Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kematian bayi di negara-negara berpenghasilan rendah, pada tahun 2008 berkisar 14-257 per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup dan menduduki peringkat 8 diantara 11 negara-negara South East Asia Regional (SEAR). Penyebab utama kematian bayi adalah karena prematuritas, asfiksia, sepsis neonatal dan kelainan kongenital. Angka kematian bayi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami perbaikan namun tren penurunannya cenderung melandai. Angka kematian bayi tahun 2009 masih tetap sama dengan tahun sebelumnya yaitu 17 per 1000 kelahiran hidup. Laporan kabupaten/kota menunjukan bahwa pada tahun 2008 terjadi sebanyak 376 kematian bayi sedangkan tahun 2009 sebanyak 330, bayi meninggal dengan berbagai sebab. Jumlah kematian neonatal yang terbanyak disebabkan karena BBLR dan asfiksia (Dinkes DIY, 2010). Jumlah kematian bayi di Kabupaten Sleman sebanyak 38 kasus, Yogyakarta sebanyak 33 kasus, Gunung Kidul sebanyak 69 kasus, Kulon Progo 69 kasus, dan Bantul sebanyak 107 kasus. Kabupaten Kulon Progo merupakan Kabupaten yang memiliki jumlah kematian bayi tertinggi kedua setelah Kabupaten Bantul di Provinsi DIY (Dinkes DIY, 2009). Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik,

membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun pada ahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah kardiovaskuler dan TBC. Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan pengakuan pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan terakhir sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10%. Sedangkan prevalensi pada anak balita (1-4 tahun) adalah 1,00% dengan rentang antar provinsi sebesar 0,1% - 14,8%. Seperti pada bayi, prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo (19,9%) dan Bali (13,2%) sedangkan provinsi lainnya di bawah 10%. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia di temukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai kematian tertinggi anak balita, melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria serta AIDS. Mengingat bahaya pneumonia, maka perlu perhatian lebih untuk mengantisipasi serangan penyakit tersebut terhadap anak-anak kita. Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang di sebabkan oleh

mikroorganisme, meliputi virus, bakteri, jamur dan parasit. Sebagian besar kasus pneumonia di sebabkan oleh virus, seperti adenoviruses, rhinovirus, influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) dan para influenza virus. Biasanya, pneumonia pada anak di awali dengan infeksi saluran pernafasan

bagian atas. Gejala pneumonia baru mulai tampak setelah 2-3 hari demam atau sakit tenggorokan.

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa kebidanan mampu pada menerapkan bayi baru dan lahir mengaplikasikan dengan asfiksia asuhan dalam

pendokumentasian SOAP yang disesuaikan dengan teori

2. Tujuan khusus a. Penyusun mampu memberikan asuhan kebidanan secara

komprehensif pada bayi baru lahir dengan asfiksia b. Penyusun mampu membandingkan antara teori dan praktik lahan dengan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia c. Penyusun mampu membuat justifikasi terkait kesenjangan data, masalah, tindakan maupun evaluasi. d. Penyusun mampu membuat dokumentasi yang benar terkait asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan asfiksia.

C. Manfaat 1. Bagi ilmu pengetahuan Diharapkan dapat menambah informasi dan pustaka dalam ilmu kebidanan tentang pneumonia pada bayi baru lahir yang dengan kelahiran asfiksia.

2. Bagi pengguna langsung a. Bayi Diharapkan memberikan gambaran tentang penanganan pneumonia pada bayi baru lahir yang dengan kelahiran asfiksia. b. Bagi Mahasiswa kebidanan Makalah pengkajian kasus ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kebidanan terutama dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan pneumonia. c. Bagi RS Jogja Dapat meningkatkan pelaksanaan pelayanan kesehatan khususnya tentang pengelolaan bayi baru lahir dengan pneumonia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

B.
C.

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya
15

proses infeksi akut pada bronkus yang disebut bronchopneumonia. Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.
D. Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993) Mengingat adanya perubahan pathogen yang menyebabkan pneumonia, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Community-acquired pneumonia, dimulai sebagai penyakit pernapasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia.Pneumonia streptococcal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.

Hospital-acquire pneumonia, dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme

seperti aeruginosa pseudomonas, klebsiella, atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital-acquired pneumonia.

Lobar dan bronchopneumonia, dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.

Sekarang ini, pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.

Pneumonia viral, bakterial, dan fungal, dikategorikan berdasarkan pada agen

penyebabnya. Kultur sputum dan sensitivitas dilakukan untuk mengidentifikasi organisme perusak.

2. Micoplasma (pada anak yang relatif Virus Virus Synsitical

ETIOLOGI respiratorik Influensa Adenovirus Rhinovirus Rubeola Varisella besar)

Pneumococcus Streptococcus Staphilococcus

3.

TANDA Sesak Batuk Ingus Suara

dan

GEJALA Nafas nonproduktif

(nasal napas

discharge) lemah

4. Thorax photo Penggunaan

Retraksi otot bantu

intercosta nafas Demam Ronchii Cyanosis Leukositosis

menunjukkan

infiltrasi

melebar PATOFISIOLOGI

Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.

Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaires. Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom pneumonia atipikal.

Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.

Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang terinfeksi, melalui kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa terhadap antibodi mikoplasma.

Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia ini menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi seperti yang diuraikan dalam pneumonia bakterial.

4.

MANIFESTASI

KLINIK

Pneumonia bakterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5oC sampai 40,5oC), dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea sangat jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan.

Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada organisme penyebab. Banyak pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam tingkat rendah, nyeri pleuritis, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.

Nadi cepat dan bersambungan (bounding). Nadi biasanya meningkat sekitar 10 kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia relatif untuk suatu demam tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi virus, infeksi mycoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.

Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak di tempat tidur dengan condong ke arah depan, mencoba untuk mencapai pertukaran gas yang adekuat tanpa mencoba untuk batuk atau napas dalam. Pasien banyak mengeluarkan keringat. Sputum purulen dan bukan merupakan indikator yang dapat dipercaya dari etiologi. Sputum berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada pneumonia pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia Klebsiella sering juga mempunyai sputum yang kental; sputum H. influenzae biasanya berwarna hijau.

Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan terhadap organisme yang sebelumnya tidak dianggap

patogen serius. Pasien demikian menunjukkan demam, krekles, dan temuan fisik yang menandakan area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan fremitus taktil, perkusi pekak, bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui jaringan normal.

Pada pasien lansia atau mereka dengan PPOM, gejala-gejala dapat berkembang secara tersembunyi. Sputum purulen mungkin menjadi satu-satunya tanda pneumonia pada pasien ini. Sangat sulit untuk mendeteksi perubahan yang halus pada kondisi mereka karena mereka telah mengalami gangguan fungsi paru yang serius.

Anda mungkin juga menyukai