Contact Person: Abdul Rizki - 0812 6946 1077 Info Donasi: Nadhira - 0815 8840 161 Social Media Indonesia Menyala:
Hubungi Kami
Program perpustakaan Indonesia Menyala ini berawal dari hasil pengamatan sejumlah Pengajar Muda sejak mereka ditempatkan pada November 2010. Mereka melihat bahwa mayoritas anak didik mereka kekurangan bahan bacaan yang bermutu. Sementara, sejumlah kolega para Pengajar Muda juga memiliki kepedulian yang sama untuk mensukseskan upaya rekan-rekannya. Kesamaan visi tersebut akhirnya membuat sejumlah sukarelawan dan Indonesia Mengajar menginisiasi serangkaian pertemuan sejak Februari 2011. Akhirnya, nama Indonesia Menyala dipilih sebagai nama resmi program perpustakaan Indonesia Mengajar. Filosofi dibalik pemilihan nama ini, menurut Bapak Anies Baswedan, adalah anak-anak desa yang menyala akal dan budinya karena membaca buku yang baik bersama para Pengajar Muda, bagaikan ribuan dan jutaan lampu yang menyalakan Indonesia. Indonesia menjadi menyala, tidak hanya karena sumber daya alamnya tetapi karena sumber daya manusianya yang menyala. Karena itu program ini diberi nama Indonesia Menyala.
"Siapapun bisa menggunakan jendela kemajuan yang dibuat oleh Pengajar Muda dengan tidak hanya saling melongok dengan anakanak di daerah-daerah di Indonesia, tetapi sekaligus ikut serta membangun pendidikan di daerah itu"
Mengetahui betapa pentingnya buku dan melihat kebutuhan yang sangat tinggi terutama untuk teman-teman kita di pelosok Indonesia, maka Indonesia Mengajar dan beberapa sukarelawan yang peduli pendidikan tergerak untuk mengadakan program perpustakaan yang dinisiasikan sejak bulan Februari 2011 sampai akhirnya diluncurkan secara online pada tanggal 15 April 2011. Perpustakaan Indonesia Menyala ini bertempat di wilayah penempatan Pengajar Muda. Perpustakaan ini terletak di 140 lokasi Sekolah Dasar (SD) di 16 kabupaten: Kabupaten Paser (Kalimantan Timur), Kabupaten Majene (Sulawesi Barat), Kabupaten Bengkalis (Riau), Kabupaten Halmahera Selatan (Maluku Utara), dan Kabupaten Tulang Bawang Barat (Lampung), Kabupaten Aceh Utara (Nanggroe Aceh Darussalam), Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Muara Enim (Sumatra Selatan), Kabupaten Lebak (Banten), Kabupaten Gresik (Jawa Timur), Kabupaten Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Kabupaten Kep. Sangihe (Sulawesi Utara), Kabupaten Bima (Nusa Tenggara Barat), Kabupaten Rote Ndao (Nusa Tenggara Timur), Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Maluku) dan Kabupaten Fakfak (Papua Barat).
"Perpustakaan Indonesia Menyala terdiri dari dua bentuk; Perpustakaan Tetap dan Perpustakaan Berputar"
Perpustakaan Tetap, yaitu perpustakaan yang berisikan buku yang hanya akan digunakan di satu sekolah penempatan dan
bahan-bahan tersebut akan menjadi miliki sekolah tersebut, sedangkan Perpustakaan Berputar, yaitu perpustakaan yang melekat pada seorang Pengajar Muda, berbentuk sebuah tas yang berisikan buku-buku yang dapat digunakan di suatu sekolah penempatan dan/atau masyarakat sekitar dalam durasi waktu tertentu dan setelahnya buku-buku tersebut akan ditukarkan ke Pengajar Muda lain yang berada dalam satu kabupaten. Untuk operasionalnya, perpustakaan ini dilaksanakan dan dijalankan oleh Kelompok Kerja pusat yang bertempat di Jakarta dan lima Kelompok Kerja daerah (satu Kabupaten dikelola oleh satu kelompok kerja) bekerja sama dengan para Pengajar Muda Indonesia Mengajar (yang nantinya bertindak sebagai pustakawan dari perpustakaan di daerah). Suatu kelompok kerja daerah difokuskan untuk mengelola dan mengembangkan perpustakaan untuk daerahnya masing-masing, misal: Kelompok Kerja Paser memang fokus untuk mengembangkan perpustakaan di Majene. Dan Kelompok Kerja daerah ini tidak dibuat berdasarkan domisili anggota/sukarelawan, tetapi berdasarkan daerah yang dibantu. Sementara itu Kelompok Kerja pusat bertugas mengkoordinasikan Kelompok Kerja daerah dan juga mengatur sistem Indonesia Menyala secara umum. Kelompok-kelompok kerja ini disebut sebagai Penyala terbuka untuk umum dan mengajak segenap masyarakat untuk bergabung dan berkontribusi dalam memajukan pendidikan di Indonesia.
Ide awal Indonesia Mengajar berasal dari Anies Baswedan. Pada dekade 1990-an, Anies adalah mahasiswa dan aktivis di Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia adalah Ketua Umum Senat Mahasiswa UGM dan terlibat di berbagai aktivitas kemahasiswaan. Pada masa itu, ia bergaul dan belajar banyak dari seorang mantan rektor UGM periode 1986-1990: Prof Dr Koesnadi Hardjasoemantri (Pak Koes). Pak Koes, seorang keturunan ningrat dari Tasikmalaya, adalah eks Tentara Pelajar yang pasca-revolusi kemerdekaan menjadi mahasiswa di UGM yang baru berdiri di Jogja. Pada tahun 1950an, Pak Koes menginisiasi sebuah program bernama Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM), yakni sebuah program untuk mengisi kekurangan guru SMA di daerah, khususnya di luar Jawa. Dalam beberapa kasus, PTM ini justru mendirikan SMA baru dan pertama di sebuah kota kabupaten. Pak Koes adalah inisiator sekaligus salah satu dari 8 orang yang menjadi angkatan pertama PTM ini. Beliau berangkat ke Kupang dan bekerja di sana selama beberapa tahun. Sepulangnya dari Kupang, ia mengajak serta 3 siswa paling cerdas untuk kuliah di UGM. Salah satunya adalah Adrianus Mooy yang di kemudian hari menjadi
Gubernur Bank Indonesia. Cerita penuh nilai dari PTM inilah salah satu sumber inspirasi bagi Indonesia Mengajar. Semasa mahasiswa sampai pasca kepulangan dari kuliah di Amerika Serikat, Anies sering melakukan perjalanan, berinteraksi dan tinggal di daerah atau lingkup budaya berbeda. Waktu kuliah, ia tinggal di daerah lain--walau hanya beberapa bulan-semasa Kuliah Kerja Nyata (KKN). Ia juga sering melakukan perjalanan riset terkait pekerjaannya sebagai peneliti dan penasehat di sebuah lembaga di Jakarta, dan terkadang tinggal dan berinteraksi dengan berbagai unit budaya di Indonesia maupun di luar negeri.
"Dengan kompetensi global beserta pemahaman akar rumput, Indonesia akan sanggup berpijak dan mengabdi bagi kepentingan nasionalnya di tingkat dunia, demi memenuhi semua janji kemerdekaan bagi rakyatnya"
Selepas dari UGM, Anies Baswedan mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Amerika Serikat. Tinggal, belajar dan bekerja di sana membuatnya memahami bahwa anakanak Indonesia membutuhkan kompetensi kelas dunia untuk bersaing di lingkungan global.
Tetapi, kompetensi kelas dunia saja tak cukup. Anak-anak muda Indonesia harus punya pemahaman empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah tempatnya hidup. Semua proses di atas, secara perlahan membentuk ide besar Gerakan Indonesia Mengajar. Konstruksi dasarnya mulai terumuskan pada pertengahan 2009. Ketika itu, Anies mendiskusikan dan menguji idenya pada berbagai pihak. Gagasan ini kemudian siap mewujud ketika beberapa pihak berkenan menjadi sponsor.