Anda di halaman 1dari 65

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANALISIS SENYAWA BIOAKTIF

DISUSUN OLEH

KELOMPOK V (LIMA) GOLONGAN JUMAT SORE

ASISTEN : ICHSAN SAID, S.Si.

MAKASSAR 2009

BAB I LATAR BELAKANG

1.1 Pendahuluan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, baik kekayaan fauna maupun kekayaan floranya. Tidak salah lagi bahwa di Indonesia terdapat banyak tumbuhan yang beraneka ragam lengkap dengan ciri khasnya masing-masing. Hal ini disebabkan Indonesia terletak di garis

khatulistiwa dengan iklim tropis sehingga tanahnya subur dan cocok untuk berbagai macam jenis tanaman. Berbicara mengenai obat, sumber penggunaannya dapat ditelusuri dari budaya dan konsep kesehetan dari beberapa prinsip pandang. Di Indonesia sendiri, landasan ilmiah konsep pengobatan tradisional belum di

dokumentasikan secara sistematis, namun manfaatnya telah dirasakan terutama oleh masyarakat yang hidupnya jauh dari fasilitas modern. Di Indonesia penggunaan obat tradisional yang lebih dikenal sebagai jamu, telah meluas sejak zaman nenek moyang hingga kini dan terus dilestarikan sebagai warisan budaya. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia, termasuk tanaman obat. Tidak sedikit masyarakat mengalihkan kepercayaan kepada produkproduk kecantikan dan kesehatan dari bahan-bahan tradisional yang banyak diproduksi. Apalagi fenomena ini didukung oleh banyaknya warisan resep dari nenek moyang kita yang teruji khasiatnya dan kenyataan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman hayati jenis tumbuhan obat. Manfaat keanekaragaman hayati tersebut bagi manusia sangat beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pengharum, penyegar, pewarna, dan penghasil senyawa organik yang jenisnya dan jumlahnya tak terhingga. Fitokimia adalah cabang ilmu pengetahuan alam yang membahas mengenai kandungan kimia bahan alam. Di dalamnya dipelajari cara-cara

mengekstraksi, mengisolasi, dan mengidentifikasi kandungan kimia bahan alam. Oleh karena itu, laporan lengkap praktikum Analisis Senyawa Bioaktif ini dibuat dengan tujuan membahas mengenai kandungan kima bahan alam yang berbicara juga mengenai teknik ekstraksi, isolasi, dan identifikasi kandungan kimia bahan alam dari sebuah tanaman, yaitu tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi).

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan


1. Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara-cara mengekstraksi, mengisolasi, dan mengidentifikasi komponen kimia dari suatu tanaman atau bahan alam.
2. Tujuan Percobaan 3.

Mengetahui dan memahami cara mengekstraksi simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi).

4.

Mengetahui dan memahami cara pemisahan atau isolasi komponen kimia dari simplisia daun belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi).

5.

Mengetahui dan memahami cara mengidentifikasi komponen kimia dari simplisia daun belimbing wuluh belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi).

1.3 Prinsip Percobaan Percobaan dilakukan berdasarkan jadwal praktikum analisis senyawa bioaktif yang sudah ditetapkan sebelumnya, yaitu dimulai dari tahap awal berupa pengambilan sampel di sebuah lokasi tertentu, pengerjaan sampel di lokasi tersebut yaitu pada tahap pengeringan simplisia. Kemudian dilanjutkan dengan tahap-tahap identifikasi senyawa yang terdapat di dalam simplisia. Mula-mula dilakukan ekstraksi yang tujuannya untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Metode ekstraksi dapat berupa maserasi, soxhletasi, perkolasi, destilasi, refluks, infus, dan lain sebagainya. Kemudian dilanjutkan dengan partisi ekstrak yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair-padat. Tujuan dari partisi ekstrak ini yaitu untuk mempartisi atau memisahkan senyawa-senyawa yang terdapat di dalam ekstrak berdasarkan polar atau tidak-polarnya senyawa tersebut. Prinsip dari ekstraksi cair-cair yaitu proses pemisahan senyawa satu atau lebih di mana ekstrak dilarutkan dalam dua pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya dan tidak saling bercampur sehingga senyawa-senyawa dapat larut berdasarkan tingkat kepolaran pelarut. Sedangkan prinsip ekstraksi cair-padat adalah proses pemisahan senyawa di mana ekstrak dilarutkan dengan pelarut kemudian dibantu dengan menggunakan magnetik stirer. Selanjutnya dilakukan isolasi yang tujuannya untuk memisahkan komponen kimia tertentu dari tanaman yang telah diperoleh yang sebelumnya telah diketahui dari beberapa literatur misalnya senyawa terpen,

glikosida, alkaloid, saponin, tannin, fenol, steroid, flavonoid dan lain sebagainya. Metode pemisahan ini dapat berupa Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Kolom Konvensional dan Kromatografi Vakum Cair, Fraksinasi, Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP), serta KLT dua dimensi dan multi eluen. Metode-metode pemisahan ini memiliki prinsip yang sama yaitu adsorpsi dan partisi menggunakan eluen dan lempeng tertentu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tumbuhan II.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Kingdom Divisio Class Ordo Family Genus Spesies : : : : : : : Plantae Mlyophyta Magnoliopsida Oxalidales Oxalidaceae Averrhoa Averrhoa bilimbi

II.1.2 Nama Lain Limeng, selimeng, thlimeng (Aceh), selemeng (Gayo),; Asom, belimbing, balimbingan (Batak), malimbi (Nias),; balimbieng (Minangkabau), belimbing asam (Melayu),; Balimbing (Lampung). calincing, balingbing

(Sunda),; Balimbing wuluh (Jawa), bhalingbhing bulu (Madura).; Blingbing buloh (Bali), limbi (Bima), balimbeng (Flores),; Libi (Sawu), belerang (Sangi).

II.1.3 Morfologi Tumbuhan Pohon kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Ditanam sebagai pohon buah, kadang tumbuh liar dan ditemukan dari dataran rendah sampai 500 m dpi. Pohon yang berasal dari Amerika tropis ini menghendaki tempat tumbuh tidak ternaungi dan cukup lembab. Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, arahnya condong ke atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat muda. Daun berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Perbungaan berupa malai, berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar, bunga kecilkecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan. Bentuk buahnya bulat lonjong bersegi, panjang 4-6,5 ern, warnanya hijau kekuningan, bila masak berair banyak, rasanya asam. Biji bentuknya bulat telur, gepeng. Rasa buahnya asam, digunakan sebagai sirop penyegar, bahan penyedap masakan, membersihkan noda pada kain, mengkilapkan

barang-barang yang terbuat dari kuningan, membersihkan tangan yang kotor atau sebagai bahan obat tradisional. Perbanyakan dengan biji dan cangkok.

II.1.4 Kandungan Kimia Batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) mengandung saponin, tanin, glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, peroksidase. Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) mengandung tannin, sulfur, asam format, peroksidase, kalsium oksalat, kalium sitrat, flavonoid. II.1.5 Kegunaan Bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) berguna untuk pengobatan batuk dan sariawan (sotamatitis). Sedangkan daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) memiliki kegunaan untuk menyembuhkan sakit perut, gondongan (parotitis), dan rematik. Untuk buah belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi) dapat berguna sebagai obat untuk menyembuhkan batuk rejan, gusi berdarah, sariawan, sakit gigi berlubang, jerawat, panu, tekanan darah tinggi, kelumpuhan, memperbaiki fungsi pencernaan, dan radang rektum.

II.1.6 Data Ekologi


6. Frekuensi

: Frekuensi pertumbuhan belimbing wuluh dari tahun ke tahun cukup cepat. Hal ini dikarenakan tanaman

belimbing wuluh tumbuh diberbagai iklim tertentu khususnya di daerah iklim tropis.
7. Habitat

: tumbuhan belimbing wuluh biasanya dapat tumbuh dimana saja tanpa perlu adanya populasi sendiri.

8. Keadaan tanah : tumbuh di tanah yang subur dan kaya unsur hara. 9. Tempat tumbuh : Iklim yang cocok adalah iklim tropis, dengan curah

hujan yang cukup tinggi. Ketinggian tempat adalah 200-450 m di atas permukaan laut.
10. Lokasi

: India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, Indonesia, china. Menyebar juga ke Semenanjung India,

Muangthai, dan Filipina.

II.2 Ekstraksi II.2.1 Definisi Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisisa nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

II.2.2 Ekstraksi Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Pelarut organik yang paling sering digunakan dalam mengekstraksi zat aktif dari sel tanaman adalah metanol, etanol, kloroform, hexan, aseton, benzen dan etil asetat. Proses terekstraksinya zat aktif dalam sel tanaman adalah : pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik tersebut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam sel dan diluar sel. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang

larut karena efektivitasnya. [ Lucas, Howard J, David Pressman. Principles and Practice In Organic Chemistry] Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah: 1.2.1. 1.2.2. 1.2.3. 1.2.4. 1.2.5. Tipe persiapan sampel Waktu ekstraksi Kuantitas pelarut Suhu pelarut Tipe pelarut

Minyak dapat diekstraksi dengan perkolasi, imersi, dan gabungan perkolasi-imersi. Dengan metode perkolasi, pelarut jatuh membasahi bahan tanpa merendam dan berkontak dengan seluruh spasi diantara partikel. Sementara imersi terjadi saat bahan benar-benar terendam oleh pelarut yang bersirkulasi di dalam ekstraktor. Sehingga dapat disimpulkan: 1.2.6. Dalam proses perkolasi, laju di saat pelarut berkontak dengan permukaan bahan selalu tinggi dan pelarut mengalir dengan cepat membasahi bahan karena pengaruh gravitasi. 1.2.7. Dalam proses imersi, bahan berkontak dengan pelarut secara periodeik sampai bahan benar-banar terendam oleh pelarut. Oleh karena itu pelarut mengalir perlahan pada permukaan bahan, bahkan saat sirkulasinya cepat.

1.2.8. Untuk perkolasi yang baik, partikel bahan harus sama besar untuk mempermudah pelarut bergerak melalui bahan. 1.2.9. Dalam kedua prosedur, pelarut disirkulasikan secara counter-current terhadap bahan. Sehingga bahan dengan kandungan minyak paling sedikit harus berkontak dengan pelarut yang kosentrasinya paling rendah. Metode perkolasi biasa digunakan untuk mengekstraksi bahan yang kandungan minyaknya lebih mudah terekstraksi. Sementara metode imersi lebih cocok digunakan untuk mengekstraksi minyak yang berdifusi lambat. Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian besar hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat (cukup untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob) ditambahkan pada fase larutan dalam airnya, campuran kemudian diaduk dengan baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan baik. Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil ulang dari lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang paling sering digunakan adalah dietil eter (C2H5OC2H5), yang memiliki titik didih rendah (sehingga mudah disingkirkan) dan dapat melarutkan berbagai senyawa organik. Ekstraksi bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan berbagai sifat kimia yang berbeda. Contoh yang baik adalah campuran fenol (C6H5OH), anilin (C6H5NH2) dan toluen (C6H5CH3), yang semuanya larut dalam dietil eter. Pertama anilin diekstraksi dengan asam encer. Kemudian fenol diekstraksi dengan basa encer. Toluen dapat dipisahkan dengan

menguapkan pelarutnya. Asam yang digunakan untuk mengekstrak anilin ditambahi basa untuk mendapatkan kembali anilinnya, dan alkali yang digunakan mengekstrak fenol diasamkan untuk mendapatkan kembali fenolnya. Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Daripada anda menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik. Alasannya dapat diberikan di bawah ini dengan menggunakan hukum partisi. Perhatikan senyawa organik yang larut baik dalam air dan dalam dietil eter ditambahkan pada campuran dua pelarut yang tak saling campur ini. Rasio senyawa organik yang larut dalam masing-masing pelarut adalah konstan. Jadi, Ceter / Cair = k (konstan) Ceter dan Cair adalah konsentrasi zat terlarut dalam dietil eter dan di air. k adalah sejenis konstanta kesetimbangan dan disebut koefisien partisi. Nilai k bergantung pada suhu.

II.2.3 Pengertian Ekstraksi Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.

II.2.4 Tujuan Ekstraksi Untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Proses ekstraksi ini didasarkan atas perpindahan massa komponen zat padat yang ada dalam simplisia ke dalam pelarut organik. Setelah pelarut menembus lapisan permukaan, dinding sel zat padat yang terlarut, berdifusi karena faktor perbedaan konsentrasi dalam sel dan pelarut organik di luar sel, proses ini berselang terus-menerus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat disimplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya. Dalam sediaan ekstrak yang dapat distandarisasikan kadar zat berkhasiat di dalamnya sukar untuk diperoleh hasil yang sama.

II.2.5 Jenis-Jenis Ekstraksi Metode Ekstraksi secara Dingin A. Maserasi Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin.

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari, disaring kedalam dalam bejana penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna. Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya :
11. Digesti, adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,

yaitu pada suhu 40 50 oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan

untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain :
12.

Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan

berkurangnya lapisan-lapisan batas.


13.

Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga

pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.


14.

Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan

berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.
15. Maserasi dengan mesin pengaduk , Penggunaan mesin pengaduk

yang berputar terus-menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
16. Remaserasi, Cairan penyari dibagi dua, Seluruh serbuk simplisia

dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairanpenyari yang kedua
17. Maserasi melingkar, Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan

agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya. Keuntungan cara ini :

18. 19.

Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas. Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga

akan memperkecil kepekatan setempat.


20.

Waktu yang diperlukan lebih pendek.

21. Maserasi melingkar bertingkat, Pada maserasi melingkar penyarian

tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar bertingkat.

B.

Perkolasi Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya gesekan (friksi).

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari /perkolat, sedang sisa setelah dilakukannnya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi.

Kecuali dinyatakan lain, perkolasi dilakukan sebagai berikut : 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dibasahi dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu dimasukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Massa

dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam percolator sambil tiapkali ditekan hati-hati, dituangi dengan cairan penyari secukupnya sambil cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Lalu perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:

22. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang

terjadi dengan larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
23. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi. Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang maksimal.

Metode Ekstraksi secara Panas A. Refluks Metode refluks merupakan metode berkesinambungan dimana cairan penyari secara kontinu akan menyari zat aktif di dalam simplisia. Cairan penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi menjadi molekulmolekul cairan dan jatuh kembali ke dalam labu alas bulat sambil menyari simplisia, proses ini berlangsung secara berkesinambungan dan dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam.

d c

Keterangan : a. Labu alas bulat b. Slang air masuk b c. Kondensor bola d. Slang air keluar a

Alat Refluks Keuntungan metode refluks :


1.2.10.

Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara

langsung diperoleh hasil yang lebih pekat.


1.2.11.

Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni,

sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak.

Simplisia yang biasa diekstraksi dengan cara ini adalah simplisia yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah/biji dan herba. Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan pelarut organik misalnya methanol sampai serbuk simplisia terendam kurang lebih 2 cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari volume labu kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada heating mantel lalu kondensor dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem pada statif. Aliran air dan pemanasan dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 4 jam dilakukan penyaringan filtratnya ditampung dalam wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor, kemudian dilakukan pengujian selanjutnya.

B.

Soxhletasi Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara

berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul cairan oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia di dalam klonsong dan selanjutnya masuk kebali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa siphon, proses ini

berlangsung hingga proses penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon tersebut atau jika diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan noda lagi.

Keuntungannya : cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan lebih pekat. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa menambah volume cairan penyari. Kerugiannya : larutan dipanaskan terus-menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang cocok. Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas namun proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode soxhlet digolongkan dalam cara dingin. Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu

diserbukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak boleh lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating mantel dan diklem dengan kuat kemudian klonsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk

membasahkan sample yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak tejadi sirkulasi). Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan kuat. Aliran air dan pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses ekstraksi zat aktif sampai sempurna (biasanya 20 25 kali sirkulasi). Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor.

C.

Metode Infus Merupakan metode ekstraksi panas yang dilakukan dengan merendam sampel tanaman dalam pelarut dengan suhu 90C selama 15 menit. Hal ini sesuai dengan teori bahwa peningkatan suhu berlangsung paling sedikit 15 menit hingga 30 menit. Jika dilakukan selama 30 menit maka metode ekstraksinya disebut dekok. Biasanya alat yang digunakan disebut panci infus. Jika tidak dinyatakan lain prosedur kerja infus dengan merendam sampel dalam pelarut yang bersuhu 90C selama 15 menit setelah itu didinginkan dan disaring.

D.

Metode Destilasi Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan

kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.

Jadi ada perbedaan komposisi antara fase cair dan fase uap, dan hal ini merupakan syarat utama supaya pemisahan dengan distilasi dapat dilakukan. Kalau komposisi fase uap sama dengan komposisi fase cair, maka pemisahan dengan jalan destilasi tidak dapat dilakukan.

Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.

1: Heat source 2: Still pot 3: Still head 4: Thermometer 5: Condenser 6: Cooling water in 7: Cooling water out Alat Destilasi

8: Distillate/receiving flask 9: Vacuum/gas inlet 10: Still receiver 11: Heat control 12: Stirrer speed control 13: Stirrer/heat plate 14: Heating (Oil/sand) bath 15: Stirrer bar/anti-bumping granules 16: Cooling bath. Ini adalah gambaran destilasi yang sangat sederhana ditemukan. Namun konsep dasar destilasi tersebut seperti gambar di atas. Tujuan destilasi umumnya antara lain : a. Untuk memisahkan dan sekaligus menurunkan suatu zat (zat padat maupun zat cair) dari suatu campuran yang mempunyai titik didih berbeda. b. Untuk mengetahui titik didih suatu zat Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai tititk didih tinggi pada tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa terjadi kemungkinan

kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka dilakukan dengan destilasi uap. Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap zat kandungan akan diturunkan menjadi sama dengantekanan bagian di adlam suatu system, sehingga produk akan terdestilasi dan terbawa oleh uap air yang mengalir. Destilasi uap bukan semata-mata suatu proses penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses perpindahan massa kesuatu media yang bergerak.

Uap jenuh akan membasahi permukaan bahan, melunakkan jaringan dan menembus ke dalam melalui dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke rongga uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang bergerak melalui antar fase. Proses ini disebut hidrofusi. Di bawah ini contoh alat dan fungsi bagian-bagiannya : Alat Destilasi 1. Labu destilasi, berfungsi sebagai wadah atau tempat suatu campuran zat cair yang akan di destilasi. Terdiri dari : a. Labu dasar bulat. b. Labu erlenmeyer khusus untuk destilasi atau refluks.

2. Steel Head, berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk ke alat pendingin (kondensor), dan biasanya labu destilasinya sudah dilengkapi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head. 3. Thermometer, biasanya digunkan untuk mengukur suhu uap zat cair yang didestilasi selama proses destilasi berlangsung, dan seringnya

thermometer yang digunakan harus, a. Berskala suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan didestilasi. b. Ditempatkan pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas reservoir HE sejajar dengan pipa penyalur uap ke kondensor. 4. Kondensor, memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar, untuk aliran uap hasil reaksi dan untuk aliran air keran. Pendingin yang digunakan biasanya adalah air yang dialirkan dari dasar pipa,tujuannya adalah agar bagian dari dalam pipa lebih lama mengalami kontak dengan air sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang dihasilkan lebih sempurna. 5. Labu didih, biasanya selalu berasa atau keset, yang berfungsi untuk sebagai wadah sampel. Contohnya untuk memisahkan alkohol dan air. 6. Pipa dalam = pipa destilasi, berfungsi sebagai tempat mengalirnya uap air yang telah didinginkan oleh pendingin pada bagian luarnya.

7. Adaptor (Recervoir Adaptor), berfungsi untuk menyalurkan hasil destilasi yang sudah terkondisi untuk disalurkan ke penampung yang telah tersedia. Minyak Menguap merupakan subtansi yang menyebabkan/

menimbulkan bau dari bemacam-macam tanaman. Sifat-sifat Umumnya tidak berwarna dan tidak bercampur dengan air. Sumber-sumber simplisia terutama dari tumbuh-tumbuhan, mineral, dan memperoleh Minyak Menguap antara lain :
1.2.12.

mikroorganisme. Cara

Penyulingan dengan uap air, dengan memanaskan atau

menguapkan zat cair lalu uap tersebut didinginkan kembali supaya jadi cair dengan bantuan kondensor.
1.2.13.

Hidrolisa enzimatik, pemecahan ikatan glikosidisterhadap

glikosidayang dilakukan dengan enzim tertentu yang disebut glikosidase.


1.2.14.

Dekstruksi (Penyulingan biasa), merupakan metode yang

sangat penting dari dalam menganalisis suatu bahan yang bertujuan untuk merubah sampel menjadi bahan yang dapat diukur.
1.2.15.

Pengurangan tekanan, beberapa minyak menguap dapat

disuling dengan pengurangan tekanan atmosfer.


1.2.16.

Pemerasan, atau pengempaan dilakukan untuk mendapatkan

berbagai minyak jeruk dengan menggunakan alat pemeras.

1.2.17.

Enfleurage, merupakan ekstraksi menggunakanpelaut cara

kuno yang sampe sekarang digunakan. Bahan pelarut yang digunakan adalah minyak murni. Lemak murni biasanya dengan bahan-bahan lain dioleskan pada permukaan kaca tipis. Lembaran kaca yang telah dioles lemak disusun dalam rak secara teratur. Kemudian ditempeli dengan bunga-bunga, setelah dua atau tiga hari, bunga-bunga yang layu dibuang diganti dengan segar, dilakukan berulang, sampai lemak benar-benar telah jenuh dengan minyak bunga. Kegunaan minyak menguap antara lain sebagai korigensia odoris, karminatifum, makanan, dan antiseptik. Untuk klasifikasi minyak menguap antara lain :
1.2.18. 1.2.19. 1.2.20. 1.2.21. 1.2.22. 1.2.23. 1.2.24. 1.2.25.

Hidrokarbon : Terpen-terpen/Siskuiterpen Alkohol : Ester dan alkohol Aldehid Keton Fenol Ester Fenolik : Ester dan Fenol Oksida-oksida : Peroksida Ester-ester : Ester-ester dan Alkohol

II.3 Metode Pemisahan

II.3.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT), zat penjerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik ataulogam secara merata. Dengan memakai KLT, pemisahan senyawa yang amat

berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik, kompleks anorganik-anorganik dan bahan ion anorganik dapat dilakukan beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. Pada kromatografi kolom merupakan proses yang lambat, yang membutuhkan penyerap relatif dalam jumlah yang besar demikian pula cuplikan yang digunakan, sedangkan dalam kromatografi lapis tipis hanya membutuhkan penyerap dan cuplikan dalam jumlah yang sedikit dan nodanoda yang terpisahkan dilokalisir pada plat seperti pada lembaran kertas. Setelah pemisahan mudah diperoleh senyawa senyawa yang terpisah secara individu yaitu dengan jalan menggeruknya dan mengumpulkan tiaptiap lapisan dalam mana lap[isan tersebut dirap. Adsorben yang paling anyak digunakan dalam KLT adalah silikagel dan aluminium oksida. Silika gel umumnya mengandung zat tambahan kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan untuk adsorben universal untuk kromatografi senyawa netral, asam dan basa. Pemisahan komponen suatu senyawa yang dipisahkan dengan kromatografi lapis tipis tergantung pada jenis pelarut, zat penyerap dengan sifat daya serap masing-masing komponen. Komponen yang terlarut akan

terbawa oleh fase diam (penyerap) dengan kecepatan perpindahanyang berbeda-beda. Perbandingan kecepatan bergeraknya komponen terlarut dalam fase gerak (pelarut) adakah dasar untuk mengidentifikasi komponen yang dipisahkan, perbandingan kecepatan ini dinyatakan dalam Rf (Rate of Flow), dengan persamaan : Jarak yang ditempuh senyawa terlarut Rf = Jarak yang ditempuh pelarut

Pelaksanaan Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Kita akan membahasnya lebih lanjut. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet, alasannya akan

dibahas selanjutnya. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.

Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk. Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena

pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.

Gambar : menunjukkan lempengan setelah pelarut bergerak setengah dari lempengan.

Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam. Jika anda ingin mengetahui bagaimana jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, anda dapat berhenti pada bahasan sebelumnya. Namun, sering kali pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah

garis, sebelum mengalami proses penguapan. Pengukuran berlangsung sebagai berikut:

Sebagai contoh, jika komponen berwarna merah bergerak dari 1.7 cm dari garis awal, sementara pelarut berjarak 5.0 cm, sehingga nilai R f untuk komponen berwarna merah menjadi:

Jika mengulang percobaan ini pada kondisi yang tepat sama, nilai R f yang akan diperoleh untuk setiap warna akan selalu sama. Sebagai contoh, nilai Rf untuk warna merah selalu adalah 0.34. Namun, jika terdapat perubahan (suhu, komposisi pelarut dan sebagainya), nilai tersebut akan berubah. Anda mengidentifikasi harus tetap mengingat tertentu. teknik Mari ini kita jika lihat anda ingin

pewarna

yang

bagaimana

menggunakan kromatografi lapis tipis untuk menganalisis pada bagian selanjutnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf adalah :
1.2.26. 1.2.27. 1.2.28. 1.2.29. 1.2.30. 1.2.31. 1.2.32. 1.2.33. 1.2.34. 1.2.35. 1.2.36. 1.2.37.

Pelarut Bahan penmgambang (jenis dan ketebalan lapisan) Kejenuhan ruangan akan pelarut Kelembaban udara Konsentrasi Komposisi larutan diperiksa Panjang trayek migrasi Senyawa asing Ketidak homogenan kertas Arah serabut kertas Mutu dan sifat dari lapisan adsorbsi dan kertas Derajat kejenuhan bejana pemisah.

II.3.2 Kromatografi Kolom Konvensional dan Kromatografi Vakum Cair Kromatografi Kolom Konvensional

Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang masih banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kemasan adsorben yang sering digunakan adalah silika gel G-60, kieselgur, Al2O3, dan Diaion. Cara pembuatannya ada dua macam : a. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.
24. cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan cairan

pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit hingga masuk semua, sambil kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel mapat, setelah silika gel mapat eluen dibiarkan mengalir sampai batas adsorben kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan yang terebih dahulu dilarutkan dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom sedikit demi sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka dan diatur tetesannya, serta cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi. Pelaksanaan kromatografi kolom Dalam kromatografi lapis tipis, fase diam adalah lapisan tipis jel silika atau alumina pada sebuah lempengan gelas, logam atau plastik. Kolom

kromatografi berkerja berdasarkan skala yang lebih besar menggunakan material terpadatkan pada sebuah kolom gelas vertikal. Dalam laboratorium, seringkali dengan mudah digunakan buret biasa sebagai kromatografi kolom.

Penggunaan kolom Anggaplah akan dilakukan pemisahan campuran dari dua senyawa yang berwarna, yaitu kuning dan biru. Warna campuran yang tampak adalah hijau. Larutan jenuh dibuat dari campuran dengan menggunakan pelarut yang lebih disukai dalam kolom. Pertama kran penutup dibuka untuk membiarkan pelarut yang sudah berada dalam kolom mengering sehingga material terpadatkan rata pada bagian atas, dan kemudian tambahkan larutan secara hati-hati dari bagian atas kolom. Lalu buka kran kembali sehingga campuran berwarna akan diserap pada bagian atas material terpadatkan, sehingga akan tampak seperti gambar dibawah ini:

Selanjutnya tambahkan pelarut baru melalui bagian atas kolom, cegah sedapat mungkin jangan sampai merusak material terpadatkan dalam kolom. Lalu buka kran, supaya pelarut dapat mengalir melalui kolom, kumpulkan dalam satu gelas kimia atau labu dibawah kolom. Karena pelarut mengalir

kontinyu, tetap tambahkan pelarut baru dari bagian atas kolom sehingga kolom tidak pernah kering. Gambar berikut menunjukkan perubahan yang mungkin terjadi sejalan dengan perubahan waktu.

Penjelasan tentang apa yang terjadi Senyawa biru lebih polar daripada senyawa kuning dan memungkinkan mempunyai kemampuan berikatan dengan hidrogen. Hal ini dikarenakan senyawa biru tidak bergerak secara sangat cepat melalui kolom. Itu berarti bahwa senyawa biru harus dijerap secara kuat pada jel silika atau alumina dibanding dengan senyawa kuning. Karena kurang polar, senyawa kuning menghabiskan waktu dalam pelarut, sehingga keluar dari kolom lebih cepat. Proses pencucian senyawa melalui kolom menggunakan pelarut dikenal sebagai elusi. Pelarut disebut sebagai eluen. Bila yang diinginkan adalah senyawa biru saja Setelah seluruh senyawa kuning selesai terkumpulkan, Pelarut yang telah digunakan diganti dengan pelarut yang lebih polar. Ini akan mempunyai dua pengaruh, keduanya akan mempercepat senyawa biru melalui kolom.
1.2.38.

Pelarut polar akan bersaing untuk mendapatkan ruang pada jel

silika atau alumina dengan senyawa biru. Beberapa ruang untuk sementara

dipergunakan oleh molekul-molekul pelarut pada permukaan fase diam, tidak menyediakan molekul-molekul biru untuk melekat dan ini akan cenderung menjaga pergerakannya dalam pelarut.
1.2.39.

Akan ada atraksi yang lebih besar antara molekul-molekul

pelarut polar dan molekul biru yang polar. Kecenderungan ini akan menarik molekul-molekul biru menempel pada fase diam kembali pada larutan. Pengaruh total yaitu dengan bertambahnya kepolaran pelarut, senyawa biru akan menghabiskan waktu dalam larutan dan karenanya akan bergerak lebih cepat. Jika Campuran yang Dimiliki Tidak Berwarna Jika menggunakan kromatografi kolom untuk memurnikan produk organik, mungkin produk yang diharapkan akan menjadi produk yang tidak berwarna, meskipun satu atau lebih dari pengotor berwarna. Anggaplah segala sesuatunya tidak berwarna. Ini bukan merupakan pekerjaan yang cepat dan mudah. Apa yang akan dikumpulkan dan apa yang keluar dari bawah kolom dalam seluruh rangkaian pipa yang berlabel. Bagaimana besar setiap sampel akan jelas tergantung pada bagaimana besar kolom yaitu mungkin akan terkumpul 1cm 3 atau 5cm3 sampel atau apapun itu besarnya yang sesuai. Maka kemudian akan dilakukan pengambilan setetes dari setiap larutan dan membuatnya ke dalam kromatografi lapis tipis. Tetesan pada garis dasar ditempatkan bersama dengan setetes senyawa murni dari senyawa yang

sementara dibuat. Dengan mengulangi pekerjaan ini, sampel dapat diidentifikasi yang mana yang dikumpulkan pada bawah kolom yang mengandung produk yang diinginkan dan hanya dibutuhkan.

II.3.3 Fraksinasi Prinsip dari fraksinasi adalah penggabungan senyawa berdasarkan bercak noda pada lempeng dengan pengamatan pada UV 254 nm dan 366. Tujuan dilakukan penggabungan adalah untuk memisahkan dan memperoleh senyawa dalam jumlah yang maksimal, di mana penggabungannya didasarkan pada nilai Rf yang sama dan penampakan warna yang ditunjukkna itu sama. II.3.4 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Absorbsi dan partisi berdasarkan pada jumlah dan cara penotolan cuplikan yang berkesinambungan dengan hasil akhir membentuk pita. Kromatografi lapis tipis preparative merupakan metode isolasi dari suatu simplisia untuk mendapatkan senyawa tunggal.

II.3.5 KLT Dua Dimensi dan Multi Eluen KLT dua dimensi dan multieluen memiliki prinsip yang sama yaitu adsorbsi dan partisi tetapi yang membedakannya pada KLT 2 dimensi didasarkan pada proses elusi yang bertujuan untuk memperpanjang jarak lintasan noda untuk memperoleh senyawa tunggal sedangkan pada

multieluen jumlah totolannya yang berbeda yaitu berupa cuplikan yang berkesinambungan dan menghasilkan hasil elusi berupa pita.

BAB III METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan antara lain: Batang pengaduk, bejana maserasi, botol penampung, botol semprot, buret, cawan porselin, chamber, corong pisah, kaca ukuran 20x20 cm, gegep kayu, gelas piala, gelas ukur, gunting, kipas angin, lampu UV 254 nm, lampu UV 366 nm, labu Erlenmeyer, lempeng kromatografi, lumpang dan mortir, oven, penggaris, pensil, pipa kapiler, pipet tetes, seperangkat alat sentrifuge, seperangkat alat kromatografi kolom, statif dan klem, tabung reaksi, timbangan ohaus, dan vial. Adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain: Air suling, aluminium foil, etanol, etil asetat, H 2SO4 10%, hexan, kapas, kertas label, kertas timbang, kertas saring, kloroform, lem, lempeng KLT, metanol, sampel tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), silika halus, silika kasar.

III.2 Penyiapan Sampel III.2.1 Pengambilan Sampel Simplisia daun belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi) diambil dari. Menggunakan pisau atau gunting atau dipetik secara langsung dengan jari pada bagian tangkai daunnya, dimasukkan dalam plastik. Kemudian dicuci bersih dengan air, diangin-anginkan hingga agak kering.

III.2.2 Pengolahan Sampel

Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) yang telah diambil, dicuci hingga bersih dengan air mengalir lalu ditiriskan lalu sampel dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di atas kertas koran pada tempat yang

terlindung dari sinar matahari langsung. Setelah kering digunting-gunting sampai derajat halus 4/18 lalu dikeringkan sampai kering betul.

III.3 Ekstraksi dan Partisi Sampel III.3.1 Ekstraksi Sampel Ekstraksi dengan Pelarut Metanol (Metode Maserasi)
25. Disiapkan alat dan bahan 26. Simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) yang telah kering dan

halus ditimbang sebanyak 100 g


27. Dimasukkan ke dalam toples kemudian ditambahkan dengan cairan

penyari (metanol) hingga sampel terendam dengan cairan penyari volumenya lebih tinggi 2 cm.
28. Toples ditutup erat dan diberi plester untuk menghindari menguapnya

cairan penyari.
29. Dibiarkan selama 3 hari terlindung dari cahaya, kemudian disaring hasil

ekstraksi dan diperas ampasnya.

30. Hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam wadah (yang telah ditarer) dan

dibiarkan menguap dengan bantuan kipas angin.


31. Ditimbang bobot ekstrak, diberi label dan disimpan dalam eksikator.

II.3.2 Partisi Ekstrak Ekstraksi Cair Padat Karena ketidaktersediaan alat-alat yang dibutuhkan untuk percobaan ECP ini seperti magnetik stirer ataupun sentrifuge, maka yang digunakan adalah lumpang dan mortirnya dimana ekstrak nanti akan dimasukkan ke dalam lumpang dan digerus dengan mortir sebagai pengganti magnetik stirer.
32. Sejumlah ekstrak metanol daun belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi)

dilarutkan dalam etil asetat sedikit demi sedikit dalam wadah.


33. Kemudian ekstrak tersebut dimasukkan dan digerus sampai homogen. 34. Setelah homogen, didiamkan sebentar sehingga terlihat ada yang larut

dan tidak larut berupa endapan.


35. Ambil bagian yang larut dan pindahkan ke dalam wadah lain dengan

menggunakan pipet tetes.


36. Sisa ekstrak berupa endapan yang tidak larut dipindahkan ke wadah lain. 37. Ulangi prosedur ini hingga dua kali (hingga jernih)

II.4 Isolasi dengan Kromatografi Kolom Konvensional II.4.1 Penyiapan Kolom Kromatografi Kolom Konvensional Penyiapan Alat-alat Perangkat Kromatografi Kolom Konvensional
38. Alat-alat perangkat kromatografi kolom dicuci dengan metanol dan

dikeringkan.
39. Dirangkai alat kolom berdasarkan petunjuk yang ada 40. Rangkaian tersebut ditegakkan dengan bantuan statif dan klem

II.4.2 Penyiapan Sampel Penyiapan Bubur Silika


41. Ditimbang silika kasar dan ekstrak 42. Diperoleh bobot silika yaitu 100x dari ekstrak 43. Silika dibagi dalam dua bagian (80% dan 20%) 44. 80% dimasukkan ke dalam cawan porselen, 20% untuk penyiapan

ekstrak.
45. Silika yang 80% dibasahkan dengan pelarut hexan 46. Diaduk-aduk hingga terbasahi semuanya

47. Didiamkan beberapa saat (sesekali diaduk) 48. Silika siap digunakan

Penyiapan Ekstrak (Metode Kering)


49. Disiapkan alat dan bahan 50. Ekstrak ditimbang 51. Kemudian ekstrak dilarutkan dengan kloroform 52. Ekstrak dikeringkan dengan penambahan 20% silika sedikit demi sedikit 53. Kemudian digerus di dalam lumpang kecil 54. Sisa silika disimpan 55. Ekstrak siap digunakan

Pengerjaan Partisi
56. Disiapkan alat dan bahan 57. Alat kolom yang telah dipasang dimasukkan kapas pada ujung kolom

(dasar kolom)
58. Dimasukkan bubur silika yang telah disiapkan secara perlahan-lahan 59. Ditunggu beberapa saat sehingga mampat atau dipukul dengan karet

pipet tetes
60. Dimasukkan sampel perlahan-lahan

61. Ditunggu beberapa saat 62. Dimasukkan sisa silika dari pengeringan ekstrak sebagai pengganti kertas

saring
63. Dimasukkan perbandingan eluen satu-satu mulai dari non-polar hingga

polar, perbandingannya yaitu:


1. Hexan : Etil 2. Hexan : Etil 3. Hexan : Etil 4. Hexan : Etil 5. Metanol

=1:0 = 10 : 0 =5:1 =1:1 = 100%

(100ml : 0ml) (45ml : 5ml) (42ml : 8 ml) (25 ml : 25ml) (25 ml)

64. Ditampung dalam vial dan dibiarkan menguap

III.4.3 Fraksinasi Komponen Kimia


65. Disiapkan alat dan bahan 66. 49 vial yang tersedia dari hasil pemisahan dengan metode kromatografi

kolom dipilih dengan range tertentu


67. Terdapat 13 vial yang telah dipilih kemudian dilarutkan dengan kloroform

68. Ditambahkan dengan 1 vial yang berisi ekstrak hexan dan kemudian

dilarutkan
69. Totolkan ke-14 vial di atas lempeng silika ukuran 10 x 7 cm, dimana

vialnya telah diberi batas atas 0,5 cm, batas bawah 1 cm, jarak antara tepi silika dengan noda pertama dan terakhir 0,4 cm, jarak antara nodanya yaitu 0,7 cm.
70. Dielusi dengan eluen yang paling baik pemisahannya dengan KLT yaitu

eluen hexan : etil asetat (3 : 1) di dalam chamber yang telah dijenuhkan


71. Setelah terelusi sampai batas atas kemudian didiamkan atau dikeringkan. 72. Dilihat penampakannya pada lampu UV 366 nm dan UV 254 nm serta

penyemprotan H2SO4
73. Digabungkan noda-noda yang sama penampakannya dalam beberapa

fraksi, terdapat 4 fraksi yang telah digabungkan


74. Ke-4 fraksi ini dimasukkan ke dalam vial dengan cara dilarutkan dengan

kloroform
75. Fraksi di dalam vial ini dibiarkan menguap.

III.5 Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) III.5.1 Penyiapan Lempeng KLTP

76. Lempeng kaca 20x20 cm dibilas dengan alkohol 77. Ditimbang silika halus 7 gram untuk satu lempeng 78. Disiapkan sejumlah air yaitu 2 kali dari bobot silika 79. Dilarutkan silikanya dalam air hingga larut 80. Alat pembuat lempeng kaca silika dirangkai 81. Ditaburkan silika di atas lempeng kaca 82. Diratakan dengan gabus hingga rata 83. Dikeluarkan dari alat dan diratakan dengan bantuan tangan dengan cara

ditepuk-tepuk dari belakang


84. Dikeringkan

III.5.2 Isolasi Komponen Kimia


85. Disiapkan lempeng dan ekstrak (fraksi III) 86. Dilarutkan ekstrak dengan kloroform 87. Dibuat batas tanda pada lempeng 88. Ditotolkan ekstrak secara berkesinambungan 89. Dibuat eluen hexan : etil (4 : 1) sebanyak 25 ml 90. Chamber dijenuhkan

91. Dimasukkan lempeng pada chamber dan dibiarkan terelusi 92. Setelah terelusi, lempeng dikeluarkan dari chamber 93. Dilihat pitanya pada lampu UV 254 nm dan UV 366 nm 94. Dikerok semua pita yang tampak 95. Diperoleh 6 hasil KLTP

III.6 KLT Dua Dimensi dan Multi Eluen Multi Eluen


96. Disiapkan alat dan bahan 97. Hasil kerukan KLTP disentrifuge dalam tabung sentrifus sebanyak 3 kali

dengan metanol
98. Diuapkan dan setelah itu dilarutkan dengan kloroform (ada 6 vial) 99. Disediakan lempeng yang sudah diaktifkan 100. 101.

Masing-masing vial ditotolkan pada lempeng yang berbeda Disiapkan perbandingan eluen dari yang non-polar hingga polar

(hexan:kloroform=3:1 ; hexan:etil=4:1 ; hexan:etil=1:1)


102.

Setelah di elusi dengan tiga eluen, dilihat penampakannya di lampu

UV.254 nm dan UV 366 nm.

KLT Dua Dimensi


103. 104. 105. 106. 107. 108. 109.

Disiapkan alat dan bahan Dilarutkan ekstrak dengan kloroform Ditotolkan pada lempeng yang telah diaktifkan Dibuat perbandingan eluen hexan : etil = 4 : 1 Dimasukkan ke dalam chamber dan dielusi Setelah mencapai batas atas, diputar 90o, lalu dielusi lagi Setelah di elusi ke-2 mencapai batas atas, dikeluarkan dari chamber

dan dikeringkan
110.

Dilihat penampakan nodanya pada UV.254 nm dan UV.366 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

111.

Ekstraksi Cair Padat

112.

Kromatografi Lapis Tipis

UV 254 nm

UV 366 nm

113.

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

UV 254 nm
114.

UV 366 nm

H2SO4

KLT 2 Dimensi dan Multieluen

UV 254 nm

UV 366 nm

UV 254 nm IV.2 Pembahasan

UV 366 nm

Pada praktikum isolasi senyawa bioaktif ini dilakukan proses ekstraksi, identifikasi, dan isolasi komponen kimia yang terdapat dalam daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). Pengerjaan awal pada praktikum ini yaitu pengambilan sampel daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) di lokasi. Simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) diambil menggunakan pisau atau gunting atau dipetik secara langsung dengan jari pada bagian tangkai daunnya, dimasukkan dalam plastik. Kemudian dicuci bersih dengan air, diangin-anginkan hingga agak kering. Setelah itu, daun belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi) yang telah diambil, dicuci hingga bersih dengan air mengalir lalu ditiriskan lalu sampel dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di atas kertas koran pada tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung. Setelah kering diguntinggunting sampai derajat halus 4/18 lalu dikeringkan sampai kering betul.

Kemudian, sampel yang telah kering tersebut di ekstraksi dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut metanol. Metode maserasi ini dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari. Prinsip dari maserasi itu sendiri yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik tersebut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam sel dan diluar sel. Setelah diekstraksi, selanjutnya dilakukan partisi ekstrak dengan metode ekstraksi cair-padat. Namun, Karena ketidaktersediaan alat-alat yang dibutuhkan untuk percobaan ECP ini seperti magnetik stirer ataupun sentrifuge, maka yang digunakan adalah lumpang dan mortirnya dimana ekstrak nanti akan dimasukkan ke dalam lumpang dan digerus dengan mortir sebagai pengganti magnetik stirer. Pengerjaannya yaitu sejumlah ekstrak metanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) dilarutkan dalam etil asetat sedikit demi sedikit dalam wadah. Kemudian ekstrak tersebut dimasukkan dan digerus sampai homogen. Setelah homogen, didiamkan sebentar sehingga terlihat ada yang larut dan tidak larut berupa endapan. Ambil

bagian yang larut dan pindahkan ke dalam wadah lain dengan menggunakan pipet tetes. Sisa ekstrak berupa endapan yang tidak larut dipindahkan ke wadah lain. Ulangi prosedur ini hingga dua kali (hingga jernih) Selanjutnya yaitu isolasi dengan kromatografi kolom konvensional. Metode kolom konvensional ini dibantu dengan gaya gravitasi dan oleh karena hanya bantuan ini sehingga prosesnya memakan waktu yang lama. Langkah awal dari metode ini adalah semua alat dibersihkan dan dicuci dengan etanol, termasuk vial dan kolom. Setelah itu disiapkan bubur silikanya. Dimana proses penyiapan bubur silika itu, silika kasar saja yang digunakan. Hal ini karena proses partisi secara kolom hanya dibantu dengan gaya gravitasi saja, sehingga tidak perlu menggunakan silika halus. Silika kasar direndam dengan hexan dalam suatu wadah sambil diaduk-aduk dengan maksud membasahinya sehingga membuatnya bisa memadat. Jumlah silika kasar yang digunakan untuk pembuatan bubur silika kasar adalah 80% dari jumlah silika kasar dikali 100 dari jumlah bobot ekstrak yang digunakan. 20% dari sisa bobot silika digunakan untuk mengeringkan ekstrak pada saat penyiapan sampel dengan metode kering. Prosesnya yaitu ekstrak dilarutkan dengan kloroform hingga larut, dan ditambahkan sisa silika 20% tadi, digerus hingga kering dan sisa silika yang tidak dipakai disimpan sebagai pengganti kertas saring di atas sampel dan dibawah eluen. Setelah penyiapan ekstrak selesai, rangkai alat kolom.

Setelah terangkai, dimasukkan sedikit kapas untuk menahan atau menyumbat sedikit ujung kolom, dan biarkan memadat terlebih dahulu dan dimampatkan dengan cara memukul-mukul buret kolom dengan karet pipet tetes. Setelah itu ditambahkan sampel tadi yang sudah disiapkan lalu dimasukkan sisa silika kasar tadi sebagai pengganti kertas saring (sehingga proses partisi lebih maksimal), setelah itu dimasukkan perbandingan eluen satu per satu, dimulai dari eluen yang paling non-polar hingga ke yang polar agar partisinya bagus. Perbandingan eluen yang digunakan adalah hexan : etil asetat = 1 : 0 (100ml) ; 10 : 1 (50ml) ; 5 : 1 (50ml) ; 1 : 1 (50ml) ; metanol : hexan = 1 : 0 (25ml). Hasil partisi ditampung di dalam vial dan diuapkan hingga kering. Jumlah vial yang digunakan adalah 49 buah vial. Setelah itu, dilakukan fraksinasi atau penggabungan vial-vial yang sama penampakan nodanya setelah ditotolkan kembali di atas lempeng silika. Langkah awal dari fraksinasi adalah pemilihan dari hasil partisi metode kolom konvensional berdasarkan pemilihan secara acak dimana pada umumnya dipilih range 10. Hal ini disesuaikan dengan kondisi hasil partisi (jumlah vial yang digunakan). Semakin kecil range vial semakin tampak hasil partisinya jika ada senyawa yang sama dari tiap perwakilan vial. Setelah terpilih sejumlah vial perwakilan (13 vial ditambah 1 vial ekstrak hexan), ekstraknya dilarutkan dengan kloroform hingga larut. Dibuatlah

perbandingan eluen dimana yang digunakan adalah perbandingan hexan : etil asetat (3 : 1) sebanyak 20 ml. Setelah itu dimasukkan ke dalam chamber dan ditunggu hingga jenuh dengan cara memasukkan kertas saring. Sambil menunggu chamber jenuh, ke-14 vial itu ditotolkan pada lempeng yang seolah-olah sudah diaktifkan dan setelah ditotol dan chamber dijenuh, lempeng dimasukkan ke dalam chamber dan dibiarkan terelusi hingga batas atas setelah itu dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan dan dilihat penampakan nodanya pada lampu UV.254 nm dan UV.366 nm serta penyemprotan dengan H2SO4. Dari penampakan noda, bisa dilakukan fraksinasi atau penggabungan noda-noda menjadi beberapa fraksi. Penggabungan fraksi-fraksi ini

didasarkan pada penampakan nodanya yang hampir sama. Didapat 4 fraksi dimana fraksi I merupakan penggabungan vial 1-14, fraksi II yang merupakan penggabungan vial 15-30, fraksi III yang merupakan penggabungan dari vial 31-42, dan fraksi IV yang merupakan penggabungan dari vial 43-49. Selanjutnya dilakukan KLTP. Pada Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) untuk skala praktikum, penyiapan lempeng sangat sederhana sekali. Dimana ditimbang 7 gram silika halus untuk 1 lempeng dan sejumlah air yang digunakan adalah dua kali bobot silika. Dilarutkan silika tadi dalam air di stock erlenmeyer hingga larut. Dipasang kaca 20x20 cm pada alat dan diratakan posisinya. Ditaburkan silika tadi di atas kaca yang sudah dibersihkan dengan etanol untuk

membebaslemakkannya. Diratakan dengan gabus. Dikeluarkan dari alat dan diratakan lagi bagian yang belum rata dengan tangan sambil ditepuk-tepuk. Dikeringkan di oven. Disiapkan ekstrak dan lempeng yang telah dibuat tadi. Dilarutkan ekstrak dengan kloroform hingga larut. Diberi tanda pada lempeng. Ditotolkan ekstrak pada lempeng secara berkesinambungan. Dibuat perbandingan eluen hexan : etil (4 : 1) sebanyak 25 ml. Dijenuhkan chamber dengan memasukkan eluen tadi dan ditutup (bila perlu dengan pengocokan). Setelah jenuh dimasukkan lempeng tadi dan dibiarkan terelusi hingga batas atas. Dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan. Dilihat penampakan pitanya pada UV 254 nm dan 366 nm. Dikerok sejumlah pita sesuai pita yang tampak. Diperoleh 6 pita. Yang terakhir, dilakukan multi eluen dan KLT dua dimensi. Mula-mula, 6 hasil KLTP disentrifus terpisah, dengan menggunakan metanol sebanyak 3 kali lalu ditampung di vial lalu diuapkan. Setelah menguap, dilarutkan dengan kloroform. Lalu ditotolkan pada lempeng yang sudah diaktifkan. Ditotolkan pada lempeng secara terpisah. Eluen yang digunakan adalah mulai dari perbandingan eluen yang nonpolar yaitu hexan : CHCl3 = 3 : 1 ; hexan : etil = 4 : 1 ; dan hexan : etil = 1 :1. Proses dielusi secara bertahap/berkesinambungan dari eluen I hingga terakhir. Setelah terelusi, dilihat penampakan atau kenaikan nodanya pada UV 254 nm dan UV 366 nm.

Untuk KLT dua dimensi, disiapkan semua alat dan bahannya. Dilarutkan ekstrak dengan kloroform, lalu ditotokan pada lempeng yang sudah diaktifkan dibuat perbandingan eluen hexan : etil = 4 : 1. Dielusi hingga batas atas. Setelah mencapai batas atas, diputar 90 o untuk memperpanjang jarak lintasannya, lalu dielusi lagi. Setelah dielusi ke dua mencapai batas atas dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan. Dilihat penampakan atau kenaikan nodanya pada UV 254 nm dan UV 366 nm.

BAB V KESIMPULAN

V.1 Kesimpulan Dari semua hasil percobaan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh yaitu tidak diperolehnya senyawa tunggal flavonoid dalam simplisia daun Belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi)

V.2 Saran dan Kritik Good job

DAFTAR PUSTAKA

115. Tjitrosoepomo,

G. 1994. Taksonomi Yogyakarta : UGM Press.

Tumbuhan

Obat-Obatan .

116.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Jakarta : Depkes RI. 7.

117. DEPKES RI. 1989. Sediaan Galenik. Jakarta : Dirjen POM. 10-28.

118. Sudjadi. 1994. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Kanisius. 63-66.

119. Gritter J.R, dkk. 1991.

Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB: Bandung. 6, 83, 107, 109.

120. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern

Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB : Bandung. 4-7, 19-30.

121. Http://www.chemistry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi

1/kromatografi_kolom/

122. Http://www.chemistry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi

1/kromatografi_lapis_tipis/

123. Http://www.its.ac.id/personal/files/material/1038-supraptochemistry-

Pengantar%20Kromatografi.pdf

124. Http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/tugas-kuliah-

lainnya/kromatografi

Anda mungkin juga menyukai