Anda di halaman 1dari 11

1.

Pengertian dan Jenis Merek

Dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek diberikan pengertian atau batasan tentang merek sebagai berikut : Merek adalah tanda yang berupa gambar nama, kata, hurufhuruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsurunsur tersebut yang memiliki daya pembedaan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, memberikan pengertian tentang merek sebagai berikut : Merek adalah tanda yang dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen, dan lain sebagainya) pada barang-barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal, cap (tanda) yang menjadi pengenal untuk menyatakan nama dan sebagainya.

Selain pengertian merek berdasarkan Undang-undang Merek dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka para sarjana mengemukakan pandangannya tentang merek sebagai berikut :

1. H.M.N. Purwo Sutjipto, "Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda
tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis"

2. Prof. K. Soekardono, "Merek adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau tengger)
dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain".

3. Mr. Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Prof. Vollmar, "Suatu merek pabrik
atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang

atau di atas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barangbarang yang sejenis lainnya".

4. Drs. Iur Soeryatin, "Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang


yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya."

5. Essel R. Dillavou, Sarjana Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh


Pratasius Daritan, merumuskan seraya memberi komentar bahwa: (Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang, secara umum adalah suatu lambang, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata di dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seseorang pengusaha atau distributor untuk menandakan barang-barang khususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah untuk memakainya desain atau trade mark menunjukkan keaslian tetapi sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan). Dari berbagai pandangan para sarjana dan pengertian merek berdasarkan UU Merek sebagaimana telah dikemukakan di atas, secara umum dapat diberikan pemahaman bahwa merek adalah suatu tanda untuk membedakan barangbarang atau jasa sejenis yang dihasilkan dan diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Mengenai jenis-jenis merek sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 dan angka 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek ada 2 (dua) yaitu; Merek Dagang dan Merek Jasa.

1. Merek dagang adalah merek yang dipergunakan pada barang yang


diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama

atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

2. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. Merek sebagaimana diatur dalam Undang-undang Merek (UU No. 15 Tahun 2001) meliputi merek dagang dan merek jasa. Walaupun dalam UU Merek digunakan istilah merek dagang dan merek jasa, sebenarnya yang dimaksudkan dengan merek dagang adalah merek barang, karena mereka yang digunakan pada barang dan digunakan sebagai lawan dari merek jasa.

Sebenarnya

pengakuan

terhadap

merek

jasa

belum

begitu

lama.

Perkembangan yang ditandai dari Konvensi Nice atau dikenal dengan The Nice Convention of the International Classification of Good and Service for the Purposes of the Registration of Mark (1957). Mulai dari Konvensi Nice, maka pengakuan untuk pendaftaran merek jasa kemudian berkembang di beberapa Negara lainnya. Di Indonesia, pendaftaran merek jasa baru dapat dilakukan mulai tahun 1992, yaitu berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Semua negara yang mengatur adanya pendaftaran untuk merek jasa, pada dasarnya akan melandaskan daripada klasifikasi jasa yang ditetapkan dalam Konvensi Nice, terdiri sebanyak 8 kelas yang meliputi; Kelas . . . . . 35 Kelas 36 Kelas 37 Kelas 38 Kelas 39 Kelas : Material Treatment : Transportation and Storage : Communication : Construction and Repair : Insurance and Financial : Advertising and Business

. .

40 Kelas 41 Kelas 42 : Miscellaneous.89 : Educational and Entertainment

Disamping jenis merek sebagaimana ditentukan di atas, ada juga pengklasifikasian lain yang didasarkan kepada bentuk dan wujudnya. Bentuk atau wujud merek itu menurut Suryatin dimaksudkan untuk membedakannya dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek, yakni :

1. Merek lukisan (bell mark) 2. Merek kata (word mark) 3. Merek bentuk (form mark) 4. Merek bunyi-bunyian (klank mark) 5. Merek judul (title mark).
Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Merek kata, yang terdiri dari kata-kata saja. Misalnya : good year, Dunlop,
sebagai merek untuk ban mobil dan ban sepeda.

2. Merek lukisan, adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak
pernah, setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan. Misalnya : rokok putih merek Escort yang terdiri dari lukisan iring-iringan kapal laut dengan tulisan dibawah ESCORT).

2.Persyaratan dan Pendaftaran Merek


Tata cara pengajuan permohonan pendaftaran merek di Republik

Indonesia di atur dengan Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek jo

Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek jo Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku pada Departemen Hukum dan HAM RI jo Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2005 tentang Konsultan Hak Kekayaan Intelektual. Adapun persyaratan umum dalam pengajuan permohonan pendaftaran merek adalah sebagai berikut : 1. Mengisi formulir pendaftaran merek dalam bahasa Indonesia dengan cara diketik secara rapi dalam rangkap 4 (empat). 2. Melampirkan etiket / contoh merek yang akan didaftar dengan ukuran

minimal 2 x 2 cm dan maksimal 9 x 9 cm. 3. Melampirkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh Pemohon di

atas kertas bermaterai cukup. 4. Surat Kuasa Khusus kepada Konsultan HKI terdaftar di Kementerian

Hukum dan HAM RI bila diajukan melalui Kuasa Hukum. 5. Fotokopi kartu identitas pemohon (KTP, SIM, Pasport), apabila

Pemohon merupakan badan hukum turut dilampirkan fotokopi akta badan hukum lengkap dengan perubahan terakhir. 6. Bukti pembayaran yang telah disetor pada Bank yang ditunjuk. Lamanya pengajuan permohonan pendaftaran sampai dengan mendapat nomor register permohonan pendaftaran adalah 1 (satu) hari kerja, dan lamanya proses permohonan sampai dengan terdaftar dengan terbitnya sertifikat adalah lebih kurang adalah selama 465 hari, sesuai dengan ketentuan aturan dalam UU Merek Indonesia.

4.Pengalihan Hak Atas Merk.

Hak atas merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena : a. b. Pewarisan Wasiat

c. d. e.

Hibah Perjanjian Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undang

Pengalihan hak atas merek wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dalam daftar umum merek dan permohonan pencatatan diertai dengan dokumen yang mendukungnya. Pengalihan atas merek terdaftar yang telah dicatat dalam daftar umum merek diumumkan dalam berita resmi merek. Pentingnya pendaftaran pengalihan merek karena pengalihan hak atas merek terdaftar yang tidak dicatat dalam daftar umum merek tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. Disamping itu, pengalihan hak atas merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan merek tersebut. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui perjanjian.

5.Perjanjian Lisensi
Pengertian lisensi itu sendiri adalah izin untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu obyek yang dilindungi HKI untuk jangka waktu tertentu. Sebagai imbalan atas pemberian lisensi tersebut, penerima lisensi wajib membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Mengingat hak ekonomis yang terkandung dalam setiap hak eksklusif adalah banyak macamnya, maka perjanjian lisensi pun dapat memiliki banyak variasi. Ada perjanjian lisensi yang memberikan izin kepada penerima lisensi untuk menikmati seluruh hak eksklusif yang ada, tetapi ada pula perjanjian lisensi yang hanya memberikan izin untuk sebagian hak eksklusif saja, misalnya lisensi untuk produksi saja, atau lisensi untuk penjualan saja. Perjanjian lisensi harus dibuat secara tertulis dan harus ditandatangani oleh kedua pihak. Perjanjian lisensi sekurang-kurangnya memuat informasi tentang: (a) tanggal, bulan dan tahun tempat dibuatnya perjanjian lisensi.

(b) nama dan alamat lengkap serta tanda tangan para pihak yang mengadakan perjanjian lisensi. (c) obyek perjanjian lisensi. (d) jangka waktu perjanjian lisensi. (e) dapat atau tidaknya jangka waktu perjanjian lisensi diperpanjang. (f) pelaksanaan lisensi untuk seluruh atau sebagian dari hak ekslusif. (g) jumlah royalti dan pembayarannya. (h) dapat atau tidaknya penerima lisensi memberikan lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga. (i) batas wilayah berlakunya perjanjian lisensi, apabila diperjanjikan. (j) dapat atau tidaknya pemberi lisensi melaksanakan sendiri karya yang telah dilisensikan.

Sesuai dengan ketentuan dalam paket Undang-Undang tentang HKI, maka suatu perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang kemudian dimuat dalam Daftar Umum dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Namun, jika perjanjian lisensi tidak dicatatkan, maka perjanjian lisensi tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, yang dengan sendirinya tidak termasuk kategori pengecualian sebagaimana dimaksud dalam pedoman ini. Perjanjian lisensi dapat dibuat secara khusus, misalnya tidak bersifat eksklusif. Apabila dimaksudkan demikian, maka hal tersebut harus secara tegas dinyatakan dalam perjanjian lisensi. Jika tidak, maka perjanjian lisensi dianggap tidak memakai syarat non eksklusif. Oleh karenanya pemegang hak atau pemberi lisensi pada dasarnya masih boleh melaksanakan sendiri apa yang dilisensikannya atau memberi lisensi yang sama kepada pihak ketiga yang lain.

Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya (referensi Undangundang Paten). Pendaftaran dan permintaan pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan atau memuat hal yang demikian harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Berdasarkan pada paparan tersebut di atas, setiap orang hendaknya memandang bahwa perjanjian lisensi yang dimaksud dalam Pasal 50 huruf b adalah perjanjian lisensi yang telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam ketentuan hukum HKI. Perjanjian lisensi yang belum memenuhi persyaratan tidak masuk dalam pengertian perjanjian yang dikecualikan dari ketentuan hokum persaingan usaha. Oleh karena itu, agar ketentuan pengecualian tersebut selaras dengan asas dan tujuan pembentukan undang-undang persaingan usaha, maka setiap orang hendaknya memandang ketentuan pengecualian tersebut tidak secara harfiah atau sebagai pembebasan mutlak dari segenap larangan yang ada. Setiap orang hendaknya memandang pengecualian tersebut dalam konteks sebagai berikut: a. Bahwa perjanjian lisensi HKI tidak secara otomatis melahirkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. b. Bahwa praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang timbul akibat pelaksanaan perjanjian lisensi adalah kondisi yang hendak dicegah melalui hukum persaingan usaha. c. Bahwa untuk memberlakukan hukum persaingan usaha terhadap pelaksanaan perjanjian lisensi HKI haruslah dibuktikan: (1) perjanjian lisensi HKI tersebut telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam perundangundangan HKI. (2) adanya kondisi yang secara nyata menunjukkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

d. Bahwa pengecualian dari ketentuan hukum persaingan usaha terhadap perjanjian lisensi HKI hanya diberlakukan dalam hal perjanjian lisensi HKI yang bersangkutan tidak menampakkan secara jelas sifat anti persaingan usaha. Hal yang perlu dianalisis dari suatu perjanjian lisensi HKI untuk mendapat kejelasan mengenai ada tidaknya sifat anti persaingan adalah klausul yang terkait dengan kesepakatan eksklusif (exclusive dealing). Dalam pedoman ini, perjanjian lisensi HKI yang dipandang mengandung unsur kesepakatan eksklusif adalah yang di antaranya mengandung klausul mengenai: a. Penghimpunan Lisensi (Pooling Licensing) dan Lisensi Silang (Cross Licensing). b. Pengikatan Produk (Tying Arrangement). c. Pembatasan dalam bahan baku. d. Pembatasan dalam produksi dan penjualan. e. Pembatasan dalam harga penjualan dan harga jual kembali. f. Lisensi Kembali (Grant Back). Penting untuk diperhatikan, bahwa adanya satu atau lebih dari satu unsur di atas dalam suatu perjanjian lisensi HKI tidaklah menunjukkan bahwa perjanjian lisensi HKI tersebut secara serta merta memiliki sifat anti persaingan. Harus ada kondisi tertentu yang harus diperiksa dari masing-masing klausul tersebut untuk menentukan apakah klausul tersebut mengandung sifat anti persaingan.

6.Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merk


Penghapusan pendaftaran Merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal atau berdasarkan permohonan pemilik Merek yang bersangkutan. Penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika : 1. Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa

sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal. 2. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak ssuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pedaftaran, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar. 3. Permohonan penghapusan pendaftaran Merek oleh pemiik Merek atau Kuasanya, baik sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa, diajukan kepada Direktorat Jenderal. 4. Penghapusan pendaftaran Merek berdasarkan alasan dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga.

Pembatalan 1. Gugatan Pembatalan Pendaftaran Merek diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan alasan bahwa merek termasuk dalam merek yang tidak dapat didaftar atau harus ditolak. 2. Pemilik Merek yang tidak terdaftar/ditolak dapat mengajukan gugatan setelah mengajukan Permohonan ke Direktorat Jenderal. Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Niaga, dalam hal penggugat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia, gugatan diajukan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta. 3. Gugatan tersebut diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek atau dapat dilakukan tanpa batas waktu apabila Merek yang bersangkutan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilan, atau ketertiban umum. 4. Terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut dapat diajukan kasasi. Setelah isi putusan keluar maka segera disampaikan oleh Panitera yang bersangkutan kepada Direktorat Jenderal setelah tanggal

putusan diucapkan. Oleh Direktorat Jenderal dilaksanakan pembatalan pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek, setelah putusan tersebut diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Anda mungkin juga menyukai