Anda di halaman 1dari 22

Sebagian besar siklus estrus pada sapi terdiri dari gelombang 2 atau 3 aktivitas folikuler.

Waves of ovarian follicular development comprise the growth of dominant follicles some of which become ovulatory and the others are anovulatory. Gelombang perkembangan folikel ovarium terdiri dari pertumbuhan folikel dominan beberapa yang menjadi ovulasi dan yang lainnya anovulasi. Ovarian follicular activity in cows during estrous cycle was studied with a special reference to follicular waves and the circulating concentrations of estradiol and progesterone. aktivitas folikel ovarium pada sapi selama siklus estrus dipelajari dengan referensi khusus untuk gelombang folikel dan konsentrasi sirkulasi estradiol dan progesteron. Transrectal ultrasound examination was carried out during 14 interovulatory intervals in 7 cows. Transrectal pemeriksaan USG dilakukan selama 14 interval interovulatory dalam 7 sapi. Ovarian follicular activity was recorded together with assessment of serum estradiol and progesterone concentrations. aktivitas folikuler ovarium tercatat bersama-sama dengan penilaian estradiol serum dan konsentrasi progesteron. Three-wave versus two-wave interovulatory intervals was observed in 71.4% of cows. Tigagelombang versus interval interovulatory dua gelombang diamati pada 71,4% dari sapi. The 3-wave interovulatory intervals differed from 2-wave intervals in: 1) earlier emergence of the dominant follicles, 2) longer in length, and 3) shorter interval from emergence to ovulation. Interval interovulatory 3-gelombang berbeda dari interval 2-gelombang dalam: 1) munculnya awal dari folikel yang dominan, 2) lagi panjang, dan 3) interval lebih pendek dari munculnya ovulasi. There was a progressive increase in follicular size and estradiol production during growth phase of each wave. Ada peningkatan progresif dalam ukuran folikel dan produksi estradiol selama fase pertumbuhan gelombang masing-masing. A drop in estradiol concentration was observed during the static phase of dominant anovulatory follicles. Penurunan konsentrasi estradiol diamati selama fase statis anovulasi folikel dominan. The size of the ovulatory follicle was always greater and produced higher estradiol compared with the anovulatory follicle. Ukuran folikel ovulasi selalu lebih besar dan diproduksi estradiol lebih tinggi dibandingkan dengan folikel anovulasi. In conclusion, there was a predominance of 3-wave follicular activity that was associated with an increase in length of interovulatory intervals. Sebagai kesimpulan, ada dominasi aktivitas 3-gelombang folikuler yang dikaitkan dengan peningkatan panjang interval interovulatory. A dominant anovulatory follicle during its static phase may initiate the emergence of a subsequent wave. Sebuah folikel anovulasi dominan selama fase statis dapat memulai munculnya gelombang berikutnya. Follicular size and estradiol concentration may have an important role in controlling follicular development and in determining whether an estrous cycle will have 2 or 3-waves. ukuran folikel dan konsentrasi estradiol mungkin memiliki peranan penting dalam mengontrol perkembangan folikel dan menentukan apakah siklus estrus akan memiliki 2 atau 3-gelombang. Other Sections Bagian Lainnya o Abstract Abstrak o Background Latar belakang o Methods Metode

o o o o

Results Hasil Discussion Diskusi Conclusions Kesimpulan References Referensi

Background Latar belakang Ovarian follicular growth in cows occurs in waves. perkembangan folikel ovarium pada sapi terjadi pada gelombang. A wave of follicular growth involves the synchronous development of a group of follicles, one of which become dominant and achieves the greatest diameter suppressing the growth of the subordinate smaller follicles [ 1 ]. Sebuah gelombang pertumbuhan folikel melibatkan pengembangan sinkron sekelompok folikel, salah satu yang menjadi dominan dan mencapai diameter terbesar menekan pertumbuhan folikel yang lebih kecil bawahan [ 1 ]. Transrectal ultrasonic imaging of ovarian follicles reveals that most estrous cycles in cows have two [ 2 ] or three [ 3 ] follicular waves. pencitraan ultrasonik transrectal folikel ovarium menunjukkan bahwa sebagian besar siklus estrus pada sapi memiliki dua [ 2 ] atau tiga [ 3 ] gelombang folikel. A retrospectively identified dominant follicle, its line of development was studied from the start of its growth till achieved the greatest diameter and was recognized as a dominant follicle, grew linearly for approximately 6 days (growing phase), remained approximately the same size for 6 days (static phase), and then began to regress (regressing phase), as indicated by decreasing in antral diameter. Sebuah folikel dominan retrospektif diidentifikasi, lini pembangunan dipelajari dari awal pertumbuhannya hingga mencapai diameter terbesar dan diakui sebagai folikel dominan, tumbuh secara linear selama kurang lebih 6 hari (fase pertumbuhan), tetap sekitar ukuran yang sama selama 6 hari (fase statis), dan kemudian mulai mundur (fase kemunduran), seperti ditunjukkan oleh penurunan diameter antral. The follicular waves are first detectable as 45 mm follicles approximately days 0 and 10 for two-wave interovulatory intervals and on approximately days 0, 9 and 16 for three-wave interovulatory intervals [ 2 ]. Gelombang folikel yang pertama terdeteksi sebagai folikel 4-5 mm sekitar hari 0 dan 10 untuk gelombang interovulatory interval-dua dan pada sekitar hari 0, 9 dan 16 untuk tiga-gelombang interval interovulatory [ 2 ]. It was reported that the bovine estrous cycle involves 2 waves [ 4 ] or 3 waves [ 5 ] of follicular activity. Dilaporkan bahwa siklus estrus sapi melibatkan 2 gelombang [ 4 ] atau 3 gelombang [ 5 ] kegiatan follicular. The purpose of this study was to monitor the ovarian follicular activity in cows and to characterize the temporal association between follicular waves and the circulating concentrations of estradiol and progesterone during estrous cycle. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memantau aktivitas folikel ovarium pada sapi dan untuk menandai hubungan temporal antara gelombang folikel dan konsentrasi sirkulasi estradiol dan progesteron selama siklus estrus. Other Sections Bagian Lainnya o Abstract Abstrak o Background Latar belakang o Methods Metode o Results Hasil

o o o

Discussion Diskusi Conclusions Kesimpulan References Referensi

Methods Metode Seven postpartum dairy cows (Native breed), 45 years of age, were used during September-December. Tujuh sapi perah postpartum (jenis asli), 4-5 tahun, digunakan selama September-Desember. Ultrasound examinations of the ovaries were carried out once every other day. pemeriksaan USG indung telur dilakukan sekali setiap hari. The ultrasound scanner was a real-time, B mode, instrument equipped with a 5 MHz, linear array, intrarectal transducer. Pemindai ultrasound real-time, mode B, instrumen dilengkapi dengan 5 MHz, array linier, transduser intrarectal. Cows were examined during 2 successive estrous cycles. Sapi yang diperiksa selama 2 siklus estrus berturut-turut. 14 interovulatory intervals were used to assess the incidence of 2 versus 3 follicular waves. 14 interval interovulatory digunakan untuk menilai kejadian 2 versus 3 gelombang folikel. The day of ovulation at the beginning of an interovulatory interval was designated as Day 0. Hari ovulasi pada awal interval interovulatory ditetapkan sebagai Hari 0. During each examination the diameter of identified individual follicles with antral diameter of 3 mm were recorded. Selama pemeriksaan setiap diameter folikel individu diidentifikasi dengan diameter antral dari 3 mm tercatat. A follicular wave was identified by the largest follicle ( 6 mm) attaining a diameter greater than the diameter of its subordinate follicles. Sebuah gelombang folikuler diidentifikasi oleh folikel terbesar ( 6 mm) mencapai diameter lebih besar dari diameter folikel subordinat. The day of first detection of a 3 mm follicle that was retrospectively identified as a dominant follicle was taken as the first day of a wave. Hari deteksi pertama folikel 3 mm yang secara retrospektif diidentifikasi sebagai folikel dominan diambil sebagai hari pertama dari gelombang. The interovulatory intervals were classified into: 1) 2-wave interovulatory intervals (1 st wave with a dominant anovulatory follicle and 2 nd wave with a dominant ovulatory follicle). Interval interovulatory diklasifikasikan menjadi: 1) 2gelombang interval interovulatory (1 st gelombang dengan anovulasi folikel dominan dan 2 gelombang kedua dengan ovulasi folikel dominan). 2) 3-wave interovulatory intervals (1 st and 2 nd waves with a dominant anovulatory follicle and 3 rd wave with a dominant ovulatory follicle). 2) 3-gelombang interval interovulatory (1 dan 2 gelombang kedua dengan anovulasi folikel dominan dan 3 gelombang III dengan ovulasi folikel dominan). Each dominant anovulatory follicle was partitioned into growing, static and regressing phases. Tiap anovulasi folikel dominan adalah dipartisi menjadi fase tumbuh, statis dan kemunduran. The growing phase extended from the 1 st day of a wave to the day that the follicle appeared to cease its increase in diameter. Fase tumbuh diperpanjang dari hari pertama 1 dari gelombang ke hari yang folikel muncul untuk menghentikan peningkatan dalam diameter. The static phase extended from the last day of growing phase to the 1 st day that the follicle appeared to decrease in diameter. Fase statis diperpanjang dari hari terakhir tumbuh fase ke hari pertama 1 yang folikel tampaknya penurunan diameter. The regressing phase extended from the last day

of static phase to the day the follicle was no longer detectable. Fase kemunduran diperpanjang dari hari terakhir dari fase statis untuk hari folikel tidak lagi terdeteksi. During each ultrasound examination a single blood sample was drawn by jugular venepuncture from all cows. Pada setiap pemeriksaan USG sampel darah tunggal digambar oleh venepuncture jugularis dari semua sapi. Serum was obtained from all samples and was analyzed by RIA for estradiol and progesterone using coat-A-count kits for each (Diagnostic Products Cooperation, USA). Serum diperoleh dari semua sample dan dianalisis dengan RIA untuk estradiol dan progesteron kit mantel-A-hitungan menggunakan untuk masingmasing (Diagnostik Produk Kerjasama, USA). Statistical analysis for follicular dynamics and hormonal concentration were carried out using ANOVA [ 6 ]. Analisis statistik untuk dinamika folikel dan konsentrasi hormon dilakukan dengan menggunakan ANOVA [ 6 ]. Other Sections Bagian Lainnya o Abstract Abstrak o Background Latar belakang o Methods Metode o Results Hasil o Discussion Diskusi o Conclusions Kesimpulan o References Referensi Results Hasil Of the studied 14 interovulatory intervals 5 out of 7 cows (71.4%) had 3 waves of follicular development. Dari 14 interval dipelajari interovulatory 5 out of 7 sapi (71,4%) memiliki 3 gelombang perkembangan folikel. The mean length of the 2wave interovulatory intervals (19.8 0.6 days) was significantly (P < 0.05) shorter than that of 3-wave interval (22.5 0.8 days). Panjang rata-rata interval interovulatory 2-gelombang (19,8 0,6 hari) secara signifikan (P <0,05) lebih pendek dibandingkan dengan interval 3-gelombang (22,5 0,8 hari). The mean length of days between emergences of waves (Table 1 ) did not differ significantly between the 1 st and 2 nd wave during 3-wave interovulatory intervals. Panjang rata hari antara emergences gelombang (Tabel 1 ) tidak berbeda secara signifikan antara tanggal 1 dan 2 gelombang kedua gelombang selama interovulatory interval-3. While, there was a significant (P < 0.05) increase in length of days in the ovulatory wave of 2-wave interovulatory intervals (2 nd wave) and of 3-wave interovulatory intervals (3 rd wave). Sementara, ada (P <0,05) peningkatan yang signifikan pada panjang hari dalam gelombang-gelombang ovulasi dari interovulatory interval 2 (2 nd wave) dan gelombang interovulatory interval 3 (3 gelombang III). A significant (P < 0.05) increase in the maximum diameter of anovulatory follicle was observed during 3-wave interovulatory intervals (Table 1 ). A (P <0,05) peningkatan yang signifikan dalam diameter maksimum dari anovulasi folikel diamati selama gelombang interovulatory interval-3 (Tabel 1 ). Wave 1 was first detected on Day 0, while wave 2 was detected, on average, on Day 8.7 & 7.2 in 2-wave & 3-wave interovulatory intervals, respectively. 1 gelombang pertama kali terdeteksi pada hari 0, sedangkan gelombang 2 terdeteksi,

rata-rata, pada hari 8,7 & 7,2 di 2-gelombang & interval 3-gelombang interovulatory, masing-masing. Wave 3 was detected, on average, on Day 15 in 3wave interovulatory intervals. Wave 3 terdeteksi, rata-rata, pada Hari 15 dalam interval interovulatory 3-gelombang. The ovulatory follicle showed a significant (P < 0.05) increase in diameter compared with the anovulatory dominant follicle (Table 2 , Fig. Fig.1), 1 ), in the 2-wave and 3-wave interovulatory intervals. Folikel ovulasi menunjukkan (P <0,05) peningkatan yang signifikan dalam diameter dibandingkan dengan folikel dominan anovulasi (Tabel 2 , Gambar. Gambar 1), 1 ), dalam gelombang 2 dan gelombang interovulatory interval-3. A concomitant significant increase in estradiol concentration (Fig. (Fig.4), 4 ), and decrease in progesterone concentration accompanied this increase in the diameter of the ovulatory follicle. Sebuah peningkatan yang signifikan seiring konsentrasi estradiol (Gambar (Gbr.4), 4 ), dan penurunan konsentrasi progesteron ini disertai peningkatan diameter folikel ovulasi.

Siklus Reproduksi Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Siklus reproduksi pada mamalia primata disebut dengan siklus menstruasi, sedangkan siklus reproduksi pada non primata disebut dengan siklus estrus. Siklus estrus ditandai dengan adanya estrus (birahi). Pada saat estrus, hewan betin akan reseftif sebab di dalam ovarium sedang ovulasi dan uterusnya berada pada fase yang tepat untuk implantasi untuk fase berikutnya disebut dengan satu siklus estrus. Panjang siklus estrus pada tikus mencit adalah 4-5 hari, pada babi, sapi dan kuda 21 hari dan pada marmut 15 hari . Pada mamalia khususnya pada manusia siklus reproduksi yang melibatkan berbagai organ yaitu uterus, ovarium, mame yang berlangsung dalam suatu waktu tertentu atau adanya sinkronisasi, maka hal ini dimungkinkan oleh adanya pengaturan/koordinasi yang disebut dengan hormon (hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang langsung dialirkan ke dalam peredaran darah dan mempengaruhi organ target) Pada kebanyakan vertebrata dengan pengecualian primata, kemauan menerima hewan jantan terbatas selama masa yang disebut estrus atau berahi. Selama estrus, hewan-hewan betina, secara fisiologis dan psikologis dipersiapkan untuk menerima hewan-hewan jantan, dan perubahan-perubahan struktural terjadi di dalam organ-organ assesori seks betina. Hewan-hewan monoestrus menyelesaikan satu siklus estrus setiap tahun sedangkan hewan-hewan poliestrus menyelesaikan dua atau lebih siklus estrus setiap tahun apabila tidak diganggu oleh kehamilan (Adnan, 2006 : 43).

Siklus estrus dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu tahap diestrus, proestrus, estrus, dan metestrus. Tahap-tahap isklus dapat ditentukan dengan melihat gambaran sitologi apusan vagina. Paad saat estrus, vagina memperlihatkan sel-sel epitel yang menanduk. Apusan vagina biasanya dibuat pada hewan hewan laboratorium, umpanya mencit dan tikus, sebelum hewan jantan dan betina disatukan, penyatuan sebaiknya dilakukan pada saat estrus awal. Pada saat estrus, vulva hewan betina biasanya merah dan bengkak. Adanya sumbat vagina setelah penyatuan menandakan bahwa kopulasi telah berlangsung, dan hari itu ditentukan sebagai hari kehamilan yang ke nol (Adnan, 2006 : 43) Manivestasi psikologis berahi ditimbulkan oleh hormon seks betina, yakni estrogen yang dihasilkan oleh folikel-folikel ovarium. Berahi yang jelas dapat ditimbulkan pemberian estrogen, bahkan dapat diberikan pada betina yang dioverektomi. Perlu diingat bahwa meskipun berahi disebabkan oleh ovarium, tetapi dengan pengertian bebas dari aktifitas ovarium. Pada betina yang intak, estrogen dari luar dapat menimbulkan berahi pada hampir tiap saat selama periode siklus estrus, oleh sebab itu maka berahi dapat dipisahkan sama sekali dari peristiwa yang terpenting pada ovarium, yakni ovulasi. Pada terapi dengan menggunkan estrogen, adanya faktor ini dalam praktek kedokteran hewan sering dilupakan (Nalbandov, 1990 : 140). Dua jenis siklus yang berbeda ditemukan pada mamalia betina. Manusia dan banyak primata lain mampunyai siklus menstrtuasi (menstrual cycle), sementara mamalia lain mempunya siklus estrus (estrous cycle). Pada kedua kasus ini ovulasi terjadi pada suatu waktu dalam siklus ini setelah endometrium mulai menebal dan teraliri banyak darah, karena menyiapkan uterus untuk kemungkinan implantsi embrio. Satu perbedaan antara kedua siklus itu melibatkan nasib kedua lapisan uterus jika kehamilan tidak terjadi. Pada siklus mnestruasi endometrium akan meluruh dari uterus melalui serviks dan vagina dalam pendarahan yang disebut sebagai menstruasi. Pada siklus estrus endometrium diserap kembali oleh uterus, dan tidak terjadi pendarahan yang banyak (Campbell, 2004 : 141). Menurut Syahrum (1994), perubahan-perubahan yang terjadi pada ovarium selama siklus estrus : 1.Selama tidak ada aktifitas seksual (diestrus) terlihat terlihat folikel kecil-kecil (folicle primer) 2.Sebelum estrus folikel_folikel ini akan menjkadi besar tetapi akhirnya hanya bsatu yang berisi ovum matang. 3.Folikel yangh berisi ovum matang ini akan pecah, telur keluar (ovulasi), saat disebut waktu estrus. 4.Kalau telur dibuahi, korpus luteum akan dipertahankan selama kehamilan dan siklus berhenti sampai bayi lahir dan selesai disusui. 5.Kalau telur tidak dibuahi, korpus luteum akan berdegenerasi, folikel baru akan tumbuh lagi, siklus diulangi.

Kemungkinan fertilisasi semakin besar diperbesar pada sejumlah spesies mamalia (tetapi pada manusia tidak), dengan menimbulkan birahi (estrus) pada betina dan hanya mau kawin ketika mendekati waktu ovulasi. Ovulasi birahi dan perubahan lapisan-lapisan uterus dalam persiapan penerimaan telur yang dibuahi, dikontrol oleh mekanisme endokrin yang rumit (Vilee, 1989 : 73). Pada manusia dan hewan primata lainnya mempunya siklus menstruasi, pada mamalia lain dikenal adanya siklus estrus (estrous cycle). Pada siklus estrus lapisan endometrium yang telah dipersiapkan untuk menerima konsepsi, akan diserap kembali oleh uterus bila tak terjadi pembuahan, sehingga tidak banyak terjadi pendarahan. Pada hewan betina periode seputar ovulasi, vagina mengalami perubahan yang memungkinkan terjadinya perkawinan, periode ini disebut dengan estrus (Anonim, 2006). Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan endometrium pada uterus akan luruh keluar tubuh, sedangkan pada siklus uterus jika tidak terjadi pembuahan, endometrium akan direabsorbsi oleh tubuh. Siklus estrus pada bebagai jenis hewan, berbeda-beda begitupun dengan jumlah siklus estrusnya dalam setahun berbeda pula (Rikacute, 2007) Siklus estrus ini terjadi secara berkala. Bila dalam satu tahun hanya satu siklus disebut dengan monoestrus, misalnya menjangan satu kali dalam satu tahun . pada mamalia kecuali primata terjadi berhai pada yang betina disebut estrus {heat), pada saat itu binatang betina siap untuk kawin. Terlihat keadaan betina gelisah (Syahrum, 1994 : 45) Masa satu periode estrus ke estrus berikutnya disebut satu siklus estrus. Kalau terjadi perkawinan dan hamil, maka siklus estrus berhenti sampai bayi lahir. Bila tidak maka siklus jalan terus ( Syahrum, 1994 : 45) Banyak hewan ketika berahi menjadi sangat aktif. Babi dan sapi pada saat berahi berjalan empat atau lima kali lebih banyak dibandingkan dengan sisa masa siklusnya. Aktifitas yang tinggi ini di sebabkan oleh estrogen. Tikus yang berada di dalam kandang berlari secara spontan jauh lebih banyak ketika berahi dibandingkan selama diestrus. Siklus estrus berhubungan erat dengan perubahan organ-organ reproduksi yang berlangsung pada hewan betina (Adnan, 2007 : 45) Hubungan antara siklus vagina , siklus estrus, dan siklus ovarium dalam kaitannya dengan siklus estrus yaitu : a. Siklus vagina : Selama fase estrus atau birahi atau perkembngan folikel yang maksimal, serviks mensekresi lendir dalam jumlah terbesar dan tercair pada manusia terdapat pada saat ovulasi b. Siklus uterus : Selama fase estrus atau birahi ukuran atau histologi uterus tidak pernah statis. Perubahan yng sangat nyata terjadi di endomterium dan kelenjarnya.

Selama fase folikuler dari siklus estrus, kelenjar uterus sederhana dan lurus dan sedikit cabang. Penampilan uterus ini menandkn untuk stimulasi estrogen. Selama fase luteal, yakni saat proegesteron beraksi terhadap uterus, endometrium beratambah tebal secara mencolok, diameter dan panjang kelenjar meningkat secara cepat menjadi percabangan dan berkelok-kelok. c. Siklus ovarium: Puncak peristiwa siklus estrus adalah peristiwa pecahnya folikel dan terlepasnya ovum dari ovarium. Pada sapi 75 % mengalami ovulasi 12 sampai 14 jam setelah birahi berakhir, yang lain mengalami ovulasi lebih awal, yaitu 2,5 jam sebelum ovulasi berakhir. Pada wanita akan mengalami ovulasi kira-kira hari ke 14 dari siklus. Pada beberapa hewan, variasi saat ovulasi tidak jelas. Hormon-hormon yang berperan dalam mengatur iklus reproduksi pada manusia dan pengaruhnya yaitu : a. FSH berfungsi merangsang pematangan sel telur dan pembentukan hormon estrogen b. Estrogen berfungsi untuk menghambat terbentuknya FSH dan membentuk LH. c. LH berfungsi untuk merangsang terjadinya ovulasi. Perbedaan siklus menstruasi dengan siklus estrus yaitu : Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata yang dewasa seksual yang ditandai dengan adanya siklus haid, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan endometrium pada uterus akan luruh keluar tubuh. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Pada siklus astruns, meliputi empat fase yaitu fase diestrus, proestrus, estrus, dan fase metesterus, jika tidak terjadi pembuahan, endomentrium akan direabsorbsi oleh tubuh. DAFTAR PUSTAKA Adnan, 2006. Reproduksi dan Embriologi Makassar : Jurusan Biologi FMIPA UNM Anonim, 2007. Bahwa siklus estrus. http://www. Madrasah-muallimaat.sch.id. Diakses tanggal 2 November 2007. Campbell, N. A.2004. Biologi Edisi ke 5 Jilid III. Jakarta : Erlangga. Syahrum, H. M. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Nalbandov, A. V, 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. Jakarta : Universitas Indonesia. Rikacute, 2006. Pengaturan Fungsi Reproduksi Betina.

http://rikacute.blogspot.com Diakses 2 November 2007. Vilee, Walker, Barnes, 1973. Zoologi Umum Jilid 1 Edisi Ke 4. Jakarta : Erlangga Diposkan oleh Generasi Biologi-STAIN CRB di 01.22

SIKLUS REPRODUKSI Adnan. 2010 (Biologi FMIPA UNM) Pada hewan betina yang dewasa seksual dikenal adanya siklus reproduksi. Siklus reproduksi adalah siklus seksual yang terdapat pada individu betina dewasa seksual dan tidak hamil yang meliputi perubahan-perubahan siklik pada organ-organ reproduksi tertentu misalnya ovarium, uterus, dan vagina di bawah pengendalian hormon reproduksi. Siklus reproduksi meliputi antara lain siklus esterus, siklus ovarium, dan siklus menstruasi. A. SIKLUS ESTRUS

Pada kebanyakan vertebrata dengan pengecualian primata, kemauan menerima hewan-hewan jantan terbatas selama masa yang disebut estrus atau berahi. Selama estrus, hewan-hewan betina seca ra fisiologis dan psikologis dipersiapkan untuk menerima hewan-hewan jantan, dan perubahan-perubahan struktural terjadi di dalam organ assesori seks betina. Hewan-hewan monoestrus menyelesaikan satu siklus estrus setiap tahun, sedangkan hewan-hewan poliestrus menyelesaikan dua atau lebih siklus estrus setiap tahun apabila tidak diganggu dengan kehamilan. Siklus estrus adalah siklus reproduksi yang berlangsung pada hewan non primata betina dewasa seksual yang tidak hamil. Pada mencit, siklus estrus terdiri atas beberapa fase utama adalah fase diestrus, fase proestrus, fase estrus, dan fase metestrus. 1. Fase diestrus, adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel berinti dalam jumlah yang sangat sedikit dan leukosit dalam jumlah yang sangat banyak. Lamanya fase ini kurang lebih 55 jam (Billet dan Wild, 1975) 2. Fase proestrus, adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel berinti berbentuk bulat, leukosit tidak ada atau sangat sedikit. Lamanya fase ini kurang lebih 18 jam (Billet dan Wild, 1975) 3. Fase estrus, adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk yang sangat banyak, dan beberapa sel epitel dengan inti yang berdegenerasi. Lamanya fase ini kurang lebih 25 jam (Billet dan Wild, 1975). 4. Fase metestrus adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk dan leukosit yang banyak. Lamanya fase ini kurang lebih 8 jam (Billet dan Wild, 1975).

Fase-fase siklus estrus dapat didentifikasi dengan membuat apusan vagina. Pengamatan terhadap sitologi apusan vagina dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya. Aplikasi uji apusan vagina dapat digunakan untuk menentukan aktivitas esterogenik suatu bahan (Elghamry et al.,1963) seperti ditunjukkan pada table 2.1 Tabel 2.1. Aplikasi uji apusan vagina untuk menentukan aktivitas esterogenik suatu bahan (Elghamry et al.,1963) No Tipe Sel Skor 1 Sel epitel menanduk 6 2 Sel epitel menanduk dan leukosit 5 3 Sel epitel menanduk dan sel epitel intermediat 5 4 Sel epitel intermediate dan sel epitel menanduk 4 5 Sel epitel menanduk, sel epitel intermediate, dan sel epitel intermediate 4 6 Sel epitel intermediate, sel epitel intermediate, dan sel epitel menanduk 3 7 Sel epitel intermediate, sel epitel menanduk, dan leukosit 3 8 Sel epitel intermediate 3 9 Leukosit, sel epitel intermediate, dan sel epitel menanduk, dan 2 10

Leukosit dan sel epitel intermediate 1 11 Leukosit, sel epitel biasa 0 Pada saat hewan berada pada fase diestrus, maka pada saat itu hewan-hewan tersebut tidak aktif secara seksual. Semua hewan mamalia betina kecuali primat tingkat tinggi, kopulasi hanya dimungkinkan berlangsung pada periode tertentu di dalam setiap siklus estrusnya. Periode dimana secara psikologis dan fisiologis hewan betina bersedia menerima pejantan dinamakan berahi atau estrus. Ketika berahi, seekor betina berada pada status psikologis yang berbeda secara jelas dibandingkan dengan sisa periode di luar berahi di dalam siklus. Pejantan biasanya tidak menunjukkan perhatian seksual pada betina di luar masa berahi, dan bila pejantan akan mengawini betina, maka hewan betina akan menolak.

Gambar 3.1 Kejadian-kejadian dalam siklus estrus kelinci (A) Reaksi- reaksi utama pada saat estrus, (B) Kejadian-kejadian yang mengiringi perkawinan (Carlson, 1989)

Terdapat korelasi antara keadaan fisiologis dengan kejadian- kejadian endokrin reproduksi. Manifestasi berahi ditimbulkan oleh hormon seks betina, yaitu esterogen yang dihasilkan oleh folikel-folikel ovarium. Pemberian esterogen secara eksogen pada hewan betina dapat menimbulkan berahi pada hamper setiap saat selama periode siklus estrus, bahkan pada hewan betina yang diovariektomi (Nalbandov, 1990).Banyak hewan ketika berahi menjadi sangat aktif. Babi dan sapi pada saat berahi berjalan empat atau lima kali lebih banyak dibandingkan dengan sisa masa siklusnya. Aktivitas yang tinggi ini disebabkan oleh esterogen. Tikus yang berada di dalam kandang berlari secara spontan jauh lebih banyak ketika berahi dibandingkan selama diestrus (Nalbandov, 1990). Sikluis estrus berhubungan erat dengan perubahan organ-organ reproduksi yang berlangsung pada hewan betina. a. Vagina Selama masa estrus atau berahi atau perkembangan folikel yang maksimal, serviks mensekresi lender dalam jumlah terbesar dan tercair; atau kalau pada manusia terdapat pada saat ovulasi. Lendir serviks memiliki pH 6,6 s/d 7,5 (Pada sapi rata-rata 6,9), dan pH ini kira-kira tetap stabil sepanjang siklus. Sperma tetap dapat hidup dalam serviks (72 jam pada wanita), jauh lebih baik dibandingkan di dalam vagina yang hanya dalam beberapa jam saja sperma sudah tidak dapat bergerak. pH vagina bersifat alkalis tetapi diantara individu menunjukkan variasi yang luas dan juga terdapat variasi yang luas di dalam siklus. Pada sapi, pH vagihna bervariasi antara 7,5 s/d 8,5. Pada semua species hewan yang telah diselidiki (sapi, kuda, wanita dan tikus), vagina menjadi lebih alkalis selama fase tidak birahi (diestrus bagi hewan non primat) dan menjadi lebih asam selama berahi. Perubahan pH ini disebabkan oleh esterogen telah dapat ditunjukkan dengan injeksi hormon pada wanita dan sapi yang diovariektomi.

Pada tikus dan mencit, perubahan-perubahan yang berlangsung pada vagina meliputi perubahan histologi epitel yang tergambar pada saat dilakukan pengamatan apusan vagina. Epitel vagina secara siklik dirusak dan dibentuk kembali selama siklus, bervariasi dari bentuk 44 skuama berlapis hingga kuboid rendah. Tipe-tipe epithelium yang mendominasi preparat apusan vagina memberikan petunjuk apakah epitel vagina sedang distimulasi atau tidak oleh esterogen. Perubahan- perubahan hisdtologi vagina terjadi pada semua mamalia betina selama siklus estrus. Teknik preparat apusan vagina sangat bermanfaat terutama pada species yang memiliki siklus estrus pendek (mencit dan tikus), karena pada species ini , histology vagina dapat mencerminkan kejadian-kejadian pada ovarium dengan tepat (Nalbandov, 1990). Pada species dengan siklus yang lebih panjang seperti wanita dan hewan domestikasi, akan mengalami keterlambatan satu sampai beberepa hari dari perubahan ovarium. Kecuali itu, betina dengan siklus panjang menunjukkan variasi individu yang sangat nyata dan menyebabkan aplikasi teknik apusan vagina kurang tepat dan kurang berguna (Nalbandov, 1990). b. Uterus Bila dilakukan pengamatan terhadap perubahan-perubahan histologi dan morfologi uterus selama siklus, maka akan ditemukan bahwa ukuran maupun histology uterus tidak pernah statis. Perubahan yang sangat nyata terjadi di endometrium dan kelenjarnya. Selama fase folikuler dari siklus estrus, kelenjar uterus sederhana dan lurus dengan sedikit cabang. Penampilan kelenjar uterus ini menandakan untuk stimulasi esterogen. Selama fase luteal, yakni saat progeteron beraksi terhadap uterus, endometrium bertambah tebal secara mencolok. Diameter dan panjang kelenjar meningkat secara cepat, menjadi bercabang-vabang dan berkelok-kelok.

c. Ovarium Puncak peristiwa siklus estrus adalah pecahnya folikel d an terlepasnya ovum dari ovarium. Pada sapi, 75% mengalami ovulasi 12 s/d 14 jam setelah berahi berakhir; yang lain mengalami ovulasi lebih

45 awal, yaitu 2,5 jam sebelum berahi berakhir. Pada wanita akan mengalami ovulasi kira-kira hari ke 14 dari siklus. Pada beberapa hewan, variasi saat ovulasi tidak jelas. Hampir mayoritas kelinci tanpa memperhatikan bangsanya, ovulasiterjadi 10 s/d 11 jam s etelah kopulasi atau sesudah injeksi dengan hormone yang mengindukdi ovulasi.

Pada tikus dan mencit, panjang siklus dan saat ovulasi sangat konstan pada setiap macam strain (Nalbandov, 1990) Tabel 2. Panjang siklus, lama berahi, dan waktu ovulasi pada beberap hewan (Nalbandov, 1990). Hewan Siklus (Hari) Berahi Waktu ovulasi Kuda 19-23 4-7 hari Sehari sebelum sampai sehari sesudah berahi Sapi 21 13-17 jam 12-15 jam sesuadh akhir berahi Babi 21 2 3 hari 30 -40 jam sesudah berahi mulai Domba 16 30-36 jam 18-26 jam sesudah berahi mulai Kambing 19 39 jam 9-19 jam sesudah berahi mulai Marmut 16 6-11 jam 10 jam sesudah berahi mulai Hamster 4 20 jam 8-12 jam sesudah berahi mulai Mencit 4 10 jam 2-3 jam sesudah berahi mulai Tikus 4-5 13 atau 15 jam 8 atau 10 jam sesudah berahi mulai.

Wanita 28 kontinu Siklus hari ke 12 sampai 15 B. SIKLUS MENSTRUASI Siklus menstruasi adalah siklus reproduksi yang berlangsung pada hewan primata betina dewasa seksual yang ditandai dengan adanya haid. Pada manusia menstruasi biasanya ber-akhir pada umur di atas 45 hingga 50 tahun, periode ini biasa disebut periode monopause. Lama siklus menstruasi biasanya kurang lebih 28 hari. Siklus menstruasi biasanya dimulai antara usia 12 dan 15 tahun. Periode ini biasa disebut periode menarch, dan terus berlangsung hingga mencapai periode menopause. Siklus menstruasi terdiri atas 3 fase adalah (i) fase proliferasi, (ii) fase sekresi, (iii) fase menstruasi. Fase proliferasi merupakan fase dimana kelenjar endometrium mengalami pertumbuhan sebagai akibat berlangsungnya pembelahan sel secara berulang-ulang. F ase ini bertepatan dengan perkembangan folikel ovarium dan pembentukan hormone esterogen yang diproduksi oleh sel-sel folikel. Pada fase ini kadar hormon esterogen di dalam plasma darah meningkat. Pada akhir fase ini performance kelenjar tampak lurus, lumen sempit dan sel-sel mulai mengakumulasi glikogen pada daerah disekitar inti, arteri spiralis memanjang dan berkelok-kelok. Fase sekresi atau fase luteal dimulai setelah ovulasi dan sangat tergantung pada pembentukan korpus luteum yang mensekresikan progesteron.

Progesteron bekerja merangsang sel-sel kelenjar untuk bersekresi. Kelenjar menjadi berkelok-kelok karena lumennya melebar akibat bahan sekret yang terakumulasi di dalamnya. Pada fase ini endometrium mencapai tebal yang maksimum sebagai akibat penimbunan bahan sekret dan terjadinya oedema stroma. Selama fase ini pembelahan mitosis mulai sangat menurun, sementara itu pemanjangan dan berkelok-keloknya arteri spiralis terus berlangsung dan meluas ke bagian superfisial endometrium. Fase menstruasi terjadi bila ovum tidak dibuahi sehingga tidak ada implantasi. Tidak adanya implantasi menyebabkan tidak terbentuknya plasenta. Tidak adanya plasenta menyebabkan tidak terbentuknyahuman chorionic gonadotrophin (hCG), sehingga tidak ada yang memelihara korpus luteum. Akibatnya korpus luteum berdegenerasi. Degenerasi korpus luteum menjadi korpus albican menyebabkan produksi progesteron menurun secara drastis hingga mencapai kadar yang tidak mempu mempertahankan penebalan endometrium. Akibatnya terjadi penyusutan dan peluruhan endomet- rium (Junqueiro dan Carneiro, 1982). Pada akhir fase sekresi, dinding arteri spiralis berkonstraksi, menutup aliran darah dan menimbulkan iskemia yang mengakibatkan kematian (nekrosis) endometrium. Pada stadium ini, deskuamasi endometrium dan rupture pembuluh-pembuluh darah di atas konstriksi berlangsung dan perdarahan mulai timbul (Junqueiro dan Carneiro, 1982).

Endometrium sebagian lepas. Jumlah yang hilang pada setiap wanita tidak sama, bahkan pada wanita yang sama pada waktu yang berlainan. Pada umumnya panjang siklus menstruasi rata-rata berkisar 28 hari. Menstruasi adalah peristiwa keluarnya darah dari vagina. Darah haid berasal dari lumen uterus dan timbul akibat terlepasnya bagian lapisan fungsional dari endometrium yang sebelumnya dipersiapkan untuk menerima sel telur yang telah dibuahi atau zygot. L ama menstruasi berkisar 2- 6 hari. Jangka waktu dari hari pertama haid sampai hari pertama haid berikutnya disebut daur haid atau siklus menstruasi. Siklus menstruasi dianggap normal apabila berlangsung diantara 21-45 hari lamanya, dan dikatakan teratur bilamana perbedaan dalam daur haid yang dialami seorang wanita tidak lebih dari satu minggu lamanya.

Gambar 3.2. Kejadian-kejadian penting selama siklus menstruasi (Carlson, 1989).

Perubahan-perubahan selama siklus menstruasi sangat erat kaitannya dengan perubahan-perubahan yang berlangsung di dalam ovarium. Perubahan-perubahan yang berlangsung pada ovarium meliputi tiga tahap adalah (i) pra ovulasi (ii) ovulasi, dan (iii) pasca ovulasi. Tahap pra ovulasi adalah jangka waktu antara hari pertama haid sampai saat ovulasi. Lamanya tahap praovulasi dapat berubah- ubah pada seseorang dan berbeda diantara para wanita. Tahap pasca ovulasi adalah jangka waktu antara ovulasi sampai hari pertama haid berikutnya. Pada hari-hari terakhir sebelum ovulasi, folikel Graaf bertambah besar dengan cepat dibawah pengaruh FSH dan LH, dan membesar hingga mencapai garis tengah 15 mm. Bertepatan dengan perkembangan terakhir folikel Graaf, oosit primer, dimana pada saat it masih dalam tahap diktioten melanjutkan dan mengahiri pembelahan miosis pertamanya. Sementara itu permukaan ovarium menonjol setempat tanpa pembuluh darah dan disebut stigma. Sebagai akibat kelemahan setempat dan degenerasi dari permukaan ovarium, cairan folikel merembes keluar melalui stigma yang berangsur-angsur membuka. Bila cairan yang keluar semakin banyak, tekanan di dalam folikel semakin berkurang dan oosit bersama sel cumulus ooforus yang mengelilinginya terlepas dan hanyut meninggalkan ovarium. Beberapa diantara sel-sel cumulus ooforus tersebut kemudian menyusun diri di sekeliling zona pellusida dan membentuk corona radiate. Pada saat oosit dengan cumulus ooforusnya dikeluarkan dari ovarium (ovulasi), pembelahan miosis pertama berakhir dan oosit sekunder memulai pembelahan miosis kedua (Sadler, 1988)

Pada beberapa wanita, ovulasi disertai dengan sedikit rasa nyeri, dikenal dengan nama nyeri tengah, karena peristiwa itu normal terjadi dekat pertengahan daur menstruasi. Pada umumnya ovulasi juga disetai dengan peningkatan suhu tubuh, suatu peristiwa yang dapat diamati untuk membantu penentuan saat terjadinya ovulasi (Sadler, 1988) Untuk semua siklus menstruasi, lamanya tahap pasca ovulasi tetap sama adalah rata-rata 14 hari, adalah antara 12-16 hari lamanya. Oleh sebab itu panjang pendeknya daur menstruasi tidak ditentukan oleh tahap pasca ovulasi, melainkan oleh tahap pra ovulasi (gambar Carlson, R.M. 1988. Pattens Foundation of Embryology. Mc. Graw Hill Books. New York. Gilbert, S.F. 1985. Development Biology. Sinauer Ass. Publ. Sunderland. Massacussetts. Sadler, T. 1985. (Alih bahasa Susanto, 1988). Medical Embryology. William and Wilikins. Baltimore. Junqueire, L.C. and Carnerio. J. 1980 (Alih Bahasa adji darma, 1982). Basic Histology. Lange Medical Publ. California Johnson, M. And Everiit, B. 1988. Essential Reproduction. Black Well Scientific Publ. Oxford, London. Spratt, N. T. 1971. Development Biology. Wadsworth Publ Co. Belmont, california

Anda mungkin juga menyukai