Anda di halaman 1dari 2

LAPORAN PERJALANAN DINAS KE BALIKPAPAN - KALTIM

Komitmen pemerintah Indonesia terhadap dunia Internasional terkait upaya pengendalian dampak perubahan iklim ditunjukan dengan melakukan penurunan gas rumah kacasebesar 26%dengan usaha sendiri dan meningkatkan hingga 41% dengan dukungan dunia internasional pada 2020. Sebagai upaya kongkrit, pemerintah telah mengeluarkan peraturan presiden No.61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca Dan pemerintah daerahpun berkomitmen dalam hal ini kalimantan Timur yang telah membuktikan lewat di resmikannya Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD GRK), melalui peaturan Gubernur No.54/2012 tertanggal 4 Oktober 2012 tentang RAD GRK Prov Kaltim 2010-2012. Rencana aksi tersebut berfokus pada tiga sektor utama yaitu: sektor berbasis lahan, sektor energi termasuk energi industri dan transportasi , dan sektor pengelolaan limbahah. Meskipun emisi dari liombah dan energi kurang dari 10% dari total emisi, tindakan mitigasi di kedua sektor tersebut berpotensi memberikan nilai lebih bagi masyarakat. Pengolahan limabah kelapa sawit (POME) untuk menghasilkan listrik dapat mengurangi Gas Rumah Kaca hampir 900.000 ton CO2 eq pertahun . Penurunan ini berasal dari penengkapan metana dan juga dri terhindarnya pembakaran batubara dan bahan bakar fosil lainnya untuk pembangkit listrik konvensional. Pada saat yang sama, hal ini dapat membantu pemerintah dan pemerintah daerah dalam hal ini Kaltim untuk memenuhi target peningkatan elektrifikasi yang pada tahun 2010 sekitar 64 % (57 % di pasok oleh PLN ). Dengan asumsi semua POME dari pengolahan 4,4 juta Ton Tbs pertahun di manfaatkan untuk menghasilkan listrik, potensi listrik tambahan yang akan dihasilkan di daerah kalimantan Timur adalah sekitar 100.000 Mwhour pertahun. Yang bisa memasok sekitar 65.000 rumah tangga . Realisasi potensi ini membutuhkan kerjasama yang efektif antara sektor swasta dan publik, pada skala tertentu juga memerlukan dkungan keuangan dari skema keuangan nasional dan internasional. Tantangan pembangunan industri kelapa sawit di indonesia:

Kampanye anti-sawit terkait isu lingkungan (deforestasi, degradasi lahan, dan perubahan iklim), sosial (masalah lahan) dan kesehatan (kolesterol )

Penggunaan Non-tariff barier dalam Perdagangan

sebagai dasar

penentuan tarif impor: penggunaan standar teknis, EU Directive dan Renewable Energy Directive (RED) dan Renewable Fuel Standard (RFS) AS, dan food labelling, Perancis dan Australia. Dan Jawaban atas tantangan tersebut adalah melaksanakan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan dengan menerapkan instrumen kebijakan berupa standar teknis atau dikenal dengan Indonesian Sustainable (ISPO).dengan tujuan nya sebagai berikut: Meningkatkan kesadaran pengusaha kelapa sawit Indonesia untuk memperbaiki lingkungan Meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia diluar negeri Mendukung program pengurangan gas rumah kaca, juga merupakan persyaratan utama negara pembeli bagi palm oil biodiesel Karena ISPO didasarkan kepada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, maka secara hukum ISPO bersifat mandatory/kewajiban yang harus dilaksanakan bagi pelaku usaha perkebunan di Indonesia. Palm Oil

Jakarta, 12 April 2013

Fibri Alkahfi

Anda mungkin juga menyukai