Anda di halaman 1dari 6

Gejala Klinis Tetanus mungkin terlokalisasi atau menyeluruh, yang terakhir ini lazim.

Periode inkubasi khas 2-14 hari, tetapi dapat selama berbulan-bulan sesudah jejas. Pada tetanus menyeluruh, trismus (spasme muskulus masseter atau rahang terkunci) merupakan gejala yang ada pada sekitar 50% kasus. Nyeri kepala, gelisah, dan iritabilitas merupakan gejala awal, sering disertai oleh kekakuan, sukar mengunyah, disfagia, dan spasme otot leher. Apa yang disebut senyuman sengit (risus sardonikus) tetanus akibat dari spasme otot-oto muka dan mulut yang tidah henti-henti. Bila paralisis meluas ke otot-otot perut, punggung, pinggang dan paha, penderita dapat berpostur lengkung, opistotonus, dimana hanya punggung kepala dan tumit yang menyentuh dasar (tanah). Opistotonus adalah posisi seimbang yang adalah akibat dari kontraksi yang tidak henti-hentinya semua otot yang berlawanan, semuanya menampakkan kekakuan tetanus khas seperti papan. Spasme otot-otot laring dan pernapasan dapat menyebabkan obstruksi saluran napas dan asfiksia. Karena toksin tetanus tidak mengenai saraf sensoris atau fungsi korteks, sayangnya penderita tetap sadar, dalam nyeri yang sangat dan dalam harapan ketakutan kejang tetani berikutnya. Kejang-kejang ini ditandai dengan kontraksi otot tonik berat, mendadak, dengan tinju menggenggam, lengan fleksi dan adduksi serta hiperekstensi kaki. Tanpa pengobatan, kisaran kejang dari beberapa detik sampai beberapa menit lamanyha dengan masa berhenti diantaranya, tetapi ketika penyakit menjelek spasme menjadi bertahan dan melelahkan. Gangguan paling kecil pada pandangan, suara atau sentuhan dapat memacu spasme tetani. Disuria dan retansi urin akibat dari spasme sfingter kandung kencing, mengejan waktu bertinja dapat terjadi. Demam kadang-kadang setinggi 40 oC, adalah lazim karena banyak energi metabolic dihabiskan oleh otot-otot spastic. Pengaruh autonom yang utama adalah takhikardia, aritmia, hipertensi labil, diaphoresis, dan vasokonstriksi kulit. Paralisis tetanus biasanya menjadi lebih berat pada minggu pertama sesudah mulai, stabil pada minggu kedua dan sedikit demi sedikit menjadi lebih baik selama masa 1-4 minggu. Tetanus neonatorum, bentuk infantil tetanus generalisata, khas nampak dalam 3-12 hari kelahiran sebagai makin sukar dalam pemberian makanan (yaitu, mengisap dan menelan), dengan disertai lapar dan menangis. Paralisis atau kehilangan gerakan, kekakuan pada sentuhan, dan spasme, dengan atau tanpa opistotonus, menandai penyakit. Sisa umbilicus dapat menahan sisa-sisa kotoran, darah yang membeku atau serum, atau ia tampak relatif benigna. Tetanus terlokalisasi mengakibatkan spasme otot dekat tempat luka, nyeri dan dapat mendahului tetanus generalisata. Tetanus sefalika merupakan bentuk jarang tetanus terlokalisasi melibatkan muscular bulbar yang terjadi akibat luka atau benda asing di kepala, lubang hidung atau muka. Ia juga terjadi bersama dengan otitis media kronis. Tetanus sefalika ditandai oleh kelopak mata

yang retraksi, penglihatan menyimpang, trismus, risus sardonikus, dan paralisis spastic otot lidah dan faring. Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani masih menunjukkan perilaku seperti menangis dan menyusui seperti bayi yang normal pada dua hari yang pertama. Pada hari ke-3, gejala-gejala tetanus mula kelihatan. Masa inkubasi tetanus umumnya antara 312 hari, namun dapat mencapai 12 hari dan kadang-kadang lama melebihi satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, serta interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; semakin jauh tempat invasi, semakin panjang masa inkubasi. Gejala klinis yang sering dijumpai pada tetanus neonatorum adalah: a. Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka mulut. Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat dijumpai mulut mecucu seperti mulut ikan dan kekakuan pada mulut sehingga bayi tak dapat menetek . b. Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan mengerut, mata bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke bawah. c. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Jika dibiarkan secara berterusan tanpa rawatan, bisa terjadi fraktur tulang vertebra. d. Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba seperti papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada (toraks) juga menjadi kaku sehingga penderita merasakan kesulitan untuk bernafas atau batuk. Jika kekakuan otot toraks berlangsung lebih dari 5 hari, perlu dicurigai risiko timbulnya perdarahan paru. e. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan yang terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas. Efek tetanospamin dapat menyebabkan gangguan denyut jantung seperti kadar denyut jantung menurun (bradikardia), atau kadar denyut jantung meningkat (takikardia). Tetanospasmin juga dapat menyebabkan demam dan hiperhidrosis. Kekakuan otot polos pula dapat menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil (retensi urin). f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya. Lambat laun, masa istirahat kejang semakin pendek sehingga menyebabkan status epileptikus, yaitu bangkitan epilepsi berlangsung terus menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselangi oleh masa sadar; seterusnya bisa menyebabkan kematian.

Pencegahan Tetanus adalah penyakit yang sepenuhnya dapat dicegah; kadar antibody serum 0,01 U/mL dianggap protektif. Imunisasi aktif harus mulai pada masa bayi dengan vaksin gabungan toksoid difteri-toksoid tetanus-pertusis (DPT) pada usia 2, 4, dan 6 bulan, dengan booster pada usia 4-6 tahun dan pada interval 10 tahun sesudahnya sampai dewasa dengan toksoid tetanus-difteri (Td). Imunisasi wanita dengan toksoid tetanus mencegah tetanus neonatorum; dosis tunggal toksoid yang berisi 250 Lf unit mungkin aman diberikan pada trimester ketiga kehamilan dan member cukup antibody transplasenta untuk melindungi anak untuk sekurang-kurangnya 4 bulan. Untuk orang-orang umur 7 tahun atau lebih yang belum diimunisasi, seri imunisasi primer terdiri dari 3 dosis toksoid Td yang diberikan secara intramuskuler, yang kedua 4-6 minggu sesudah yang pertama dan yang ketiga 6-12 bulan sesudah yang kedua. Cara-cara pencegahan tetanus pascatrauma terdiri dari menginduksi imunisasi aktif terhadap toksin tetanus dan secara pasif member antibody antitoksin. Profilaksis tetanus merupakan bagian yang penting dari semua manajemen luka, tetapi cara-cara spesifik tergantung pada sifat jejas dan status imunisasi penderita. Toksoid tetanus harus selalu diberi sesudah gigitan anjing atau binatang lain, walaupun C.tetani jarang ditemukan dalam flora mulut anjing. Semua luka, kecuali luka-luka pada penderita yang terimunisasi penuh, memerlukan GIT manusia. Pada setiap keadaan lain (misal, penderita dengan riwayat imunisasi tidak diketahui atau tidak sempurna; luka remuk; luka tusuk atau luka proyektil; luka-luka yang terkontaminasi dengan ludah, tanah atau tinja; jejas tarikan; fraktur komplikata; radang dingin) harus diberi 250 U GIT secara intramuscular, dan naik sampai 500 U untuk luka yang sangat cenderung-tetanus (yaitu tidak dapat dibersihkan, dengan banyak kontaminasi bakteri atau lamanya >24 jam). Jika GIT tidak tersedia, maka penggunaan GIIV manusia dapat dipertimbangkan. Jika tidak ada dari produk ini yang tersedia, maka 3.000-5.000 U antitoksin tetanus yang berasal dari kuda atau sapi (ATT) dapat diberikan secara intramuscular sesudah uji untuk hipersensitivitas; walaupun pada dosis ini penyakit serum dapat terjadi.

Luka itu sendiri harus dilakukan pembersihan dan debridement secara bedah untuk membuang benda asing dan jaringan nekrotik apapun yang memungkinkan keadaan anaerobic terjadi. Toksoid tetanus harus diberikan bersama dengan GIT (atau ATT) jika diberikan dalam semprit yang berbeda pada tempat yang berbeda. Booster toksoid tetanus (lebih baik Td) diberikan pada semua orang yang berjejas yang telah meyelesaikan seri imunisasi primernya jika (a) luka bersih dan kecil tetapi telah 10 tahun sejak booster yang terakhir, atau (b) luka lebih serius dan telah 5 tahun sejak booster terakhir. Pada luka yang perawatannya tertunda, imunisasi aktif harus dimulai segera. Walaupun toksoid tetanus cair menghasilkan respons imun lebih cepat daripada toksoid terserap atau terpresipitasi, toksoid terserap dapat menahan titer lebih lama. Tindakan pencegahan serta eliminasi tetanus neonatorum adalah bersandarkan pada tindakan menurunkan atau menghilangkan faktor-faktor risiko. Pendekatan pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan. Pemotongan dan perawatan tali pusat wajib menggunakan alat yang steril (WHO, 2006). Pengendalian kebersihan pada tempat pertolongan persalinan perlu dilakukan dengan semaksimal mungkin agar tidak terjadi kontaminasi spora pada saat proses persalinan, pemotongan dan perawatan tali pusat dilakukan. Praktik 3 Bersih perlu diterapkan, yaitu bersih tangan, bersih alat pemotong tali pusat, dan bersih alas tempat tidur ibu, di samping perawatan tali pusat yang benar sangat penting dalam kurikulum pendidikan bidan. Selain persalinan yang bersih dan perawatan tali pusat yang tepat, pencegahan tetanus neonatorum dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi TT kepada ibu hamil. Pemberian imunisasi TT minimal dua kali kepada ibu hamil dikatakan sangat bermanfaat untuk mencegah tetanus neonatorum. Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) Pengertian Imunisasi TT adalah suntikan vaksin tetanus untuk meningkatkan kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus. Manfaat Manfaat imunisasi TT pada ibu hamil adalah: a. Dapat melindungi bayi yang baru lahir dari tetanus neonatorum. b. Dapat melindungi ibu hamil terhadap kemungkinan terjadinya tetanus apabila terluka. Kedua-dua manfaat tersebut adalah penting dalam mencapai salah satu tujuan dari program imunisasi secara nasional yaitu, eliminasi tetanus maternal dan tetanus neonatorum.

Jumlah dan Dosis Imunisasi TT untuk Ibu Hamil Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali, dengan dosis 0,5 cc disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan (Depkes RI, 2000). Sebaiknya imunisasi TT diberikan sebelum kehamilan 8 bulan. Suntikan TT1 dapat diberikan sejak diketahui postif hamil dimana biasanya di berikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan (Depkes RI, 2000). Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu (Depkes RI, 2005). Efek Samping Biasanya hanya terjadi gejala-gejala ringan seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan (Depkes RI, 2000). TT adalah antigen yang sangat aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT. Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari dan akan sembuh sendiri tanpa diperlukan tindakan/pengobatan (Depkes RI, 2000). Tempat Pelayanan Pelayanan imunisasi TT dapat dujumpai di: a. Puskesmas, b. Puskesmas pembantu, c. Rumah sakit, d. Rumah bersalin, e. Polindes, f. Posyandu, g. Rumah sakit swasta, h. Dokter praktik, dan i. Bidan praktik (Depkes RI, 2004). Tempat-tempat pelayanan milik pemerintah imunisasi diberikan dengan gratis.

Referensi:

Berhman, Richard E, Kliegman, Robert M, Arvin, Ann M. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta:EGC. Farrar, J J. Yen, M L. Cook, T. Fairweather, N. Binh, N. Parry, J. Parry, C M. 2000. Journal Neurological Aspects of Tropical Disease (Tetanus).www.jnnp.bmj.com. Diakses pada tanggal 30 November 2012.

Anda mungkin juga menyukai