Anda di halaman 1dari 44

9

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar 1. Pengertian Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik yang dikarakteristikan oleh hiperglikemia, dan diakibatkan dari kerusakan produksi insulin, sekresi, atau penggunaan (Sandra M. Nettina, 2002 : 108). Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia akibat adanya defek pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Aru W. Sudoyo dkk, 2007 : 939). Diabetes mellitus adalah keadaan dimana tubuh tidak menghasilkan atau memakai insulin sebagaimana mestinya (Jan Tambayong, 2000 : 157). Dari beberapa pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi. 2. Anatomi Fisiologi Menurut http://keperawatan-agung.blogspot.com, pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari

10

duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pylorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang kearah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada limpa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1 Pankreas dan sekitarnya Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : a. Asini sekresi getah pencernaan kedalam duodenum. b. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi mensekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. pulau-pulau

11

langerhans di pankreas perkirakan berjumlah antara 1-2 juta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini :

Gambar 2.2 Pulau langerhans dalam pancreas. Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu : a. Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40%; memproduksi glikagon yang menjadi hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin like activity b. Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80%, membuat insulin c. Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15%, membuat somatostatin. Masing-masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Dibawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel betha sering ada tetapi berbeda dengan sel betha yng

12

normal dimana sel betha tidak menunjukan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5.808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari 2 rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada Ph 4-7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, yang harus berkaitan dengan protein reseptor yang besar didalam membrane sel. Insulin disintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan disimpan dalam butiran yang berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100 ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestinal merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel-sel otot, fibroblast dan sel lemak.

13

3. Klasifikasi Menurut (2007:287), yaitu : a. Diabetes mellitus tipe I Insulin Defenden Diabetes Mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD) klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini: http://harnawatiaj.wordpres.com dan Stefan Silbernagl

terdapat beberapa klasifikasi dari penyakit diabetes mellitus,

Gambar 2.3 Diabetes Mellitus Tipe I (Stefan Silbernagl, 2007:287) b. Diabetes mellitus tipe II Non Insulin Defenden diabetes mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes (MOD) terbagi menjadi 2 yaitu :

14

1) Obesitas 2) Non obesitas Disebabkan karena kurangya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih dari 40 tahun) atau anak dengan obesitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini:

Gambar 2.4 Diabetes Mellitus Tipe II (Stefan Silbernagl, 2007:287) c. Diabetes Mellitus Tipe Lain Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/ zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain. Obat-obat yang dapat menyebabkan hiperglikemia antara lain; Furasemid, thyasida diuretik glukokortikoid, dilanting dan asam hidotinik

15

Diabetes gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon khorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke vetus. Untuk lebih jelasnnya dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut ini :

Gambar 2.5 Diabetes Mellitus Tipe Lain (Stefan Silbernagl, 2007:287) 4. Etiologi Menurut Brunner & Suddarth tahun (2002:1221), etiologi pada diabetes mellitus adalah sebagai berikut : a. Diabetes mellitus tipe I 1) Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri. Tapi, mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I.

16

2) Faktor imunologi Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana anti bodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap pulaupulau langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelumnya timbul tandatanda klinis diabetes mellitus tipe I. 3) Faktor lingkungan Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan factorfaktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta sebagai contoh hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. b. Diabetes mellitus tipe II Penyebab resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin selain itu terdapat factor-faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah :

17

1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) 2) Obesitas (kegemukan) 3) Riwayat keluarga 4) Kelompok etnik (di Amerika serikat, golongan hispanik serta penduduk asli amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan orang Afroamerika) c. Diabetes mellitus tipe lainya 1) Kelainan pankreas 2) Kelainan hormonal 3) Obat-obatan seperti glukokortikoid dan preparat yang mengadung estrogen penyandang diabetes 4) Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester II/III 5) Disebabkan oleh hormnon yang disekresikan plasenta dan

menghambat kerja insulin 5. Patofisiologi Patofisiologi pada penyakit diabetes mellitus untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan 2.1 dan 2.2 sebagai berikut:

18

Bagan 2.1 Patofisiologi pada penyakit DM (http://ilmukeperawatan.com)

19

Bagan 2.2 Patofisiologi pada penyakit DM menurut Stefan Silbernagl (2007:289)

20

6. Manifestasi klinis Manifestasi klinis menurut Arif Mansjoer (2001 : 580), adalah adanya gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan menurun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Manifestasi klinis menurut Brunner & Suddart (2002:1223), adalah sebagai berikut : a. Diabetes tipe I 1) Hiperglikemia-puasa 2) Poliuria, polidipsia, polifagia 3) Kelemahan dan kelelahan 4) Peningkatan produksi badan keton 5) Ketoasidosis diabetik menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas bau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. b. Diabetes tipe II 1) Beralangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif.

21

2) Kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuhnya, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). 3) Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya kelainan mata, neoropati parifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakan. c. Diabetes tipe lainya 1) Insidens makrosomia janin (bayi yang sangat besar) 2) Hipoglikemia 3) Hiperglikemia 7. Komplikasi Menurut http//blog.asuhankeperawatan.com komplikasi diabetes

mellitus pada umumnya adalah sebagai berikut : a. Akut 1) Hipoglikemia Suatu keadaan dimana kadar gula darah < 80 mg/dl,dapat terjadi karena intake nutrisi tidak adekuat, latihan fisik yang berlebihan serta efek pemberian insulin OHO.

22

2) Hiperglikemia Suatu keadaan dimana kadar gula darah > 120 mg/dl, hal ini disebabkan asupan nutrisi yang berlebih. 3) Ketoasidosis Keadaan dimana terjadi peningkatan keasaman tubuh oleh keton. b. Kronik 1) Penyakit makrovaskuler, mempengaruhi pembuluh darah koroner, vaskularisasi perifer dan sirkulasi serebrovaskuler, misalnya

makroangiopati pada pembuluh darah perifer sehingga bila luka sukar sembuh, hipertensi akibat peningkatan vikositas dan penurunan elastisitas pembuluh darah. 2) Penyakit mikrovaskuler, mikroangiopati pada mata menyebabkan retinopathy, pada ginjal menyebabkan nefropathy dan bila berlanjut menyebabkan gagal ginjal. 3) Penyakit neuoropathy syaraf sensori motorik otonom serta

mengakibatkan timbulnya impotensi, baal atau kesemutan. 8. Pemeriksaan penunjang Menurut Marilynn E. Doenges (200:728), pemeriksaan diagnostik pada penyakit diabetes mellitus adalah: a. Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/ dl atau lebih

23

b. Aserin plasma (keton) : positif secara mencolok c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolestrol menigkat d. Osmolitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/1 e. Elektrolit 1) 2) Natrium Kalium : mungkin normal, meningkat atau menurun : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun 3) Posfor : lebih sering menurun

f. Hemoglobin : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan kontrol diabetes mellitus yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan DKA dengan control tidak dilewat versus DKA yang dihubungkan dengan insiden (mis, ISK baru) g. Gas darah arteri Biasanya menunjukan PH dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik h. Trombosit darah Ht mungkin meningkat (dehidrasi); luokositosis, hemo Konsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi

24

i. Ureum/ kreatinin Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan fungsi ginjal) j. Amilase darah Mungkin meningkat dan mengindifikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA k. Insulin darah Mungkin menurun atau bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufiensi insulin/ gangguan dalam penggunaanya (endogen/eksogen). Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody (auto-antibodi) l. Pemeriksaan fungsi tiroid Peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin m. Urine Gula dan aseton positif; berarti jenis dan osmolalitas mungkin meningkat n. Kultur Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

25

9. Penatalaksanaan Menurut Arif Mansjoer (1999:583), penatalaksanaan pada diabetes mellitus yaitu perencanaan makanan, latihan jasmani, obat hipoglikemik dan penyuluhan. 1. Perencanaan makanan (meal planning) Pada konsensus perkumpulan endokrinologi indonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar yang diajukan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (10-15%), dan lemak(20-25%),. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat digunakan secukupnya. Cara menghitung kalori pada pasien diabetes mellitus : Tentukan terlebih dahulu berat badan ideal untuk mengetahui jumlah kalori basal pasien Cara termudah adalah perhitungan menurut Bocca : BB ideal = (TB dalam cm 100) 10% kg Pada laki-laki yang tingginya < 160 cm atau perempuan yang tingginya kurang dari 160 cm berlaku rumus : BB ideal = (TB dalam cm 100) x 1 kg

26

Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan adapun cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan pada pasien Diabetes mellitus yaitu : a. Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalihkan BB ideal dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untu wanita. Kebutuhan kalori sebenarnya harus ditambah lagi sesuai denag kegiatan sehari-hari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini Tabel 2.1 Kebutuhan kalori menurut kegiatan sehari-hari Ringan 100-200 kkal/ jam Mengendarai mobil Menacing Kerja laboratorium Kerja seretaris Mengajar kerja Sedang 200-350 kkal/ jam Rumah tangga Bersepeda Bowling Jalan cepat Berkebun Golf Sepatu roda Berat 400-900 kkal/ jam Aerobik Bersepeda Memanjat Menari Lari Sepak bola Tennis

b. Kebutuhan basal dihitung seperti diatas, tetapi di tambah kalori berdasarkan persentase kalori basal. 1) Kerja ringan, ditambah 10% dari kalori basal 2) Kerja sedang, ditambah 20% dari kalori basal 3) Kerja berat, ditambah 40-100% dari kalori basal 4) Pasien kurus, masih tumbuh kembang, terdapat infeksi, sedang hamil atau menyusui, ditambah 20-30% dari kalori basal

27

c. Kebutuhan kalori dihitung berdasarkan berat badan, dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini : Tabel 2.2 Kebutuhan kalori menurut berat-badan Dewasa Gemuk Normal Kurus d. berikut : 1) Pasien kurus 2) Pasien normal 3) Gemuk 2. = 2300-2500 kkal =1700-2100 kkal =1300-1500 kkal Latihan jasmani Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3- 4 kali tiap minggu selama + 0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti otot-otot Kkal/kg BB idaman Kerja santai Kerja sedang Kerja berat 25 30 35 30 35 40 35 40 40-50 Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai

berkontraksi dan relaksasi secara teratur, selang-seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit kelatihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renag, bersepeda, dan mendayung.

28

3. Obat berkhasiat hipoglikemik Jika pasien telah melakukan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani yang teratur terapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik (oral/ suntikan). 1) Obat hipoglikemik oral (OHO) a) Sulfonilurea Bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. b) Biguanid Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai normal c) Inhibitor glukosidase Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase didalam saluran cerna sehingga menurunkan dibawah

penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia

d) Insulin sensitizing agent

29

Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bias mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. 2) Obat hipglemik suntik Insulin Indikasi pengguanaan insulin pada NIDDM adalah : a) DM dengan berat badan menurun cepat/ kurus b) Ketoasidosis laktat, dan koma hiperosmolar c) Diabetes mellitus yang mengalami stress berat (infeksi sistemik operasi berat, dan lain-lain) d) Diabetes mellitus dengan kehamilan/ DM gastassional yang tidak terkendali dengna perencanaan makanan e) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis maksimal atau ada kontra indikasi dengan obat terseb.

B. Asuhan Keperawatan

30

Menurut Carpenito dan Moyet (2007:4), proses keperawatan adalah teknik pemecahan masalah yang meliputi :pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 1. Pengkajian Menurut La Ode Jumadi Gaffar (1999:57), pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/ informasi tentang klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan analisa untuk menentukan diagnosa keperawatan. Menurut http://irmanthea.blogspot.com pengkajian pada penyakit

diabetes mellitus adalah sebagai berikut : a. Biodata Penderita diabetes mellitus dapat mengenai seluruh usia, biasanya uintuk tipe IDDM muncul pada usia muda dan NIDDM pada usia dewasa. b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama dari kesehatan sekarang Keluhan yang sering muncul adalah kelemahan, poliuria, polidipsia, dan poliphagia disamping keluhan sistemik lainnya.

2) Riwayat kesehatan dahulu

31

Pada tipe NIDDM sering ditemukan adanya kebiasaan pemasukan kalori berlebihan yang meneyebabkan timbulnya obesitas pada panderita, ataupun adanya riwayat pernah mengalami penyakit yang berhubungan dengan kelenjar pancreas dan insulitis. 3) Riwayat kesehatan keluarga Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang dapat diturunkan secara genetic, hal ini terjadi akibat adanya kelainan fungsi atau jumlah sel-sel beta. c. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik meliputi system tubuh secara menyeluruh dengan mengguanakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. 1) Sistem Endokrin Biasanya didapatkan data polipagi, polidipsi, mual, muntah,

kehilangan berat badan atau obesitas, pembesaran tyroid, bau aseton. 2) Sistem Kardiovaskuler Biasanya didapatkan data hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer melemah terutama pada tibia posterior dan dorsalis pedis, CRT menurun dan dapat pula ditemukan adanya keluhan nyeri dada. Apabila telah terdapat kelainan jantung akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.

32

3) Sistem Pernapasan Biasanya didapatkan pernapasan kusmaul bila sudah terkena ketoasidosis, napas bau aseton. 4) Sistem Pencernaan Biasanya didapatkan data mual, muntah, perasaan penuh pada perut, konstipasi, penurunan berat badan. Tetapi dapat pula ditemukan nafsu makan yang meningkat. 5) Sistem Perkemihan Biasanya didapatkan data poliuri dan nokturia, bahkan dalam tahap lanjut klien dapat mengidap penyakit gangguan ginjal kronis. 6) Sistem Integument Biasanya didapatkan data turgor kulit menurun, bisul-bisul, keluhan gatal-gatal, luka dan penurunan suhu tubuh. 7) Sistem Muskuloskletal Biasanya didapatkan kelemahan kaki, kekakuan pada ekrimitas bawah.

8) Sistem Persarafan

33

Biasanya didapatkan data penurunan fungsi sensasi sensori, nyeri, penurunan suhu pada kaki, penurunan reflek, nyeri kepala dan bingung. 9) Sistem Pengindraan Biasanya didapatkan data gangguan pada pengindraan penglihatan, berupa katarak dan penglihatan kabur. 10) Sistem Reproduksi Biasanya didapatkan data impoten pada pria dan penurunan libido pada wanita diseratai keputihan. d. Pemeriksaan Penunjang Dalam pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan darah, EKG dan urin. 2. Diagnosa keperawatan Menurut Zaidin Ali (1999:79), diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan tentang masalah ketidaktahuan atau ketidakmauan atau

ketidakmampuan pasien/ klien baik dalam memenuhi kebutuhan hidup seharihari maupun dalam penanggulangan masalah kesehatan tersebut berhubungan dengan penyebab (etiologi) atau gejala. Menurut Marilynn E. Doengoes (2000:729), diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan diabetes mellitus adalah:

34

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia), kehilangan gastrik berlebihan, masukan dibatasi, di tandai dengan penigkatan haluran urine, urine encer, kelemahan, haus, penurunan berat badan tiba-tiba, kulit/ membran mukosa kering, turgor kulit buruk, hipotensi, takikardia, hambatan pengisian kapiler. b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme ditandai dengan melaporkan masukan makanan tidak adekuat, kurang minat pada makanan, penurunan berat badan, kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk. c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernafasan sebelumnya atau ISK. d. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidak seimbangan glukosa/insulin/ elektrolit. e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolik, insufiensi insulin, status hipermetabolik/ infeksi di tandai dengan kurang energi yang berlebihan, ketidak mampuan untuk mempertahankan rutinitas biasanya, penurunan kinerja, kecendrungan untuk kecelakaan.

35

f. Ketidak berdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/ progresif yang tidak dapat diobati ditandai denganapatis, menarik dari, marah, ekspresi tentang mengalami situasi tidak terkontrol, tidak berpartisipasi dalam perawatan/ pembuatan keputusan. g. Kurang pengetahuan penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan, berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan pertanyaan, atau meminta informasi, mengungkapkan masalah dan ketidakkuatan mengikuti intruksi. 3. Intervensi Menurut Ali Zaidin (1999:83), perencanaan keperawatan adalah perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien/ klien berdasarkan anilisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi. Adapun perencanaan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus menurut Marillynn E. Doengoes (2000:729), adalah sebagai berikut: a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia), kehilangan gastric berlebihan. Di tandai: 1) Peningkatan haluaran urine, urine encer

36

2) Kelemahan; haus; penurunan berat badan tiba-tiba 3) Kulit/ membrane mukosa kering, turgor kulit buruk 4) Hipotensi, takikardia, pelambatan pengisian kapiler Tujuan : 1) Mendemontrasikan hidrasi adekuat Kriteria hasil : 1) Hidrasi adekuat, tanda vital stabil 2) Nadi perifer dapat teraba 3) Turgor kulit dan pengisian kapiler baik 4) Haluaran urin tepat secara individu 5) Kadar elektrolit dalam batas normal Intervensi 1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik 2) Pantau frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunanaan otot bantu nafas, dan adanya perode apne dan munculnya sianosis 3) Pantau suhu, warna kuli, atau kelembabanya 4) Kaji nadi perifer, pengisian perifer, tirgor kulit, dan membrane mukosa 5) Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine 6) Ukur berat badan setiap hari

37

7) Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung Rasional 1) Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia 2) Peningkatan kerja pernafasan; pernafasan dangkal, pernafasan cepat; dan munculnya sianosis merupakan indikasi dari kelelahan pernafasan atau mungkin pasien kehilangan kemampuan untuk melakukan kompensasi pada asidosis 3) Kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi 4) Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat 5) Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan 6) Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti 7) Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering kali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit

38

b. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral, status

hipermetabolisme. Di tandai: 1) Dengan melaporkan masukan makanan tidak adekuat 2) Kurang minat pada makanan 3) Penurunan berat badan 4) Kelemahan 5) Kelelahan 6) Tonus otot buruk Tujuan : 1) Mencerna jumlah kalori/nurtien yang tepat Kriteria hasil : 1) Menunjukan tingkat energi biasanya 2) Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan ke arah bisanya/ yang di inginkan dengan nilai laboratorium normal Intervensi : 1) Timbang berat badan 2) Tentukan program diet dan pola makan pasien 3) Identifikasi makanan yang disukai

39

4) Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makan sesuai indikasi 5) Observasi tanda-tanda Hipoglikemi 6) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah 7) Kolaborasi konsultasi dengan diet. Rasional : 1) Mengkaji pemasukan makanan adekuat 2) Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik 3) Jika makanan yang disukai dapat di masukan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat di upayakan setelah pulang 4) Mengingatkan rasa keterlibatanya ; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien 5) Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang) dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemi dapat terjadi jika pasien dalam keadaan koma, hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran. 6) Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin kontrol. Dengan pemberian insulin dosis optimal, glukosa kemudian dapat masuk kedalam sel dan digunakan untuk

40

sumber kalori. Ketika hal ini terjadi, kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat dikoreksi. 7) Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaiaan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien ; menjawab pertanyaan dan dapat pula membantu pasien/ orang terdekat dalam mengembangkan perencanaan makanan. c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernafasan sebelumnya. Tujuan: 1) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan resiko infeksi. Kriteria hasil : 1) Mencegah/ menurunkan resiko infeksi 2) Mendemontrasikan tehnik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi. Intervensi : 1) Observasi tanda-tanda vital dan peradangan seperti demam,

kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urin warna keruh/ berkabut

41

2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan cara melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang dan pasien. 3) Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif 4) Pasang katater/ lakukan perawatan perineal dengan baik 5) Berikan perawatan kulit dengan teratur 6) Kolaborasi pemberian antibiotik Rasional : 1) Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial. 2) Mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi nosokomial) 3) Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman. 4) Mengurangi resiko terjadinya infeksi saluran kemih. 5) Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/ iritasi kulit dan infeksi . 6) Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis. d. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidak seimbangan glukosa/ insulin/ elektrolit

42

Tujuanya: 1) Mempertahankan tingkat mental Kriteria hasil : 1) Mempertahankan tingkat mental biasanya. 2) Mengenali dan mengokompensasi adanya kerusakan. Intervensi : 1) Pantau tanda-tanda vital dan status mental 2) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhanya. 3) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak menggangu waktu istirahat pasien. 4) Lindungi pasien dari cedera ketika tingkat kesadaran terganggu. 5) Evaluasi lepas pandang penglihatan sesuai indikasi. 6) Selidiki adanya keluhan parestasia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/ kaki. 7) Berikan tempat tidur yang lembut. 8) Bantu pasien dalam ambulasi/ perubahan posisi. 9) Kolaborasi pemberian obat yang ditentukan untuk mengatasi DKA sesuai indikasi.

43

10) Pantau nilai laboratorium, seperti glukosa darah, osmolalitas darah, HB/HT, ureum keratin. Rasional : 1) Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental. 2) Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas 3) Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih, dan dapat memperbaiki daya fikir 4) Pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan

timbulnya cedera, terutama malam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi. 5) Edema/ lepasnya retina, hemoragis, katarak, atau paralysis otot ekstrakuler sementara menggangu penglihatan yang memerlukan terapi korektif dan/ perawatan penyokong. 6) Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/ distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan. 7) Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit karena panas.

44

8) Meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa keseimbangan dipengaruhi. 9) Gangguan dalam proses fikir/ potensial terhadap aktivitas kejang biasanya hilang bila keadaan hiperosmoralitas teratasi. 10) Ketidak seimbangan nilai laboratorium ini dapat menurunkan fungsi mental. e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolic, insufiensi insulin, status hipermetabolik/ infeksi. Ditandai : 1) Kurang energi yang berlebihan 2) Ketidak mampuan untuk mempertahankan rutinitas biasanya 3) Penurunan kinerja 4) Kecenderungan untuk kecelakaan Tujuan : 1) Mengungkapkan peningkatkan tingkat energi Kriteria hasil : 1) Peningkatan tingkat energi. 2) Menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang di inginkan.

45

Intervensi : 1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang

menimbulkan kelelahan. 2) Berikan aktifitas alternative dengan periode istirahat yang cukup tanpa diganggu. 3) Pantau tanda-tanda vital setelah aktifitas. 4) Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya. 5) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang dapat ditoleransi. Rasional : 1) Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat rendah. 2) Mencegah kelelahan yang berlebihan. 3) Mengidentifikasi tingkat aktivitas yng dapat ditoleransi secara fisiologis. 4) Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.

46

5) Meningkatkan kepercayaan diri/ harga dirinya positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat di toleransi pasien. f. Ketidak berdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/ progresif yang tidak dapat diobati. Ditandai : 1) Apatis, menarik diri, marah, 2) Ekspresi tentang mengalami situasi tidak terkontrol 3) Tidak berpartisipasi dalam perawatan/ pembuatan keputusan Tujuanya : 1) Mengakui perasaan putus asa Kriteria hasil : 1) Mengakui perasaan putus asa. 2) Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan. 3) Membantu dalam merencanakan perawatanya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktifitas perawatan diri. Intervensi : 1) Anjurkan pasien atau keluarga untuk mengekpresikan perasaanya. 2) Akui normalitas dari perasaan. 3) Kaji bagimana pasien telah menagani masalahnya dimasa lalu. 4) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekpresikan perhatianya.

47

5) Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya. 6) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yng dilakukanya. Rasional : 1) Mengidentifikasi area perhatianya dan memudahkan cara pemecahan masalah. 2) Pengenalan bahwa reaksi normal dapat membantu pasien untuk memecahkan masalah dan mencari bantuan sesuai kebutuhan. 3) Pengetahuan gaya hidup membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan penanganan. 4) Meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan keluarga untuk memecahkan masalah untuk membantu mencegah terulangnya penyakit pada pasien. 5) Mengkomunikasikan pada pasien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan. 6) Meningkatkan perasaan kontrol pada situasi.

48

g. Kurang pengetahuan penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan, berhubunagn dengan kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. Ditandai : 1) Pertanyaan/ meminta informasi 2) Mengungkapkan masalah 3) Ketidak akuratan mengikuti intruksi Tujuan : 1) mengungkapkan pemahaman tentang penyakit Kriteria hasil : 1) Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit. 2) Mengidentifikasi hubungan tanda/ gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. 3) Dengan melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan 4) Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan Intervensi : 1) Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh

perhatian, dan selalu ada untuk pasien.

49

2) Bekerja dengan pasien menata tujuan belajar yang diharapkan. 3) Pilih berbagai strategi belajar, seperti tehnik demonstrasi yang memerlukan keterampilan dan biarkan pasien mendemonstrasikan ulang, gabungkan keterampilan baru ini kedalam rutinitas rumah sakit sehari-hari. 4) Demontrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger stick kembali. 5) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah. 6) Tinjau ulang program pengobatan meliputi awitan, puncak dan lamanya dosis insulin yang diresepkan, bila disesuaikan pasien dan keluarga. 7) Tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari waktu dan dosis obat, diet, aktifitas perasaan sensasi dan peristiwa dalam hidup. Rasional : 1) Menanggapi dan memperlihatkan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar. dan beri kesempatan pasien untuk mendemontrasikan

50

2) Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama pasien dengan prinsip-prinsip yang dipelajari. 3) Pengguanaan cara yang berbeda tentang cara mengakses informasi meningkatkan penerapan pada individu yang belajar. 4) Melakukan pemeriksaan gula darah oleh diri sendiri selama 4 kali atau lebih dalam setiap harinya memungkinkan fleksibelitas dalam perawatan diri, meningkatkan kontrol kadar gula darah yang lebih ketat (mis 60-150 mg/dl) dan dapat mencegah/ mengurangi perkembangan komplikasi jangka panjang. 5) Kesadaran tentang akan pentingnya control diet akan membantu pasien dalam menceritakan makan/ mentaati program. Serat dapat memperlambat absorpsi glukosa yang akan menurunkan fluktuasi kadar gula dalam darah, tetapi dapat mengakibatkan ketidak nyamanan pada saluran cerna flatus meningkat, dan mempengaruhi absorpsi vitamin/ mineral. 6) Pemahaman tentang semua aspek yang digunakan obat untuk meningkatkan penggunaan yang tepat 7) Membantu dalam menciptakan gambaran nyata dari keadaan pasien untuk melakukan kontrol penyakitnya dengan lebih baik dan

meningkatkan perawatan diri/ kemandirianya.

51

4. Implementasi Menurut La Ode Jumadi Gaffar (1999 : 65-66), implementasi keperawatan merupakan perencanaan pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan klien dan intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan tehnikal, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat. Ada tiga fase implementasi keperawatan yaitu : a. Fase persiapan, meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan. b. Fase operasional, merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada tujuan. Implementasi dapat dilakukan dengan mandiri atau tidak mandiri disebut intervensi kolaborasi. c. Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan klien setelah implementasi dilakukan. 5. Evaluasi Menurut A. Aziz Alimul Hidayat (2007:124), evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan

52

kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada criteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu : a. Evaluasi formatif Menyatakan evaluasi yang dilakukan selama proses keperawatan berlangsung atau menilai dari respon klien atau disebut juga evaluasi proses. b. Evaluasi sumatif Evaluasi ini merupakan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut juga sebagai evaluasi hasil.

Anda mungkin juga menyukai