Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL PELAYANAN KESEHATAN

HOOKWORM DISEASE

Oleh : Virginia Majestica Septrianne (04114708086)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


2013

PERENCANAAN PELAYANAN KESEHATAN HOOKWORM DISEASE Oleh : Virginia Majestica Septrianne ( 04114708086)

I. Pendahuluan I.1 Fakta Deskriptif


Cacingan (hookworm disease) merupakan satu dari penyakit infeksi parasit kronik yang banyak menyebabkan maslaah kesehat di dunia. Kasus cacingan di seluruh dunia mencapai 740 juta kasus. Cacingan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Menurut Menteri Kesehatan, salah satu masalah kesehatan anak sekolah adalah penyakit cacingan yang prevalensinya masih tinggi di Indonesia yaitu berkisar 60% - 90% tergantung lokasi, higine, sanitasi peribadi dan lingkungan penderita4. Tingginya prevalensi ini disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi di Indonesia selain higine dan sanitasi yang rendah sehingga menjadi lingkungan yang baik untuk perkembangan cacing. 1 Grassi dan Parona (1887) yang pertama kali mendiagnosa penyakit ini dengan ditemukannya telur yang khas pada tinja penderita anemi pekerja tambang. Necator americanus pertama kali ditemukan oleh Stiles pada tahun 1902 di Texas dan pada waktu itu cacing ini telah menyebar ke seluruh Amerika Serikat, pulau-pulau Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.3

Di Indonesia prevalensi cacingan yang tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti perkebunan karet di Sukabumi Jawa Barat (93,1%) dan perkebunan kopi di Jawa Timur (80,69%). Prevalensi ascaris di beberapa desa di Sumatra (78%), Kalimantan (79%), Sulawesi (88%), Nusa Tenggara Barat (92%) dan Jawa Barat (90%). Penelitian di Jakarta Timur melaporkan bahwa kelompok usia yang terbanyak yang menderita enterebius adalah kelompok antara 5-9 tahun yaitu terdapat 46 anak (54,1%) dari 85 anak yang diperiksa. 9 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak usia sekolah dasar merupakan golongan yang sering terkena infeksi cacing usus karena sering berhubungan dengan tanah.2 Dalam

laporan hasil survei prevalensi infeksi cacing usus pada 10 propinsi tahun 2004, Sumatera Utara menduduki peringkat ke 3 (60,4 %) dalam hal penyakit cacingan.2 Kebiasaan cuci tangan dengan sabun adalah bagian dari perilaku hidup sehat yang merupakan salah satu dari tiga pilar pembangunan di kesahatan yaitu perilaku hidup sehat, menciptakan lingkungan yang sehat serta pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Kebiasaan hidup kurang higienis menyebabkan angka terjadinya penyakit cacingan masih cukup tinggi. Kebiasaan menggunakan air sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selain itu kebiasaan hidup sehat yang masih kurang, masih banyak yang buang air besar di permukaan tanah, sungai, parit dan pematng sawah karena sebagian penduduk belum memiliki jamban. Kebiasaan hidup kurang higienis menyebabkan angka terjadinya penyakit cacingan masih cukup tinggi. Cacing-cacing yang menginfestasi anak dengan prevalensi yang tinggi ini adalah cacing gelang (ascaris lumbricoides), cacing cambuk (trichuris trichiura), cacing tambang (necator americanus) dan cacing pita. Menurut laporan WHO tahun 1994 infeksi cacing tambang sebanyak 900 juta dan cacing Ascaris sebanyak 1 milyar kasus.2 Cacing-cacing yang tinggal diusus manusia ini memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kejadian penyakit lainnya misalnya kurang gizi dengan infestasi cacing gelang yang suka makan karbohidrat dan protein diusus sebelum diserap oleh tubuh, kemudian penyakit anemia (kurang kadar darah) karena cacing tambang suka isap darah diusus dan cacingcacing cambuk dan pita suka sekali mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak serta mempengaruhi masalah-masalah non kesehatan lainnya misalnya turunnya prestasi belajar dan drop outnya anak SD. Untuk mengurangi angka kejadian penyakit cacingan (hookworm infection) maka perlu dilakukan kegiatan yang melibatkan banyak pihak baik petugas kesehatan, tokoh masyarakat, instansi pemerintah dan swasta, keluarga, pihak sekolah yang terkait serta masyarakat di wilayah itu. Proposal ini memberikan gambaran mengenai kegiatan tersebut.

I.2 Analisis Teoritis dan Empiris Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Diantara cacing perut terdapat sejumlah species yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths). Diantara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing pita (Taeniasis). Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadangkadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare, dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penerapan makanan. Keadaan yang serius, bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus. Gejala kecacingan memang tidak nyata dan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada permulaan mungkin ada batuk-batuk. Anak yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar berkurang. Pada anak-anak yang menderita cacing gelang, perutnya nampak buncit karena jumlah cacing dan kembung perut, biasanya mata pucat, kotor seperti sakit mata, dan seperti ada batuk dan pilek. Perut sering sakit, diare, nafsu makan kurang. Anak masih dapat berjalan, sekolah dan bekerja sehingga sering kali anak tidak merasa sakit dan terjadi salah pengobatan. Gejala klinik yang tidak khas, perlu diadakan pemeriksaan tinja untuk membuat diagnosis yang tepat, yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi. Faktor yang mempengaruhi terjadinya cacingan menurut teori Blumm dibagi menjadi empat macam, yaitu: 1. Faktor genetik/biologik : a. Daya tahan tubuh yang rendah (diantaranya anak-anak, diabetes mellitus dan penderita HIV/AIDS).

b. malnutrisi (gizi buruk): berat badan yang lebih kecil 85% dari berat badan ideal kemungkinan mendapat TB adalah 14 kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal. c. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberculosis maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. 2. Faktor lingkungan : Seseorang yang bermukim di rumah dengan hunian kamar memiliki tingkat kepadatan tinggi (< 4 meter/orang) memiliki resiko terkena TB paru 29 kali lebih besar. 3. Faktor perilaku : Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang di sekelilingnya. perilaku hidup bersih dan sehat penduduk yang masih rendah: baik penderita TB paru BTA (+) maupun orang yang serumah dengan penderita tidak menggunakan masker. Penderita TB paru tidak menggunakan saputangan ketika bersin sehingga droplet kuman mudah menyebar ke orang lain. Merokok: kebiasaan merokok meningkatkan faktor resiko terkena TB Paru sebesar 2,2 kali. 4. Faktor pelayanan kesehatan : a. Kurangnya pengetahuan petugas kesehatan tentang pencegahan tuberkulosis paru terutama bagi anak-anak yang tinggal serumah dengan penderita TB BTA (+) b. Kurangnya pengawasan intensif dari petugas kesehatan pada penderita TB tentang aturan konsumsi OAT sehingga masih terdapat penderita yang droup out (lalai), gagal dan meninggal.

c. Kurangnya motivasi dari petugas kesehatan pada penderita, d. Kurangnya keaktifan petugas kesehatan dalam pencarian kasus Tb paru. Dari semua faktor diatas berdasarkan prevalensi yang paling berpengaruh adalah factor biologik yaitu status imunitas tubuh. Namun keempat faktor tersebut tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi mempercepat proses tersebut diantaranya tinggal di tempat dengan kepadatan tinggi (< 4 meter/orang), jenis kelamin laki-laki, dan status gizi yang buruk (indeks massa tubuh, IMT > 25,1 dan < 18,4) berisiko untuk menderita penyakit tuberkulosis paru BTA(+) 29 kali lebih besar dibanding orang yang tidak mempunyai faktor risiko tersebut serta perilaku hidup yang salah seperti tersebut diatas.

II. Rumusan Masalah Program Sekitar 21,5% dari penderita diabetes melitus akan mengalami tuberkulosis paru. Dari 8,4 juta penderita diabetes melitus di Indonesia, diperkirakan 1.848.000 penderita diabetes melitus akan mengalami tuberkulosis paru. Banyak faktor yang menjadi penyebab tuberkulosis paru, namun yang paling

berperan adalah diabetes melitus yang diakibatkan oleh gaya hidup yang salah. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan penderita dengan diabetes melitus tentang resiko tertular penyakit tuberkulosis paru pada kondisi diabetes melitus. Untuk itu perlu dilakukan edukasi untuk menggerakkan penderita diabetes melitus untuk mengubah gaya hidup yang salah ( mengonsumsi makan tinggi karbohidrat dan lemak, sedentary life, kurang berolahraga) menjadi gaya hidup sehat.

III. Tujuan Program Tujuan Umum Meningkatnya penerapan gaya hidup sehat (mengurangi konsumsi makanan tinggi karbohidrat dan lemak, sedentary life, kurang berolahraga) pada penderita diabetes melitus. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari program ini adalah meningkatnya penerapan gaya hidup sehat sehingga jumlah penderita diabetes melitus yang mengalami tuberkulosis paru menurun dari 21,5% pada tahun 2013 menjadi 17,4% pada tahun 2014. Catatan Perhitungan Target:
1,96 = p1 p 2 p1q1 p 2q 2 + N1 N2

p1 = besarnya masalah sebelum program dalam % p2 = besarnya masalah setelah program dalam % (target) q1 = 100%- p1 q2 = 100% - p2 N1 = jumlah populasi sebelum program N2 = jumlah populasi setelah program

Pada kasus ini didapatkan: P1= 21,5% Q1= 78,5% n1= 1.848.000 (3,36% dari 250.000.000 penduduk) n2 = 1.848.000 (3,36% dari 250.000.000 penduduk)
1,96 = 21,5 p 2 21,5.78,5 p 2(100 p 2) + 1848000 1848000

Sehinggga didapat P2 sebesar 17,4%

IV. Program Kegiatan Pemecahan masalah utama adalah mengontrol penyakit yang berhubungan dengan tuberkulosis paru dan menghindari faktor-faktor yang mempermudah penyebaran droplet Tb. Oleh karena itu, alternatif untuk menangani masalah ini adalah: 1. Menggalakan gerakan perubahan gaya hidup sehat / perilaku hidup sehat penderita Diabetes Millitus yang belum menderita tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas dengan jalan melakukan edukasi mengenai penyakit tuberkulosis paru, termasuk cara pencegahan seperti yang disebut diatas dan pemeriksaan berkala kepada mereka. 2. Melakukan intervensi dengan membuat perundang-undangan yang mengatur masalah perilaku masyarakat termasuk penderita DM, seperti larangan merokok, penggunaan masker, menu khusus penderita DM di rumah makan. Alternatif terbaik dalam memecahkan masalah untuk mengurangi resiko mengalami tuberkulosis paru adalah dengan memberikan edukasi kepada penderita diabetes melitus untuk mengubah gaya hidup buruk dengan cara mengurangi atau tidak mengkonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak, menghindari sedentary life, serta memperbanyak olahraga. Dilakukan

program gerakan perubahan gaya hidup penderita Diabetes Millitus yang belum menderita katarak dengan jalan melakukan edukasi mengenai penyakit diabetes melitus, termasuk cara pencegahan seperti yang disebut diatas dan pemeriksaan berkala kepada mereka. Alternatif ini diharapkan dapat menggerakkan penderita diabetes melitus untuk untuk mengubah gaya hidup buruk dengan mengurangi atau tidak mengkonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak, menghindari sedentary life, serta memperbanyak olahraga sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya tuberkulosis paru. Dengan edukasi diharapkan terjadi perubahan perilaku yang menetap dan berkesinambungan, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan akibat tuberkulosis paru. V. Srategi Intervensi Strategi yang diambil adalah pendekatan komunitif dengan melakukan edukasi dan pemeriksaan secara berkala setiap bulannya kepada para penderita DM yang belum menderita tuberkulosis paru, diharapkan dapat merubah perilaku penderita DM yang belum menderita tuberkulosis paru dan dapat menurunkan angka kesakitan akibat tuberkulosis paru. VI. Rencana dan Jadwal Kegiatan VI.1 Rencana kegiatan persiapan (preparation activities) a. Perencanaan anggaran terdiri dari biaya proposal, biaya publikasi, biaya peralatan dan biaya lain-lain. Kegiatan publikasi : penyebaran pamflet. b. Presentasi proposal kepada pemerintah setempat, bagian penyakit dalam RSMH, instansi swasta, tokoh masyarakat dalam usaha mencari dukungan legalitas maupun dana. c. pelatihan kepada petugas kesehatan dan kader dari setiap RT di wilayah kerja Puskesmas mengenai penyakit tuberkulosis paru meliputi gejala klinis, cara pengobatan serta pentingnya pencegahan.

Pelatihan Petugas Kesehatan dan kader (Bekerjasama dengan Bag. Penyakit Dalam RSMH) Hari/Tanggal : Minggu/ 9 Mei 2013 Waktu Tempat Sasaran Target : 08.00 14.00 : Puskesmas : Petugas Kesehatan di Puskesmas dan kader dari setiap RT diwilayah kerja Puskemas : 100 peserta di setiap wilayah kerja puskesmas

VI.2 Rencana Kegiatan Pelaksanaan (Implementation Activities) a. Melakukan scrinning massal penderita penyakit DM yang belum menderita tuberkulosis paru didaerah tersebut bekerja sama dengan bagian mata RSMH. b. Edukasi kepada para penderita DM yang belum menderita tuberkulosis tentang penyakit tuberkulosis paru meliputi gejala klinis dan pentingnya pencegahan, disertai pemeriksaan berkala. c. Edukasi kepada para penderita DM yang belum menderita tuberkulosis tentang penyakit tuberkulosis paru yaitu gaya hidup sehat. Scrinning Massal (Oleh petugas kesehatan dan kader disetiap RT) Hari/tanggal Waktu Tempat Sasaran : Minggu/10 Mei 2013 : 08.00- selesai : Rumah ketua-ketua RT di wilayah kerja setiap Puskesmas : Masyarakat di wilayah kerja setiap Puskesmas

Edukasi, pemeriksaan berkala dan pemantauan keberhasilan kegiatan (Oleh petugas kesehatan dan kader) Hari Waktu : Minggu ke-4 setiap bulan sepanjang tahun 2013 : 08.00- selesai

Tempat Sasaran RT tersebut

: Rumah ketua-ketua RT di wilayah kerja setiap Puskesmas : Penderita DM yang belum menderita tuberkulosis paru di wilayah

VII. Rencana Pembiayaan


No 1 Biaya Biaya Proposal Pembuatan proposal 2 3 Penggandaan proposal Biaya Publikasi ( Pamflet, Baliho, iklan) Biaya Transportasi Transportasi untuk publikasi dan pelatihan Transportasi untuk edukasi dan pemeriksaan 4 bulanan Biaya Konsumsi Konsumsi saat publikasi dan pelatihan Konsumsi saat edukasi dan pemeriksaan 5 bulanan Biaya Peralatan Saat pelatihan dan publikasi ( penyewaan lap-top dan in-focus) Saat edukasi dan pemeriksaan bulanan 6 Total Papan tulis (white board) Alat tulis (Spidol, buku, pena, pensil tip-x) Rp.8.000.000,Rp. 500.000,Rp. 200.000,Rp. 150.000,Rp. 450.000,Rp. 650.000,Rp. 100.000,Rp. 150.000,Rp. 5000.000,Rp. 200.000,Rp. 600.000,Jumlah

VIII. Evaluasi a. Keberhasilan unsur masukan : Tersedianya dana dan sarana kegiatan. b. Keberhasilan unsur proses : Terselenggaranya pelatihan kepada petugas kesehatan dan kader, scrinning missal tuberkulosis paru pada penderita tuberkulosis paru , edukasi gaya hidup sehat pada penderita diabetes melitus dan pemeriksaan bulanan kepada masyarakat yang tercatat. c. Keberhasilan unsur keluaran : jumlah penderita tuberkulosis pada keadaan imunokompromis diabetes melitus berkurang serta perubahan perilaku/ gaya hidup sehat penderita diabetes melitus didapat dari hasil pemeriksaan bulanan. Diharapkan angka kesakitan akibat tuberkulosis paru sesuai target. IX. Pemantauan Pemantauan keberhasilan kegiatan bulanan dengan cara: 1. Setiap minggu ke-4 sepanjang tahun 2013 dilakukan penyebaran quesioner untuk mengevaluasi pengetahuan peserta. 2. Pemantauan ini juga dapat dilakukan dengan kunjungan rumah untuk mengetahui apakah penderita diabetes melitus sudah tidak lagi mengkonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak. 3. Setiap peserta mendapat kartu menuju sehat penderita DM yang berisi catatan program diit mereka dan jadwal olahraga, sehingga pola perilaku diit dan olahraga peserta dapat dinilai setiap bulan. LAMPIRAN : Jadwal Program Perencanaan (cara Gantt Chart) No. Kegiatan Mg I Waktu Mg Mg II III Setiap Mg IV pada tahun 2013 Akhir tahun 2013

1.

Menyusun proposal

3.

4. 5. 6.

Kegiatan publikasi : penyebaran pamflet, presentasi proposal kepada pemerintah setempat, bagian penyakit dalam infeksi paru dan penyakit endokrin metabolik RSMH, instansi swasta, tokoh masyarakat dalam usaha mencari dukungan legalitas maupun dana Kegiatan persiapan : pelatihan kepada petugas kesehatan dan kader dari setiap RT Melakukan scrinning missal Edukasi kepada para penderita DM yang belum menderita tuberkulosis Paru tentang gaya hidup sehat, pemeriksaan berkala setiap bulan dan pemantauan keberhasilan kegiatan bulanan serta pembagian masker. Evaluasi akhir tahun.

7.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Eddy, PS. Sejarah dan Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis. Simposium Tuberkulosis. Surabaya, Des. 1982 : 11-20.

2. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta. 2002 3. Luhur RM,2004,Pidato: TB Paru Pada Penderita Diabetes Mellitus.USU. Medan. 4. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/32598 5. http://www.jurnalkesmas.org/berita-325-tuberkulosis-paru-di-palembangsumatera-selatan.html 6. Bing, K. Diagnostik dan klasifikasi tuberkulosis paru. RTD Diagnosis dan Pengobatan Mutakhir Tuberkulosis Pam Semarang, Mei 1989 1-6.

Anda mungkin juga menyukai