Anda di halaman 1dari 10

SISTEM HUKUM INDONESIA

Oleh: Putri Sholeha Rolas 170110120110

ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2013

Setiap negara mempunyai sistem hukum yang berbeda-beda, kita mengenal Hukum Indonesia dari :

a. b. c. d.

Bentuk Isi Sumber Tujuan

Bentuk Hukum Indonesia a. Tertulis, misal : UUD 1945, UU Pokok Agraria, Hukum Pidana (KUHP) b. Tidak Tertulis, misal : Hukum Adat, Hukum Kebiasaan (Sewa Beli, Fidusia) Kedua kelompok hukum tersebut merupakan Hukum Indonesia atau Hukum Positif Indonesia, yaitu Hukum yang berlaku pada waktu ini di Indonesia, dibentuk oleh badan-badan kenegaraan yang diberi wewenang membentuknya, misal: MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD (Pasal 3 ayat 1). DPR memegang kekuasaan membentuk UU (Pasal 20 ayat 1). Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pas al 10 ayat 2). Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR (Pasal 5 ayat 1) dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan PP sebagai pengganti UU (Pasal 22 ayat 1). Badan-badan kenegaraan lainnya yang kedudukannya dibawah Presiden dalam membentuk hukum dipengaruhi oleh alam pikran bangsa Indonesia atau filsafat hidup bangsa Indonesia. Dasar filsafat dalam pembentukkan hukum Indonesia adalah Pancasila, karenanya Pancasila disebut Filsafat Hukum Indonesia. Bagaimana Pancasila memperoleh legalitas hukumnya sehingga merupakan suatu kaidah yang normatif, yang mengikat, yang mempengaruhi tingkah laku manusia Indonesia, baik sebagai individu dalam masyarakat maupun sebagai pendapat negara yang diserahi tugas membentuk UU ditambah peraturan-peraturan lainnya? Agar Pancasila merupakan kaidah yang mengikat, maka Pancasila harus merupakan kaidah yang mengikat. Untuk menjadi norma yang mengikat, Pancasila harus mempunyai Bentuk dan Isi. Bentuk Pancasila dan Isinya tercermin dalam pembukaan UUD 1945. Bentuk : Tertulis. Isinya: 1. Ketuhanan yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta 5. mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun yang berhak mengisi sila-sila Pancasila adalah Rakyat Indonesia yang mendelegasikannya kepada sebuah badan yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat, yang membawakan suara dan kehendak ralyat Indonesia. Tampaknya Pancasila masih menjadi kaidah dasar dalam tertib hukum Indonesia. Menurut teori tangga Hans Kelsen (Stufen Theory): General Norms (dibentuk oleh badan legislatif) Tertib Hukum Individual Norms (dibentuk oleh badan eksekutif) Kaidah Dasar UUD UU Peratura nPeratura Ketetapa n n Pemerint ah

Teori tangga menggambarkan dasar berlakunya suatu kaidah terletak pada kaidah yang diatasnya. Menurut Kelsen: Legalitas Peraturan terletak pada UU, dan legalitas UU terletak pada UUD. Norma adalah peraturan yang harus diikuti dan dilindungi oleh sanksi. General norms adalah kaidah yang berlaku umum, mengikat umum, misal: kaidah dasar, UUD, UU dan Peraturan-peraturan. Adapun kaidah khusus: mengikat seseorang tertentu yang diketahui identitasnya. Individual norms berupa ketetapan-ketetapan atau keputusankeputusan hakim baik yang berupa vonis maupun penetapan hakim. Vonis adalah keputusan hakim yang menyelesaikan statu sengketa/perkara, sedangkan penetapan hakim adalah keputusan hakim yang menyelesaikan statu permohonan, misal: permohonan untuk diangkat menjadi wali atas anak dibawah umur (Belem dewasa, dibawah usia 21 tahun), atau permohonan untuk pengangkatan anak (Bachean Mustafa, Bab 1.1 1.2) Isi

Menurut isinya hukum Indonesia dibedakan antara Hukum Publik dan Hukum Privat. Hukum Publik adalah hukum yang melindungi kepentingan umum/ negara. Hukum Privat adalah hukum yang melindungi kepentingan privat/ perorangan, misal: jual beli, sewa menyewa.

Hukum Privat disebut juga Hukum Perdata dalam arti luas, mencakup: a. Hukum Perdata dalam arti sempit, yaitu ketentuan yang dimuat dalam KUHS, Octrooi dan UU Auteur. UU Octrooi adalah UU yang melindungi hak cipta dalam bidang industri, perdagangan. UU Auteur adalah UU yang melindungi hak cipta dalam bidang kesenian dan kesusastraan. b. KUHD: kitab UU hukum dagang. Sebagaian hukum dagang masuk dalam hukum perdata, karena semula hanya terdapat hukum perdata, kemudian dirasakan perlu ada perbedaan antara keduanya, sehingga dampaknya terdapat campuran dalam kedua kitab UU tersebut. Sebagian hukum dagang masuk ke dalam kitab UU hukum perdata, sebagian hukum perdata masuk ke dalam hukum dagang. Sesudah Indonesia merdeka terdapat 3 kodifikasi hukum, yaitu: Kitab UU Hukum Pidana, Kitab UU Hukum Perdata, Kitan UU Hukum Dagang. Dari perkembangan selanjutnya terdapat pandangan bahwa Kitan UU Hukum Perdata mestinya seperti semula, hukum dagang masuk ke dalam hukum perdata, karena hukum dagang tidak ada landasan ilmunya. Adapun yang dimaksud dengan kodifikasi adalah membukukan hukum ke dalam kitab UU secara sistematis dan lengkap. Sumber Hukum Sumber hukum Indonesia dalam arti formal terdiri dari : 1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 3. Undang-Undang 4. Hukum adat dan hukum kebiasaan 5. Yurisprudensi 6. Traktat 7. Doktrin Namun dalam TAP MPR No. III/MPR/200 ditentukan urutan urutan sumber hukum di Indonesia dari atas ke bawah, yaitu : 1. Undang Undang Dasar Tahun 1945 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

3. 4. 5. 6. 7.

Undang Undang yang dibuat DPR bersama Presiden Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden Peraturan Daerah

Tujuan Hukum Sejak sekitar tahun 1970an, dikembangkan hukum ekonomi di Indonesia, yang dipelajari dari Amerika Serikat. Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, tujuan hukum adalah untuk mencapai masyarakat yang tertib, adil dan damai, selain tujuan tersebut di Indonesia ditambahkan pengayoman. Adapun yang dimaksud dengan Sistem Hukum Indonesia adalah suatu kesatuan bidang-bidang hukum yang terkait satu sama lain. Menurut Bachsan Mustafa, hukum Indonesia dapat dibagi menurut lapangannya/ bidang-bidangnya : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Hukum Adat dan Hukum Kebiasaan. Hukum Perdata dan Hukum Dagang Eropa. Hukum Acara Perdata. Hukum Pidana. Hukum Acara Pidana. Hukum Tata Negara. Hukum Administrasi Negara . Hukum Internasional. (Bachsan Mustafa, Bab I, 6-8)

Keadaan hukum di Indonesia : Masih berlaku peraturan-peraturan hukum jaman Belanda melalui pasal 1 aturan peralihan UUD 1945:Segala Peraturan Perundangaundangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini. Beberapa peraturan perundang-undangan dari tatanan hukum pada jaman Belanda yang belum diganti dengan yang baru, adalah Pasal 163 dan Pasal 131 IS(Indische Staats Regeling), STB 1917-129, STB 1924-556 dan STB 1917-12. Berdasarkan pasal 163 IS penduduk hindia Belanda dibagi dalam 3 golongan:

1. Golongan Eropa, pasal 163 (2) terdiri dari: a. Semua warga negara Belanda. b. Semua yang tidak disebut pada nomor 1 diatas, yang berasal dari Eropa c. - Semua warga negara Jepang. - Semua orang yang berasal dari tempat lain yang tidak termasuk ke dalam nomor a dan b ditanah asalnya mempunyai hukum keluarga yang dalam asasnya bersamaan dengan hukum keluarga Eropa. Anak nomor b dan c yang dilahirkan di Indonesia secara sah atau menurut UU yang diakui dan turunan mereka selanjutnya. 2. Golongan timur asing berdasarkan pasal 163 (4) adalah mereka yang tidak termasuk ke dalam golongan bumi putera dan golongan Eropa yaitu orang-orang India, Pakistan, Arab, Cina dan sebagainya. 3. Golongan bumi putera (Indonesia asli) berdasarkan pasal 163 (3) adalah orang-orang Indonesia asli yang turun temurun menjadi penghuni dan bangsa Indonesia termasuk kedalam golongan bumi putera adalah: a. Mereka yang termasuk pribumi yang tidak pindah ke golongan lain. b. Mereka yang tadinya termasuk ke dalam golongan lain, tapi telah meleburkan diri ke dalam golongan bumi putera. Hukum Perdata yang berlaku terhadap tiap-tiap golongan penduduk tersebut : 1. Berdasarkan pasal 131 (2a) untuk golongan Eropa berlaku hukum perdata dan hukum dagang Eropa seluruhnya tanpa kecuali, baik yang tercantum dalam KUHS dan KUHD maupun dalam UU tersendiri diluar kodifikasi tersebut. 2. Berdasarkan pasal 131 (2b) untuk golongan bumi putera berlaku hukum perdata yang sinonim dengan hukum yang tidak tertulis (Prof. Soepomo, SH) 3. Berdasarkan STB 1917-129, golongan Timur asing terdiri dari: a. Golongan Timur Asing Cina. b. Golongan Timur Asing bukan Cina, berdasarkan pasal 131 (2b) IS Jo STB 1917-129, hukum perdata berlaku untuk golongan timur asing Cina adalah hukum perdata dan hukum dagang Eropa selruhnya, kecuali mengenai kongsi dan adopsi masih berlaku hukum adat timur asing Cina.

Kongsi adalah suatu badan usaha orang-orang Cina yang diatur dalam hukum adat mereka yang diakui senagai badan hukum. Adopsi adalah pengangkatan anak yang juga masih diatur oleh hukum adat mereka. Berdasarkan pasal 131 (2b) IS jo STB 1924-556 hukum perdata yang berlaku untuk golongan timur asing bukan Cina yaitu orang-orang India, Pakistan, Arab, Persia dan sebagainya berlaku hukum perdata dan hukum dagang Eropa kecuali hukum keluarga dan hukum waris tanpa surat wasiat, masih berlaku hukum adat mereka masing-masing. Dengan penggolongan penduduk tersebut terlihat bahwa sejak jaman penjajahan, dalam penerapan hukum perdata telah terdapat dualisme hukum, yaitu bagi golongan Eropa berlaku hukum perdata, golongan timur asing berlaku hukum perdata, namun masih diakui beberapa hukum perdata adat mereka yang tetap berlaku. Sedangkan bagi golongan bumi putera berlaku hukum adat. Namun dalam STB 1917-12 ditetapkan tentang tata cara penundukan.

Dengan sukarela pada hukum perdata Eropa, sebagai berikut: 1. Penundukan untuk seluruh hukum perdata dan hukum dagang Eropa, karena itu seluruh hukum perdata dan hukum dagang Eropa akibatnya berlaku terhadap mereka (pasal 1-17) 2. Penundukan untuk sebagian hukum perdata dan hukum dagang Eropa, artinya tunduk kepada sebagian dari hukum perdata dan hukum dagang yang menjadi UU diperlakukan terhadap orangorang timur asing bukan Cina (pasal 18-25), misal: tunduk pada hukum perjanjian Eropa yang diatur dalam buku III KUHS. 3. Penundukan untuk suatu perbuatan hukum tertentu, sehingga karena itu yang berlaku hanyalah ketentuan-ketentuan yang langsung berhubungan dengan itu (pasal 26-28) misal: perbuatan menyewakan, menukarkan, menghibahkan dan sebagainya, diatur dalam buku III KUHS. 4. Penundukan anggapan, artinya orang bumi putera dan timur asing yang bukan Cina menganggap sudah dengan sendirinya mereka tunduk pada hukum perdata dan hukum dagang Eropa (pasal 24-30) misal: apabila orang bumi putera berulang-ulang melakukan penarikan wesel atau cek, maka dianggaplah dia telah tunduk dengan suka rela kepada peraturan hukum yang mengatur tentang cek dan wesel yang terdapat dalam hukum dagang Eropa, TB 1917-12. Penundukan ini mengandung hal-hal yang positif dan negatif.

Hal-hal yang positif: 1. Orang bumi putera dapat menikmati hukum yang tertulis yang terdapat dalam hukum perdata Eropa, baik yang tercantum dalam KUHS dan KUHD, maupun UU diluar kitan UU tersebut. 2. Dapat memenuhi kebutuhan hukum orang-orang bumi putera, karena orang-orang bumi putera dapat menggunakan peraturanperaturan hukum yang tidak terdapat dalam hukum adat. Hal-hal negatif: Pembinaan hukum adat akan terlantar atau akan menghambat pembinaan hukuk adat karena orang bumi putera akan mempergunakan hukum perdata Eropa dan meninggalkan hukum adat mereka, sedangkan tujuan hukum Indonesia adalah untuk melakukan kodifikasi hukum nasional, unifikasi hukum dan pembaharuan hukum adat (Bachsan Mustafa, Bab I.7) Pada waktu orang Belanda datang di Indonesia, disini telah ada satu tata hukum sendiri yaitu tata hukum asli, yang memang berbeda dari tata hukum Belanda. Pada awalnya Belanda tidak meniadakan tata hukum barat, tetapi Belanda juga tidak mau menundukkan diri pada tata hukum asli. Jadi sejak awal sudah terjadi dualisme hukum. Kodifikasi hukum pidana yang berlaku pada tahun 1918 pada tahun 1946, waktu proklamasi kemerdekaan, KUHP tersebut sebanyak mungkin disesuaikan dengan keadaan yang seharusnya pada suatu negara. Unifikasi pada bagian-bagian tertentu hukum di Indonesia masih perlu diperhatikan. Kebutuhan sosial dan unifikasi hukum, yaitu kesatuan hukum baru dapat dijalankan apabila ada persamaan kebutuhan. Pada tahun 1961 dibentuk lembaga pembinaan hukum nasional (LPHN), yang kemudian menjadi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). LPHN ditetapkan dengan keputusan presiden nomor 194/ 1961 tanggal 6 Mei 1961 yang bertugas: 1. Melaksanakan pembinaan hukum nasional yang dikehendaki MPR (kini MPR). 2. Menyiapkan RUU nasional untuk menggantikan peraturanperaturan yang tidak sesuai dengan tata hukum nasional. 3. Menyelenggarakan segala sesuatu ntuk menyusun peraturan perundang-undangan (Utrech Moh. Soleh, Pengantar Dalam Hukum di Indonesia, Bab III) KUHP di Indonesia dikodifikasi tahun 1918, merupakan satu-satunya hukum yang dikodifikasi yang berlaku umum untuk semua golongan penduduk yang berada dalam wilayah Indonesia. Kesatuan berlakunya atau unifikasi hukum pidana mulai berlaku 1 Januari 1918, sebelumnya masih terdapat dualisme dalam hukum pidana, karena berlaku 2 macam hukum pidana yang berlaku khusus untuk golongan Eropa di

Indonesia dan hukum pidana yang berlaku bagi golongan rakyat bukan Eropa. Hukum Perdata di Indonesia masih beraneka warna (berbhineka), atau terdapat pluralisme dalam hukum perdata. Beberapa hukum perdata di Indonesai telah diadakan perubahan dan dinyatakan berlakubagi semua warga negara, misal: UU Pokok Agraria (UUPA), UU tentang Perkawinan dan Catatan Sipil (CTS Kansil: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Bab IX, Par 27-29-30-31) Menurut Padmowahjono (Pembangunan Hukum di Indonesia, Hal 1) Pembangunan hukum di Indonesia berarti membentuk suatu tata hukum beserta perangkat yang berkaitan dengan tegaknya tata hukum tersebut. Suatu tata hukum berarti seperangkat hukum tertulis (pada umumnya) yang dilengkapi dengan hukum tidak tertulis sehingga membentuk suatu sistem hukum yang bulat yang berlaku pada suatu saat dan tempat tertentu. Membangun hukum di Indonesia bukan sekedar berdasar teori hukum universal dan canggih, melainkan sangat di pengaruhi oleh pandangan hidup kelompok (yang nyata, sehingga diperoleh suatu hukum yang hidup dalam arti sesuai dengan aspirasi masyarakat) Hal ini pula yang menyebabkan adanya perbedaan antara hukum pada suatu bangsa dengan bangsa lain, atau antara suatu kurun waktu dengan kurun waktu berikutnya pada suatu bangsa yang sama, sehingga dikenal pula adanya perbedaan hukum positif (ius constitutum) yaitu hukum yang berlaku sekarang dan hukum yang diharapkan berlaku dimasa yang akan datang (ius constituendum) UUD 1945 sebagai dasar, berisi instruksi-instruksi untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Ini berarti bahwa hukum adalah alat untuk mendapatkan ketertiban dan alat untuk mencapai kesejahteraan sosial.

Beberapa hal yang akan mempengaruhi kegiatan pembangunan hukum antara lain : 1. Cita-cita kita mengenai hukum (Rechtsidee) yang akan melandasi pembangunan hukum. 2. Situasi dan kondisi kehidupan hukum di Indonesia yang akan mempengaruhi kebijaksanaan pembangunan hukum. 3. Bidang-bidang pembangunan hukum yang akan mempengaruhi pembentukan konsep-konsep operasional, prasarana dan sarananya. Semangat dan niat membangun manusianya serta sikap perilaku yang akan mempengaruhi kelembagaan

penegakkan dan diprioritaskan.

penerapan

hukum

serta

hal-hal

yang

Kebijakan pembangunan hukum ditujukan kepada : 1. Terjaminnya pelaksanaan pembangunan hukum nasional dan pemantapan serta pengamanan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa. 2. Menciptakan kondisi yang mantap agar anggota masyarakat dapat menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, lebih memberikan dukungan dan pengarahan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran yang adil dan merata. 3. Terciptanya kondisi yang mantap, hukum sebagai pengayom masyarakat memberikan rasa aman dan tenteram. 4. Hukum harus dapat menumbuhkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab sosial pada anggota masyarakat. 5. Kebijaksanaan pembangunan hukum ditujukan dengan pemberian dukungan, pengarahan dan pengamanan kepada upaya pembangunan guna mencapai kemakmuran yang lebih adil dan merata.

Anda mungkin juga menyukai