PENGARUHNYA DI INDONESIA
-- 1 --
-- 2 --
Jakarta-Krisis keuangan global dipastikan membawa dampak langsung dan dampak ikutan
(direct and derived impacts) terhadap kinerja ekspor produk kayu Indonesia. Kemungkinan
terburuk yang harus diantisipasi adalah moratorium impor terhadap produk kayu Indonesia.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, Elfian Effendi, Jumat (17/10).
“Jika moratorium impor produk kayu Indonesia tersebut menjadi kenyataan, terutama di pasar
Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang, potensi kerugian Indonesia bisa mencapai angka US$ 6,2
miliar selama 2009-2010,” katanya.
Menurut Elfian, produk kayu tersebut adalah panel, woodworking, dan mebel. Bubur kertas (pulp)
dan kertas tidak termasuk dalam produk yang dimaksud. “Estimasi tersebut berdasarkan analisis
proyeksi Greenomics terhadap data riil ekspor produk kayu Indonesia selama periode 2003-2008
yang tercatat pada Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK),” jelasnya.
Elfian menegaskan jika terjadi moratorium impor produk kayu Indonesia oleh pasar Amerika
Serikat selama dua tahun ke depan, kerugian potensial bisa mencapai angka US$ 1,82 miliar
selama 2009-2010.
Di samping itu, tandasnya, pasar ekspor produk kayu Indonesia di Eropa juga akan mengalami
dampak ikutan secara langsung, terutama Belanda, Inggris, Jerman, dan Prancis. “Jika
diasumsikan pasar utama Eropa tersebut memberlakukan moratorium impor produk kayu
Indonesia dalam dua tahun ke depan, kerugian bisa mencapai angka US$ 2,24 miliar selama
2009-2010,” ujar Elfian.
Ia menambahkan pasar Jepang harus mendapat antisipasi khusus akibat krisis keuangan global
dalam melindungi kinerja ekspor produk kayu Indonesia.
Hal itu karena Jepang merupakan pengimpor terbesar produk panel dan woodworking, dan
pengimpor kedua terbesar produk mebel Indonesia.
“Kami mengestimasi jika pasar Jepang juga memberlakukan moratorium impor ketiga produk
kayu Indonesia tersebut, kerugian Indonesia sebesar US$ 2,1 miliar selama 2009-2010,” tandas
Elfian.
(effatha tamburian) – 2--
-- 3 --
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) MS Hidayat, usai bertemu selama dua jam
dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa
malam, mengatakan tim khusus itu di bawah koordinasi langsung Presiden.
Tim khusus itu, menurut Hidayat, melibatkan langsung menteri-menteri terkait agar
program antisipasi krisis ekonomi global yang disusun pemerintah bersama dengan
kalangan perbankan dan usaha dapat berjalan.
Pada pertemuan Selasa malam hadir antara lain Direktur Utama Bank Mandiri Agus
Martowarodyo, bankir senior Arwin Rasyid. Sedangkan dari kalangan pebisnis hadir
antara lain James T Riady dan Tommy Winata.
Menurut Ketua Kadin, pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan
sebelumnya pada Senin di Gedung Sekretariat Negara.
Sedangkan para menteri yang hadir adalah Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu,
Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Eman
Suparno, serta Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Jero Wacik.
"Forumnya kemarin kan terlalu luas. Jadi, dipersempit lagi untuk bicarakan langkah-
langkah kongkret," ujarnya.
Menurut Hidayat, tim khusus akan bekerja setiap hari tanpa jeda waktu sampai program-
program disusun dapat berjalan.
"Sekarang di tingkat menteri. Kita buat program bersama sekarang antara dunia swasta,
perbankan, dan dengan pemerintah," ujarnya.
Hanya integrasi antara tiga sektor itu, lanjut dia, dampak krisis ekonomi global dapat
teratasi.
"Sebab, kalau tidak begitu produktivitas kita jadi menurun dan akibatnya akan berentet
nanti. Akan ada `unemployment` dan sebagainya," tuturnya.
Ia berharap langkah diambil pemerintah untuk mengatur makro ekonomi sejalan dengan
kebutuhan dunia usaha menumbuhkan sektor riil.
Selain itu, untuk mengantisipasi pasar di Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang anjlok,
Kadin berharap pemerintah memikirkan diversifikasi pasar.
Indonesia, lanjut dia, juga menargetkan pasar Asia yang masih mengalami pertumbuhan
seperti China, Korea, Taiwan, dan India.(*) – 3 --
COPYRIGHT © 2008
Empat Cara Atasi Dampak Krisis Global (Senin, 09
Pebruari 2009) – 4 --
Cetak
Senin, 09 Pebruari 2009 07:41
Sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KKSK) Raden Pardede mengungkapkan
ada empat langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak krisis global yang
mulai membekas pada beberapa sektor ekonomi di tanah air. Langkah pertama adalah
menyentuh sektor keuangan dan pasar modal, yakni dengan memberikan fasilitas
likuditas dan pelonggaran aturan. Kedua, kebijakan fiskal berupa konsolidasi fiskal dan
pembiayaan stimulus. Ketiga, adalah sektor rill, yakni dengan pelaksanaan stimulus
secara efektif khususnya di sektor infrastruktur dan pertanian. Sementara langkah
keempat adalah program anti kemiskinan yakni, PNPM dan Bantuan Langsung Tunai
(BLT).
Untuk perbankan, menurut dia, yang harus dilakukan adalah menjaga kepercayaan antara
bank, juga antara kreditur dan debitur. Ia mencontohkan, kapitalisasi saham perusahaan
keuangan terkemuka dunia, seperti Citigroup yang pada kuartal kedua mencapai USS 255
miliar, namun pada 20 Januari lalu menciut menjadi USS 79 milliar.
Kesamaan Regulasi
Pasalnya, lanjut Dradjat, regulasi yang dibuat pemerintah dan DPR yang semua dapat
mendorong pertumbuhan sering sekali terhambat Contohnya keberadaan peraturan daerah
soal pungutan lalu lintas arus barang, juga regulasi yang rumit bagi seorang investor
untuk menindaklanjuti pembangunan infrastruktur, dengan menimbulkan banyak pos
perijinan.
"Yang sangat simple pendaftaran perusahaan sekarang ini yang jadi penghambat. Saya
dapat banyak laporan, orang-orang yang baru mau buka perusahaan tidak bisa bergerak
secara formal karena Sisminbankum diblokir. Padahal kalau ada kasus pidana, orangnya
yang diambil dan sistemnya jangan sampai drop, atau sampai ditutup sistemnya,"
terangnya di kesempatan yang sama.
Kemudahan regulasi lain adalah penghapusan pajak yang terkait dengan aktivitas sektor
pertanian dan industri pengolahan. "Seperti pengolahan kedelai, coklat, dimudahkan saja,
kalau perlu menghapuskan pajak mereka, luga regulasi yang menghapuskan persyaratan-
persyaratan pendaftaran," ungkapnya.
Kemudahan regulasi juga bisa dinegosiasikan dengan Bank Indonesia (BI) melalui
penghapusan bobot risiko untuk industri pengolahan, sehingga dampaknya ke pertanian
akan semakin besar. "Ini jauh efektif dibandingkan dengan belanja anggaran saja,"
ungkapnya.
Pasar Domestik
Sementara itu Deputi Senior Gubernur BI Miranda Goeltom berharap pemerintah harus
serius mengembangkan produk domestik dengan mengoptimalkan pasar dalam negeri.
Pasalnya, dengan melihat kecenderungan penurunan ekspor beberapa bulan terakhir,
maka ekspor tidak bisa diharapkan dapat membantu pertumbuhan ekonomi.
"Pasar domestik dengan demand penduduknya yang banyak lebih bisa diharapkan"
ujarnya. Selain itu, menurut Miranda masih ada satu cara lagi yaitu dengan stimulus
fiskal. Namun saat ini, walau uangnya ada tetapi implementasinya belum tentu terjadi.
"Kita tahu dana untuk menstimulasi ekonomi itu sudah tersedia tapi apakah itu dapat
terimplementasikan tergantung dari kapasitas pemerintah daerah yang dapat
membelanjakannya," ungkapnya.
Secara terpisah Menkeu Sri Mulyani mengatakan, prediksi tren pertumbuhan ekonomi
global hanya 0,5 % cukup memprihatinkan. Namun, pemerintah mencoba agar resesi
global tidak berimbas ke Indonesia.