MAKALAH
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 1428 H / 2007 M
MITIGASI BENCANA ALAM DALAM PENATAAN KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN : UPAYA PENANGGULANGAN RESIKO BENCANA ALAM
MAKALAH
oleh
IMAM INDRATNO
Disampaikan dalam Seminar Intern Jurusan Teknik Perencanan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung Tanggal 9 Mei 2007
Mengesahkan,
MITIGASI BENCANA ALAM DALAM PENATAAN KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN : UPAYA PENANGGULANGAN RESIKO BENCANA ALAM
Oleh : IMAM INDRATNO ABSTRAK
Kesadaran akan kehadiran bencana dalam pengelolan negara telah tercermin dalam berbagai peraturan dan perundangan. Berbagai peraturan dan perundangan tersebut mulai menyinggung berbagai konsep hingga tindakan yang perlu dilakukan dalam menangani bencana. Pelaksanaan pengurangan risiko bencana di Indonesia merupakan bagian dari upaya pengurangan risikobencana di tingkat global dan regional. Beberapa forum internasional telah menghasilkan kesepakatan-kesepatakan yang melandasi upaya pengurangan risiko bencana ditingkat nasional. Penyusunan pedoman penataan kawasan perumahan dan permukiman dalam rangka mitigasi bencana perlu mengadopsi berbagai landasan, kebijakan, dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana agar didapat suatu pedoman yang komprehensif dan holistik dalam pengelolaan bencana khususnya dalam penataan kawasan perumahan dan permukiman. Key words: bencana, risiko bencana, perumahan, permukiman
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan satu negara kepulauan dengan laut yang luas, banyak memiliki gunung berapi, terletak antara 3 (tiga) tiga lempeng yang selalu bergerak (lempeng Eurasia, India Australia, Samudra Pasific), selain itu berada pada pertemuan 3 (tiga) sistim pegunungan (Alpin Sunda, Circurn Pacific dan Circum Australia), juga meliputi lebih dan 500 gunung api dan sejumlah sungai-sungai musim yaitu kemarau. Sedangkan situasi beberapa tahun terakhir (1999 2006) di Indonesia terjadi bencana yang beruntun seperti gempa bumi diikuti tsunami, tanah longsor, banjir, angin kencang, dan kerusuhan sosial etnis/agama karena berbagai sebab. Akibatnya, adalah selain korban jiwa banyak orang yang kehilangan tempat tinggalnya dan sekitar 3 juta orang terpaksa rneninggalkan kampung halaman dan rumahnya, menjadi pengungsi. Pertanyaan penting yang perlu dipikirkan adalah apakah kerugian yang disebabkan besar, musim serta hujan. memIiki dan dua musim
oleh
kejadian
bencana
tersebut
dapat
dikurangi
menjadi
sekecil
mungkin?
Pertanyaan tersebut tentu dapat dijawab apabila kita memperhatikan sikius manejemen penanganan bencana dimana dalam siklus tersebut salah satu hal yang dapat dilakukan adalah adanya kegiatan mitigasi bencana. Oleh karena itu penataan perumahan dan permukiman perlu sekali memperhitungkan aspek mitigasi bencana ini.
VI VII
VIII
IX X
XI XII
b. Daerah Rawan Gempa Setidaknya terdapat 25 (duapuluh lima) daerah wilayah rawan gempa bumi Indonesia, yaitu: Aceh, Sumatera Utara (Simeulue), Sumatera Barat - Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten Pandeglang, Jawa Barat, Bantar Kawung, Yogyakarta, Lasem, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kepulauan Aru, Sulawesi
Selatan, Maluku
Sulawesi Utara,
daerah tersebut terutama yang berada dekat dengan jalur pertemuan lempeng dunia.
Gambar 1. Wilayah Rawan Gempabumi di Indonesia Tingkat risiko dampak kawasan permukiman akibat gempa bumi semakin meningkat pada: (a) Kumpulan bangunan yang lemah dengan tingkat hunian yang tinggi. (b) Bangunan-bangunan tanpa perhitungan pemilik rumah (c) Bangunan-bangunan dengan atap yang berat (d) Bangunan-bangunan (e) Bangunan-bangunan tua dengan dengan kualitas kekuatan samping yang kecil yang rendah atau bangunan-bangunan dengan konstruksi yang cacat (f) Bangunan tinggi tanpa konstruksi yang tepat (g) Bangunan-bangunan yang ditempatkan pada lereng-lereng yang lemah (h) Infrastruktur di atas tanah atau tertanam di dalam tanah-tanah yang mengalami perubahan bentuk. Pada akibat kawasan getaran permukiman, terutama dampak adalah gempa yang teknik didirikan sipil oleh penting dapat ikut rusak apabila getaran gempa cukup tinggi, seperti terhambatnya aksesibilitas akibat rusaknya jaringan jalan, kekurangan air bersih akibat rusaknya jaringan air bersih, pemadaman listrik akibat rusaknya jaringan listrik, dan lain sebagainya. Beberapa faktor yang mengakibatkan
meningkatkan kerentanan suatu kawasan permukiman terhadap risiko gempa bumi diantaranya: (a) Lokasi hunian yang berada di daerah seismik, khususnya yang berada di atas tanah yang memadat, di atas tanah yang rawan terhadap tanah longsor, atau pada garis retakan yang panjang. (b) Struktur bangunan, seperti rumah, jembatan, gedung, jalan, bendungan, dan lain sebagainya, yang tidak tahan terhadap gerakan bumi. Bangunan dari batu bata yang tidak berkerangka besi dengan atap yang berat dibandingkan (c) Kawasan yang tinggi lebih rentan yang dengan rentan bangunan permukiman juga lebih
roboh/rusaknya bangunan rumah yang pada gilirannya dapat mengakibatkan korban luka maupun berbagai kehilangan fasilitas nyawa. Selain itu, umum maupun utilitas
kawasan
permukiman yang
melingkupi 1) pengumpulan data geologi, kegempaan dan geoteknik; 2) pengumpulan data topografi; 3) analisis bahaya gempabumi; 4) pembuatan peta mikrozonasi, peta klasifikasi tanah, rawan longsor dan likuifaksi. Kajian kerentanan gempabumi yang melingkupi 1) data kepadatan penduduk; 2) data bangunan; 3) data prasarana dan sistem utilitas yang ada; 3) data 4) lapangan data terbang dan sosial pelabuhan; aktivitas
kepadatan
bangunan
(d) Kurangnya akses informasi mengenai risiko-risiko bencana gempa bumi. (e) Kurangnya kepedulian dan pengetahuan masyarakat gempa bumi (f) Dan lain sebagainya upaya mitigasi bencana di penghuni kawasan permukiman terhadap risiko bencana
Meskipun
Indonesia masih relatif terbatas, namun di sejumlah daerah telah dilakukan beberapa tindakan 2 (dua) mitigasi contoh sebagai tindakan upaya mitigasi untuk yang mengurangi risiko bencana. Berikut disajikan dilakukan, yaitu tindakan mitiggasi bencana gempa bumi di Kota Bandung dan tindakan mitigasi Bengkulu. bencana gempabumi di Kota
ekonomi. Kemudian dilakukan kajian risiko dengan mengalikan faktor bahaya dengan kerentanan. Hasil dari kajian ini biasanya adalah petapeta mikrozonasi yang menunjukkan daerah yang rawan bencana gempabumi, daerah mana yang termasuk rawan tinggi, sedang hingga rendah. Berdasarkan peta hasil kajian tersebut, maka dapat disusun suatu rencana, termasuk di untuk daerah pembangunan permukiman,
mana saja yang diperbolehkan dibangun untuk permukiman dan daerah mana yang tidak. Dan apabila sudah terlanjur terbentuk kawasan permukiman di daerah yang rawan bencana gempabumi tinggi, maka strategi untuk mitigasi selanjutnya perlu dipikirkan, misalnya saja dengan menerapkan tersebut. Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana gempa bumi melalui pelatihan (ToT), yaitu melatih nantinya lebih luas. perwakilan perwakilan dapat masyarakat masyarakat dan ini diharapkan building code dalam membangun rumah-rumah di kawasan
menyebarkan
dalam pedoman; b. Tujuan pedoman; c. Ruang lingkup pedoman; dan d. Kedudukan pedoman. (2) Pedoman Penataan Alam. Memuat: a. Prinsip dasar b. Konsep dasar mitigasi bencana alam pada kawasan perumahan dan permukiman c. Pendekatan mitigasi bencana d. Penyelenggaraan penataan kawasan perumahan dan permukiman berbasis mitigasi bencana alam i. Penyelenggaraan kawasan permukiman baru ii. Penyelenggaraan kawasan e. Kelembagaan f. Peran serta masyarakat (3) Tindakan Mitigasi Bencana Alam Pada Kawasan Perumahan dan Permukiman Memuat: a. Tindakan gempabumi mitigasi pada bencana kawasan penataan dan perumahan penataan dan perumahan Umum Kawasan Penyelenggaraan Perumahan dan
perumahan dan permukiman b. Tindakan mitigasi bencana tsunami pada kawasan perumahan dan permukiman c. Tindakan mitigasi bencana gunungapi pada kawasan perumahan dan permukiman
d. Tindakan
mitigasi
bencana
tanah
a. Peraturan zonasi b. Perangkat insentif dan disinsentif c. Perijinan d. Sanksi (5) Aturan Peralihan (6) Aturan Penutup
longsor pada kawasan perumahan dan permukiman e. Tindakan pada mitigasi bencana perumahan banjir dan kawasan
KEDUDUKAN PEDOMAN
UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana UU No.26 Tahun 2007 tentang Penatan Ruang UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
PP tentang Penataan Ruang PP lainnya yang terkait penataan ruang dan penanggulangan bencana
Permen PU No.21 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi Permen PU No.22 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan RawanBencana Longsor
Pedoman Penataan Kawasan Perumahan dan Permukiman Dalam Rangka Mitigasi Bencana Alam
Gambar 2. Kedudukan pedoman penataan kawasan perumahan dan permukiman dalamrangka mitigasi bencana alam terhadap peraturan perundangan
URGENSI PENYUSUNAN PEDOMAN PENATAAN KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM RANGKA MITIGASI BENCANA ALAM
Bencana Desember gempabumi 2006 lalu dan di tsunami 26 Aceh Nangroe
pada kawasan perumahan dan permukiman semakin disadari kepentingannya. diperlukan untuk mengurangi Hal ini timbulkan
korban jiwa maupun kerugian material yang ditimbulkan jika terjadi bencana. Kesadaran untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana pada dasarnya sudah selaras dengan kebijakan pada tingkat global Pada maupun dasarnya perubahan saat ini paradigma telah terjadi pengelolaan bencana yang saat ini terjadi. perubahan paradigma dalam pengelolaan bencana, yaitu: 1. Dari pengelolaan tanggap darurat ke arah pengelolaan risiko bencana, yaitu upayaupaya untuk mengurangi risiko bencana yang dilakukan pada tahapan pra-bencana 2. Dari pengelolaan yang semula hanya dilakukan oleh pemerintah ke arah pelibatan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan bencana Dalam Yokohama, kerangka dan kebijakan Hyogo global telah
Darussalam dan gempabumi di Pulau Nias, Simeuleu, dan Banyak pada tanggal 28 Maret 2005 telah menimbulkan gelombang simpati, bantuan, pelayanan, penadaan dan tenaga sebagai membuka bencana. Setelah bencana besar yang melanda Aceh dan Nias tersebut, bencana alam yang cukup besar terjadi lagi di sejumlah daerah, seperti gempabumi di Yogyakarta pada bulan Mei 2006, tsunami di Pangandaran, dan gempabumi di Sumatera Barat pada Maret 2007. Hal tersebut semakin meningkatkan kesadaran pengelolaan kita terhadap pentingnya terkait bencana, terutama wujud mata kepedulian kita atas nama masalah kemanusiaan. Bencana tersebut juga telah terhadap kebencanaan dan pentingnya pengelolaan
dengan pengurangan risiko bencana dalam rangka mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkan akibat bencana alam. Kawasan sebagai perumahan tempat dan permukiman masyarakat
pengurangan bencana. Pedoman penataan kawasan perumahan dan permukiman dalam rangka mitigasi bencana alam dengan kebijakan demikian menjadi bagian dari dukungan dan keselarasan dengan kerangka global tersebut. Dalam siklus pengelolaan bencana yang diadopsi dari Carter (1991), tindakan mitigasi bencana pada dasarnya merupakan bagian dari pengelolaan risiko bencana yang merupakan tindakan yang dilakukan terjadi. Peraturan perundangan di Indonesia juga telah mengamanatkan pentingnya tindakan pada tahap sebelum bencana
tinggal
merupakan kawasan yang termasuk dalam kawasan yang mengalami kerugian terbesar, terutama akibat hilangnya jiwa, korban lukaluka, serta kerugian material. Hal ini disebabkan konsentrasi penduduk dan aset masyarakat berada di kawasan perumahan dan permukiman. Berdasarkan hal tersebut, kesadaran untuk melakukkan tindakan mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana
mitigasi yang merupakan bagian dari upaya pengurangan risiko. Undang-undang tersebut diantaranya adalah UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wiayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986). Gempa-gempa tersebut sebagian besar berpusat di dasar Samudera Hindia dan beberapa dapat memicu terjadinya gelombang laut yang besar yang disebut tsunami. Aspek Demografis Jumlah penduduk Indonesia sangat banyak, hingga mencapai lebih kurang
220 juta jiwa dengan beragam etnis, agama, dan adat istiadat. Di sejumlah wilayah, terutama di kawasan perkotaan, konsentrasi mengakibatkan yang tinggi. Kondisi demografis Indonesia dengan jumlah penduduk yang tinggi, kepadatan yang tinggi, serta beragamnya budaya, mengakibatkan kerentanan pada aspek sosial. Besarnya jumlah penduduk mengakibatkan jumlah korban jiwa yang diakibatkan oleh bencana menjadi lebih besa.r Selain itu, tindakan manusia juga memberi kontribusi yang cukup signifikan terhadap meningkatkan risiko bencana. Sebagai contoh, penataan ruang yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dan kerawanan bencana justru akan mengakibatkan meningkatkan risiko bencana di kawasan tersebut. penduduk kepadatan juga penduduk
TUJUAN PENYUSUNAN PEDOMAN PENATAAN KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM RANGKA MITIGASI BENCANA ALAM
Peraturan adalah suatu unsur penting dalam Penataan Kawasan Perumahan dan Permukiman. Hal ini dapat dijelaskan dengan beberapa alasan penting, yaitu:
1. Peraturan adalah salah satu wahana yang efektif untuk secara proaktif mencegah masyarakat dari melakukan kegiatan atau tindakan yang pada akhirnya menimbulkan atau meningkatkan ancaman maupun risiko bencana. Contoh dari peraturan semacam ini adalah larangan terhadap pembangunan perumahan pada daerah yang memiliki kerawanan bencana sangat tinggi. 2. Peraturan nyata-nyata Contohnya juga atau adalah dapat mencegah ada. untuk masyarakat dari ancaman bencana yang diperkirakan kewajiban
antara satu pelaku dengan lainnya dalam hal penangnanan bencana. Dengan demikian, maka tujuan penyusunan pedoman penataan kawasan perumahan dan permukiman dalam rangka mitigasi bencana alam adalah menyediakan panduan bagi perencanaan dan pengembangan kawasan perumahan dan permukiman berdasarkan pertimbangan mitigasi bencana alam untuk menciptakan kawasan permukiman yang aman terhadap bencana alam. Secara lebih khusus penyusunan pedoman penataan alam adalah: 1. Memberikan pengertian dan lingkup mitigasi bencana alam pada kawasan perumahan dan permukiman 2. Memberikan tata cara dan prosedur perencanaan mitigasi bencana alam bagi kawasan perumahan dan permukiman 3. Memberikan dasar formal untuk alternatif tindakan mitigasi bencana alam yang dapat dilakukan untuk kawasan perumahan dan permukiman kawasan perumahan dan permukiman dalam rangka mitigasi bencana
melakukan pembangunan terasering pada bukit yang terjal untuk menghindari tanah longsor, pemasangan tanggul penahan banjir, dan lain sebagainya. 3. Dari sudut pandang kerentanan, peraturan juga memfasilitasi atau bahkan memaksa masyarakat untuk merubah karakteristik, kebiasaan, berpotensi ancaman bertempat dan kegiatannya yang untuk bencana. tinggi di meningkatkan Misalnya kawasan larangan rawan
bencana, seperti aliran sungai, tepi pantai yang rawan tsunami, daerah rawan tanah longsor, dan lain sebagainya. 4. Khusus mengenai peraturan perundangan, peraturan ini dapat mendorong atau mewajibkan pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan investasi-iinvestasi untuk perlindungan rakyat; melakukan 2. pengaturan-pengaturan kelembagaan dan prosedural untuk memastikan pengawasan pelaksanaan peraturan dan penyiapan tanggap kedaruratan yang lebih efektif. Pemerintah juga dapat mengatur dan memastikan hubungan dan hak kewajiban
PENUTUP
Berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas maka: 1. Disarankan Menteri penyusunan Peraturan Rakyat dalam Negara dan Perumahan Permukiman
tentang Pedoman Penataan Kawasan Perumahan rangka Mitigasi Bencana Alam. Ruang lingkup substansi yang diatur dalam peraturan menteri ini meliputi: a) Ketentuan Umum Ketentuan umum memuat definisi yang digunakan dalam pedoman untuk mencegah ambiguitas, ruang
lingkup pedoman, tujuan pedoman, dan kedudukan pedoman. Ketentuan umum mengatur batasan dan berbagai hal yang tercakup dalam pedoman ini. b) Pedoman Umum Bagian ini memuat prinsip dasar mitigasi bencana pada kawasan perumahan dan permukiman yang terutama berbasis pada pemunculan budaya keselamatan (safe culture). Pada bagian ini dibahas berbagai materi kawasan seperti, prinsip umum, penataan dan penyelenggaraan perumahan
DAFTAR PUSTAKA
1. Komarudin. Pembangunan Permukiman. 2. 3. 4. Kajian 1997. Yayasan Menelusuri Dan Realestat dan Perumahan
Indonesia. PT.Rakasindo. Jakarta. Direktorat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Kerjasama Pemda dengan PVMBG Nasiruddin Mahmud. 1995. Penentuan Lokasi Perumahan di Kabupaten DT II Bandung.Jurusan TPL ITB, ,3. 5. Otto Soemarwoto. 1985. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan. Jakarta. 6. 7. RUU Penanggulangan Bencana Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 1726 - 2002 Mitigasi 8. 9. dapat Studi PMB-ITB Pemkot Bandung dalam IUDMP-RADIUS tahun 1999 Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan Dan Akses Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung SNI 03-17352000.
permukiman secara preventif dan kuratif, kelembagaan, dan peran masyarakat. c) Penyelenggaraan Bencana Alam Pada Kawasan Perumahan & Permukiman Bagian ini menjelaskan berbagai tindakan mitigasi yang dilakukan pada berbagai kawasan sesuai dengan jenis bahaya yang dihadapinya. d) Pengendalian Ruang Bagian ini menjelaskan mengenai mekanisme pemanfaatan dilakukan bencana. ruang pada pengendalian yang materi dapat rawan yang Pemanfaatan
10.
11.
Thunen
Von
&
Dunn,
1977.
kawasan
Berbagai
tercakup pada bagian ini adalah peraturan zonasi, perijinan, sanksi, dan perangkat insentif dan disinsentif.