Anda di halaman 1dari 2

BERTAPA

Dalam pewayangan dikenal istilah bertapa. Setiap kali tokoh satria akan melawan sang angkara murka, maka dia akan bertapa. Tujuan bertapa adalah untuk mendapatkan kesaktian atau mendapatkan senjata khusus untuk menumpas musuh tertentu. Di jaman modern, bertapa bukan saja masih relevan, tetapi merupakan keharusan dalam mandapatkan 'kesaktian'. Yang perlu dipahami adalah makna bertapa dan makna kesaktian yang diperoleh dari bertapa. Makna bertapa secara hakiki adalah 'berusaha meningkatkan diri". Meningkatkan diri mencakup banyak kompetensi, tetapi ada tiga kompetensi yang penting, yaitu kompetensi akademis, kompetensi moral atau spiritual dan kompetensi mental. Kompetensi akademis terdiri dari kompetensi ilmu (science) dan pengetahuan (knowledge) serta keterampilan (skills). Kompetensi spiritual mencakup penguasaan dan penerapan berbagai nilai, baik nilai agama maupun nilai budaya. Eling lan waspda adalah kompetensi spiritual yang mengerucut pada keperdulian dan pada mawas diri. Kompetensi mental berkaitan dengan sikap (attitute) terhadap hidup dan kehidupan. Sikap mental akan menghasilkan kualitas gigih, tekun, pantang menyerah, disiplin, ingin mencapai standard yang tertinggi dan terbaik serta watak-watak lain sejenis. Orang yang memiliki kompetensi akademis, moral dan mental akan menjadi manusia yang efektif (effective human being). Salah satu sifat manusia efektif adalah selalu bersedia belajar. Orang efektif memandang hidup ini adalah sebuah forum untuk belajar, kerena dengan belajar orang akan berubah menjadi lebih baik. Belajar itulah wujud bertapa di jaman modern. Dengan belajar orang akan bertambah sakti, dalam arti mempunyai kompetensi yang lebih tinggi dalam hal akademis, moral dan mental. Kapan orang modern harus bertapa? Bertapa dalam wujud belajar harus dijadikan bagian dari hidup sehari-hari sepanjang hidup. Bersekolah adalah bentuk belajar, tetapi bukan satu-satunya cara. Kita dapat belajar dimana saja, kapan saja, kepada siapa saja dan dengan cara apa saja. Agar orang terdorong belajar terus menerus, maka dia harus selalu menyadari bahwa setiap detik terjadi perubahan dalam kehidupan. Setiap detik alam berubah, keadaan dan posisi kita berubah, orang yang kita temui berlainan, dan seterusnya. Berubah dan berubah, itulah hidup. Oleh karena itu setiap kali dan setiap waktu orang harus berubah. Karena harus selalu berubah, maka orang harus memahami keadaannya, potensinya dan kompetensinya dalam menghadapi perubahan. Memahami dan menyadari keadaan diri inilah yang dinamakan mawas diri. Jadi dengan selalu mawas diri maka orang akan terdorong untuk belajar. Dalam pewayangan tokoh satria memutuskan bertapa karena di menyadari bahwa musuh lebih sakti dari dirinya, sehingga dia perlu mendapatkan kesaktian yang lebih tinggi.

Para orang tua dewasa ini banyak yang keliru dalam mempersiapkan anak-anaknya. Mereka sibuk mencari sekolah favorit agar anaknya lulus dengan angka-angka tinggi serta diterima di jenjang pendidikan selanjutnya yang juga favorit. Berhasil menjadikan anaknya sarjana merupakan tujuan orang tua. Akibatnya banyak orang tua terjebak dalam promosi sekolahan yang menawarkan macam-macam program. Bulan kompetensi akademis yang dikejar, tetapi ijazah. Kompetensi moral dan mental diabaikan. Akibantnya kita punyai banyak sarjana, banyak oragn pintar tetapi tidak memliki kompetensi moral dan mental tinggi. Karena persaingan, sekolahpun makan mahal tanpa ada manfaatnya. Tujuan dari proses pendidikan seharusnya adalah membangun manusia efektif, yaitu manusia dengan kompetensi akademis, moral dan mental yang tinggi agar si anak kelak menjadi warga negara yang bertanggungjawab, menjadi individu yang percaya diri dan menjadi manusia yang mampu memberi kontribusi kepada kemanusiaan, kepada negara, bangsa, komunitas dan kepada kelurganya. Belajar dan belajarlah untuk menjadi manusia yang efektif.

Anda mungkin juga menyukai