Anda di halaman 1dari 19

Bab 1.

Pendahuluan

Skabies merupakan penyakit kulit akibat infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Penyakit yang mempengaruhi semua jeni ras di dunia tersebut ditemukan hamper pada semua Negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi yang bervariasi. Di beberapa Negara berkembang, prevalensinya dilaporkan 6-27% dari populasi umum dan insidensi tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja. Perkembangan penyait ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain keadaan social ekonomi rendah, tigkat higiene yang buruk, kurangnya pengetahuan dan kepadatan penduduk. Selain itu kesalahan dalam diagnosis serta pelaksanaanya juga menjadi faktor pendukung dari perkembangan penyakit scabies, mengingat penyakit tersebut merupakan The great immitair, karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal (Handoko, 2009). Di Indonesia prevalensi scabies pada tahun 1996 adalah 4,6%-12,95%. Penyakit ini menduduki urutan ketiga dari dua belas penyakit kulit yang sering terjadi saat itu. Pada tahun 2003, terjadi kejadian luar biasa (KLB) di Provinsi NAD, dan ditahun 2004 prevalensi scabies di provinsi tersebut mencapai 40,78%. Skabies juga menjadi masalah kesehatan masyarakat di beberapa kota besar seperti Jakarta. Berdasarkan data kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun 2001, dari Sembilan RS tujuh kota besar Indonesia, jumlah penderita scabies terbanyak didapatkan di Jakarta, yaitu 355 kasus di tiga RS. Pada umumnya, penyakit ini memang menyerang individu yang hidup berkelompok seperti di asrama, pesantren, rumah jompo, rumah sakit, perkampungan padat dan lembaga pemasyarakatan. Skabies adalah penyakit kulit yang sangat menular. Penularan penyait ini dapat terjadi melalui kontak langsung dengan kulit penderita atau tidak langsung melalui alat-alat yang dipakai penderita. Oleh karena itu, penyakit scabies dapat menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tiggal bersama, sehingga dalam pengobatannya, harus dilakuakn secara serentak dan ,menyeluruh pada semua orang yang tinggal dalam satu komunitas dengan penderita scabies.

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya (Handoko, 2010).

2.2 Epidemiologi Skabies merupakan penyakit epidemic pada banyak masyarakat diseluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dewasa muda, namun dapat juga mengenai semua umur. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tidak ada perbedaan angka kejadian scabies pada laki-laki dan perempuan. Selain itu scabies juga bias timbul pada keadaan menurunnya system kekebalan tubuh dan pasien-pasien tua terutama yang berbaring lama di tempat tidur karena sakit. (Handoko, 2009). Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, diantaranya: a. Keadaan social ekonomi yang rendah, eningkatkan resiko terjadinya scabies. b. Higiene yang buruk. Seseorang dengan perilaku kesehatan yang buruk beresiko lebih besar terkena penyakit scabies. c. Kesalahan diagnosis. Skabies merupakan salah satu penyakit kulit yang dapat menyerupai berbagai macam penyakit kulit lainnya atau disebut juga The Great Imitator. d. Hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas e. Kepadatan penduduk. Prevalensi skabes sangat tinggi pada lingkungan dengan kepadatan penghuni yang tinggi. f. Derajat sanitasi individual

2.3 Etiologi Sarcoptes scabiei merupakan parasite yang menjadi penyebab penyakit scabies. Spesies ini termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, family Sarcoptidae dan genus Sarcoptes.

Secara morfologik, Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil berbentuk oval, punggungnya cembung, dan bagan perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

Gambar 2.1 Tungau Sarcoptes scabiei

Sarcoptes scabiei var hominis berkembangbiak hanya pada kulit manusia. Setelah terjadi kopulasi (perkawinan) diatas kulit, yang jantan akan mati, namun kadang kadang masih hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina, sedangkan betina yang sudah dibuahi dapat hidup selama sebulan. Tungau betina yang telah dibuahi akan menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 mm. Di terowongan tersebut tungau betina meletakkan telurnya sebanyak 2-4 butir sehari bahkan dapat mencapai jumlah 40-50 butir telur. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva tersebut dapat tinggal di dalam maupun luar terowongan. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang menjadi 2 jenis.

Jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari (Handoko, 2009).

Gambar 2.2 Siklus Hidup Tungau Sarcoptes scabiei

2.4 Patogenesis Kelainan kulit tidak hanya disebabkan oleh tungau penyebab scabies, akan tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta itu, kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain lain (Handoko, 2009). Apabila digaruk maka akan timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Awalnya, hospes (inang) tidak menyadari adanya aktivitas penggalian terowongan di epidermis oleh tungau betina. Namun setelah 4-6 minggu akan timbul manifestasi gatal akibat hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan bahan yang dikeluarkannya. Periode asimtomatis tersebut sebetulnnya sangat

menguntungkan bagi parasite ini, karena dengan demikian, mereka mempunyai waktu untuk membangun dirinya sebelum hospes membuat respon imunitas (Brown, 2005). Masa inkubasi (waktu mulai infestasi sampai dengan timbulnya rasa gatal dan ruam) bisa terjadi selama beberapa hari dan beberapa minggu.

Dengan demikian, seseorang dapat menularkan organisme tersebut kepada orang lain sebelum gejala muncul (Johnston,2005).

2.5 Tranmisi Penularan Skabies merupakan penyakit kulit yang mudah menuar. Penularan peyakit ini dapat terjadi melalui kontak langsung dengan kulit penderita, misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melakukan hubungan seksual. Penularan melalui kontak tidak langsung dapat terjadi melalui penggunaan alat-alat yang dipakai oleh penderita, misalnya handuk, baju, sprei, bantal dan lain-lain. Penularannya disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var animalis juga dapat menulari manusia, terutama bagi mereka ang empunyai hewan peliharaan. Penularannya melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi tungau tersebut (Handoko, 2009).

2.6 Diagnosis Diagnosis penyakit scabies dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yaitu dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal: a. Pruritus nokturna Gejala yang sangat menonjol adalah rasa gatal terutama pada malam hari, sehingga dapat mengganggu penderita. Gatal tersebut disebabkan karena aktivitas tungau ini meningkat pada suhu yang lebih lembab dan panas.

b. Menyerang manusia secara berkelompok Jika dalam sebuah populasi ada yang terinfeksi tungau scabies, maka anggota populasi lainnya akan memiliki resiko yang tinggi untuk tertular. Pada suatu infeksi tungau, penderita tersebut cenderung tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).

c. Adanya terowongan (kunikulus) Terdapat lesi yang khas pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm. Pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel.

Jika timbul infeksi sekunder, ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksi biasanya merupakan tempat yang diliputi oleh stratum korneum yang tipis atau daerah pelipatan, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian alveolar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mamae (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria) da perut bagian bawah. Pada bayi, dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

d. Menemukan tungau Merupakan diagnosis pasti dari infeksi tungau Sarcoptes scabiei (Handoko, 2009). Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan ditemukannya tungau pada pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan cara, yaitu: 1. Kerokan kulit Minyak mineral diteteskan diatas papul atau terowongan baru yang masih utuh, kemudian dekerok dengan skapel steril untuk mengangkat atap paul atau terowongan, lalu diletakkan diatas gelas objek, ditutup dengan cover glass dan diperiksa dibawah mikrosko.

2. Mengambil tungau dengan jarum Jarum dimasukkan kedalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.

3. Epidermal shave biopsy Terowongan atau papul yang dicuragai diangkat dengan sela jari atara ibu jari dan jari telunjuk, lal dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan scalpel No.15 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial ssehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak memerlukan anastesi. Spesimen kemudian diletakkan pada

gelas objek, lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dibawah mikroskop.

4. Swab kulit Kulit dibersihkan dengan eter, lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan cepat. Selotip dilekatkan pada obyek glass, kemudian diperiksa dibawah mikroskop.

Pemeriksaan Lainnya: 1. Tes tinta Burrow Papul scabies ditetesi dengan tinta hitam, dibiarkan selama 2 menit, kemudian segera dihapus dengan alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang karakteristik berbelok-belok (zig-zag) karena adanya tinta yang masuk kedalam terowongan.

2. Uji Tetrasiklin Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu wood. Tetrasiklin dalam terowongan akan menunjukkan fluoresensi (Suparyanto, 2011).

2.7 Klasifikasi Terdapat beberapa bentuk scabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut, antara lain: a. Skabies pada orang bersih (Scabies of cultivated) Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya, sehingga sangat sulit ditemukan.

b. Skabies incognito Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid, sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan

penularan masih bias terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.

c. Skabies nodular Pada bentuk ini, lesi berupa nodus cokelat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genetalia laki-laki, inguinal dan aksila yang timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tu ngau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan, tungau jarang ditemukan. Kemungkinan nodus tersebut dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan antiskabies dan kortikosteroid.

d. Skabies yang ditularkan melalui hewan Di Amerika, sumber utama scabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan scabies manusia, yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genetalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak atau memeluk hewan kesayangannya, yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena Sarcoptes scabiei var animalis tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya.

e. Skabies Norwegia Skabies Norwegia atau scabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai dengan distrofi kuku. Berbeda dengan scabies biasa, rasa gatal pada scabies Norwegia tidak menonjol, tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfeksi sangat banyak (ribuan). Keadaan ini sering terdapat pada

orang tua dan orang yang menderita retardasi mental , sensai kulit yang rendah (lepra, syringomelia, tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik berat (leukemia dan diabetes), dan penderita imunosupresif sehingga imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau yang dapat berkembang biak dengan mudah (misalnya penderita AIDS atau setelah pengobatan glikortikoid atau sitotoksik jangka panjang).

f. Skabies pada bayi dan anak Lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan dan kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan.

g. Skabies pada orang yang terbaring ditempat tidur (bed ridden) Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa haru tinggal ditempat tidur dapat menderita scabies yang lesinya terbatas.

2.8 Diagnosis Banding Penyakit scabies merupakan the great imitator karena penyakit ini dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Beberapa penyakit yang menyerupai, antara lain: 1. Pedikulosis korporis Banyak menyerang orang dewasa, terutama pada orang dengan higiene buruk, misalnya penggembala, terkait dengan kebiasaan malas mandi atau jarang mengganti maupun mencuci pakaian. Oleh karena itu penyakit ini disebut penyakit Vagabond. Gejala klinik, umunya hanya ditemukan kelaian berupa bekas bekas garukan pada badan, karena gatal bisa berkurang dengan garukan yang lebih intensif. Untuk pembantu diagnosis, ditemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian (Handoko,2009).

2. Dermatitis Atopi (DA)

Keradangan kulit yang bersifat gatal, menahun, residif, dan dapat terjadi pada bayi, anak, dewasa dan pada penderita sering didapatkan riwayat atopi pada dirinya sendiiri atau keluarganya berupa DA, rhinitis alergika, asma bronkial. Gejala Klinis: a. Bayi (2 bulan- 2 tahun) Lokasi paling sering pada scalp, muka, leher, dan pada bagian atas berupa papul dan vesikel diatas macula yang eritematous yang akhirnya akan menjadi lesi yang eksudatif sehingga terbentuk krusta.

b. Anak (2-10 tahun) Lokasi terutama di fosa cubiti, fosa popliteal, pergelangan tangan, muka dan leher. Lesi lebih kering daripada fase bayi, tampak macula eritematus, papul, ekskoriasi dan likensifikasi.

c. Dewasa dan Remaja Lokalisasi pada fosa cubiti, fosa popliteal, leher, pergelangan tangan, berupa papul, vesikel dan likensifikasi. Diagnosis ditegakkan sekurang kurangnya 3 kriteia mayor dan 3 kriteria minor dari kriteria menurut Hanifin dan Rayka: Kriteria Mayor a. Pruritus b. Dermatitis di muka atau Kriteria Minor a. Xerosis b. Infeksi kulit (S.aureus dan HSV) c. Dermatitis nonspesifik pada

ekstensor pada bayi dan anak c. Dermatitis di fleksura pada dewasa d. Dermatitis kronis atau residif e. Riwayat ataopi pada penderita atau keluarganya

tangan atau kaki d. Iktiosis/hiperliniar palaris/keratosis pilaris e. Pitiriasis alba f. Dermatitis di papilla mamae g. White demorgraphism h. Keilitis

i. Lipatan Morgan

infraorbital

Dennie-

j. Konjungtivitis berulang k. Keratokonus l. Katarak Subskapular anterior m. Orbita menjadi gelap n. Muka pucat atau eritem o. Gatal ila keringat p. Intelorans lemak q. Aksentuasi perifolikular r. Hipersensitif terhadap makanan s. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh emosi t. Tes kulit alergi tipe dadakan positif u. Kadar IgE di dalam serum meningkat v. Awitan pada usia dini faktor lingkungan dan wol atau pelarut

3. Creeping eruption Sering terjadi pada anak anak, terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Gejala klinis, masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Awalnya akan timbul papul, diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linier ata berkelok kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm dan berwarna kemerahan. Pada creeping eruption, terowongannya lebih panjang dari scabies. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, dan paha juga dibagian tubuh mana saja yang sering kontak dengan tempat larva berada.

4. Prurigo Merupakan erupsi popular kronis dan rekurens. Tempat predileksi di ekstremitas bagian ekstensor dan badan, dapat meluas ke muka dan bagian kepala yang berambut. Gambaran klinis ialah adanya papul-papul miliar, berbentuk kubah terutama terdapat di ekstremitas eekstensor. Biasanya vesikel hanya terdapat dalam waktu yang singkat saja, karena segera menghilang akibat garukan, sehingga menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta, hiperpigmentasi dan likenifikasi. Sering pula terjadi infeksi sekunder.

2.9 Pengobatan Saat ini tingkat keberhasilan dalam pngobatan dengan beberapa obat antiskabies masih dalam presentase yang tinggi, meskipun masing-masing preparat antiskabies memiliki kelemahan tersendiri (Handoko, 2009). Syarat obat ideal antara lain: a. Harus selektif terhadap semua stadium tungau b. Tidak menimbulkan iritasi atau bersifat toksik c. Tidak berbau atau kotor, serta tidak merusak atau mewarnai pakaian d. Mudah diperoleh dan harganya murah Prinsip pengobatan scabies adalah seluruh anggota dalam suatu populasi yang terinfeksi, harus diobati termasuk penderita yang hiposensitisasi (Handoko, 2009). Semua baju dan alat alat tidur dicuci dengan air panas, agar tidak terjadi penularan kembali. Keluhan gatal dapat diberikan antihistamin, sedangkan infeksi sekunder dapat diberi antibiotic atau kemoteraupetik (Zulkarnain, et all, 2005). Jenis obat yang dapat digunakan sebagai terapi antiskabies, antara lain: a. Belerang endap (Sulfur Presipitatum) Dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim, penggunannya tidak boleh kurang dari 3 hari, karena tidak efektif terhadap stadium telur. Kekurangan lainnya adalah berbau, mengotori pakaian, dan kadang

kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.

b. Emulsi Benzil-benzoas Dengan kadar 20-25%, efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam, selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering menimbulkan iritasi, dan kadag-kadang makin gatal setelah dipakai.

c. Gama Benzena Heksa Klorida Dengan kadar 1% dalam krim atau lotio, termasuk obat pilihan karena efektif untuk semua stadium, mudah digunakan dan jarang memberikan iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil, karena bersifat toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala dapat diulangi seminggu kemudian.

d. Klotamiton Dengan kadar 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, karena mempunyai efek sebagai antiskabies dan antigatal. Penggunaannya harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.

e. Permetrin Dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan, dengan aktivitas yang sama. Penggunaannya hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 bulan (Handoko, 2009).

Walaupun pengobatan standar scabies, yaitu topical efektif pada banyak pasien, namun pada keadaan tertentu seperti infeksi yang sulit disembuhkan atau ketika pemakaian terapi topical tidak berhasil, maka pada keadaan ini,

pengobatan oral juga dibutuhkan, salah satunya dengan pemberian ivermectin oral. Ivermectin adalah antibiotic lakton makrosiklik dari kelompok avermectin yang diisolasi dari bakteri Streptomyces avermectalis. Obat ini menunjukkan spectrum yang luas untuk parasite baik arthropoda maupun nematode dan telah banyak digunakan untuk pengobatan scabies. Pada manusia, dosis tunggal ivermectin 200 mikrogram/KgBB mampu menyembuhkan scabies pada penderita HIV dan scabies krustasi. Selain khasiatnya sebagai antiskabies, ivermectin juga dilaporkan efektif untuk mengurangi kejadian infeksi sekunder bakteri Streptococcus pyoderma yang biasanya menyertai scabies. Obativermectin yang digunakan pada penderita scabies, diabsorbsi dengan baik dan mencapai kadar puncak dalam waktu 4 jam, dengan waktu paruh 1012 jam (Syarif dan Elisabeth, 2007). Pengobatan ini diulang setelah 2 minggu. Obat ivermectin ini terdapat dipasaran dengan nama dagang Stromectol, Mectizan, Ivexterm, Avermectin (Meinking, et all., 2005). Ivermectin mempunyai efek meningkatkan GABA, sehingga

penggunaannya bersama obat lain yang mempunyai efek yang sama sebaiknya dihindari, seperti barbiturate, benzodiazepine, dan asam valproate. Ivermectin tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Pada dosis tunggal 50-200 mikrogram/KgBB, efeksamping yang ditimbulkan umumnya ringan, sebentar dan dapat ditoleransi. Biasanya berupa demam, pruritus, sakit otot dan sendi, sakit kepala, hipotensi dan nyeri pada kelenja limfe (Syarif dan Elisabeth, 2007).

2.10 Komplikasi Bila scabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi obat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis, folikulitis dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang scabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonephritis. Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat

antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal maupun pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur dengan konsentrasi 15% dapat menyebabkan dermatitis bila, digunakan terusmenerus selama beberapa hari pada kulit yang tipis. Benzil benzoate juga dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari selama beberapa hari terutama di genetalia pria. Gamma Benzena Heksaklorida sudah diketahui menyebabkan dermatitis iritan bila digunakan secara berlebihan.

2.11 Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan untuk menimalkan perkembangan dan penyebaran penyakit scabies. Hal ini perlu diperhatikan, terutama bagi individu yang tinggal dalam satu populasi yang beresiko tinggi. Upaya pencegahan dapat dilakuan dengan: a. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan b. Mencuci dan menjemur alat-alat milik penderita (sprei, handuk, pakaian sarung bantal dan lain-lain). c. Tidak memakai pakaian dan handuk secara bergantian d. Menghindari kontak dengan sumber penularan

2.12 Prognosis Dubia ad bonam dengan terapi yang adekuat, kecuali bila ada kelainan imunologik.

Bab 3. Refleksi Kasus 1. Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin Usia Agama Alamat Status Pekerjaan Tanggal pemeriksaan

: Sdr W : Laki laki : 16 tahun : Islam : Jl. Bangsalsari Jember : Belum menikah : Pelajar : 8 April 2013

2. Anamnesis a. Keluhan Utama : Gatal pada sela-sela jari tangan dan kaki b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh gatal di sela sela jari tangan dan kaki sejak 1 bulan yang lalu. Gatal terutama dirasakan pada malam hari, namun pada siang hari juga sering gatal, terutama saat berkeringat. Awalnya timbul tonjolantonjolan kecil (diameter 0,5 cm) berwarna kemerahan, tidak nyeri, sebagian berisi air dan nanah. Pasien terkadang menggaruknya karena terasa gatal. Gatal dan tonjolan tersebut kemudian menyebar ke daerah pergelangan tangan bagian dalam perut, bokong, pelipatan paha sejak 1 minggu yang lalu. Menurut pasien, teman satu kosnya ada yang menderita gatal gatal juga dan pasien sering main ke kamar temannya. Pasien tinggal di kos dengan 10 temannya, Pasien tidak pernah demam sebelumnya, tidak batuk maupun ilek, tidak tergigit binatang sebelum gatal timbul, dan tidak ada riwayat keluhan panas dan gatal setelah mencuci pakaian. c. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mendapat keluhan seperti ini sebelumnya Pasien juga tidak mempunyai riwayat alergi d. Riwayat Keluarga Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien e. Riwayat Pengobatan Pasien belum mengkonsumsi obat apapun untuk mengobati penyakitnya. 3. Pemeriksaan Fisik a. Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Kepala/Leher

: Cukup : Kompos Mentis : a/i/c/d : -/-/-/-

Thorax - Jantung : S1 S2 tunggal - Paru-Paru : Simetris, Ves +/+ Rh-/- Wh-/Abdomen: Cembung, Bising usus (+) normal, Soepel, Timpani Ekstremitas Akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak oedem pada keempat ekstremitas b. Status Lokalis - Regio manus dextra et sinistra, wrist (pergelangan tangan), pedis dextra et sinistra efloresensi yang didapatkan : Papula dan pustule berbatas tegas, betuk bulat dengandasar eritema, diameter 0,25-0,5 cm, ekskoriasi, krusta dan bekas garukan yang hiperpigmentasi. - Regio Abdominalis, glutea dan inguinal efloresensi yang didapatkan : Papula dan vesikel, bekas garukan yang hiperpigmentasi. 4. Resume - Pasien laki laki usia 16 tahun dating dengan keluhan gatal di sela sela jari tangan dan kaki sejak 1 bulan yang lalu. Gatal terutama dirasakan pada malam hari, namun pada siang hari juga sering gatal, terutama saat berkeringat. Awalnya timbul tonjolan-tonjolan kecil (diameter 0,5 cm) berwarna kemerahan, tidak nyeri, sebagian berisi air dan nanah. Pasien terkadang menggaruknya karena terasa gatal. Gatal dan tonjolan tersebut kemudian menyebar ke daerah pergelangan tangan bagian dalam perut, bokong, pelipatan paha sejak 1 minggu yang lalu. Menurut pasien, teman satu kosnya ada yang menderita gatal gatal juga dan pasien sering main ke kamar temannya. Pasien tinggal di kos dengan 10 temannya, Pasien tidak pernah demam sebelumnya, tidak batuk maupun ilek, tidak tergigit binatang sebelum gatal timbul, dan tidak ada riwayat keluhan panas dan gatal setelah mencuci pakaian. Pasien tidak pernah mendapat keluhan seperti ini sebelumnya dan tidak mempunyai riwayat alergi. Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama, pasien juga belum mengobati penyakitnya. Pada pemeriksaan Regio manus dextra et sinistra, wrist (pergelangan tangan), pedis dextra et sinistra efloresensi yang didapatkan papula dan pustule berbatas tegas, betuk bulat dengandasar eritema, diameter 0,25-0,5 cm, ekskoriasi, krusta dan bekas garukan yang hiperpigmentasi. Pada regio Abdominalis, glutea dan inguinal

efloresensi yang didapatkan papula dan vesikel, bekas garukan yang hiperpigmentasi. 5. Diagnosis Skabies infeksi sekunder 6. Penatalaksanaan - Cefadroxil 3 x 500 mg selama 7 hari - Metilprednisolon 1 x 8 mg selama 7 hari (Pagi hari,setelah makan) - Scabimite cream + inerson cream untuk pemakaian luar, dipakai pada malam hari, selang 5 hari 7. Edukasi - Mencuci semua pakaian dan perlengkapn tidur dengan air panas, keudian di jemur di terik matahari - Tidak menggunakan pakaian dan handuk yang sama dengan teman atau anggota keluarga lainnya secara bergantian - Menjaga kebersihan diri, mandi 2x sehari memakai sabun dan air bersih - Memotivasi keluarga atau teman-teman pasien dengan keluhan yang sama untuk berobat 8. Prognosis Dubia ad bonam

Daftar Pustaka Handoko, Ronny P. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia Mansyur, Wibowo, Maria, Munandar, Abdillah dan Ramadora. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia Pra Sekoalah. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI Meinking, dkk. 1995. The Treatment of Scabies With Ivermectin: An Overview, The England Journal of Medicine, 333 (1): 26-30 Zulkarnaen, Pohan,S. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 3. Surabaya: RSU Dr.Soetomo Syarif, Amir, dan Elisabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.

Anda mungkin juga menyukai