Anda di halaman 1dari 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja 1. Pengertian Remaja Masa remaja atau masa adolesensi adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan social dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan (Narendra, et. al. 2002). Masa remaja adalah masa transisi antara anak-anak dan dewasa, suatu masa perubahan biologis, intelektual, psikososial dan ekonomi. Periode ini, individu mencapai kedewasaan fisik dan seksual,

mengembangkan kemampuan penalaran yang lebih baik, dan membuat berbagai keputusan yang akan membentuk karir mereka kelak. Perubahan pada masa remaja memiliki implikasi untuk memahami berbagai resiko kesehatan yang biasa dialami para remaja, tingkah laku beresiko yang mereka jalani, dan berbagai kesempatan peningkatan kesehatan yang ada dalam masyarakat ini (Wong, 1999). Orang Barat menyebut remaja dengan istilah "Puber" sedangkan orang Amerika menyebutnya "Adolesensi. Keduanya merupakan transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Sedangkan di Indonesia ada yang menggunakan istilah "Akil baliq", "Pubertas", dan yang paling banyak menyebutnya "Remaja". Panggilan adolesensi dapat diartikan sebagai pemuda yang keadaannya sudah mengalami ketenangan. Pada umumnya orang tua dan pendidik cenderung menyebut remaja (Zulkifli, 2002). Bila ditinjau dari segi perkembangan biologis, yang dimaksud remaja adalah mereka yang berusia 12-21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja. Sedangkan usia 13 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang pemuda ketika ia mengalami masa mimpi yang pertama, yang tanpa disadarinya mengeluarkan sperma.

Pada perempuan perkembangan biologisnya lebih cepat satu tahun dibandingkan dengan laki-laki (Zulkifli, 2002). Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi atau perubahan dari anak ke dewasa dengan usia antara 11 sampai 21 tahun yang mengalami perubahan baik fisik maupun seksual, dan mempunyai penalaran yang lebih baik serta mampu membuat keputusan yang akan membentuk karir mereka kelak. 2. Batasan Usia Remaja Perubahan pada masa remaja terjadi dalam beberapa tingkat. Perubahan tingkat individu meliputi kedewasaan biologis, pengembangan kognitif, dan perkembangan psikologis. Perubahan juga terjadi dalam konteks sosial dari keluarga remaja tersebut, teman bermain, sekolah, dan tempat kerja. Remaja dapat dibagi menjadi 3 : remaja awal (usia 11-14), remaja menengah (usia 15-17), dan remaja akhir (usia 18-20). Remaja awal terutama ditandai oleh perubahan pubertas dan respon terhadap perubahan tersebut. Remaja menengah ditandai oleh transisi menuju suatu pribadi yang dominan. Remaja akhir adalah transisi menuju dewasa termasuk bekerja dan mengembangkan hubungan secara dewasa (Wong, 1999). Walaupun seluruh remaja mengalami perubahan biologis dan kognitif yang mirip, dan menghadapi masalah psikososial yang hampir sama, namun efeknya terhadap kesehatan tidaklah sama pada setiap orang, karena perubahan biologis, kognitif dan sosial dari seorang remaja terbentuk oleh lingkungan sosial dimana perubahan tersebut terjadi. Lingkungan sosial menyediakan kesempatan, rintangan, peranan dan dukungan terhadap perkembangan dan kesehatan dari seorang individu. Sistem dalam lingkungan sosial, termasuk keluarga, teman-teman, sekolah, komunitas dan masyarakat yang lebih luas, semuanya turut serta dalam perkembangan dan kesehatan dari seorang remaja (Wong, 1999). Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan

fisiknya. Terjadinya perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan di kalangan remaja sehingga masa ini disebut orang barat sebagai periode strum und drang. Disebabkan karena mereka mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan-aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di kalangan masyarakat. (Zulkifli, 2002). Mappiare (1982) remaja adalah individu yang sedang berusia antara 12-21 tahun bagi wanita dan berusia antara 13-23 tahun bagi pria. Sedangkan Dannis & Hassol (1983) menyatakan bahwa remaja adalah individu yang berusia antara 13-20 tahun, individu yang berusia antara 1112 tahun disebut pra remaja (Riyatno, 1999). WHO (1993) membatasi usia remaja antara 10-19 tahun, sedangkan individu berusia 15-24 tahun disebut pemuda. Sementara itu Paxman & Zuckerman (1987) remaja adalah individu yang berusia antara 10-21 tahun, individu yang berusia antara 10-14 tahun disebut remaja awal, individu yang berusia antara 15-18 tahun disebut remaja tengah dan individu yang berusia 19-21 tahun disebut remaja akhir. Sedangkan Sarwono (1994) membatasi usia remaja antara 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja di Indonesia. 3. Perkembangan Remaja Remaja tumbuh dan berkembang pada 3 dimensi sosial yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Keterpaduan, kesinambungan system pembinaan diantara ketiga dimensi tersebut terhadap remaja akan mewarnai penampilan, sikap dan perilaku mereka terhadap lingkungan, terhadap masa depannya dan terhadap dirinya sendiri (Wresniwiro, 1999). Peran orang tua atau keluarga dalam menjaga anaknya harus selalu waspada terhadap perubahan-perubahan sikap dan perilaku anaknya yang sedang menginjak masa remaja. Pada masa ini anak-anak mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi dan selalu ingin bebas dengan teman sebayanya. (Wresniwiro, 1999).

10

Masa remaja adalah masa dimana seorang individu berubah dari anak-anak menjadi dewasa. Remaja diberikan lebih banyak hak dibandingkan anak-anak, namun juga harus memberikan tanggung jawab lebih. Remaja mendapat kendali atas kesehatan mereka sendiri, namun seringkali mereka gagal untuk menerima dukungan, bimbingan, atau akses kearah kedewasaan yang positif. Pada saat yang sama, masyarakat membatasi keterlibatan remaja dalam beberapa kegiatan seperti: alkohol, rokok, atau sex bebas (free sex) (Wong, 1999). Pada awal masa remaja, anak laki-laki dan perempuan sudah menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk, dan mereka menilai sifatsifat ini sifat-sifat ini sesuai dengan sifat teman-teman mereka. Mereka juga sadar akan peran kepribadian dalam hubungan sosial dan terdorong untuk menyesuaikan diri dengan kondisi sosialnya (Hurlock, 1999). Remaja yang menyadari apa yang membentuk kepribadian yang menyenangkan. Mereka mengetahui sifat-sifat apa yang dikagumi oleh teman-teman sejenisnya maupun teman-teman lawan jenisnya. Meskupun sifat-sifat yang dikagumi berbeda dari kelompok sosial ke kelompok sosial yang lain, namun mereka mengerti apa yang dikagumi oleh kelompoknya. Banyak remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar konsep mereka mengenai perilaku yang ideal. Sekalipun dalam lingkungan yang berbeda remaja cenderung mencari orang-orang yang memperlakukan sesuai dengan konsep diri dan menghindari orang-orang yang perilakunya berbeda (Hurlock, 1999).

B. Perilaku 1. Pengertian Perilaku Green (dalam Notoatmodjo, 2003) perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yakni : 1) faktor predisposisi (predisposing factor) mencakup; pengetahuan, sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

11

kesehatan, system nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat social ekonomi dan sebagainya. 2) faktor pemungkin (enabling factors) mencakup: ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya. 3) faktor penguat atau pendorong (reinforcing factors) mencakup : sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Dilihat dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Skiner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) (Notoatmodjo, 2003). Muchlas (1977) perilaku individual dipengaruhi oleh : 1) karakteristik biografik, mencakup: umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, senioritas karyawan, banyaknya tanggungan, masa kerja, dan 2) kemampuan kerja yang dipengaruhi; kemampuan intelektual, fisik dan kesesuaian antara kemampuan dan pekerjaan (Dewi Shinta, 1999). Perilaku merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan yang dipengaruhi pengalaman, keyakinan, fasilitas, dan faktor sosial budaya yang ada di lingkungannya. Perilaku merupakan hasil hubungan antara stimulus dan respon, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan praktek. Perilaku kesehatan pada dasarnya merupakan respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku (praktek) di mulai dengan persepsi, respon terbimbing, mekanisme, dan adaptasi. Perilaku yang dimaksud adalah perilaku remaja tentang bahaya merokok (Notoatmodjo, cit Suharto, 2003). Pengetahuan, sikap dan perilaku dipengaruhi oleh informasi baru yang didapat dari pendidikan sehingga individu mempunyai perubahan atau perilaku barn. Peranan pendidikan kesehatan menurut Notoatmodjo (1993) adalah melakukan intervensi faktor perilaku sehingga perilaku individu, kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan.

12

Pendidikan kesehatan juga mempunyai peranan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun pada dasarnya memiliki

keterbatasan, yaitu hanya untuk masalah-masalah kesehatan yang ada unsur perilakunya (Azwar, 2000).

Pengalaman Keyakinan Fasilitas Sosial budaya

Pengetahuan Persepsi Sikap Keinginan Kehendak Motivasi Niat

Perilaku

Bagan I Asumsi Determinan Perilaku Manusia (Notoatmodjo, 2003)

2. Perilaku Merokok Survei yang dilakukan oleh Depkes RI (1989/1990) di Jakarta untuk melihat alasan menjadi perokok dan perilaku para perokok menunjukkan bahwa perokok pria ada 58,9%, perokok setiap hari 33 1%, perokok kadangkadang 25.8%, serta perokok bekas (berhenti dari merokok) 5,3%. Perokok wanita ada 3,8%, perokok setiap hari 1,0%, perokok kadang-kadang 2,8% dan perokok bekas 0,6% (Sitepoe, 2000). Silvan Tomkins (dalam Al Bachri, 1991) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory antara lain (Mu'tadin, 2000) : 1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Seseorang akan merasakan penambahan rasa yang positif dengan merokok. Green (dalam Psychological factor in smoking, 1978) menambahkan ada 3 tipe ini: a. Pleasure relaxation. Perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, contohnya : merokok setelah minum kopi atau makan.

13

b. Stimulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan. c. Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. 2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya; bila ia merasa cemas, marah, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak. 3. Perilaku merokok yang adiktif (Psychological Addiction). Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. 4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk

mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan yang rutin, sering kali tanpa disadari atau secara otomatis. Menurut Mu'tadin (2002) tipe-tipe perokok antara lain : a. Perokok sangat berat adalah perokok yang mengkonsumsi rokok sangat sering yaitu merokok lebih dari 31 batang per hari dan selang waktu merokoknya 5 menit setelah bangun pagi. b. Perokok berat adalah perokok yang mengkonsumsi rokok sering yaitu sekitar 21-30 batang per hari dengan selang waktu 6-30 menit mulai dari bangun pagi. c. Perokok sedang adalah perokok yang mengkonsumsi rokok cukup yaitu sekitar l-2 batang per hari dengan selang waktu 31-60 menit mulai bangun pagi. d. Perokok ringan adalah perokok yang mengkonsumsi rokok jarang yaitu sekitar 10 batang per hari dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.

14

C. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita, sebab pengetahuan digunakan sebagai sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan (Surisumantri, 1996). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Dalam memperoleh pengetahuan dibutuhkan proses kognitif yang sangat kompleks supaya pengetahuan dapat disampaikan dengan baik dan diterima dengan tepat, sehingga semua indera dapat dilibatkan. Pengetahuan berkaitan erat dengan 4 faktor yaitu ; ingatan, belajar, berfikir, dan intelegensi. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku akan lebih langgeng bila didasari dengan pengetahuan daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). 2. Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai tingkatan yakni: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, sebagainya. menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan

15

b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).Disini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Tingkat kecanggihan kognitif anak memiliki pengetahuan terhadap macam penjelasan yang akan paling banyak membantu. Pertanyaanpertanyaan terbuka tentang dilema yang biasa dihadapi remaja dapat

16

memberikan informasi mengenai tingkat kognitif dan membantu mendeteksi kemungkinan tingkah laku yang beresiko (Nelson,. 2000). Pengetahuan dapat diperoleh melalui berbagai usaha, baik yang dilakukan dengan sengaja maupun secara kebetulan. Dalam proses memperoleh pengetahuan ini, terutama yang dilakukan dengan sengaja, mencakup berbagai metode dan konsep, baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengalaman. Sesuai pendapat WHO (1992) bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman, selain itu juga dari guru, orang tua, teman, buku dan media masa (Riyatno, 1999).

D. Sikap 1. Pengertian Sikap Watson & Tregerthan dalam Azwar (2000) menyatakan bahwa sikap adalah perasaan umum atau evaluasi, baik positif maupun negatif tentang orang, objek ataupun masalah, sedangkan menurut Gochman (dalam Riyatno, 1999) menyatakan bahwa sikap, keyakinan dan persepsi seseorang terhadap perilaku dipengaruhi oleh tujuan dari perilaku itu sendiri (Riyatno, 1999). Atkinson, et.al (1993) menyatakan bahwa sikap meliputi, rasa suka dan tidak suka, mendekati atau menghindari situasi, benda, orang, kelompok dan aspek lingkungan yang dapat dikenal lainnya termasuk gagasan abstrak dan kebijakan sosial. Robbins (1996) mengartikan sikap sebagai suatu pernyataan atau pertimbangan evaluatif mengenai objek, orang atau peristiwa. Thoha (1996) sikap mencakup 3 komponen yaitu pengertian atau pengetahuan (Cognitive), keharuan atau emosi (Affect) dan perilaku atau tindakan (Behaviour). Sikap dan keyakinan dapat diketahui dengan cara menanyakan terhadap orangnya dengan menggunakan pertanyaan skala (Prabandari, cit Riyatno, 1999). Pembentukan sikap dipengaruhi oleh pengalaman pribadi,

kebudayaan, orang yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga tertentu serta faktor emosi dalam diri individu yang bersangkutan

17

(Azwar, 2000). Sikap merupakan kecenderungan berespon yang dapat berubah dengan bertambahnya informasi mengenai objek yang

bersangkutan. Sikap dimulai dari penerimaan, merespon, menghargai dan bertanggung jawab. (Notoatmodjo, 1993). Azwar (2000) menyatakan struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif (Cognitive), afektif (Affective) dan konatif (Conative). Sikap yang dimaksud adalah sikap remaja terhadap kebiasaan merokok. (Suharto, 2003). 2. Komponen Sikap Berdasarkan ketiga komponen sikap tersebut, diuraikan secara rinci sebagai berikut (Azwar, 2000): a. Kognitif (Cognitive) merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi kepercayaan mengenai apa yang berlaku atau apa benar bagi objek sikap. Komponen kognitif sikap remaja terhadap bahaya merokok adalah apa saja yang mempercayai remaja mengenai bahaya merokok. Apa yang dipercayai remaja merupakan Stereotype atau sesuatu yang telah terpolakan dalam fikiranya. Apabila telah terpolakan dalam fikiran bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan, maka remaja percaya bahwa merokok adalah kebiasaan yang buruk. b. Afektif (Affective), menyangkut masalah emosional subyektif

seseorang atau masyarakat terhadap suatu obyek sikap. Komponen afektif ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Contoh: remaja di suatu daerah mempunyai sikap yang berbeda terhadap upaya kegiatan area bebas rokok (Free smoking area), bagi seseorang yang tidak menyukai kegiatan tersebut, maka akan menunjukkan sikap negatif terhadap kegiatan tersebut, sebaliknya bila seseorang menyukai kegiatan tersebut, maka akan mempunyai sikap yang positif terhadap kegiatan tersebut. c. Komponen konatif atau komponen perilaku (Conative), dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan

18

berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek yang dimiliki seseorang. Hal ini diasumsikan bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Seseorang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut .Oleh karena itu sikap seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendensi berperilaku terhadap obyek. Misalnya: Apabila seseorang memandang kegiatan anti rokok itu baik dan ia merasa mempunyai sikap positif, maka wajarlah seseorang mengikuti kegiatan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

E. Merokok Merokok adalah membakar yang kemudian diisap-isap, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa, asap rokok yang diisap berupa gas dan partikel. (Harissons, 1987). Asap rokok yang diisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut side stream smoke, yang mengakibatkan seorang menjadi perokok pasif (Sitepoe, 2000). Ketentuan dalam PP no. 81/1999, pasal 1. Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotina tabacum, Nicotina rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Asap rokok yang diisap mengandung 4000 jenis bahan kimia dengan berbagai jenis daya kerja terhadap tubuh. Beberapa bahan kimia yang terdapat di dalam rokok dan mampu memberikan efek yang mengganggu kesehatan antara lain : nikotin, tar, gas karbon monoksida (CO) dan berbagai logam berat, oleh karena itu seseorang akan terganggu kesehatannya bila merokok secara terus menerus. Hal ini disebabkan adanya nikotin di dalam asap rokok yang diisap. Nikotin bersifat adiktif sehingga seseorang yang merokok sudah merupakan gangguan kesehatan (Sitepoe, 2000).

19

Bahan-bahan kimia asap rokok dan pengaruhya terhadap tubuh atau kesehatan antara lain (Sitepoe, 2000): a. Nikotin Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan saraf, juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik mengalami peningkatan. Denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian 02 bertambah, aliran darah pada pembuluh darah koroner bertambah, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Nikotin meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas, kolesterol, LDL dan meningkatkan agregasi sel pembekuan darah. Nikotin memegang peranan penting dalam ketagihan merokok. Benowitz (1994) menyatakan kadar nikotin sejumlah 5 mgr (4-6 mgr) perhari dari rokok yang diisap baru dapat menimbulkan ketagihan (adiksi) terhadap rokok. Dengan bioavabilitas nikotin 40% dari rokok yang diisap, Benowitz memperhitungkan ambang kadar nikotin yang diisap agar tidak ketagihan rokok adalah sebesar 0,4-0,5 mgr per batang rokok. Tetapi, menurut Herning RI (1981), apabila kadar nikotin dalam sebatang rokok rendah maka si perokok akan berusaha menghisap lebih dalam dan lebih spring sehingga si perokok menjadi ketagihan. Usaha untuk mengurangi nikotin yang diserap oleh tubuh melalui rokok adalah : 1. Mengurangi jumlah batang rokok yang dirokok. 2. Mengurangi jumlah asap rokok yang diisap, misalnya asap rokok diisap sampai di mulut saja kemudian diembuskan keluar. 3. Menggunakan rokok berfilter. 4. Menghindari rokok yang membentuk kondensasi asap yang tinggi, misalnya tembakau dalam keadaan kering betul. b. Tar Tar dapat bersumber dari tambakau, cengkeh, pembalut rokok dan bahan organik lain yang dibakar. Tar hanya di jumpai pada rokok yang dibakar. Dalam tar dijumpai kanserogenik : polisiklik hidrokarbon

20

aromatis yang memicu kanker paru selain itu, juga dijumpai N nitrosoamine nikotin di dalam rokok yang berpotensi besar sebagai kanserogenik terhadap jaringan paru-paru. Bahan ini terdapat di dalam tembakau, tetapi tidak dijumpai di dalam cengkeh sebab nikotin hanya ada di dalam tembakau. c. Gas Karbonmonoksida (CO) Menurut Guidotti Tee dkk (1989), CO merupakan Gas bersifat toksis yang bertentangan dengan O2 dalam transport hemoglobin. Dalam rokok terdapat 2-6% gas CO pada saat merokok, sedangkan gas CO yang diisap oleh perokok paling rendah 400 ppm (part per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi-hemoglobin dalam darah sejumlah 216%.Kadar normal karboksi-hemoglobin hanya 1% pada bukan perokok. Apabila keadaan terus menerus maka terjadi Policitemia yang akan mempengaruhi saraf pusat. Kandungan kadar karbon monoksid di dalam rokok kretek lebih rendah daripada di dalam rokok putih. d. Eugenol Eugenol hanya dijumpai di dalam rokok kretek dan tidak dijumpai di dalam rokok putih. Eugenol dapat ditemukan di dalam cengkeh atau dalam minyak cengkeh yang dapat memberikan bintik minyak pada rokok kretek. Eugenol serupa halnya dengan nikotin, yaitu dapat dijumpai di dalam rokok yang dirokok (asap rokok) dan juga di dalam rokok yang tidak dirokok (tembakau). Guidotti (1989) menyatakan Eugenol atau minyak cengkeh, cairan yang tidak berwarna sampai warna kekuningkuningan dan tidak larut dalam air. Eugenol digunakan sebagai antisepsis, anestetik, dan juga sebagai and piretik. Efek penggunaan rokok kretek tidak diketahui sehingga belum diketahui efek karsinogeniknya. Menurut Sitepoe (2000), merokok bukanlah sebagai penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Pola penyakit akibat merokok antara lain : Penyakit kardiovaskuler, neoplasma

21

(terutama : kanker), penyakit saluran pernafasan, gangguan pada kehamilan dan janin, gangguan alat reproduksi (impotensi dan kemandulan), gangguan alat pencernaan, hipertensi, stroke, penyakit gondok, gangguan pembuluh darah perifer, memperpendek umur, BAK, menimbulkan kebutaan (Amblyopia), adiksi, lebih cepat tua dan memperburuk wajah. Membatasi keterlibatan remaja dalam beberapa kegiatan seperti : alkohol, rokok, atau sex bebas (free sex) (Wong, 1999). Berdasarkan tipenya perokok dapat digolongkan menjadi perokok ringan, perokok sedang dan perokok berat. Perokok ringan yaitu apabila merokok berselang-seling, perokok sedang apabila merokok setiap hari dengan kuantum kecil, dan perokok berat apabila merokok lebih dari satu bungkus setiap hari (Sitepoe (1997).

22

F. Kerangka Teori Faktor Pengetahuan Tingkat pendidikan Informasi Budaya Pengalaman Sosial ekonomi Teman Guru
-

Faktor Sikap
Pengalaman pribadi Orang lain Kebudayaan Media massa Lembaga pendidikan Faktor emosional

Pengetahuan Remaja

Sikap Remaja

Tipe perokok : a) Ringan b) Sedang c) Berat Frekuensi merokok pada remaja

Gambar 1. Sumber

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap remaja tentang rokok Dengan Frekuensi merokok (modifikasi : Notoatmodjo, 2003, Azwar, 2000).

G. Kerangka Konsep Variabel bebas Variabel terikat Pengetahuan Frekuensi merokok pada remaja Sikap Sumber : Notoatmodjo (2003), Azwar (2000)

23

H. Variabel penelitian Pada penelitian ini, hubungan antara variabelnya adalah hubungan asimetris yaitu ada yang menjadi penyebab atau variabel bebas dan ada yang menjadi akibat atau variabel terikat. Variabel bebasnya yaitu tingkat pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya merokok, sedangkan variabel terikatnya adalah frekuensi merokok remaja.

I. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang bahaya merokok dengan frekuensi merokok pada remaja di Desa Pojoksari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal. 2. Ada hubungan antara sikap remaja tentang bahaya merokok dengan frekuensi merokok pada remaja di Desa Pojoksari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.

Anda mungkin juga menyukai