Anda di halaman 1dari 33

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM SMF PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT IMANUEL, LAMPUNG

Nama Mahasiswa NIM

: Ahmad Shahir bin Mohd Azman : 11-2012-053

Tanda Tangan :

Dokter Pembimbing : dr Haryono, Sp.PD dr. Fajar R, Sp.PD

IDENTITAS PASIEN Nama lengkap Umur Status perkawinan Pekerjaan Alamat : Ny A : 32 tahun : Menikah : Ibu rumah tangga Jenis kelamin : Perempuan Suku bangsa : Jawa,Indonesia Agama Pendidikan : Islam : SMA kelas 2

: Trans Indo Tani Kec Seputih Mataram Lamteng

A. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Rabu tanggal 11 Maret 2013 jam 0800

Keluhan Utama: Muka bengkak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang: 1 hari sebelum masuk rumah sakit,pasien merasakan seluruh mukanya bengkak setelah bangun dari tidur.Bengkaknya disertai rasa nyeri di leher.Pasien juga bengkak kedua belah kakinya.Nyeri saat menelan,batuk pilek,demam,benturan di kepala tidak ada.Selain itu,pasien juga merasa nyeri perut saat makan dan berkurang setelah selesai makan.Buang air besarnya lancar,konsistensi lunak,tidak ada darah atau lendir dengan frekuensi 1x sehari.Pasien juga merasa mual mual tetapi tidak muntah.Pasien nyeri saat 1

buang air kecil,dengan frekuensi 3x sehari,anggaran gelas,tidak ada darah dan berwarna agak kekuningan. 1 tahun yang lalu,pasien pernah dirawat karena bengkak seluruh badan.Badan pasien tumbuh bintik-bintik merah dan di muka pasien terdapat ruam merah di kedua belah pipi yang bersambung di hidung.Selain itu pasien juga berasa demam panas.Pasien dirawat di rumah sakit selama 13 hari,di mana 4 hari pertama pasien dalam keadaan tidak sadar.Pasien kembali sadar setelah mendapat terapi cuci darah.Setelah itu,pasien berobat jalan kontrol selama beberapa bulan.Karena dirasakan sudah tidak sakit,pasien tidak datang kontrol sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. 2 minggu sebelum masuk rumah sakit,pasien pernah berobat jalan ke rumah sakit imanuel karena badan berasa lemas. Selain itu,kedua belah kaki bengkak dan perutnya sakit sejak 2 minggu yang lalu.Pasien dianjurkan untuk di opname,namun pasien menolak. Tambahan: 5 tahun sebelum masuk rumah sakit,pasien pernah dirawat di rumah sakit islam karena sendi dan otot dirasakan kaku dan nyeri.

Penyakit Dahulu (Tahun) ( - ) Cacar ( - ) Cacar air ( - ) Difteri ( - ) Batuk Rejan ( - ) Campak ( - ) Influenza ( - ) Tonsilitis ( - ) Khorea ( - ) Malaria ( - ) Disentri ( - ) Hepatitis ( - ) Batu Ginjal / Saluran Kemih ( - ) Burut (Hernia) ( - ) Penyakit Prostat ( - ) Wasir

( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Skirofula ( - ) Sifilis ( - ) Gonore ( - ) Hipertensi

( - ) Diabetes ( - ) Alergi ( - ) Tumor ( - ) Penyakit Pembuluh

( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Perdarahan Otak ( - ) Pneumonia ( - ) Pleuritis ( - ) Tuberkulosis ( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Psikosis ( - ) Gastritis ( - ) Batu Empedu ( - ) Neurosis Lain-lain: ( - ) Operasi ( - ) Kecelakaan (+) SLE

Riwayat Keluarga

Hubungan

Umur (tahun)

Keadaan Kesehatan

Penyebab Meninggal

Kakek

Tidak diketahui

Masih hidup

Nenek

Tidak diketahui

Meninggal

Sakit tua

Ayah Ibu Saudara

56 51 tahun 2 saudara (26 dan 36 tahun)

Sehat Sehat Sehat Sehat

Anak-anak

1 orang (11tahun)

Sehat

Adakah Kerabat Yang Menderita:

Penyakit Alergi Asma Tuberkulosis Arthritis Rematisme Hipertensi Jantung Ginjal Lambung

Ya

Tidak

Hubungan

ANAMNESIS SISTEM Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan

Kulit ( - ) Bisul ( - ) Kuku ( - ) Rambut ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Keringat malam ( - ) Sianosis

( + ) Lain-lain : riwayat rash pada muka dan tubuh

Kepala ( - ) Trauma ( - ) Sinkop ( - ) Sakit kepala ( - ) Nyeri pada sinus

Mata (- ) Nyeri (- ) Sekret ( -) Kuning / Ikterus ( -) Radang ( -) Gangguan penglihatan ( -) Ketajaman penglihatan

Telinga ( -) Nyeri (- ) Sekret (- ) Tinitus (- ) Gangguan pendengaran (- ) Kehilangan pendengaran

Hidung (- ) Trauma (- ) Nyeri (- ) Sekret (- ) Epistaksis (- ) Gejala penyumbatan (- ) Gangguan penciuman ( - ) Pilek

Mulut (+ ) Bibir: pucat (- ) Gusi (-) Lidah kotor (-) Gangguan pengecap 4

(- ) Selaput

( -) Stomatitis

Tenggorokan ( -) Nyeri tenggorokan ( -) Perubahan suara

Leher (- ) Benjolan (+ ) Nyeri leher

Dada (Jantung / Paru) ( -) Nyeri dada (- ) Berdebar (- ) Ortopnoe ( -) Sesak napas (- ) Batuk darah (- ) Batuk

Abdomen (Lambung / Usus) ( - ) Rasa kembung ( + ) Mual ( - ) Muntah ( - ) Muntah darah ( - ) Sukar menelan ( + ) Nyeri perut ( - ) Perut membesar ( - ) Wasir ( - ) Mencret ( - ) Tinja darah ( - ) Tinja berwarna dempul ( - ) Tinja berwarna ter ( - ) Benjolan

Saluran Kemih / Alat kelamin ( +) Disuria (- ) Stranguria ( -) Poliuria (- ) Polakisuria (- ) Hematuria ( -) Kencing batu ( -) Kencing nanah (- ) Kolik (+ ) Oliguria ( -) Anuria ( -) Retensi urin ( -) Kencing menetes

(- ) Ngompol (tidak disadari) (- ) Penyakit Prostat

Katamenia (- ) Leukore (- ) Lain-lain ( -) Perdarahan

Haid ( + ) Haid terakhir : 2 minggu lalu (Teratur) Teratur ( - ) Jumlah dan lamanya ( - ) Nyeri ( - ) Menarche ( - ) Gejala Klimakterium ( - ) Gangguan Haid Saraf dan Otot ( - ) Anestesi ( - ) Parestesi ( - ) Otot lemah ( - ) Kejang ( - ) Afasia ( - ) Amnesia ( - ) Lain-lain ( - ) Sukar mengingat ( - ) Ataksia ( - ) Hipo / hiperesthesi ( - ) Pingsan ( - ) Kedutan (Tick) ( - ) Pusing (vertigo) ( - ) Gangguan bicara (Disartri) ( - ) Pasca Menopause

Ekstremitas ( + ) Bengkak ( - ) Nyeri sendi ( - ) Deformitas ( - ) Sianosis

BERAT BADAN Berat badan rata-rata (Kg) Berat tertinggi (Kg) Berat badan sekarang (Kg) : : : 45.3kg

(Bila pasien tidak tahu dengan pasti) Tetap Turun Naik ( ) () () 6

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran Tempat lahir : ( ) Di rumah( ) Rumah Bersalin Ditolong oleh : ( ) Dokter ( ) Lain-lain ( ) Bidan ( ) RS Bersalin (+ ) Dukun

Riwayat Imunisasi (? ) Hepatitis (? ) Polio (? ) BCG (?) Tetanus (?) Campak (?) DPT

Riwayat Makanan Frekuensi / Hari Jumlah / Hari Variasi / Hari Nafsu makan : 3x/hari : setengah piring : variasi : baik

Pendidikan () SD () Universitas ( ) SLTP (+ ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi

( ) Kursus

() Tidak sekolah

Kesulitan Keuangan Pekerjaan Keluarga Lain-lain : tidak ada : tidak ada : tidak ada :-

A. PEMERIKSAAN JASMANI (tanggal 11.3.2013)

Pemeriksaan Umum Tinggi badan Berat badan Indek massa tubuh Tekanan darah Nadi Suhu Pernapasan (Frekuensi dan tipe) Keadaan gizi Kesadaran Sianosis Udema umum Habitus Cara berjalan Mobilitas (Aktif / Pasif) Umur menurut taksiran pemeriksa : 160 cm : 45.3 kg : sulit dinilai : 140/100 mmHg : 92x /menit, isi cukup, regular, ekual : 36.7oC : 20x / menit ; torakoabdominal : baik : compos mentis : Tidak ada : Tidak ada : Atletikus : normal : aktif : sesuai dengan usia sebenarnya

Aspek Kejiwaan Tingkah laku Alam perasaan Proses pikir : wajar / gelisah / tenang / hipoaktif / hiperaktif. : biasa / sedih / gembira / cemas / takut / marah. : wajar / cepat / gangguan waham / fobia / obsesi.

Kulit Warna Jaringan parut : sawo matang : tidak ada Effloresensi Pigmentasi Pembuluh darah Lembab / kering Turgor Ikterus : tidak ada : tidak ada : teraba pulsasi : lembap : normal : tidak ada 8

Pertumbuhan rambut : merata,rontok (-) Suhu raba Keringat : hangat Umum: (+) Setempat: (-)

Lapisan lemak Lain-lain

: merata : rash(-), discoid (-)

Edema

: kaki dan kepala

Kelenjar Getah Bening Submandibula : tidak teraba membesar Supraklavikula : tidak teraba membesar Lipat paha : tidak teraba membesar Leher : tidak teraba membesar Ketiak : tidak teraba membesar

Kepala Ekspresi wajah : tenang Rambut : hitam,distribusi merata, rontok(-) Simetri muka : Simetri,puffy face(-) Pembuluh darah temporal:teraba pulsasi

Mata Exophthalmus Kelopak Konjungtiva Sklera : tidak ada : normal : anemis +/+ : ikterik -/Enopthalmus : tidak ada Lensa Visus : normal : normal

Gerakan mata : normal Tekanan bola mata: normal Subkonjungtival bleeding : -/-

Lapangan penglihatan : normal Nystagmus : tidak ada

Telinga Tuli Lubang Serumen Cairan : -/: +/+ : -/: -/Selaput pendengaran : utuh Penyumbatan Perdarahan : -/: -/-

Hidung 9

Bentuk Septum Sekret

: normal :deviasi septum tidak ada : sekret tidak ada

Mulut Bibir : pucat Tonsil : T1-T1 tenang

Langit-langit : normal Gigi geligi Faring Lidah Leher Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5 + 0 cmH2O Kelenjar Tiroid : : tidak teraba membesar Kelenjar Limfe : : tidak teraba membesar Deviasi trakea : : tidak ada Dada Bentuk : simetris Pembuluh darah : tidak tampak : caries ( - ) : tidak hiperemis : normal

Bau pernapasan: normal Trismus : tidak ada

Selaput lendir : normal Lain : sariawan (-)

Depan Paru-paru Inspeksi Kiri

Belakang

Kanan

Palpasi

Kiri

Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan dinamis dinamis, Tidak ada retraksi sela iga Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan dinamis dinamis, Tidak ada retraksi sela iga - Tidak ada penonjolan iga Fremitus taktil simetris - Fremitus taktil simetris

Kanan

- Tidak ada penonjolan iga - Fremitus taktil simetris

Fremitus taktil simetris

Perkusi

Kiri Kanan

Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru 10

Auskultasi

Kiri

- Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-)

- Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-) - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-)

Kanan

- Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-)

Jantung Inpeksi Palpasi Perkusi Ictus cordis tidak tampak Ictus cordis teraba pada sela iga V linea midclavicula kiri Batas kanan jantung Batas kiri jantung Batas atas jantung Auskultasi Katup aorta linea sternalis kanan linea midclavicula kiri Sela iga 2 linea parasternal kiri - A2 > A1 reguler murni - Murmur (-), Gallop (-) Katup pulmonal - P2 > P1 reguler murni - Murmur (-), Gallop (-) Katup mitral - M1 > M2 reguler murni - Murmur (-), Gallop (-) Katup trikuspid - T1 > T2 reguler murni - Murmur (-), Gallop (-)

Pembuluh darah Arteri Temporalis Arteri Karotis Arteri Brakhialis Arteri Radialis Arteri Femoralis Arteri Poplitea Arteri Tibialis Posterior Arteri Dorsalis Pedis : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi

Abdomen 11

Inspeksi

- Simetris - striae gravidarum (+) - Vena kolateral (-)

Palpasi

Dinding perut Hati Limpa Ginjal

Datar,supel, Nyeri tekan (-) Tidak teraba membesar Tidak teraba membesar - Ballotement (-/-) - Nyeri ketok costovertebral (-)

Lain-lain Perkusi Auskultasi

Murphy sign (-)

Shifting dullness (-), Ruang Traube kosong Bising usus (+) normal

Alat kelamin (atas indikasi) : tidak dilakukan pemeriksaan

Anggota gerak Lengan Otot Tonus Massa Gerakan Sendi Kekuatan Lain-lain Kanan Tungkai dan Kaki Luka Varises Otot Tonus Massa Gerakan Sendi Tidak ada Tidak ada Normotonus Normal Aktif Normal Tidak ada Tidak ada Normotonus Normal Aktif Normal Kiri Kanan Normotonus Normal Aktif Normal +5 Kiri Normotonus Normal Aktif Normal +5

12

Kekuatan Edema

+5 +

+5 +

Refleks Bisep Trisep Patella Achilles Refleks patologis

Kanan (+) (+) (+) (+) (-)

Kiri (+) (+) (+) (+) (-)

Colok dubur (atas indikasi) : tidak dilakukan pemeriksaan

Diagnosis klinis SLE Dasar diagnosis : -riwayat diagnosa SLE 1 tahun lalu -riwayat butterfly rash

Hipertensi -tekanan darah 140/100

Anemia -pasien lemas -konjunctiva anemis,bibir pucat

Infeksi saluran kemih -nyeri saat berkemih -jarang berkemih -riwayat demam 13

Pemeriksaan yang dianjurkan 1) Hitung Darah Lengkap 2) Tes urin lengkap 3) Test urea,bun,creatinin 4) ANA(antinuclear antibodies) (tidak dilakukan) 5) Hitung retikulosit 6) Natrium dan Kalium 7) Tes fungsi hati 8) Kolsterol total dan trigliserid

LABORATORIUM ( tanggal 4 Maret 2013) - Hb : 7.0 g/dl (11 15 g/dl) - Ht : 21.5 % (37-54%) - Eritrosit : 2.62 juta/uL(3.5 - 5.5) - Trombosit : 277 ribu/uL (150.000 350.000 /ul) - Lekosit : 21000 /uL (5000 10.000 /uL) - Segmen : 70 (50 70%) - Limfosit : 14 (20 40%) - Monosit : 14 (2 8%) - MCHC : 32.6 g/dl - MCH : 26.7 pg - MCV : 82.1 fl - MPV : 8.6 fl - Gambaran Eritrosit : normal Trombosit : cukup -Urea : 193 (10-50 mg/dl) -BUN : 93 ( 6-20 mg/dl) -Creatinin : 1.72 (L <1.3,P<1.1 mg/dl) -Retikulosit : 2.3 (0.5-1.5%) -Natrium : 147 (137.150 Meq/L) -Kalium : 6.88 (2.6-5.2 Meq/L) 14

-SGOT : 10 (L<38,P<32 u/L) -SGPT : 8 (L9-36,P 9-43 u/L) -Albumin : 2.05 (3.4-4.8 g/dl) -Kolesterol total : 316 (<200 mg/dl) -Trigliserid : 381 (<150 mg/dl)

Urin lengkap -Warna -Gula : Kuning/Agak keruh : negatif

-Bilirubin : negatif -Keton : negatif

- Berat jenis : 1.025 (1.003-1.030) - Ph - Protein : 6.0 (5-8) : 4+

- Urobilinogen : normal - Nitrit - Darah - Lekosit : negatif : 3+ : Trace

- Sedimen/Mikroskopi: = Lekosit = Eritrosit =Mukus =Bakteri : 5-9 (3.5 LPB) : 40-45 (1-3 LPB) : sedikit : Banyak

=Calcium Oxalat : Sedikit

Kesan : Pada pasien ini,terdapat anemia hemolitik,leukositosis,kelainan fungsi ginjal,hiperkalemia,hipoalbumin,kolesterol total dan trigliserid meningkat,proteinuria dan hematuria.

15

Ringkasan Seorang wanita usia 32 tahun merasa mukanya bengkak disertai nyeri perut saat makan dan nyeri saat berkemih.Selain itu,kedua belah kaki pasien bengkak dan badan dirasakan lemas sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit.Pasien mempunyai riwayat dirawat dengan diagnosa SLE 1 tahun dahulu.Bintik bintik merah tumbuh di badan pasien dengan rash di kedua belah pipi yang bersatu di hidung.Pasien juga mempunyai riwayat dirawat karena nyeri sendi dan otot 5 tahun sebelum masuk rumah sakit.

Pemeriksaan Fisik : Tekanan darah 140/100 mmHg ; Nadi 92x /menit, isi cukup, regular, ekual ; Suhu : 36.7oC ; Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 20x / menit ; torakoabdominal ; Mata:konjunctiva anemis +/+,Ekstremitas: oedem kedua belah kaki dan kepala.

Pemeriksaan Penunjang : Hemoglobin 7.0, Hematokrit 21.5, Eritrosit 2.62, Lekosit 21000, Urea 193, BUN 93, Creatinin 1.72, Retikulosit 2.3, Kalium 6.88, Albumin 2.05, Kolesterol total 316, Trigliserid 381, Urin: protein 4+, darah 3+, Sedimen urin: lekosit 59, eritrosit 40-45, bakteri banyak,calcium oxalat sedikit.

Diagnosis kerja dan dasar diagnosis 1)Nefrotik Sindrom ec SLE Dasar diagnosis : -oedem kaki dan muka -proteinuria 4+ -albumin 2.05 -kolesterol total 316 -riwayat nyeri sendi 5 tahun lalu -riwayat diagnosa SLE 1 tahun lalu -riwayat discoid rash dan butterfly rash -proteinuria 4+ -anemia hemolitik

2)Hipertensi -tekanan darah 140/100

3)Anemia hemolitik -pasien lemas 16

-konjunctiva anemis,bibir pucat - Hb : 7.0 g/dl -Retikulosit : 2.3

4)Infeksi saluran kemih -nyeri saat berkemih -lekosit : 21000 -bakteri sedimen urin : banyak -hematuria 5) Hiperkalemia -Kalium : 6.88

Rencana pengelolaan

1)Bed rest 2)Diet lunak 3)infus Kaen1B 500cc q 12jamsebagai cairan permulaan untuk suplai cairan dan elektrolit 4)Tab becantaex 3x1Citoprotektor dinding lambung 5)Tab cellcept 2x1Mycophenolate,immunosupressan 6)inj Medixon 3x62.5 mgMethylprednisolone,iaitu kortikosteroid untuk mengurangkan inflamasi 7)tab Captopril 2x12.5mgUntuk hipertensi 8)tab Edoti 3x1Vitamin E,sebagai antioksidan 9)inj Cefophar 2x1 g IVCefoperazone,antibiotik untuk infeksi berat gram negatif dan beberapa bakteri anaerob 17

10)inj urecix 1x40mg IVFurosemide,mengurangkan edema 11)inj Ca glukonas 1 amp tiap 15minit sampai 3 ampulUntuk menurunkan kadar kalium darah 12)tab Atorsan 1x20 mgAtorvastatin,untuk hiperkolesterolemia 13)transfusi PRC 2 kolfUntuk anemia 14)inj HCT 1x25mgHidroclortiazide,sebagai diuretik 15)Kalitake 3x1 sachet dalam 1 gelas airCalcium polystyrene sulfonate,untuk hiperkaliemia

Pencegahan Ada beberapa prinsip dasar untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit SLE.Antara lain: 1. Monitoring kesehatan yang teratur 2. Lakukan latihan Lakukan latihan atau kegiatan yang menggunakan tenaga sedikit seperti jalan kaki, berenang dan bersepeda. Kegiatan ini dapat membantu menjaga pemendekan otot dan menurunkan resiko berkembangnya osteoporosis. Latihan jiga dapat memberikan pengaruh positif pada mood. 3. Istirahat yang cukup Tenangkan diri dan atur keseimbangan periode beraktifitas dan istirahat. Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol. Diperlukan waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan pentingnya tidur yang cukup. 4. Makan makanan yang sehat Makanlah makanan yang bergizi dan seimbang, kurangi makanan tinggi lemak jenuh dan makanan yang mengandung mengandung L-Canavantine dan pristane seperti taoge dan rebung. 18

5. Hindari rokok Merokok dapat mempengaruhi sirkulasi darah dan memperparah gejala SLE. Tembakau memberikan efek negative terhadap jantung, paru-paru dan lambung. 6. Hindari alcohol Alkohol dapat berinteraksi dengan obat-obatan yang dikonsumsi yang mengakibat masalah serius pada lambung dan usus bahkan bisa mengakibatkan ulkus 7. Mengatasi infeksi Demam mengindikasikan adanya infeksi ataupun gejala SLE yang meningkat. Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas sebabnya, pasien harus segera memeriksakan diri. Di Amerika dianjurkan vaksinasi dengan vaksin influensa dan pneumokokus. Diperlukan terapi pencegahan dengan antibiotik pada operasi gigi, traktus urinarius atau prosedur bedan invasif lain. 8. Jadilah teman yang baik Dalam menjalani pengobatan pasien hendaknya dapat membangun rasa percaya dan hubungan yang baik dengan dokter. Bersabarlah, dokter akan menemukan pengobatan yang tepat dan akan bekerja keras untuk kesembuhan pasiennya. Ikutilah pengobatan yang diberikan dokter dan jangan takut menanyakan segala sesuatu yang meragukan. 9. Cari tahu tentang penyakitmu Simpanlah catatan tentang penyakit dan bagian tubuh mana yang dipengaruhi oleh penyakit SLE dan kondisi serta kegiatan apa yang dapat memicu terjadinya gelaja SLE 10. Mintalah pertolongan Jangan takut minta pertolongan saat membutuhkannya dan jika ada organisasi penyakit SLE maka pasien disarankan untuk bergabung serta berbincang-bincang dengan orang lain yang memiliki pengalaman yang sama. 11. Fotoproteksi Pasien SLE akan mengalami kemerahan pada kulit saat terpapar sinar matahari. Kontak dengan sinar matahari atau sinar ultraviolet harus dikurangi atau dihindarkan. Jika akan berpergian dan kemungkinan akan terkena sinar matahari

19

sebaiknya dipakai lotion tertentu (suncreener lotion) untuk mengurangi pengaruh sinar matahari pada kulit, pemakaian topi, kaca mata dan baju lengan panjang.

Prognosis ad vitam ad fungsionam ad sanasionam : dubia ad bonam : dubia ad malam : dubia ad malam

Follow Up 10/3/2013 S: punggung pegal,perut terasa nyeri,lemas,leher terasa penuh lendir O: Keadaan umum tampak sakit sedang. Kesadaran compos mentis. Tekanan darah 170/90,Nadi 68x/menit,reguler isi cukup equal,Suhu 36.5,Nafas 24x/menit. Mata: konjungtiva anemis +/+. Abdomen : nyeri tekan + epigastrium. Ekstremitas : odem kedua tungkai kaki dan muka.

11/3/2013 S : kaki masih bengkak,lemas O : Keadaan umum tampak sakit sedang,kesadaran compos mentis. Tekanan darah 140/100,nadi 92x/menit,suhu 36.7,nafas 20x/menit. Mata:konjungtiva anemis +/+ . Ekstremitas : odem kedua kaki,tangan kanan dan muka.

12/3/2013 S: semalam kesejukan O: Keadaan umum tampak sakit sedang,kesadaran compos mentis. Tekanan darah 140/90,nadi 72x/menit,suhu 36.1,nafas 20x/menit. Mata:konjungtiva anemis +/+ . Ekstremitas : odem kedua kaki,kedua tangan dan muka.

20

14/3/2013 S: kemarin pagi sempat meriang,sekarang sudah tidak O: Keadaan umum tampak sakit ringan,kesadaran compos mentis. Tekanan darah 150/90,nadi 84x/menit,suhu 36.5,nafas 20x/menit. Mata:konjungtiva anemis +/+ . Ekstremitas : odem kedua kaki,kedua tangan dan muka.

21

ANALISA KASUS 1) Pendekatan dan patofisiologi oedem Edema adalah pembengkakan jaringan karena tertimbunnya cairan di ruang interstisial secara berlebihan. Riwayat Penyakit hati Pengguna Alkohol Hepatitis Varises Pemeriksaan Fisik Spider angiomata Caput medusae hipoalbuminemia Laboratorium Fungsi liver Protombin time Amoniak darah Biopsi hati Penatalaksanaan Spironolakton Peritoneal shunt Digoksin ACE inhibitor Immunosupressan ACE inhibitor Serum albumin Foto torak ekokardiografi Protein urin Fungsi ginjal Biopsi ginjal Bunyi jantung ke3 JVP meningkat Edema Hipoalbumin Penyakit jantung Ortopneu Paroksismal nokturnal Dispneu Penyakit ginjal Urin berbusa hipertensi

Anamnesa dan pemeriksaan fisik dilakukan dengan didasarkan juga diagnosa banding pada edema iaitu: 1)Gangguan pada jantung 2)Gangguan pada hati 3)Gangguan pada ginjal 4)Akibat penggunaan obat

Pada pasien ini,didapatkan edemanya disebabkan kelainan pada ginjal yaitu nefrotik sindroma yang disebabkan karena SLE. 22

Ada 2 hipotesis yang menjelaskan terjadinya retensi Natrium dan Edema pada sindrom nefrotik 1. Hipotesis UNDERFILL

Menurut hipotesis ini proteinuria masih menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia dan tekanan onkotik plasma menurun. Cairan berpindah dari intravaskuler ke jaringan interstisial sehingga terjadi edema dan hipovolemia. Hipovolemia merangsang sistem saraf simpatis, sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAAS). Aldosteron akan

mereabsorpsi garam dan air di tubulus ginjal, dengan tujuan menambah volume cairan intravaskular, tetapi karena tekanan onkotik plasma tetap rendah maka cairan di kapiler akan berpindah lagi ke interstisial sehingga edema makin bertambah. Dalam proses ini akibat adanya hipovolemia juga terjadi perangsangan terhadap hormon antidiuretik (ADH) dan peptida natriuretik atrial (ANP = Atrial Natriuretic peptide). ADH meningkat hingga menambah retensi air, ANP menurun dengan akibat terjadi retensi Natrium di tubulus.

23

2.

Hipotesis OVERFILL

Pada hipotesis ini mekanisme utama adalah defek tubulus primer di ginjal (intra renal). Di tubulus distal terjadi restensi natrium (primer) dengan akibat terjadi hipervolemia dan edema. Jadi edema terjadi akibat overfillingcairan ke jaringan interstisial. Pada hipotesis overfill karena terjadi hipervolemia, sistem RAAS (aldosteron) akan

menurun. Demikian pula ADH tetapi kadar ANP meningkat karena tubulus resisten terhadap ANP. Akibatnya retensi Na tetap berlangsung dengan akibat terjadi edema (lihat gambar 2).

24

Kelompok pertama (underfill) disebut juga tipe nefrotik dan yang paling sering terjadi SN kelainan minimal. Pada keadaan ini retensi Na dan air bersifat sekunder, terhadap hipovolemia dan kadar renin dan aldosteron menurun, ANP rendah atau normal. Kelompok kedua (overfill) disebut tipe Nefritik biasanya dijumpai pada SN bukan kelainan (BKM) atau glomerulonefritis kronik. SN BKM pada dasarnya memang suatu glomerulonefritis kronik. Selain adanya hipervolemia juga sering dijumpai hipertensi, kadar renin dan aldosteron rendah atau normal dan ANP tinggi.

25

2) Kriteria Diagnostik pada SLE Kriteria untuk klasifikasi SLE dari American Rheumatism Association (ARA, 1992). Seorang pasien diklasifikasikan menderita SLE apabila memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria dibawah ini : 1. Artritis, arthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer disertai rasa nyeri, bengkak, atau efusi dimana tulang di sekitar persendian tidak mengalami kerusakan 2. Tes ANA diatas titer normal = Jumlah ANA yang abnormal ditemukan dengan immunofluoroscence atau pemeriksaan serupa jika diketahui tidak ada pemberian obat yang dapat memicu ANA sebelumnya 3. Bercak Malar / Malar Rash (Butterfly rash) = Adanya eritema berbatas tegas, datar, atau berelevasi pada wilayah pipi sekitar hidung (wilayah malar) 4. Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari = peka terhadap sinar UV / matahari, menyebabkan pembentukan atau semakin memburuknya ruam kulit 5. Bercak diskoid = Ruam pada kulit 6. Salah satu Kelainan darah; - anemia hemolitik, - Leukosit < 4000/mm, - Limfosit<1500/mm, - Trombosit <100.000/mm 7. Salah satu Kelainan Ginjal; - Proteinuria > 0,5 g / 24 jam, - Sedimen seluler = adanya elemen abnormal dalam air kemih yang berasal dari sel darah merah/putih maupun sel tubulus ginjal 8. Salah satu Serositis : - Pleuritis, - Perikarditis 9. Salah satu kelainan Neurologis; - Konvulsi / kejang, 26

- Psikosis 10. Ulser Mulut, Termasuk ulkus oral dan nasofaring yang dapat ditemukan 11. Salah satu Kelainan Imunologi - Sel LE+ - Anti dsDNA diatas titer normal - Anti Sm (Smith) diatas titer normal - Tes serologi sifilis positif palsu

Pada pasien ini,didapatkan riwayat artritis,malar rash dan diskoid rash.Pasien juga terdapat kelainan darah iaitu terjadinya anemia hemolitik.Selain itu,terdapat juga kelainan ginjal iaitu proteinuria 4+.Telah terdapat 5 kriteria dan ini telah cukup untuk mendiagnosa pasien dengan Sistem Lupus Eritematosus.

3) Bagaimana SLE bisa mempengaruhi ginjal?


Sampai sekarang Nefritis Lupus (NL) tetap merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada LES. Imunopatogenesis yang pasti dari NL masih belum jelas benar, meskipun telah bnyak dilakukan banyak penelitian sejak beberapa dekade belakangan ini. Meskipun demikian timbul dan berkembangnya NL pada LES telah dikaitkan dengan terbentuknya autoantibodi yang terdeposit di ginjal. Berbagai faktor predisposisi diperlukan untuk timbulnya keradangan dan kerusakan ginjal karena proses tersebut. Anti-dsDNA telah dapat ditemukan pada ginjal pasien LES dengan nefritis yang aktif, menunjukkan pentingnya autoantibodi tersebut pada patogenesis NL. Pada banyak pasien LES peningkatan aktivitas penyakit ginjal berkaitan dengan peningkatan kadar antidsDNAantibodi. Pada awalnya anti-dsDNA diduga menimbulkan NL melalui pembentukan kompleks imun dengan DNA yang secara pasifterdeposit di glomerulus.Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa anti-dsDNA menjadi patogenik di ginjal melalui pengikatan langsung (reaksi silang) atau tak langsung (melalui suatu jembatan inti) ke struktur glomerulus. Beberapa tipe anti-dsDNA dari pasien LES dapat terikat pada sel mesangial dan endotel manusia, dan ditujukkan bahwa pengikatan tersebut berkaitan dengan aktivitas NL.

27

Disamping pengikatan pada sel, anti-dsDNA juga terbukti dapat menembus (penetrasi) sel hidup. Tak hanya sel glomerulus, sel-sel lain seperti sel tubulus ginjal, hepatosit, sel neuronal,fibroblast dan sel mononuclear dapat dipenetrasi oleh anti-dsDNA. Salah satu efek penetrasi seluler oleh anti-dsDNA ialah peningkatan pertumbuhan dan proliferasi, atau sebaliknya merangsang apoptosis. Telah dilaporkan bahwa pengikatan anti- dsDNA pada DNAse I di nucleus sel hidup, akan menghambat aktivitas enzim tersebut, membuat apoptosis sel terhambat. Hal ini mungkin dapat menjelaskan hiperseluraritas glomerulus pada mencit yang disuntik dengan anti ds-DNA yang mampu menembus sel. Sebaliknya, pada penelitian lain telah ditunjukkan adanya efek peningkatan apoptosis oleh anti dsDNA. Masuknya anti dsDNA kedalam sitosol dan atau pengikatannya pada antigen membran sel juga dapat mempengaruhi jalur pro inflamasi. Keterlibatan sistim komplemen pada patogenesis LES adalah merupakan suatu paradox. Pada tahap tertentu defisiensi komplemen patogenik akan tetapi pada kelainan lain aktivitas komplemen menjadi faktor patogenik. Hal itu dapat dijelaskan melalui 3 tahap, yang dikenal sbagai hipotesis pembersihan sampah. Tahap pertama ialah kegagalan membersihkan autoantigen yang merupakan tahap dimana defisiensi komplemen mungkin mempunyai peran patogenik. Tahap kedua ialah pengambilan autoantigen oleh sel dendritik polos karena adanya sitokin keradangan, yang menyebabkan sel-sel tersebut menjadi dewasa menjadi sel penyaji antigen (APC), memungkinkan penyajian autoantigen pada sel T. Tahap ketiga ialah rangsangan oleh sel T pada sel B autoreaktifyang telah mengikat autoantigen melalui resptor immunoglobulin mereka. Sel B tersebut akan berkembang menjadi sel plasma yang akan mensekresi autoantibodi. Kemungkinan besar pada kebanyakan pasien, SLE hanya timbul jika ada kelainan pada lebih dari satu tahap. Berbeda dengan defisiensi C4, defisiensi C3 berkaitan dengan lupus hanya pada 23% pasien. Penelitian pada hewan coba memberikan hasil yang berbeda-beda tentang apakah C3 menimbulkan efek melindungi atau merusak. Pada saat ini masih sulit menarik kesimpulan mengenai efek positif atau negatif komplemen pada LES. Juga sulit untuk mengatakan bahwa komplemen merupakan sampingan saja, oleh karena mempunyai efek merangsang keradangan dan merusak jaringan yang kuat.Sebaliknya adanya C1q dan C4 adalah protektif. Terdapat beberapa penjelasan mengenai adanya dikotomi tersebut. Terdapat kemungkinan efek komplemen pada lupus berbeda-beda tergantung pada komponen tertentu yang terlibat, mencit hewan coba yang digunakan dan sifat serta tahapan keradangan. Komplemen mungkin diperlukan pada fase keradangan akut tapi mungkin tidak pada tahap menahun. Keragaman genetik mungkin juga menentukan efek komplemen. Sebagian besar penelitian tentang kaitan autoantibodi dengan kerusakan jaringan pada LES terpusat pada peran anti-dsDNA pada nefritis lupus. Terdapat dua teori utama: keduanya menekankan bahwa pengikatan autoantibodi anti-dsDNA itu sendiri bukan determinan

28

paling penting pada terjadinya kerusakan jaringan. Antibodi dsDNA dan unsur komplemen C3 dan C4 sangat berguna untuk menilai aktivitas nefritis lupus dan memberi pegangan untuk terapi. Pada umumnya,perubahan pada kadar anti-dsDNA adalah lebih penting dari pada nilai absolut antibodi ini. Penderita dengan kenaikan anti-dsDNA harus dicermati untuk adanya bukti-bukti aktivitas lupus. Penderita dengan bentuk proliferatif mempunyai hipertensi, urine nefritik dengan proteinuria yang bervariasi yang berat (seringkali tahap nefrotik), kadar C3 rendah dengan kadar anti-dsDNA yang tinggi, sementaraglomerulopati membranosa mempunyai proteinuria berat tanpa hematuri, kadar C3 cenderung normal, dan anti-dsDNA biasanya dengan titer yang rendah. Komplemen mempunyai peran yang penting pada patogenesis nefritis lupus. Pengukuran aktivitas komplemen yang biasa, seperti CH50, C3 dan C4 mempunyai spesifitas dan spesifitas yang rendah karena kadar dalam plasma merupakan hasil akhir dari sintesis dan konsumsi yang meningkat kedua-duanya pada keradangan. C3 secara klinis lebih berguna dari pada C4 karena defisiensi C4 sering dijumpai pada lupus, nilai C3 dan C4 jarang sejalan, kadar C3 berkaitan lebih baik dengan histologi ginjal pada biopsi ginjal ulangan. Aktivasi sistim komplemen ditandai oleh timbulnya hasil-hasil aktivasi komplemen dari molekul pendahulu (precursor). Hasil-hasil degradasi komplemen mungkin merupakan indek yang lebih baik untuk aktivasi komplemen dari pada kadar faktor. 4) Penanganan pada pasien ini? NSAID dan Salisilat NSAID terutama dipakai pada SLE dengan gejala ringan. Sering juga dipakai bersama-sama dengan kortikosteroid untuk mengurangi dosis kortikosteroid. Dapat dipakai sebagai terapi simtomatis pada artritis/artralgia, mialgia dan demam : Preparat salisilat atau preparat lain seperti indometasin (3 x 25 mg/hari), asetaminofen (6 x 650 mg/hari) dan ibuprofen (4 x 300-400 mg/hari). Ini harus disertai dengan istirahat yang cukup. Terapi simtomatis lain misalnya diperlukan pada :: Eritema Terapi lokal dengan krem atau salep kortikosteroid Ulserasi mulut dan nasofaring diberi terapi lokal Fenomen Raynoud Pencegahan timbulnya fenomen ini diusahakan dengan protective clothing.

29

Kortikosteroid Kortikosteroid merupakan obat yang sangat penting dalam pengobatan SLE. Dapat digunakan secara topikal untuk manifestasi kulit, dalam dosis rendah untuk aktivitas minor dan dalam dosis tinggi untuk aktivitas mayor (lihat tabel 1). Pada keadaan yang berat, terutama gangguan susunan saraf pusat dengan kejangkejang dan psikosis, diberikan prednison dosis tinggi (100-200 mg/hari atau 2 mg/kg berat badan/hari). Setelah kelainan klinis menjadi tenang, dosis kortikosteroid diturunkan (tapering) dengan kecepatan 2,5-5,0 mg/minggu sampai dicapai dosis pemeliharaan yang diberikan selang sehari. Jika terdapat kelainan ginjal, perlu dilakukan biopsi ginjal untuk memastikan jenis kerusakan ginjal. Glomerulus nefritis penyakit SLE fokal memberikan respon yang baik terhadap pengobatan atau dapat sembuh spontan. Biasanya diberikan prednison atau prednisolon 40-60 mg/ hari selama beberapa minggu sampai gejala klinis menghilang, diteruskan dengan dosis pemeliharaan. Tabel 1. Penggunaan Kortiksteroid pada SLE Indikasi Manifestasi kulit Aktivitas penyakit Minor Prednison (atau ekuivalennya) < 0,5 mg/kg BB/hari, dosis tunggal atau terbagi. Mayor Oral : Prednison (atau ekuivalennya) 1 mg/kg bb/hari, dosis tunggal atau terbagi. Jaringan lebih lama dari 4-6 minggu. Bolus intravena : 1 gram (atau 15 mg/kg BB/hari) metilprednison Na-suksinat intravena selama 30 menit; sering diberi 3 hari berturut-turut. Kortikosteroid topikal atau intralesi.

Pada kerusakan fokal yang berat, glomerulonefritis difus atau membranosa, pemberian dosis tinggi (prednison atau prednisolon 150-200 mg/hari) ternyata dapat memberikan perbaikan pada beberapa pasien. 30

Obat Antimalaria Obat antimalaria efektif dalam mengatasi manifestasi kulit, muskuloskeletal dan kelainan sistemik ringan pada SLE. Kadang-kadang juga terdapat adenopati hilus serta kelainan paru ringan dan artralgia ringan. Preparat yang paling sering dipakai ialah klorokuin atau hidroksiklorokuin dengan dosis 200-500 mg/hari. Selama pemakaian obat ini pasien harus kontrol ke Ahli Mata setiap 3-6 bulan, karena adanya efek toksik berupa degenerasi makula. Mekanisme kerjanya belum diketahui, tetapi beberapa kemungkinan telah diajukan seperti antiinflamasi, imunosupresif, fotoprotektif dan stabilisasi nukleprotein. Klorokuin mengikat DNA, sehingga tidak dapat bereaksi dengan anti-DNA.

Obat imunosupresif Biasanya obat imunosupresif diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Pemakaiannya didasarkan atas efeknya terhadap fungsi imun. Penggunaan obat imunosupresif sebenarnya masih diperdebatkan. Umumnya hanya dianjurkan pada kasus gawat atau lesi difus dan membranosa pada ginjal yang tidak memberikan respons baik terhadap kortikosteroid dosis tinggi. Yang paling sering dipakai ialah azatioprin dan siklofosfamid. Dosis awal azatioprin adalah 3-4 mg/hari), kemudian diturunkan menjadi 1-2 mg/kg berat badan/hari jika timbul gejala toksik. Siklofosfamid diberikan dengan dosis 100-150 mg/hari. Diduga efek kedua obat ini pada SLE lebih bertindak sebagai antivirus daripada sebagai obat imunosupresif. Lain-lain Metrotreksat Siklosporin A : mungkin diperlukan pada wanita hamil (lihat dibawah) Imunoglobulin intravena : untuk trombositopenia Infus plasma : untuk SLE yang disertai defisensi C2 Retinoid dan metabolitnya : untuk lesi kulit diskoid dan subakut yang refrakter terhadap pengobatan biasa Dapson dan talidomid : untuk lesi kulit yang berat

31

Pada pasien ini diberikan: Tab cellcept 2x1 (Mycophenolate) untuk obat immunosupressan. Inj Medixon 3x62.5 mg(Methylprednisolone) untuk obat kortikosteroid. tab Edoti 3x1(Vitamin E) sebagai obat antioksidan

untuk gejala penyerta:

1)Tab becantaex 3x1Citoprotektor dinding lambung 2)tab Captopril 2x12.5mgUntuk hipertensi 3)inj Cefophar 2x1 g IVCefoperazone,antibiotik untuk infeksi berat gram negatif dan beberapa bakteri anaerob 4)inj urecix 1x40mg IVFurosemide,mengurangkan edema 5)inj Ca glukonas 1 amp tiap 15minit sampai 3 ampulUntuk menurunkan kadar kalium darah 6)tab Atorsan 1x20 mgAtorvastatin,untuk hiperkolesterolemia 7)transfusi PRC 2 kolfUntuk anemia 8)inj HCT 1x25mgHidroclortiazide,sebagai diuretik 9)Kalitake 3x1 sachet dalam 1 gelas airCalcium polystyrene sulfonate,untuk hiperkaliemia

32

5) Kenapa bisa anemia pada pasien ini?


Pada 50 % penderita lupus eritematosus sistemik, ditemukan adanya anemia. Anemia adalah berkurangnya kadar hemoglobin (pada wanita, < 12 gr %).2 Pada lupus eritematosus sistemik, dapat ditemukan jenis-jenis anemia yaitu : Anemia karena perdarangan /penyakit kronis. Anemia hemolitik imun : anemia karena penghancuran sel darah merah yang berlebihan (ditemukan sebanyak 10% anemi pada lupus). Anemia kekurangan zat besi : karena perdarahan yang bersifat kronik. Anemia karena berkurangnya fungsi sumsum tulang.

Pada pasien ini,didapatkan anemia dengan hemolitik.Berdasarkan hitung retikulosit yang meningkat.Hemolitiknya disebabkan imun dari penyakit SLE.

Daftar Pustaka 1. Susalit, E, dkk; Diagnosis dan Penanggulangan Sindro Nefrotik pada Anak, Penyakit Ginjal Kronik dan Glomerulopati Aspek klinik dan Patologi Ginjal dan Pengelolaan Hipertensi Saat Ini, JNHC, 2003, hal. 66 79. 2. Patogenesis nefritis lupus. Diunduh dari, http://habibi.staff.ub.ac.id/2012/11/10/anti-dsdna-dan-komplemen-padapatogenesis-nefritis-lupus/ 3. Lupus. Diunduh dari http://lupus.about.com/od/diagnosisandtreatments/p/LupusTreat.htm 4. Siti Setiati , dkk. Buku 50 Masalah Kesehatan. InternaPublishing jilid ke2. Edema. 5. Rinke J,Steitz Joan A. Association of Lupus Antigen La with a Subset of U6 sn RNA molecules. The American Society of Human Genetics. Yale University. USA 2006. www.nar.oxfordjournals.org 6. Longo,Fauci dkk. The McGraw-Hill Companies,Inc. 18th edition,Systemic Lupus Erythematosus.

33

Anda mungkin juga menyukai