Anda di halaman 1dari 5

Fantasi Indonesia Bebas Pasung Diterbitkan Juni 21, 2012 Oleh Nova Riyanti Yusuf Menteri kesehatan Republik

Indonesia yang baru telah dilantik. Sebuah imperasi untuk mengingatkan kembali beberapa perjuangan almarhumah Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih, kepada menteri kesehatan yang baru, selaku penerus perjuangan almarhumah. Kementerian Kesehatan telah menyusun sebuah peta jalan (roadmap) menuju Indonesia Bebas Pasung 2014 yang kemudian diikuti dengan pencanangan program Indonesia Bebas Pasung 2014 oleh menteri kesehatan Republik Indonesia pada peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pada 10 Oktober 2011. Mungkin bagi masyarakat awam di Indonesia, kesadaran tentang jumlah dan pedihnya kasus pemasungan masih merupakan sebuah fakta yang sayup-sayup. Fakta sayup-sayup tersebut memang belum bisa dibuktikan dengan data akurat tentang jumlah korban pasung di Indonesia. Sebuah media massa memperkirakan bahwa tidak kurang dari 18.800 orang mengalami pemasungan di berbagai daerah di Indonesia. Anggapan sebagian orang bahwa pasung dan penelantaran hanya terjadi di pedesaan juga bisa dipatahkan. Pemasungan tidak hanya terjadi karena akses yang sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Jika di pedesaan penderita dipasung di halaman belakang rumah, di perkotaan penderita dikurung di dalam kamar untuk menutupi rasa malu keluarga. Fenomena ini pun dikapitalisasi oleh beberapa media asing yang mengulas secara mendalam tentang lemahnya sistem pelayanan kesehatan jiwa nasional Indonesia sehingga begitu rentan terjadi kasus pelanggaran hak asasi orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) seperti kasus pemasungan. The Sydney Morning Herald menayangkan sebuah pemberitaan berjudul The Face of Indonesias Shamepada 19 Juni 2010. Setahun kemudian PBS News Hour juga tidak mau ketinggalan, menyuguhkan sebuah tayangan berita berjudul Indonesias Mentally Ill Face Neglect, Mistreatment pada 18 Juli 2011. Mengenal Pemasungan Pemasungan diartikan sebagai segala tindakan yang dapat mengakibatkan kehilangan kebebasan seseorang akibat tindakan pengikatan dan pengekangan fisik walaupun telah ada larangan terhadap pemasungan. Pemasungan di Indonesia telah dilarang sejak 1977 dengan surat Menteri Dalam Negeri Nomor PEM.29/6/15 tanggal 11 November 1977. Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 149 mengamanatkan bahwa penderita gangguan jiwa yang telantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas pemerataan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat, termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan gangguan jiwa untuk masyarakat miskin. Data dan informasi mengenai kasus pemasungan sangat sedikit sepanjang 2008-2009 hanya terdapat dua penelitian kasus pemasungan yang dipublikasikan yaitu kasus pemasungan di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara dan di Kabupaten Bireuen,Nanggroe Aceh Darussalam.

Hasil penggabungan dan analisis data-data dari kedua penelitian tersebut (49 kasus) didapatkan bahwa 89,7% orang yang dipasung adalah mereka yang mengalami gangguan skizofrenia, 69,4% di antaranya pernah mendapatkan penanganan salah dari layanan kesehatan jiwa sedikitnya satu kali.Lebih dari 85% kasus pemasungan diputuskan oleh keluarga. Data penting lainnya dari kedua penelitian tersebut adalah kenyataan bahwa kasus pemasungan terjadi oleh karena 1) kurangnya ketersediaan layanan kesehatan jiwa di masyarakat, 2) tidak ada kesinambungan program layanan antara rumah sakit dan komunitas, 3) stigma dan kurangnya pemahaman masyarakat akan masalah kesehatan jiwa, 4) kurangnya dukungan keluarga, dan 5) kurangnya dukungan pemerintah terutama terkait hukum, kebijakan, dan sistem pembiayaan yang adekuat. Ilustrasi Kasus Penduduk Provinsi NTB berjumlah sekitar 4.500.212 jiwa dengan perkiraan jumlah penderita gangguan jiwa berat sekitar 0,99% atau sekitar 30.800 jiwa. Fasilitas kesehatan jiwa yang tersedia di Provinsi NTB adalah RSJ provinsi dengan kapasitas 100 tempat tidur, panti sosial Suka Waras Lombok Tengah dengan kapasitas 100 tempat tidur, dan puskesmas di Lombok Timur dengan kapasitas 65 tempat tidur, sehingga total 265 tempat tidur. Saat ini belum ada pelayanan kesehatan jiwa di RSUD NTB. Treatment gap mencapai lebih dari 99%. Coverage pelayanan kesehatan jiwa hanya sekitar 0,86%. Dinas Kesehatan NTB baru mulai melakukan pendataan terhadap kasus pemasungan di wilayahnya sehingga hasil dari pendataan tersebut belum dapat diperoleh. Keterbatasan dana menyulitkan dinas kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan jiwa secara maksimal. Namun, inisiatif pun datang dari RSJ Provinsi NTB yang telah menyiapkan pilot project pelayanan kesehatan jiwa komunitas dengan melakukan berbagai pelatihan terhadap tenaga kesehatan di tingkat puskesmas. Saat ini ada 8 dokter, 21 perawat, dan 10 kader yang telah mendapatkan pelatihan pelayanan kesehatan jiwa dari RSJ Provinsi NTB. Dengan latar belakang tersebut, Komisi IX DPR RI melakukan kunjungan lapangan spesifik ke Nusa Tenggara Barat untuk melihat langsung kasus pemasungan terhadap ODMK. Bahkan ikut membebaskan seorang pria berusia 36 tahun korban pemasungan selama 14 tahun di Keruak, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Setelah bernegosiasi dengan keluarga ODMK, RSJ Provinsi NTB, dinas kesehatan, dan puskesmas setempat, akhirnya Komisi IX DPR RI dapat membebaskan korban pemasungan dan langsung dibawa dengan ambulans ke RSJ Provinsi NTB. NTB hanyalah sebagai sebuah ilustrasi kasus. Harus ada upaya serentak secara nasional untuk melakukan sosialisasi peta jalan (roadmap) program Indonesia Bebas Pasung 2014 kepada seluruh rumah sakit jiwa, dinas kesehatan, tenaga kesehatan terkait, dan masyarakat luas. Menjadi semakin darurat pada daerah yang tidak memiliki rumah sakit jiwa. Upaya ini menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian Kesehatan, terutama Direktorat Bina Kesehatan Jiwa (Ditkeswa) selaku unit teknis pelayanan kesehatan jiwa untuk menjadi ujung tombak. Keberhasilan program ini sekaligus akan menjadi proyeksi terciptanya sistem kesehatan jiwa nasional yang saat ini masih sebatas fantasi. (Sumber: Seputar Indonesia, 18 Juni 2012). Tentang penulis: Dr Nova Riyanti Yusuf SPKJ, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI.

Analisis Masalah pasung merupakan suatu bentuk budaya yang berkembang di Indonesia. Pasung dilakukan untuk meminimalkan ancaman dan mengamankan penderita gangguan jiwa dari orang lain atau lingkungan sekitar. Mungkin menurut masyarakat sekitar, penderita gangguan jiwa itu akan meresahkan kehidupan di dalam masyarakat, dan menurut keluarga bila ada dari salah satu anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa, mungkin sebagian orang yang mengganggap suatu aib yang harus di sembunyikan. Ini merupakan suatu masalah yang harus diperhatikan oleh keluarga, lingkungan sekitar (lingkungan masyarakat), maupun oleh pemerintah terutama dinas kesehatan yang mempunyai peran yang sangat besar dalam menyelesaikan masalah ini. Penderita gangguan jiwa seharusnya diperlakukan secara manusiawi, butuh toleransi yang lebih dalam menghadapi penderita gangguan jiwa maksudnya adalah penderita gangguan jiwa tidak tahu atau tidak merasa bahwa mereka menderita gangguan jiwa sehingga dalam penanganannya harus lebih sabar dan penuh perhatian serta butuh penanganan yang khusus bukannya dijauhi dan di pasung. Pemerintah dalam menghadapi kasus pasung ini harus bekerja keras dalam menyelesaikan masalah ini. Dimulai dari lingkungan keluarga khususnya keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita gangguan jiwa harus diberikan pendidikan kesehatan jiwa bagaimana cara menghadapinya yang mempunyai gangguan jiwa dari segi perilaku, sikap dan pengetahuan sehingga pilihan untuk memasung pasien ini tidak terjadi. Contohnya ketika pasien berkata kasar, kita bisa menggunakan bahasa yang lembut dan tegas serta mungkin bisa dibumbui dengan adanya reward dan punishment sehingga tindakan kekerasan tidak terjadi. Dilingkungan masyarakat, biasanya di dalam lingkungan masyarakat penderita gangguan jiwa ini dijauhi dan dipermainkan sehingga untuk mencapai kesembuhan tidak efektif. Sehingga dianjurkan bagi pihak keluarga agar penanganan dalam kesembuhan pasien bisa maksimal harus dirujuk ke rumah sakit jiwa sehingga meminimalkan kejadian pasung yang berada di lingkungan masyarakat. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas pemerataan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat, termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan gangguan jiwa untuk masyarakat miskin. Tapi sayangnya dalam pemerataan penyediaan fasilitas kesehatan jiwa belum merata di setiap provinsi. Sehingga ini menjadi PR untuk pemerintah untuk menyediakan fasilitas yang terjamin dan layak serta merata agar pengetasan masalah budaya pasung bisa diminimalkan maupun dihilangkan. Dan yang menjadi perhatian penting bagi pemerintah yaitu memberikan pendidikan kesehatan jiwa pada keluarga maupun masyarakat agar mereka tahu dan mengerti bagaimana cara menangani masalah pasien gangguan jiwa, sehingga pilihan untuk pemasungan bisa dihindarkan.

TUGAS SISTEM NEUROBEHAVIOUR


Dosen Pengampu : Zumrotul Choiriyah, S.Kep., Ns M.kep

Disusun oleh : HARDIMANSYAH PUTRA 010110a038

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN 2012

Anda mungkin juga menyukai