggotanya juga perlu dikembangkan, pengembangan ini tentunya bertujuan agar profesi tersebut semakin lebih baik lagi. Pengembangan yang dilakukan tentunya melihat keadaan yang sedang dihadapi hal ini untuk menjaga eksistensi organisasi profesi tersebut dan dapat menjaga hubungan antara anggota sesama profesi tersebut.

Dalam pengembangan profesi, ABKIN telah membuat kegiatan-kegiatan yang tertuang dalam Anggaran Dasar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia yang tertuang dalam BAB VI Kegiatan dan Usaha Pasal 8 yang meliputi : Penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi dalam bidang bimbingan dan konseling. Peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling. Penegakan kode etik bimbingan dan konseling Indonesia. Pendidikan dan latihan keterampilan profesional. Pengembangan dan pembinaan organisasi.

14

Pertemuan organisasi dan pertemuan-pertemuan ilmiah. Publikasi. Kredensialisasi yang diberikan juga merupakan salah satu upaya

pengembangan profesi bimbingan dan konseling. Kredensialisasi merupakan penganugerahan keparcayaan kepada konselor profesional yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki kewenangan memperoleh lisensi untuk menyelenggarakan layanan profesional secara independent kepada masyarakat di dalam lembaga/setting tertentu. Untuk proses kredensialisasi konselor, ABKIN merancang pola sebagai berikut. a. Para Guru Besar dan Doktor Bimbingan Konseling yang memiliki latar belakang sarjana S1 dan S2 BK, diberi kesempatan untuk mengajukan permohonana kredensial dengan melalui tahap assesmen yang telah ditentukan standarnya. Kelompok ini berwenang menyelanggarakan layanan independen di masyarakat. b. Konselor prfesional adalah lulusan Program Prndidikan Profesi Konselor diberikan kredensial atas dasar permohonan melaui assesmen yang ditetapkan organisasi. Kelompok ini berwenang memberikan layanan di masyarakat. c. Lulusan Magister Pendidikan (S2) yang mengambil konsentrasi BK dengan latar belakang S1 BK dapat memperoleh lisensi setelah melakukan layanan kemasyarakatan dalam periode tertentu dan melalui assesmen khusus. d. e. Lulusan S1 BK diberi kewenangan khusus untuk layanan Bk di sekolah. Lulusan S2 BK dengan latar belakang S1 Non-BK tidak diberikan lisensi sebagai konselor tetapi diberi kewenangan sebagai guru bimbingan dan konseling. f. Lulusan S3 (Doktor) BK dengan latar belakang S2 Bk, namun latar belakang S1-nya non-BK bisa dipertimbangkan memperoleh lisensi setelah melaksanakan layanan profesional tersupervisi dan melalui assesmen khusus.

15

Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Profesi Bimbingan dan Konseling 1. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum: (a) mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi; (b) menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya; (c) peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya; (d) menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya; (e) toleran terhadap permsalahan konseli, dan (f) bersikap demokratis. 2. Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling.

3. Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling; (b) menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya; (c) mengimplementasikan

prinsipprinsip pendidikan dan proses pembelajaran; (d) menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan. 4. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan: (a)menguasai esensi bimbingan dan onseling pada satuan jalur pendidikan formal, non formal, dan informal; (b)menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dankhusus; dan (c) menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasardan menengah. 5. Menguasai konsep dan praksis penelitian bimbingan dan konseling: (a) memahami berbagai jenis dan metode penelitian; (b) mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling; (c) melaksanakan penelitian bimbingan dan konseling; (d) memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan bimbingan dan konseling. 6. Menguasai kerangka teori dan praksis bimbingan dan konseling: (a) mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling; (b)

16

mengaplikasikan

arah

profesi

bimbingan

dan

konseling;

(c)

mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling; (d) mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja; (e) mengaplikasikan pendekatan/model/ jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling; dan (f) Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling. 7. Menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang memandirikan Merancang program bimbingan dan konseling: (a) menganalisis kebutuhan konseli; (b) menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara

komprehensif dengan pendekatan perkembangan; (c) menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling; dan (d) merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling. Mengimplemantasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif: (a) Melaksanakan program bimbingan dan konseling: (b) melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam layanan bimbingan dan konseling; (c) memfasilitasi perkembangan, akademik, karier, personal, dan sosial konseli; dan (d) mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling. Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling: (a) melakukan evaluasi hasil, proses dan program bimbingan dan konseling; (b) melakukan penyesuaian proses layanan bimbingan dan konseling; (c) menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi layanan bimbingan dan konseling kepada pihak terkait; (d) menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja: (a) memahami dasar, tujuan, organisasi dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah di tempat bekerja; (b) mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain di tempat

17

bekerja; dan (c) bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja seperti guru, orang tua, tenaga administrasi). Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling: (a) Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri.dan profesi; (b) menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling; dan (c) aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk

pengembangan diri.dan profesi. Mengimplementasikan mengkomunikasikan kolaborasi aspek-aspek antar professional profesi: bimbingan (a) dan

konseling kepada organisasi profesi lain; (b) memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling; (c) bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan profesional profesi lain; dan (d)

melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai keperluan. Kerja Sama Profesional untuk Pengembangan Profesi Bimbingan Konseling Kerjasama atau team work artinya dapat bekerja secara bersama ke arah tujuan yang sama, melalui satu persepsi, pemikiran, perasaan, dan niat yang sama, dengan cara dan tanggung jawab tiap pribadi yang terlibat di dalamnya, sesuai dengan kemampuan, tugas, dan kewenangannya dalam mencapai tuuan yang sama. Perwujudan kerjasama bisa dikembangan melalui pertemuan-pertemuan profesi, komunikasi secara berkesinambungan, mengikuti dan menganalisis

perkembangan kinerja. Profesional adalah kata yang berkembang dari profesi, seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa profesi adalah pekerjaan yang dialakukan oleh orang-orang yang mempunyai dasar pengetahuan dan keterampilan secara khusus serta pekerjaannya mendapat pengakuan masyarakat sebagai suatu keahlian. Keahlian tersebut menuntut dipenuhinya standar persiapan profesi melalui pendidikan khusus dan pengalaman kerja dalam bidangnya. Sebuah profesi disebut profesional karena dalam pelaksanaan pekerjaannya didasari keahlian tertentu melaui pendidikan formal yang khusus, serta dituntut rasa tanggung jawab yang diatur melalui kode etik.

18

Kerjasama profesional adalah kerjasama antar konselor dengan profesi lain dalam rangka memberikan layanan kepada konseli, jika konselor merasa rau-ragu tentang suatu hal maka ia harus berkonsultasi dengan rekan sejawat dalam lingkungan profesi. Sebuah profesi lahir karena ada profesi yang lain, dengan demikian antara profesi itu dengan yang lainnya terdapat korelasi yang positf. Adanya saling keterkaitan dan kesinambungan membuat antara profesi satu dengan yang lainnya saling membutuhkan untuk melengkapi fungsinya. Bimbingan dan konseling merupakan profesi yang memiliki martabat sejajar dengan profesi lainnya. Artinya setiap profesi memiliki terminologi sendiri, punya layanan jasa yang berbeda, dibangun atas keilmuan, untuk memenuhi kebutuhan masayarakat pengguna, serta memiliki prinsip layanan yang termuat dalam suatu kode etik. Oleh karena itu, walaupun ditemukan adanya suatu profesi yang dibangun atas dasar keilmuan yang hampir sama tetapi akan memiliki perbedaan sasaran bidang layanan dan garapannya. Contohnya profesi psikolog dengan profesi konselor sama dibanguan atas teori dan ilmu psikologi atau pengacara dan notariat yang dibangun atas ilmu hukum. Berdasarkan kenyataan di atas, antara satu profesi dengan profesi lainnya muncul bukan untuk saling menghilangkan tetapi saling mendukung dan melengkapi keberadaan dan mengisi ruang-ruang yang masih kosong atau tidak digarap oleh suatu profesi atau untuk melakukan garapan dan memberikan layanan yang lebih khusus dan fokus. Lihat saja profesi yang sudah mapan, seperti kedokteran begitu beragam, seperti dokter penyakit dalam, dokter syaraf, dokter gigi, dan sebagainya. Dengan prinsip saling mendukung keberadaan suatu profesi itulah, kerjasama antarprofesi bukan hanya dimungkinkan tetapi dianjurkan agar terjadi keterbukaan wawasan keahlian dan praktek profesinya serta menghindarkan tudingan negatif terhadap antarprofesi. Dengan deminian, kerjasama profesional hendaknya dibangun atas dasar konsep: a. Saling menghormati dan menghargai kelebihan masing-masing profesi b. Meningkatkan aspek dan mutu layanan kepada pengguna jasa c. Keuntungan atau manfaat bersama

19

d. Pengembangan keiluan dan praktek layanan e. Kesadaran wewenang dan keterbatasan profesi f. Menutupi atau memperbaiki kelemahan yang dimiliki masing-masing profesi g. Memantapkan pengakuan dan kepercayaan pengguna jasa (public trust) Dalam kerjasama, sebuah tim kerja profesi sepakat untuk melakukan kerjsama utuk mencapai tujuan bersama. Mengingat yang ingin dicapai adalah tujuan bersama, maka langkah perama yang perlu dilakukan adalah menyusun dan merumuskan tujuan profesi bimbingan konselig. Hal ini dilakukan dengan menyatukan persepsi, pemikiran, ide, minat dan tanggung jawab dari masingmasing anggota tim. Penyamaan pemikiran profesional adalah unjuk kerja, kualitas dan tanggung jawab. Profesi adalah tanggung jawabdan keahlian yang harus diikuti dengan public trust dan public education. Yang perlu diajak kerjasama oleh profesi bimbingan konseling adalah: a. Kerjasama dalam profesi itu sendiri yang dilakukan melaui pertemuanpertemua profesi, komunikasi, pengembangan profesi yang

berkesinambungan, analisis kinerja anggota profesi. Kerjasama dalam profesi dalam rangka pemahaman terhadap kode etik sehingga malpraktek anggota profesi dapat diminimalisasi. b. Kerjasama profesi sejenis antara ABKIN dengan PGRI mengkaji permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran yang mendidik, siswa lamban belajar, pembelajaran akselerasi, pembelajaran yang berorientasi kebutuhan siswa bermasalah, tujuannya sama yaitu mengoptimalkan potensi peserta didik, guru denga penguasaan kompetensi kurikulum bimbingan konseling memandirikan peserta didik. Secara empiris, keberadaan rekan sejawat dan profesi lain dalam meunjang keberadaan profesi akan berguna terutama dalam kerja sama dalam bentuk: (a) konsultasi kasus; (b) alih tangan kasus; (c) diskusi profesi. a. Konsultas Kasus Dalam upaya pemberian layanan kepada seorang klien, seorang konselor kadang-kadang memerlukan bantuan rekan sejawat atau orang lain dengan profesi yang berbeda. Semua itu dilakukan agar klien memiliki ketuntasan dan kepuasan

20

serta mampu melakukan pembuatan keputusan atas dasar pilihan-pilihan yang dihadapinya. Keberadaaan rekan sejawat atau profesi lain akan sangat berguna apabila seorang konselor masih memiliki keraguan atas layanan konseling yang dia berikan kepada kliennya. Artinya bila seorang konselor merasa ragu untuk melakukan suatu terapi atau bantuan konseling maka dia hendaknya melakukan konsultasi kepada rekan sejawat pada lingkungan profesi yang sama. Namun, konsultasi yang dilakukan konselor kepada rekan sejawatnya harus melalui pembicaraan dengan seijin klien yang bersangkutan. Dalam kondisi seperti ini secara tidak langsng seorang konselor harus terbuka mengenai keraguan yang dia hadapi dalam mengupayakan bantuan kepada kliennya. Dalam konsultasi kasus, sekelompok ahli membahas sebuah kasus tertentu yang identitas kasusnya tidak disebutkan. Kosultasi dapat dilakukan kepada pihak yang lebih ahli yang lebih memahami permasalahan dan diharapkan dapat membantu menghadapi masalah klien. b. Alih Tangan (Referal) Kasus Dalam pelayanan suatu profesi, suatu saat konselor memiliki keterbatasan pribadi, yaitu berkenaan dengan kamampuan dan keahliannya. Keterbatasan ini tidak hanya terjadi pada profesi bimbingan koseling melainkan pada profesi kedokteran pun sama. Alih tangan kasus yang dilakukan seorang konselor, hendaknya berpegang kepada tata aturan atau prinsip-prinsip kerja sama yang termuat dalam kode etik konselor sebagai berikut: 1. Konselor harus mengakhiri hubungan konseling dengan seorang klien bila pada akhirnya konselor menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepada klien, baika karena kurangnya kemampuan/keahlian maupun keterbatasan pribadinya. Dalam situasi seperti ini konselor hendaknya mengijinkan kliennya untuk berkonsultasi dengan petugas atau badan lain yang lebih ahli, atau konselor akan mengalihtangankan klein kepada orang lain atau badan ahli tersebut, tetapi tetap dengan persetujuan klien. 2. Bial pengiriman ke ahli lain disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor untuk menyarankan kapada klien, oang atau badan yang memiliki keahlian khusus yang bisa diminta bantua klien selanjutya.

21

3. Bila konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli lain tetapi klien menolak pergi kepada ahli yang disarankan oleh konselor, maka konselor mempertimbangkan apa baik-buruknya kalau hubungan yang sudah ada diteruskan lagi. c. Diskusi Profesi Uman Suherman AS (2002) mengemukakan bahwa diantara anggota profesi sejawat (konselor) diskusi profesi hendaknya dilakukan dengan mengetengahkan: 1. Kajian penemuan teknik dan strategi yang dianggap efektif dalam praktik konseling yang bisa diinformasikan kepada rekan sejawat atau konselor lainnya. 2. Analisis pengalaman konseling atau bantuan lainnya, baik yang berkenaan dengan knedala maupun faktor-faktor pendukungnya. 3. Gagasan gagasan baru yang tidak hanya menyangkut praktik dan teori keilmuan tetapi berkenaan dengan perumusan peraturan yang akan memperkokoh atau keberadaan organisasi profesinya. Gagasan tersebut seperti counseling is filosophie, counseling is worl view, dan sebagainya 4. Pemetaan hubungan kelembagaan dan profesi lain yang bukan secara mendesak untuk dilakukan tetapi secara kontinyu memberikan kontribusi silang diantara keduanya. 5. Pemetaan keahlian dan keterampilan baru yang harus dimiliki seorang konselor termasuk kajian tantangan dan peluang yang mungkin bisa diraih pada masa yang akan datang.

Faktor Penghambat Perkembangan Profesi Bimbingan Konseling di Indonesia a. Kelangkaan Tenaga Konselor Tenaga konselor yang berlatar bimbingan dan konseling memang masih belum memenuhi kebutuhan di lapangan. Selama ini masih banyak sekolah yang menyelenggarakan bimbingan dan konseling tanpa didukung oleh tenaga konselor profesional dalam jumlah yang memadai. Sehingga, tenaga bimbingan dan konseling terpaksa banyak direkrut dari non bimbingan dan konseling, yang mungkin hanya dibekali pengetahuan dan

22

keterampilan tentang bimbingan dan konseling yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang bimbingan dan konseling, yang tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja bimbingan dan konseling itu sendiri, baik secara personal maupun lembaga. b. Kebijakan pemerintah yang kurang berpihak terhadap profesi bimbingan dan konseling Banyak terjadi kejanggalan dan ketidakjelasan kebijakan dari pemerintah pusat tentang profesi bimbingan dan konseling. Ketidakjelasan semakin dirasakan justru pada saat kita sedang berupaya mereformasi pendidikan kita. Begitu juga, dalam kebijakan sertifikasi guru, banyak konselor dan pengawas satuan pendidikan yang kebingungan untuk memahami tentang penilaian perencanaan dan pelaksanaan bimbingan dan konseling karena format penilaian yang disediakan tidak sepenuhnya cocok untuk digunakan dalam penilaian perencanaan dan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Ketidakjelasan kebijakan tentang profesi bimbingan dan konseling pada tataran pusat ini akhirnya mengimbas pula pada kebijakan pada tataran di bawahnya (messo dan mikro), termasuk pada tataran operasional yang dilaksanakan oleh para konselor di sekolah. Untuk ke depannya, bimbingan dan konseling masih tetap akan dipertahankan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, perlu ada komitmen dan good will dari pemerintah untuk secepatnya menata profesi bimbingan dan konseling, salah satunya dengan berupaya melibatkan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) selaku wadah yang menaungi para konselor dan para pakar bimbingan dan konseling untuk duduk bersama merumuskan bagaimana sebaiknya kebijakan bimbingan dan konseling.

Kualitas Personel Profesi BK. Berdasarkan informasi yang diperoleh sebagian besar personel yang bergelut dalam bidang profesi BK saat ini tidak menunjukan performa mereka yang maksimal dan cenderung untuk gagap profesi bukan gagah profesi. Hal ini dapat dicontohkan dengan kurangnya keinginan dari para anggota profesi BK

23

tersebut untuk mengembangkan profesinya atau organisasi profesi. Di kalangan masyarakat terutama kalangan para guru sering kita dengar istilah guru BK 79 yang artinya datang jam 7 dan pulang jam 9, hal ini tentunya memberikan citra buruk mengenai profesi Bimbingan Konseling di mata masyarakat. Tidak sedikit oknum-oknum yang bergelut dalam profesi BK ini yang setengah-setengah dalam menjalankan profesinya secara profesional. Para anggota profesi ABKIN sendiri terutama para pengurusnya masih kurang nampak dalam upaya mengembangkan profesi mereka, hal ini terlihat pada masih kurangnys pengembangan yang terjadi di profesi BK dan organisasi profesi itu sendiri, jarangnya diadakan kegiatan yang berhubungan dengan profesi dan organisasi profesi, dsb. Namun tidak semua para personel profesi BK menunjukan sikap yang demikian dalam artian tidak peduli dengan profesi yang sedang digelutinya termasuk dengan organisasi profesi yang berfungsi untuk mempersatukan organisasi itu sendiri. Pihak-pihak yang antusias dengan organisasi dan profesinya selalu berusaha aktif dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat memprofesionalkan profesinya dan

mengembangkan organisasi profesinya walaupun terkadang mengalami sedikit hambatan, bekerja sama dengan profesi lain atau dengan teman sejawat, mengikuti berbagai kegiatan pelatihan, dsb. Jadi dapat disimpulkan tidak 100% para anggota profesi BK/personel profesi BK menunjukan antusiasnya terhadap organisasi profesi maupun profesinya, dan hal tersebut lebih disebabkan oleh kedirian individu itu sendiri. Kedirian individu yang mau meningkatkan profesinya atau keprofesionalannya akan bersedia aktif dalam profesinya dan organisasi profesinya bekerja sama dengan anggota lainnya dan stakeholder lainnya. Sedangkan individu yang memiliki kedirian yang tidak ingin memajukan profesinya dan organisasi profesinya tentu ia akan menunjukan hal yang sebaliknya. Saat ini kompetensi konselor di Indonesia telah dirumuskan ke dalam satu Standar Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) yang telah ditetapkan oleh ABKIN dan Keputusan Mendiknas No. 27 tahun 2008. SKKI merupakan suatu rumusan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap konselor. SKKI ini terdiri dari 7 kompetensi dasar, yaitu penguasaan konsep dan praksis pendidikan, kesadaran dan komitmen etika profesional, penguasaan konsep perilaku dan perkembangan individu, penguasaan konsep dan praksis asessmen, penguasaan

24

konsep dan praksis bimbingan konseling, serta penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan konseling. Kesemua standar itu dapat dijabarkan sebagai berikut. a. Menguasai konsep dan praksis pendidikan. Memahami landasan keilmuan Menguasai landasan budaya Menguasai pendidikan b. Memiliki kesadaran dan komitmen etika profesional. Menampilkan pribadi konselor secara utuh Menampilkan perilaku etik dan profesional Memiliki komitmen untuk meningkatkan kemampuan profesional c. Menguasai konsep perilaku dan perkembangan individu. Memahami kaidah-kaidah perilaku individu dan kelompok Memahami konsep kepribadian Memahami konsep dan prinsip-prinsip perkembangan individu Mampu memfasilitasi perkembangan individu d. Menguasai konsep dan praksis asessment. Memahami hakikat, makna, dan teknik assesmen Memilih strategi dan teknik assesmen yang tepat Mengadministrasikan assesmen dan menafsirkan hasilnya Memanfaatkan hasil assesmen untuk kepentingan bimbingan dan konseling e. Menguasai konsep dan praksis riset dalam bimbingan konseling f. Memiliki kemampuan mengelola program bimbingan dan konseling g. Menguasai konsep dan praksis riset dalam bimbingan konseling konsep dasar dan mengiplementasikan prinsip-prinsip

25

BAB III PENUTUP

Kesimpulan. Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan pada Bab sebelumnya, maka kami dapat menarik kesimpulan yaitu profesi adalah suatu pekerjaan yang mana setiap anggotanya dipersiapkan melalui suatu pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi agar ia siap untuk menjalankan profesi tersebut. Suatu profesi dapat dikatakan profesional apabila profesi tersebut memiliki etika yang berlaku di dalam profesi yang dimaksud. Etika yang berlaku di suatu profesi biasanya disebut dengan kode etik. Untuk tetap dapat menjaga eksistensi suatu profesi, maka pengembangan terhadap profesi tersebut perlu dilakukan. Pengembangan profesi BK selain melibatkan pihak-pihak atau anggota profesi tersebut, organisasi profesi juga turut berperan serta dalam pengembangan profesi. Keikutsertaan anggota seprofesi dan organisasi profesi Bimbingan Konseling dalam hal ini ABKIN dalam pengembangan profesi BK telah disinggung sedikit pada bagian laporan hasil wawancara mengenai peran ABKIN dalam pengembangan profesi BK walaupun mengalami sedikit hambatan dalam pelaksanaannya.

26

DAFTAR PUSTAKA

Sanjapra. 2009. Pengertian Profesi Menurut Para Ahli. Diambil pada 7 Mei 2010 dari http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20091025194556AA v5VT/. Rudiniagara. 2011. Bimbingan dan Konseling sebagai Profesi. Diambil pada 7 Mei 2011 dari http://rudiniagara.student.umm.ac.id/2011/03/26/bimbingan -dan-konseling-sebagai-profesi/. Admin. 2011. Profesi. Diambil pada 7 Mei 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/ Profesi/. Muhash. 2008. Pentingnya Etika Profesi. Diambil pada 7 Mei 2011 dari http://www.scribd.com/. Syam. 2008. Beberapa Pengertian dalam Etika Profesi. Diambil pada 7 Mei 2011 dari http://www.scribd.com/. Admin. 2011. Pengembangan Profesi BK. Diambil pada 7 Mei 2011 dari http://www.lintasberita.us/topic/pengembangan+profesi+BK/. Irianto, Miko. 2010. Pengertian Profesi. Diambil pada 7 Mei 2011 dari http://mikoajah.blogspot.com/2010/10/pengertian-profesi.html. Admin. 2011. Lisensi. Diambil pada 12 Mei 2011 dari http://id.wikipedia.org/ wiki/Lisensi/. S. Wicaksana, I Wayan. 2008. Profesi. Diambil pada 7 Mei 2011 dari http://etikaprofesidanprotokoler.blogspot.com/2008/03/. Anonim. 2010. Konsep Umum Etika Profesix. Diambil pada 7 Mei 2011 dari http://www.scribd.com/. Yulihaningsih, Wiwik. 2011. Konsep Dasar Profesionalisme. Diambil pada 7 Mei 2011 dari http://wiwikyulihaningsih.wordpress.com/2011/04/13/konsepdasar-profesionalisme/. Admin. 2003. Pengertian Sertifikasi. Diambil pada 12 Mei 2011 dari http://sertifikasi.iagi.or.id/. Setiyo P., Adi. 2010. Profesi. Diambil pada 7 Mei 2011 dari

http://www.nuansahati.co.cc/2010/10/profesi.html.

27

Paputungan, Zulkifli & Bulota, Yurniati. 2010. Bimbingan dan Konseling sebagai Profesi. Diambil pada 7 Mei 2011 dari http://kiflipaputungan.

wordpress.com/2010/06/13/bimbingan-dan-konseling-sebagai-profesi-2/. Hendra. 2011. Profesi Bimbingan dan Konseling. Diambil pada 7 Mei 2011 dari http://www.scribd.com/. User. 2011. Pengertian Profesi. Diambil pada 7 Mei 2011 dari

http://www.scribd.com/. Chekie. 2010. Bimbingan dan Konseling sebagai Profesi. Diambil pada 16 Juni 2011 dari http://kiflipaputungan. wordpress.com/2010/06/13/bimbingandan-konseling-sebagai-profesi-2/. Belajar. 2011. Pengertian dan Ciri-Ciri Profesi Bimbingan Konseling. Diambil pada 16 Juni 2011 dari http://kei-ma.blogspot.com/2011/03/pengertiandan-ciri-ciri-profesi.html. Suherman, Uman. 2009. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqi Press. Sedanayasa, Gede dan Darmayanthi, Ari. 2010. Profesi Bimbingan Konseling. Singaraja: Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha. Nurihsan, Achmad Juntika. 2005. Stretegi Layanan Bimbingan Konselig. Bandung: Refika Aditama. Sudrajad, Akhmad. 2010. Perjalanan Jauh Bimbingan Konseling sebagai Sebuah Profesi. Diambil pada 16 Juni 2011 dari http://akhmadsudrajat. wordpress.com/perjalanan-jauh-bimbingan-konseling-sebagai-sebuahprofesi/ Anonim. 2010. Profesi Bimbingan Konseling. Diambil pada 16 Juni 2011 dari http://ebimbel.net/l/651-Profesi-Bimbingan-Konseling/

28

Anda mungkin juga menyukai