Anda di halaman 1dari 46

Usaha menekan rasa nyeri pada tindakan operasi dengan menggunakan obat telah dilakukan sejak jaman dahulu

termasuk pemberian alkohol dan opium secara oral. Tahun 1846, William Morton, di Boston, pertama kali menggunakan obat anestesi dietil eter untuk menghilngkan nyeri operasi. Stadium anestesi umum meliputi analgesia, amnesia, hilangnya kesadaran, terhambatnya sensori dan refleks otonom, dan relakssi otot rangka. Untuk menimbulkan efek ini, setiap obat anestesi mempunyai variasi tersendiri bergantung pada jenis obat, dosis yang diberikan, dan keadaan secara klinis. Anestetik yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu, batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestetik dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa disertai efek samping, bila diberikan secara tunggal. Oeh karena itu, pada anestesi modern selalu digunakan anestetik dalam bentuk kombinasi untuk mengurangi efek samping yang tidak diharapkan.

JENIS OBAT ANESTESI UMUM Umumnya obat anestetik umum diberikan secara inhalasi atau suntikan intravena. Anestetik Inhalasi Nitrogen oksida yang stabil pada tekanan dan suhu kamar merupakan salah satu anestetik gas yang banyak dipakai karena dapat digunakan dalam bentuk kombinasi dengan anestetik lainnya. Halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan metoksifluran merupakan zat cair yang mudah menguap. Sevofluran merupakan anestetik terbaru. Anestetik inhalasi konvensional seperti eter, siklopropan, dan kloroform pemakaiannya sudah dibatasi karena eter dan siklopropan mudah terbakar sedangkan kloroform toksik terhadap hati. Anestetik Intravena

Beberapa obat anestetik diberikan secara intravena baik tersendiri maupun dalam bentuk kombinasi dengan anestetik lainnya untuk mempercepat tercapainya stadium anestesi ataupun sebagai obat penenang pada penderita gawat darurat yang mendapat pernapasan buatan untuk waktu yang lama. Termasuk disini adalah: (1) barbiturat (tiopental, metoheksital), (2) benzodiazepin (midazolam, diazepam), (3) opioid analgesik dan neuroleptik, (4) obat-obat lain (profopol, etomidat), dan (5) ketamin, arilheksolamin yang sering disebut disosiatif anestetik. BARBITURAT Asam barbiturat, kombinasi dari urea dan asam maloneat yang efek sedatifnya kecil, pertama kali disintesis pada tahun 1864 oleh J.F.W. Adolph von Baeyer, pemenang hadiah nobel kimia organik. Barbital (asam dietilbarbiturat), barbiturate pertama dengan efek sedatif, dilaporkan oleh Fischer dan von Mering pada 1903. Hipnotik oral ini bekerja dalam waktu yang panjang dan sangat terkenal sebagai sedatif pada praktek klinis. Namun, tidak sampai tahun 1920 dengan pengenalan Somnifen, sebuah campuran garam barbiturat dari asam dietil barbiturate dan dialilbarbiturat, dimana barbiturat intravena menjadi secara luas tersedia untuk penggunaan klinis. Somnifen diperkenalkan oleh Redonnet pada 1920 dan pertama kali digunakan pada praktek klinis oleh Bardet dan Bardet pada 1921 di laboratorium dan bangsal kebidanan.

Gambar 2. Bentuk keto dan enol tautomerat dari asam barbiturat dengan bagian dari substitusi pada barbiturat aktif diidentifikasikan pada 1, 2, dan 5. Karakteristik fisik dan kimia Barbiturat adalah obat aktif secara hipnotis yang merupakan turunan dari asam barbiturat (2,4,6-trixohexahydropyrimidine), sebuah nukleus pirimidin tidak

aktif secara hipnotis yang dibentuk oleh kondensasi asam maloneat dan urea (gambar 2). Dua divisi utama dari barbiturat adalah barbiturat dengan oksigen pada posisi 2 (oksibarbiturat) dan barbiturat dengan sulfur pada posisi 2 menjadi spesies reaktif dalam bentuk fenol yang menyebabkan penyatuan dari garam barbiturat yang larut air pada larutan alkalin. Kemasan barbiturat adalah dalam bentuk garam sodium (campuran dengan 6% karbonat sodium anhidrosa) dan lalu rekonstitusi dengan air atau normal saline untuk memproduksi larutan tiopental 2,5%, larutan tiamilal 2,0% atau larutan metoheksital 1,0%. Tiobarbiturat stabil dalam satu minggu jika didinginkan setelah rekonstitusi dan sisa metoheksital tersedia untuk penggunaan sampai 6 minggu setelah rekonstitusi. Penurunan pada alkalinitas larutan dapat menghasilkan prepitasi barbiturat bebas. Tabel 2. Hipnotis aktif barbiturat sesuai dengan durasi dari kerjanya.

Metabolisme Barbiturat (dengan pengecualian Phenobarbital) dimetabolisir di hepar. Metabolit yang terbentuk hampir semua tidak aktif, larut dalam air, dan dieksresikan dalam urin. Barbiturat dibiontransformasi oleh empat proses: (1) oksidasi aril, alkil atau fenil moeit pada C5; (2) N-dealkylation; (3) desulfurasi tiobarbiturat pada C2; dan (4) destruksi cincin asam barbiturat. Oksidasi adalah jalur paling penting, dan barbiturat memproduksi alkohol polar, keton, fenol atau asam karboksilat. Metabolik ini dieksresikan di urin atau sebagai asam glukuronat berkonjugasi di empedu. Cincin asam barbiturat sangat stabil secara in vivo dimana lekukan hidrolitik pada cincin merupakan kontribusi minimal pada metabolisme total barbiturat. Obat yang menginduksi mikrosomal oksidatif meningkatkan metabolisme barbiturat. Pemberian kronis dari barbiturat

juga dapat menginduksi enzim. Biotransformasi barbiturat juga dapat ditingkatkan pada pasien yang menggunakan obat dimana diketahui dapat menginduksi mikrosomal hepatik. Induksi enzim hepatik oleh barbiturat bertanggung jawab pada rekomendasi dimana tidak dapat diberikan pada pasien dengan porfiria intermiten akut. Barbiturat dapat mempresipitasi serangan dengan menstimulasi sintetase asam aminolevulinat, yaitu enzim yang bertanggung jawab pada produksi porfirin. Farmakokinetik (776-787) Model fisiologi barbiturat mendeskripsikan percampuaran cepat obat dengan volume darah sentral diikuti oleh distribusi obat cepat dengan tingkat perfusi tinggi pada volume jaringan rendah misalnya otak dan redistribusi obat lambat ke otot, dimana menterminasikan efek pada dosis induksi. Pada model ini, pengambilan oleh jaringan adiposa dan metabolik klirens (eliminasi) memainkan peran kecil dalam terminasi pada efek dosis induksi karena rasio perfusi minimal dibandingkan ke jaringan lain dan laju pembuangan yang lambat. Model kompartemen menilai untuk tiopental dan metoheksital, yaitu barbiturat yang paling banyak digunakan untuk induksi yang dapat dilihat pada tabel 3. Kedua farmakokinetik model tersebut mendiskripsikan redistribusi cepat sebgai mekanisme primer yang menterminasi kerja dosis induksi tunggal. Tabel 3. Variabel farmakokinetik anestesi intravena yang sering digunakan

Dosis sering (4-5 mg/kg), tiopental mengekshibisi urutan kinetik pertama misalnya fraksi obat konstan dihapuskan dari tubuh per unit waktu), namun, thiopental pada dosis tinggi (300-600 mg/kg) dengan saturasi reseptor, terjadi urutan kinetik kosong misalnya jumlah konstan obat dihilangkan per unit waktu. Disebabkan distribusi volume adalah agak besar pada pasien wanita, eliminasi waktu paruh lebih lama dalam kelompok ini. Kehamilan juga meningkatkan volume distribusi tiopental, yang akhirnya memanjangkan waktu paruh eliminasi. Farmakologi Mekanisme kerja Barbiturate terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat dan menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa terletak di batang otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinap saraf daripada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmiter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmiter (presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).

Farmakodinamik a. Pada sistem saraf pusat Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensefalogram. b. Sistem kardiovaskular Menurunkan tekanan darah dan cardiac output dan dapat meningkatkan frekuensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resitensi CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjaid hipotensi berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard. c. Sistem pernapasan Akan menyebabkan penurunan frekuensi nafas dan volume tidak 1, bahkan dapat sampai meyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Kegunaan Barbiturate digunakan secara klinis pada prektek anestesi untuk anestesi induksi dan rumatan serta sebagai premedikasi. Barbiturat kurang sering digunakan untuk proteksi serebral pada pasien dengan risiko parsial iskemik. Tiga barbiturat yang paling sering digunakan untuk anestesi intravena dan anestesi rumatan adalah tiopental, tiamilal dan metoheksital. Tiopental adalah hipnotik paling bagus sebagai agen induksi anestesi. Onset kerjanya cepat (15-30 detik) dan induksi lancar membuatkan tiopental lebih sering dipakai berbanding obat lain. Tiopental tidak memberikan efek analgesik,

jadi harus ditambahkan dengan obat analgesik lainnya. Tiopental dapat digunakan untuk mengekalkan anestesia umum karena dosis berulang dapat mempertahankan ketidaksadaran dan kontribusi kepada amnesia. Namun tiopental bukan merupakan pilihan yang tepat saat balanced anesthesia. Kemungkinan karena sifat antanalgesik tiopental seperti tingkat plasma obat menurun, suplementasi analgesik diperlukan lebih sering dengan tiopental berbanding dengan midazolam saat balanced anesthesia. Metoheksital merupakan barbiturat intravena yang digunakan untuk induksi anestesia, dimana pada dosis 1-2 mg/kg, induksi timbul cepat. Metoheksital dapat juga digunakan sebagai komponen hipnotik untuk mempertahankan anestesi. Seperti tiopental, metoheksital bukan merupakan analgesik, oleh karena itu penambahan opioid atau anestetik inhalasi diperlukan. Metoheksital dikosongkan lebih cepat berbanding tiopental, jadi lebih baik berbanding tiopental untuk anestesia rumatan karena akumulasi dan saturasi pada lokasi perifer lebih lama. Penggunaan metoheksital pada pasien anak-anak melalui premedikasi rektal. Dosis yang direkomendasikan adalah 25 mg/kg melalui rektal (10% cairan melalui kateter 14 french, 7 cm ke dalam rektum).

Dosis Dosis bagi barbiturat dapat dilihat pada tabel 4 dibawah. Dosis biasa bagi tiopental (3-4 mg/kg), tiamilal (3-4 mg/kg) dan hampir dua kali pada metoheksital (1-2 mg/kg). Tabel 4. Dosis rekomendasi barbiturat untuk induksi dan anestesia rumatan

Efek samping

Komplikasi injeksi barbiturat termasuk reaksi alergi, iritasi jaringan setempat, dan jarang nekrosis jaringan. Bercak urtikaria yang berlangsung beberapa menit dapat terbentuk pada kepala, leher dan badan. Reaksi lebih parah seperti edema muka, ruam, bronkospasme dan anafilaksis juga dapat terjadi. Pengobatan anafilaksis adalah dengan tambahan 1 mL 1:10,000 epinefrin dengan cairan intravena. Aminofilin dapat diberikan pada bronkospasme. Tiopental dan tiamilal kurang memberikan gejala berbanding induksi dengan metoheksital, dimana dapat terjadi batuk, hiccough, tremor dan twitching hampir lima kali lebih sering dengan metoheksital. Iritasi jaringan dan komplikasi lokal dapat terjadi lebih sering pada penggunaan tiopental dan tiamilal berbanding metoheksital. Dalam penelitian perbandingan, didapatkan nyeri pada injeksi lebih besar dengan metoheksital (12%) berbanding tiopental (9%). Hasil juga menunjukkan terjadi phlebitis lebih sering dengan metoheksital (8%) berbanding tiopental (1%). Kontraindikasi Tiopental dapat menyebabkan depresi pernapasan semakin parah pada pasien dengan obstruksi pernapasan atau jalan napas tidak adekuat. Ketidakstabilan kardiovaskular atau syok harus dicegah penggunaannya. Pada pasien asma dimana kondisi kontrol jalan udara dan ventilasi dapat lebih jauh diperparah dengan tiopental. Porfiria dapat mempresipitasi atau terjadi serangan akut sehingga tiopental tidak harus diberikan.

BENZODIAZEPINE Mekanisme Kerja Benzodiazepine berinteraksi dengan reseptor spesifik SSP terutama di korteks cerebri. Ikatan benzodiazepine meningkatkan wefek inhibisi dari bermacammacam neurotransmitter, misalnya GABA yang memudahkan transport ion Cl transmembran. Keadaan ini menimbulkan perubahan polarisasi membran sehingga menghambat fungsi normal neuron.

Flumazenil (imidazobenzodiazepin) adalah antagonis reseptor benzodiazepin yang dapat secara efektif memulihkan hampir semua efek benzodiazepin pada SSP.

Struktur dan aktifitas Benzodiazepin terdiri dari cincin benzen dan beberapa cincin diazepin. Substitusi dari cincin ini mempengaruhi potensi dan biotransformasinya. (mis. cincin imidazol pada midazolam menyebabkan midazolam dapat larut dalam air dalam pH rendah). Farmakokinetik Absorbsi Benzodiazepin biasanya diperikan per oral, intramuskular atau intravena dengan maksud untuk memberikan efek sedasi atau untuk induksi anestesi umum. Diazepam dan lorazepam diabsorbsi dari saluran pencernaan dengan baik. Midazolam memberikan efek sedasi premedikasi yang baik pada pemberian per oral, intranasal, bukal, dan sublingual. Pemberian diazepam intramuskular menimbulkan rasa nyeri dan absorbsibya tidak bias diandalkan berbeda dengan lorazepam dan midazolam yang diabsorbsi dengan baik setelah pemberian secara intramuskular.

Distribusi Diazepam sedikit larut dalam lemak dan secara cepat menembus sawar darah otak Midazolam larut air dalam pH yang rendah namun pada pH fisiologis kelarutannya dalam lemak meningkat. Lorazepam mempnyai kelarutan lemak yang sedang sehingga uptake otak dan lama kerjanya bertambah lama. Redistribusi benzodiazepin terjadi secara cepat dan seperti barbiturat merupakan mekanisme utama pulihnya kesadaran. Walau midazolam sering digunakan untuk induksi namun cepatnya mula kerja dan lama kerja tidak dapat mengungguli thiopental. Semua benzodiazepin terikat kuat pada protein.

Penggunaan dan Dosis Lazim Benzodiazepin Obat Diazepam Midazolam Lorazepam Penggunaan Premedikasi Sedasi Induksi Premedikasi Sedasi Induksi Premedikasi Cara Pemberian Oral IV IV IM IV IV Oral IM IV Dosis 0,2-05 mg/kg 0,04-0,2 mg/kg 0,3-0,6 mg/kg 0,07-0,15 mg/kg 0,01-0,1 mg/kg 0,1-0,4 mg/kg 0,05 mg/kg 0,03-0,05 mg/kg 0,03-0,04 mg/kg

Sedasi Biotransformasi Biotransformasi benzodiazepin terjadi di hati dan berubah menjadi glukoronat yang larut dalam lemak. Metabolit phase I masih dalam keadaan aktif. Ekstraksi oleh hati terjadi secara lambat sehingga waktu paruh eliminasi diazepam panjang (hingga 30 jam). Lorazepam juga diektraksi dengan lambat oleh hati namun sedikit larut dalam lemak sehingga cepat dieliminasi (15 jam) walupun secara klinis mempunyai efek yang panjang karena ikatan dengan reseptor yang kuat. Berbeda dengan midazolam yang mempunyai rasio ekstraksi hepatic yang tinggi sehingga waktu paruh eliminasinya pun singkat. Ekskresi Benzodiazepin terutama diekskresikan melalui urin. Sirkulasi enterhepatik menimbulkan puncak konsentrasi plasma yang kedua 6 12 jam setelah pemberian. Gagal ginjal menyebabkan pemanjangan sedasi karena penumpukan dari metabolit. Efek Pada Sistim Organ Kardiovaskular Benzodiazepin menunjukan efek depresi kardiovaskular minimal bahkan pada dosis induksi. Tekanan darah arteral, curah jantung, dan resistensi vascular biasanya seikit turun sementara denyut jantung sedikit naik.

Midazolam mempunyai efek penurunan tekanan darah dan resistensi vascular yang lebih renah dari diazepam. Sistim Pernapasan Benzodiazepin menurunkan respons respirasi terhadap CO2. Depresi ini biasanya tidak terjadi secara signifikan kecuali bila obat dimasukan secara intravena atau adanya depresan pernapasan yang lain. Kurva respons obat yang curam, dan potensi tinggi dari midazolam. Membutuhkan titrasi yang hati-hati untuk menghindari overdosis dan apnea. Ventilasi harus dipantau pada pasien yang mendapat benzodiazepin intravena dan alat-alat resusitasi harus dipersiapkan. Susunan Saraf Pusat Benzodiazepin mengurangi konsumsi O2 otak, alliran darah otak dan tekanan intrakranial namun tidak sebesar golongan barbiturat. Obat-obat ini bekerja efektif mengendalikan epilepsy grand mal. Pemberian secara oral sebagai sedatif sering menimbulkan efek amnesia anterograd, salah satu fungsi premedikasi yang berguna. Golongan benzodiazepin juga mempunyai sedikit efek relaksasi otot yang terjadi pada medulla spinalis. Efek antiansietas, amnesia dan sedasi yang terjadi pada dosis yang rendah dapat berkembang menjadi stupor dan ketidaksadaran pada dosis induksi. Bila dibandingkan dengan thiopental induksi dengan benzodiazepin menunjukkan lambatnya hilang kesadaran dan pemulihan. Benzodiazepin tidak mempunyai efek analgesik langsung. Interaki Obat Simetidin berkompetisi pada ikatan dengan sitokrom P450 sehingga metabolisme diazepam berkurang. Pemberian erythromycin menghambat metabolisme midazolam dan menyebabkan pemanjangan waktu kerja dan efek obat hingga 2 3 kali. Heparin menggantikan tempat diazepam pada ikatan proteinnya dan pada pemberian heparin 1000 unit konsentrasi obat yang bebas dapat mencapai 200 % lebih besar.

Kombinasi opioid dan diazepam menurunkan tekanan darah arteri dan resistensi vaskuler. Efek sinergis ini terutama bermanfaat pada pasien dengan penyakit jantung iskemik atau kelainan katup jantung. Benzodiazepin mengurangi MAC obat anestesi volatile hingga 30 %. Etanol, barbiturat dan depresan sistim saraf pusat lainnya memperkuat efek sedasi benzodiazepin.

PROPOFOL Dewasa ini, propofol merupakan obat anestesi intravena yang paling banyak digunakan. Pertama kali digunakan pada awal tahun 1970-an, merupakan substitusi derivatif fenol dengan bagian hipnotik menghasilkan 2,6-diisoprofol. Percobaan klinis, dilaporkan oleh Kay dan Rolly pada tahun 1977, membuktikan potensi propofol sebagai agen induksi anestesi. Propofol tidak larut dalam air dan oleh itu awalnya disediakan dengan Cremophor EL (BASF A.G). Disebabkan reaksi anafilaktoid berhubung dengan chemophor EL pada awal kemasan propofol, obat tersebut telah direformulasikan sebagai sediaan emulsi. Propofol digunakan untuk induksi dan rumatan anestesi. Juga digunakan sebagai sedatif didalam dan diluar kamar operasi. Karakteristik fisik dan kimia Propofol adalah kelompok alkilfenol yang mempunyai kemampuan hipnotik. Alkilfenol adalah minyak pada suhu ruangan dan tidak larut dalam larutan aques, tapi sangat larut dalam lipid. Kemasan baru dengan pembuangan Cremophor terdiri dari 1% (berat /volume) propofol, 10% susu kedelai, 2,25% gliserol, dan 1,2% purified egg phosphatide. Disebabkan waspada pertumbuhan mikrobakteri dalam sediaan emulsi, maka disodiumedetate (0,005%) ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan kuman. Kemasan ini mempunyai pH 7 dan wujud dalam bentuk kental, berwarna putih susu. Selain disodiummedetate, terdapat juga beberapa bahan lain yang ditambahkan sebagai pengganti agen antimikroba dan sediaan ini stabil pada suhu ruangan dan tidak sensitif pada cahaya. Pengenceran propofol hanya boleh dengan deksrosa 5%.

Gambar 1. Struktur propofol, derivatif alkilfenol Metabolisme Propofol dengan cepat dimetabolisir di hepar oleh konjugasi glukoronida dan sulfat untuk menghasilkan sediaan larut air, yang akan dieksresikan oleh ginjal. Kurang dari 1% dari propofol yang dieksresikan tidak berubah dalam urin, dan hanya 2% dieksresikan melalui feses. Metabolisme propofol tidak aktif dan disebabkan pengosongan propofol melebihi aliran darah hepatik, metabolisme ekstrahepatik atau eliminasi ekstrarenal umum diterima.

Farmakokinetik Setelah injeksi bolus tunggal, tingkat propofol dalam darah menurun dengan cepat sebagai akibat eliminasi dan distribusi ke jaringan. Waktu paruh distribusi awal propofol adalah 2-8 menit. Pada penelitian menggunakan model dua kompartemen, waktu paruh eliminasi berbeda yaitu 1-3 jam. Penelitian dimana disposisi propofol lebih baik dijelaskan oleh model tiga kompartemen menghasilkan distribusi waktu paruh awal dan lambat yaitu 1-8 menit dan 30-70 menit dan eliminasi waktu paruh yaitu 4-23,5 jam. Eliminasi waktu paruh yang lama ini mengindikasi kompartemen dalam dengan perfusi yang terbatas, yang berakibat pengembalian balik lambat dari propofol ke kompartemen sentral. Disebabkan pengosongan cepat propofol dari kompartemen sentral, pengembalian kembali yang lambat dari propofol dari kompartemen dalam berkontribusi sedikit pada kecepatan penurunan awal dari konsentrasi propofol. Waktu paruh propofol untuk infus bertahan sampai 8 jam adalah kurang dari 40 menit. Disebabkan memerlukan penurunan konsentrasi untuk sadar

kembali setelah anestesi atau sedasi dengan propofol umumnya kurang dari 50 %, pemulihan dari sisa propofol cepat walaupun setelah infus yang lama. Volume distribusi kompartemen sentral diperkirakan 20-40L, dan volume distribusi pada kondisi stabil dikirakan 150-700L. Pengosongan propofol sangat tinggi yaitu 1,52,2 L/min. Farmakokinetik dari propofol dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya jenis kelamin, umur, penyakit sebelumnya, dan pengobatan yang menyertainya. Propofol dapat melemahkan klirens dengan menurunkan aliran darah hepatik. Klinis signifikan dimana propofol mengubah pengosongan interkompartemennya disebabkan oleh efek cardiac output. Perubahan dari cardiac output mengubah konsentrasi propofol setelah dosis bolus dan saat infus menetap. Peningkatan cardiac output mengarah kepada penurunan konsentrasi propofol dalam plasma dan sebaliknya. Wanita mempunyai volume yang lebih tinggi pada distribusi dan tingkat klirens, namun waktu paruh eliminasi sama antara pria dan wanita. Orang lanjut usia mempunyai tingkat klirens rendah tapi volume kompartemen sentralnya kecil. Anak-anak mempunyai volume kompartemen sentral yang besar (50%) dan tingkat klirensnya lebih cepat (25%). Anak-anak lebih dari 3 tahun, volume dan klirensnya tergantung pada berat badan. Anak yang kurang dari 3 tahun juga menunjukkan parameter farmakologi berdasarkan porposional berat badan. Farmakologi Efek pada Sistem Saraf Pusat Propofol pada dasarnya adalah hipnotik. Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui, namun diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABAA (Asam Butirat Gamma Amino). Letak pada subunit 1 (M286), 2 (M286) dan 3 (N265) daerah transmembran telah dikenal pasti sebagai tempat proses hipnotik pada propofol. Subtipe dan 2 juga berkontribusi pada modulasi efek pada reseptor GABA. Melalui kerjanya pada reseptor GABA A di hipokampus dan korteks prefrontal, dimana muncul sebagai bagian penting untuk efek sedatif pada propofol. Sistem 2-adrenoreseptor juga memainkan peran tidak langsung sebagai efek sedatif pada propofol.

Dua efek samping paling menonjol adalah efek antiemetik dan disorientasi setelah pemberiannya. Propofol meningkatkan konsentrasi dopamin dalam nukleus (fenomena yang terkenal dengan penyalahgunaan obat dan kelakuan mencari kesenangan atau kenikmatan). Fungsi antiemetik pada propofol dijelaskan oleh penurunan tingkat serotonin yang diproduksi pada daerah postrema, kemungkinan melalui kerjanya pada reseptor GABA. Onset hipnotis setelah dosis 2,5 mg/kg cepat ( one arm-brain circulation), dengan puncak efek terlihat pada 90-100 detik. Dosis efektif (ED 50) pada propofol untuk ketidaksadaran adalah 1-1,5 mg/kg setelah bolus. Durasi hipnotis tergantung dosis antara 5-10 minit setelah 2-2,5 mg/kg. Usia mempengaruhi dosis induksi, paling tinggi pada usia kurang dari 2 tahun (ED 95 yaitu 2,88 mg/kg) dan menurun dengan bertambahnya usia. Propofol juga cenderung membuat kondisi umum seperti disorientasi, halusinasi, fantasi seksual dan opistotonus telah dilaporkan setelah pemberian propofol.

Efek pada sistem respirasi Apnea terjadi setelah dosis induksi dari propofol, insiden dan durasi ini muncul tergantung dosis, laju injeksi dan premedikasi sebelumnya. Dosis induksi pada propofol mengakibatkan 25% sampai 30% insiden apnea. Durasi apnea dengan propofol, bagaimanapun dapat memanjang sampai 30 detik. Insiden apnea memanjang (> 30 detik) dimana peningkatan selanjutnya oleh penambahan opiate sama ada premedikasi atau sebelum induksi. Onset apnea selalu sebelumnya ditandai oleh pengurangan volume tidal dan takipnea. Setelah 2,5 mg/kg dosis induksi dari propofol, respirasi signifikan menurun untuk 2 menit, dan volume tidal signifikan menurun sampai 4 menit, temuan ini menandakan lebih banyak efek memanjang propofol pada volume tidal berbanding respirasi. Propofol menginduksi bronkodilasi pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Propofol juga kemungkinan mempunyai kesan pada patofisiologi sindrom pernapasan distres pada dewasa, namun penelitian lanjut belum dapat membuktikannya pada manusia.

Efek pada sistem kardiovaskular Propofol menurunkan tekanan darah arteri saat induksi anestesi. Tidak bergantung pada adanya penyakit kardiovaskular, dosis induksi 2-2,5 mg/kg memproduksi 25%-40% penurunan pada tekanan darah sistolik. Perubahan yang sama juga pada tekanan darah diastolik. Penurunan tekanan arteri berhubung dengan penurunan cardiac output/ cardiac index (15%), indeks volume stroke (20%), dan tahanan sistemik vaskular (15-25%). Kerja indeks stroke ventrikular kiri juga menurun (30%). Melihat secara spesifik pada fungsi ventrikular kanan, propofol mengakibatkan penurunan pada hubungan volume tekanan sistolik akhir ventrikel kanan. Pada pasien dengan penyakit jantung katup, arteri pulmonal dan tekanan kapiler pulmonal juga menurun, hal ini disebabkan penurunan pada kedua preload dan afterload. Efek lain Propofol tidak berpotensiasi pada blokade neuromuskular yang diproduksi oleh kedua obat yang memblok neuromuskular nondepolarisasi dan depolarisasi. Propofol tidak menyebabkan hiperpireksia malignan dan mungkin dapat menjadi pilihan pada pasien dengan kondisi ini. Setelah dosis tunggal atau infus yang lama, propofol tidak mempengaruhi sintesis kortikosteroid atau mengubah respon normal pada stimualasi hormon adrenokortikotropin (ACTH). Pada propofol dengan kemasan emulsi tidak mengubah fungsi hepatik, hematologik ataupun fibrinolitik. Namun, emulsi lipid sendiri mengurangi agregasi platelet in vitro. Reaksi anafilaktoid pada formulasi propofol saat ini telah dilaporkan. Setidaknya pada beberapa pasien, respon imun secara keseluruhan dikarenakan propofol dan bukan karena emulsi lemak. Kegunaan Induksi dan rumatan pada anesthesia Dosis induksi bermula dari 1-2,5 mg/kg, dan ED 95 pada pasien dewasa yang tidak didipremedikasi adalah 2,25-2,5 mg/kg. Karakteristik fisiologi yang menentukan dosis induksi adalah umur, lean body mass dan volume darah sentral.

Premedikasi dengan opiate atau benzodiazepin atau keduanya menurunkan dosis induksi. Tabel 1. Kegunaan dan dosis propofol

Sedasi Propofol telah dievaluasi untuk sedasi saat prosedur pembedahan dan secara mekanis digunakan untuk pasien yang diventilasi di intensive care unit (ICU). Propofol dengan infus yang berkelanjutan menyediakan tingkat titrasi untuk sedasi dan penyembuhan yang cepat saat infus dihentikan. Pada suatu penelitian pasien yang tersedasi di ICU selama 4 hari dengan propofol, mengalami perbaikan kesadaran dengan cepat (10 menit). Kedua tingkat pemulihan dan penurunan konsentrasi plasma adalah sama pada 24 dan 96 jam, ketika infus tidak dilanjutkan. Sebagai tambahan, konsentrasi plasma diperlukan untuk sedasi dan untuk membangunkannya adalah sama pada 24 dan 96 jam. Manfaat potensial propofol untuk sedasi pada pasien ICU adalah mempunyai efek antioksidan. Efek samping dan kontraindikasi Induksi anestesi dengan propofol berkaitan dengan beberapa efek samping, termasuk nyeri pada injeksi, mioklonus, apnea, penurunan tekanan darah arteri dan efek yang jarang adalah tromboplebitis pada vena ketika propofol diinjeksikan. Nyeri saat injeksi lebih ringan atau sama dengan etomidat, sama dengan metoheksital, dan lebih nyeri daripada tiopental. Nyeri pada injeksi dapat dikurangi pada vena yang besar, hindari penyuntikan pada vena di dorsum manus dan dapat ditambahkan lidokain pada larutan propofol. Mioklonus lebih sering terjadi setelah penyuntikan propofol berbanding setelah penyuntikan tiopental, tetapi kurang sering berbanding setelah penyuntikan etomidat atau metoheksital. Apnea setelah induksi dengan propofol sering terjadi. Insiden apnea dapat terjadi

sama seperti setelah penyuntikan tiopental atau metoheksital, namun propofol mempunyai insiden apnea lebih besar yaitu lebih dari 30 detik. Penambahan opiate meningkatkan insiden apnea terutama apnea yang panjang. Efek samping yang paling signifikan pada induksi adalah penurunan tekanan darah sistemik. Penambahan opiate sebelum induksi anestesi dilakukan untuk mengaugmentasi penurunan tekanan darah arteri. Mungkin dengan memasukkan propofol dengan lambat dan dosis yang lebih kecil pada pasien prehidrasi yang cukup dapat menyebabkan penurunan tekanan darah arteri. Sebaliknya efek laringoskopi dan intubasi endotrakeal dan peningkatan tekanan arteri rata-rata, denyut jantung dan tahanan vaskular sistemik kurang signifikan setelah penyuntikan propofol dibandingkan dengan tiopental. Sindrom infus propofol jarang terjadi namun sindrom letal yang berhubungan dengan infus propofol pada dosis 5 mg/kg/jam atau lebih besar selama 48 jam atau lebih lama. Hal tersebut pertama kali digambarkan pada anakanak namun juga diobservasi secara kritis pada dewasa yang sakit. Gambaran klinisnya termasuk kardiomiopati dengan gagal jantung akut, asidosis metabolik, miopati skeletal, hiperkalemia, hepatomegali, dan lipemia. Bukti saat ini menunjukkan bahwa sindrom ini terjadi sebagai hasil dari kegagalan metabolisme asam lemak bebas karena inhibisi masuknya asam lemak bebas ke dalam mitokondria dan kegagalan ikatan respirasi mitokondria.

PHENCYCLIDINES (KETAMINE) Sejarah Phencyclidine adalah obat pertama di kelasnya yang digunakan untuk anestesi, tetapi memiliki efek samping yang tidak dapat diterima. Ketamin (Ketalar) disintesis pada tahun 1962 oleh Stevens dan pertama kali digunakan pada manusia pada tahun 1965 oleh Corssen dan Domino. Ketamin dirilis untuk penggunaan klinis pada tahun 1970 dan masih digunakan dalam berbagai kondisi klinis. Ketamin berbeda dari obat induksi anestesi lain karena efek analgesiknya yang signifikan. Obat ini tidak menekan sistem kardiovaskular dan respirasi, tapi

memiliki efek samping psikologis. Ketamin terdiri dari dua stereoisomer, S (+) dan R (-). Isomer S (+) lebih potensial namun dengan efek samping yang sedikit. Karakteristik Fisikokimiawi Ketamin memiliki berat molekul 238 kD, sebagian larut air, dan membentuk garam kristal putih dengan pKa 7,5. Ketamin 5-10 kali lebih larut lemak dibandingkan thiopental. Metabolisme Ketamin dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Jalur utama melibatkan Ndemethylation untuk membentuk norketamine (I metabolit), yang kemudian dihidroksilasi menjadi hydroxynorketamine. Produk-produk ini terkonjugasi menjadi derivat glukuronat larut air dan diekskresikan dalam urin.

Pharmacokinetics

Figure 26-15

Simulasi waktu perjalanan kadar plasma ketamin setelah dosis induksi 2 mg / kg. Kadar plasma

yang diperlukan untuk hipnosis dan amnesia selama operasi adalah 0,7-2,2 mg / mL, dengan bangun biasanya terjadi pada kadar plasma kurang dari 0,5 mg / mL.

Table 26-1 -- Pharmacokinetic Variables for Commonly Used Intravenous Anesthetics Elimination (hr) Half-Life Clearance (mL/kg/min) 10-30 0.2-0.5 14 18-25 5-20 12-17 0.8-1.8 10-15 6.4-11 20-30 3-4 VdSS (L/kg) 2-3 0.7-1.7 2 2.5-4.5 0.6-1.6 3.1 0.8-1.3 1.5-3 1.1-1.7 2-10 1.5-3

Elimination

Dexmedetomidine 2-3 Diazepam Droperidol Etomidate Flumazenil Ketamine Lorazepam Methohexital Midazolam Propofol Thiopental 20-50 1.7-2.2 2.9-5.3 0.7-1.3 2.5-2.8 11-22 2-6 1.7-2.6 4-7 7-17

VdSS, apparent volume of distribution at steady state. Farmakokinetik ketamin telah diperiksa setelah pemberian bolus dosis anestesi (2 sampai 2,5 mg / kg), setelah dosis subanesthetic (0,25 mg / kg), dan setelah infus kontinu (steady-state level plasma 2000 ng/mL). Terlepas dari dosis, hilangnya plasma ketamin dapat dijelaskan oleh model dua-kompartemen. Tabel 26-1 berisi nilai farmakokinetik dari studi administrasi bolus. Kisaran waktu distribusi yang cepat pada waktu paruh 11 sampai 16 menit (Gambar 26-15). Pada volume distribusi mendekati 3 L / kg, ketamin menjadi lebih larut lemak. Klirens rata-rata total (1.4 L / min) kira-kira sama dengan aliran darah hati, yang berarti

bahwa perubahan dalam aliran darah hati mempengaruhi klirens. Dosis rendah alfentanil meningkatkan volume distribusi dan klirens ketamin. Selain itu, alfentanil meningkatkan distribusi ketamin ke otak. Model farmakokinetik Clements memberikan akurasi terbaik bila digunakan untuk mengelola ketamin dosis rendah untuk infus terkontrol. Farmakokinetik dua isomer berbeda, ketamine S (+) memiliki klirens eliminasi yang lebih besar dan volume distribusi yang lebih besar daripada ketamin R (-). Ketika farmakokinetik S (+) ketamine diuji dalam perangkat infus terkontrol untuk prosedur 1 jam dan dalam. kombinasi dengan propofol, keakuratan parameter farmakokinetik meningkat dengan Vc jauh lebih kecil (167 mL / kg). Selain itu, klirens ketamine juga tidak terdistribusi normal, dan ini tidak terkait dengan usia. Enansiomer S (+) juga tampaknya menjadi lebih poten dalam menekan EEG dibanding R (-) atau campuran. Ketamin semakin banyak diberikan dengan rute alternatif, terutama secara oral dan melalui semprot intranasal. Bioavibilitas melalui pemberian oral adalah 20% hingga 30%, dan melalui rute intranasal adalah sekitar 40% hingga 50%. Farmakologi Efek pada Sistem Saraf Pusat Ketamin menghasilkan ketidaksadaran dan analgesia yang tergantung dosis. Kondisi teranestesi disebut anestesi disosiatif karena pasien yang mendapatkan ketamin saja tampak dalam keadaan katalepsia, berbeda dengan keadaan teranestesi dengn obat-obatan lain yang menyerupai tidur normal. Pasien yang dianestesi dengan ketamin mengalami analgesia mendalam, namun mata tetap terbuka dan banyak refleks masih ada. Refleks kornea, batuk, dan menelan semua dapat masih ada, tetapi bukan sebagai proteksi. Tidak ada ingatan akan pembedahan atau anestesi, tapi amnesia pada pemberian ketamin tidak begitu menonjol seperti dengan benzodiazepin. Karena ketamin memiliki berat molekul rendah, pKa dekat pH fisiologis, dan kelarutan lemak relatif tinggi, melewati barier darah-otak dengan cepat dan memiliki onset kerja dalam waktu 30 sampai 60 detik. Efek maksimal terjadi pada sekitar 1 menit.

Setelah pemberian ketamin, pupil berdilatasi sedang, dan nystagmus terjadi. Lakrimasi dan salivasi umum terjadi. Terjadi peningkatan tonus otot rangka, yaitu gerakan terkoordinasi dari lengan, kaki, batang tubuh, dan kepala tapi tanpa tujuan. Meskipun variasi interindividual besar, level plasma dari 0,6-2 mg/mL dianggap konsentrasi minimum untuk anestesi umum, anak-anak mungkin memerlukan tingkat plasma sedikit lebih tinggi (0,8-4 mg/mL). Lamanya anestesi ketamin setelah pemberian IV tunggal dosis anestesi umum (2 mg / kg) adalah 10 sampai 15 menit (lihat Gambar. 26-15), dan orientasi penuh terjadi dalam waktu 15 sampai 30 menit. Durasi anestesi ketamin ditentukan oleh dosis, dosis yang lebih besar menghasilkan anestesi yang lebih lama, dan penggunaan bersamaan anestesi lain memperpanjang waktu munculnya. Karena ada hubungan yang baik antara tingkat darah ketamin dan efek SSP, tampaknya bahwa durasi kerja yang singkat pada ketamin adalah karena redistribusi dari otak dan darah ke jaringan-jaringan lain di dalam tubuh. Penghentian efek setelah pemberian bolus tunggal ketamin disebabkan oleh redistribusi obat dari jaringan dengan perfusi baik menuju jaringan dengan perfusi kurang. Pemberian dengan benzodiazepin dapat memperpanjang efek ketamin. Ketamin memberikan analgesia pasca operasi. Tingkat plasma di mana ambang batas nyeri yang meningkat adalah 0,1 mg / mL atau lebih. Ini berarti ada jangka waktu yang cukup analgesia pasca operasi setelah anestesi umum ketamin, dan dosis subanesthetic dapat digunakan untuk memproduksi analgesia. Ketamin telah terbukti dapat menghambat hipersensitisasi pusat nociceptive. Ketamin juga melemahkan toleransi akut setelah pemberian opiat. Situs primer kerja ketamin pada SSP tampaknya menjadi sistem proyeksi thalamoneocortical. Obat secara selektif menekan fungsi saraf di bagian korteks (terutama area asosiasi) dan thalamus, selain menstimulasi bagian sistem limbik, termasuk hippocampus. Proses ini menciptakan apa yang disebut sebagai disorganisasi fungsional jalur nonspesifik di otak tengah dan area thalamic. Ada juga bukti bahwa ketamin menekan transmisi impuls dalam formasi reticular meduler medial, yang penting untuk transmisi komponen afektif-emosional dari

nosisepsi dari medula spinalis ke pusat-pusat otak yang lebih tinggi . Penelitian dengan fungsional magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan ketamin menghasilkan efek tergantung dosis pada pemrosesan rasa sakit dengan mengurangi aktivasi dari korteks somatosensori sekunder (S2), insula, dan korteks cingulate anterior. Blokade saluran natrium SSP telah terbukti tidak menjadi mekanisme kerja yang menghasilkan anestesi ketamin. Ada beberapa bukti bahwa ketamin menempati reseptor opiat di otak dan sumsum tulang belakang, dan hal ini dapat menjelaskan beberapa efek analgesik. Efek analgesik medula spinalis dari ketamin adalah akibat penghambatan aktivitas kornu dorsalis. Meskipun beberapa obat telah digunakan untuk mengantagonis ketamin, tidak ada antagonis reseptor spesifik yang dapat membalikkan semua efek SSP ketamin. Ketamin meningkatkan metabolisme otak, CBF, dan ICP. Karena efek eksitasi SSP yang dapat dideteksi dengan adanya aktivitas gelombang theta pada EEG generalisata dan aktivitas seperti kejang petit mal di hippocampus, ketamin meningkatkan CMRO2. Pada percobaan hewan pada iskemik serebral inkomplit, ketamine mengurangi nekrosis dan memperbaiki keluaran neurologis yang mungkin melibatkan mekanisme antiapoptotis sebagai tambahan untuk mengurangi kematian sel. Namun, pada otak hewan baru lahir didapatkan antagonis ketamine menghambat proses apoptosis. Ketamin menghasilkan reaksi psikologis setelah terbangun dari anestesi. Manifestasinya antara lain mimpi yang tampak nyata, pengalaman extracorporeal (rasa keluar dari tubuh), dan ilusi. Hal ini terjadi pada jam pertama dan biasanya mereda dalam satu sampai beberapa jam. Reaksi ini terjadi karena adanya salah persepsi atau interpretasi rangsangan auditori dan visual akibat depresi stimulus auditori dan visual yang diinduksi ketamin. Insiden berkisar antara 3% sampai 100%, dan 10% sampai 30% dari pasien dewasa yang mendapatkan ketamin sebagai dari obat anestesi tunggal. Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya reaksi adalah umur, dosis, gender, kerentanan psikologis, dan obat yang digunakan bersama. Angka kejadian

pada anak lebih jarang daripada dewasa, kejadian pada pria lebih sedikit daripada wanita. Dosis yang lebih besar dan administrasi yang cepat menyebabkan insidensi efek samping yang lebih tinggi. Selain itu, tipe kepribadian tertentu tampaknya rentan terhadap perkembangan munculnya reaksi. Benzodiazepin tampaknya menjadi kelompok yang paling efektif obat untuk melemahkan atau untuk mengobati reaksi munculnya ketamin. Midazolam, lorazepam, dan diazepam berguna dalam mengurangi reaksi terhadap ketamin. Midazolam mengurangi efek psychotomimetic dari enantiomer (+) S. Efek pada Sistem Respirasi Ketamin memiliki efek minimal pada pernapasan sentral. Dapat terjadi penurunan ventilasi menit sementara (1 sampai 3 menit) setelah pemberian bolus induksi ketamin (2 mg/kg intravena). Dosis besar dapat menghasilkan apnea, tapi jarang terlihat. Pada anak, ketamin dapat mempengaruhi kontrol ventilasi dan dapat menjadi depresan pernafasan ketika obat diberikan dalam dosis bolus. Ketamin menyebabkan relaksasi otot polos bronkus. Mekanisme untuk efek ini mungkin akibat dari respon simpatomimetik terhadap ketamin, tetapi studi menunjukkan ketamin dapat langsung melawan efek spasmogenic dari carbachol dan histamin pada otot polos bronkus. Karena efek bronkodilasinya, ketamin telah digunakan untuk mengobati status asthmaticus yang tidak responsif terhadap terapi konvensional. Terlepas dari itu, ketamin masih memiliki masalah yang dapat mengganggu pernapasan terutama pada anak-anak yaitu peningkatan sekresi saliva. Peningkatan sekresi saliva dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas atas diikuti laringospasme. Selain itu, meskipun menelan, batuk, bersin, dan muntah refleks relatif utuh setelah pemberian ketamin, ada bukti bahwa aspirasi tak terlihat dapat terjadi selama anestesi ketamin. Efek pada Sistem Kardiovaskuler Ketamin menstimulasi sistem kardiovaskular dan biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan darah, denyut jantung, dan cardiac output (lihat

Tabel 26-2). Peningkatan variabel hemodinamik dikaitkan dengan peningkatan kerja dan konsumsi oksigen pada miokard. Perubahan hemodinamik tidak berhubungan dengan dosis ketamine. Dosis kedua ketamin menghasilkan efek hemodinamik kurang dari atau bahkan berlawanan dengan efek dosis pertama. Perubahan hemodinamik setelah induksi cenderung sama antara pasien sehat dan pasien dengan berbagai penyakit jantung bawaan atau didapat. Pada pasien dengan penyakit jantung bawaan, tidak ada perubahan signifikan dalam arah pirau. Pada pasien yang memiliki peningkatan tekanan arteri paru (seperti katup mitral), ketamin tampaknya lebih mempengaruhi peningkatan resistensi paru resistensi dibandingkan vaskuler sistemik. Stimulasi dari sistem kardiovaskular tidak selalu diinginkan, dan beberapa farmakologis metode telah digunakan untuk memblokir takikardia ketamindiinduksi dan hipertensi sistemik. Metode yang sukses termasuk penggunaan antagonis adrenergik ( dan ), berbagai vasodilator dan clonidine. Sebelumnya, telah digunakan benzodiazepin. Dosis rendah diazepam, flunitrazepam, dan midazolam semua mengurangi efek hemodinamik ketamin. Hal ini juga dimungkinkan untuk mengurangi takikardia dan hipertensi yang disebabkan teknik infus kontinu ketamin dengan atau tanpa benzodiazepin. Inhalasi anestesi dan propofol mengurangi efek hemodinamik ketamin. Penggunaan Berikut di bawah ini berbagai dosis pemberian ketamin yang digunakan: Table 26-9 -- Uses and Doses of Ketamine Induction anesthesia * Maintenance anesthesia of of general

0.5-2 mg/kg IV4-6 mg/kg IM IV with N2O 50% in O215-

general 0.5-1 mg/kg

45 g/kg/min IV with N2O 50-70% in O2 30-90 g/kg/min IV without N2O

Sedation and analgesia

0.2-0.8 mg/kg IV over 2-3 min

2-4 mg/kg IM Preemptive/preventive analgesia N2O, nitrous oxide.


*

0.15-0.25 mg/kg IV

Lower doses are used if adjuvant drugs such as midazolam or thiopental also are given.

Induksi dan Pemeliharaan Anestesi Induksi ketamin umumnya dilakukan pada pasien berisiko (ASA kelas IV) dengan gangguan sistem pernapasan dan kardiovaskular (termasuk penyakit jantung iskemik), khususnya pada pasien dengan penyakit saluran napas reaktif atau pasien dengan kompromi hemodinamik baik hipovolemia atau cardiomyopathy (bukan penyakit arteri koroner). Selin itu, induksi ketamin juga digunakan pada pasien dengan perdarahan hebat dan syok septik. Penyakit jantung lain yang dapat dikelola dengan baik dengan anestesi ketamin adalah tamponade jantung dan perikarditis restriktif. Hal ini dikarenakan adanya efek ketamin dalam mempertahankan denyut jantung dan tekanan atrium kanan. Ketamin juga sering digunakan pada pasien dengan penyakit jantung bawaan, terutama pasien dengan pirau kanan ke kiri. Ketamin dikombinasikan dengan propofol atau midazolam dapat diberikan dengan infus kontinu untuk menghasilkan anestesi yang memuaskan untuk pasien dengan penyakit jantung katup dan iskemik. Kombinasi dari benzodiazepin atau sufentanil ditambah benzodiazepin dengan ketamin melemahkan atau menghilangkan takikardia yang tidak diinginkan dan hipertensi dan perubahan psikologis pasca operasi. Dengan teknik ini, didapatkan gangguan hemodinamik yang minim, analgesia mendalam, amnesia, dan pemulihan yang lancar. Penggunaan propofol ditambah ketamin dosis rendah juga telah populer sebagai teknik anestesi IV total pasien yang menjalani operasi noncardiac. Keuntungan

dari kombinasi ini adalah pemeliharaan hemodinamik yang stabil dan depresi ventilasi minimal jika memungkinkan ventilasi spontan. Manjemen Nyeri Ketamine efektif dalam terapi nyeri kanker, nyeri perifer, nyeri viseral, migrain, dan nyeri neuropatik sentral. Ketamin dalam dosis kecil menurunkan konsumsi analgesik pasca operasi Beberapa meta-analisis dari penggunaan dosis rendah ketamin (20 sampai 60 mg) perioperatif telah dilakukan dimana terjadi peningatan analgesia. Ketamine dikombinasi 1: 1 dengan morfin dalam interval lockout 8 menit menghasilkan analgesia pasca operasi yang optimal. Selain itu, dapat diberikan dalam bentuk bolus inisial 0,5 mg/kg diikuti dengan infus kontinu dari 3 mg/kg/menit selama operasi dan 1,5 mg/kg/menit selama 48 jam setelah operasi telah digunakan dengan sukses dalam artroplasti lutut total.

Sedasi Ketamin digunakan untuk sedasi atau anestesi umum untuk prosedur pediatrik seperti kateterisasi jantung, terapi radiasi, studi radiologis, dan perawatan gigi, dengan dosis subanesthetic (1.0 mg/kg intravenously). Sebagai tambahan anestesi regional untuk sedasi, ketamin diberikan dalam bolus intravena dengan dosis 0.5 mg/kg yang bisa dikombinasikan dengan diazepam intravena (0.15 mg/kg).

ETOMIDATE Sejarah Etomidate (Amidate, Hypnomidate) adalah obat anestesi intravena dengan hemodinamik stabil, depresi pernapasan minim, proteksi otak, dan farmakokinetik memungkinkan pemulihan yang cepat setelah baik dosis tunggal atau infus kontinu.

Karakteristik Fisikokimiawi Etomidate merupakan turunan imidazol (R-(+)-pentylethyl-1H-imidazol-5 sulfat karboksilat). Berat molekulnya 342,36 kD, dan terdiri dari dua isomer, dimana isomer (+) aktif sebagai hipnosis. Etomidate bersifat larut air dan tidak stabil dalam larutan netral. Di Amerika Serikat, etomidate diberikan sebagai propilen glikol 2-mg/mL (35% volume) larutan dengan pH 6,9 dan osmolalitas 4640 mOsm/L. Di Eropa, emulsi lipid telah diperkenalkan dalam upaya untuk mengurangi beberapa efek samping dari etomidate. Berbeda dengan natrium thiopental, ketika etomidate dicampur dengan obat anestesi lain, seperti penghambat neuromuskuler, obat vasoaktif, atau lidokain, tidak menyebabkan pengendapan. Metabolisme, Induksi, dan Pemeliharaan Anestesi Etomidate dimetabolisme di hati terutama oleh hidrolisis ester dengan asam karboksilat yang sesuai dari etomidate (besar metabolit) atau Ndealkylation. Hanya 2% dari obat yang diekskresikan tidak berubah, sisanya diekskresikan sebagai metabolit oleh ginjal (85%) dan empedu (13%). Etomidate telah digunakan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi (Tabel 26-10). Dosis induksi etomidate adalah 0,2-0,6 mg/kg, dan dikurangi dengan premedikasi dengan opiat, benzodiazepin, atau barbiturat. Onset anestesi setelah dosis induksi rutin 0,3 mg/kg etomidate berlangsung cepat dan setara dengan anestesi diperoleh dengan dosis induksi thiopental atau methohexital. Durasi anestesi setelah induksi tunggal dosis berhubungan linier dengan dosis masingmasing 0,1 mg/kg menghasilkan sekitar 100 detik ketidaksadaran. Dosis ulangan dari etomidate dengan bolus atau infus. memperpanjang durasi hipnosis. Pemulihan setelah beberapa dosis atau infus etomidate masih biasanya cepat. Penambahan dosis kecil fentanil dengan etomidate untuk prosedur bedah singkat mengurangi dosis yang dibutuhkan dari etomidate dan memungkinkan bangun dari anestesi lebih cepat. Pada anak-anak, induksi dengan pemberian rektal etomidate diperoleh dengan 6,5 mg / kg. Hypnosis terjadi dalam 4 menit. Pada dosis ini, hemodinamik yang tidak berubah, dan pemulihan masih cepat.

Table 26-10 -- Uses and Doses of Etomidate Induction anesthesia Maintenance of general anesthesia Sedation and analgesia N2O, nitrous oxide. of general

0.2-0.6 mg/kg IV

10 g/kg/min IV with N2O and an opiate Limited to periods of brief sedation because of inhibition of corticosteroid synthesis

Berbagai skema infus etomidate telah dirancang untuk pemeliharaan hipnotis anestesi. Kebanyakan regimen bertujuan untuk mencapai level plasma 300 sampai 500ng/mL, yang merupakan konsentrasi yang diperlukan untuk hipnosis. Infus dua dan tiga-tahap dapat digunakan, yang terdiri dari infus yang cepat awal 100g/kg/menit selama 10 menit diikuti dengan 10g/kg / menit setelahnya, atau 100g/kg/menit selama 3 menit, 20g/ kg/menit untuk 27 menit, dan 10g/kg/menit sesudahnya. Hilangnya kesadaran dengan teknik ini terjadi setelah 100 sampai 120 detik. Infus ini biasanya dihentikan 10 menit sebelum pasien diharapkan bangun dari anestesi. Farmakokinetik Perjalanan waktu hilangnya plasma setelah bolus 0.3-mg/kg ditunjukkan pada Gambar 26-17. Kinetika etomidate paling tepat digambarkan oleh model tigakompartemen terbuka. Obat ini memiliki distribusi waktu paruh inisial 2,7 menit, redistribusi paruh 29 menit, dan eliminasi paruh 2,9-5,3 jam. Bersihan etomidate di hati cukup tinggi (18 sampai 25 mL/kg/menit), dengan rasio ekstraksi hati dari 0,5 0,9. Obat yang mempengaruhi aliran darah hati mengubah waktu paruh eliminasi. Etomidate sebesar 75% terikat protein. Kondisi patologis yang mengubah protein serum (misalnya, penyakit hati atau ginjal) mengubah jumlah

fraksi bebas dan dapat menyebabkan dosis yang diberikan menghasilkan efek farmakodinamik berlebihan.

Figure 26-17 Simulasi waktu kadar plasma etomidate setelah dosis induksi 0,3 mg/kg. Kadar plasma diperlukan untuk hipnosis selama operasi adalah 300-500 ng/mL, dengan bangun biasanya terjadi pada kadar kurang dari 225 ng / mL. Farmakologi Efek pada Sistem Saraf Pusat Kerja utama etomidate pada SSP adalah hipnosis. Etomidate tidak memiliki aktivitas analgesik. Kadar plasma yang diperlukan untuk pemeliharaan anestesi adalah sekitar 300 sampai 500 ng/mL, untuk sedasi adalah 150 sampai 300 ng/mL, dan untuk bangun adalah 150 sampai 250 ng / mL (lihat Gambar. 2617). Mekanisme dimana etomidate menghasilkan hipnosis tidak sepenuhnya dijelaskan, namun, tampaknya sebagian besar (tetapi tidak hanya) berhubungan dengan GABA. Pada etomidate, tampak bahwa subunit 2 dan 3 yang lebih penting untuk tindakan hipnotis dibanding subunit 1 GABAA. Pada dosis 0,2 hingga 0,3 mg/kg, etomidate mengurangi CBF (sebesar 34%) dan CMRO2 (sebesar 45%) tanpa mengubah MAP. CPP dipertahankan atau ditingkatkan, dan ada peningkatan dalam rasio supply-demand oksigen serebral.

Because

cerebrovascular

reactivity

is

still

maintained

after

etomidate

administration,[427] hyperventilation theoretically may reduce ICP further when used in conjunction with etomidate. In animals, etomidate reduced neuronal death after acute cortical ischemic insult.
[428] [429]

Other investigators disagree on the

neuroprotective qualities of etomidate.[430] Deeper structures, such as the brainstem, may not be afforded ischemic protection by etomidate.[431] Karena reaktivitas serebrovaskular masih dipertahankan setelah pemberian etomidate, hiperventilasi secara teoritis dapat mengurangi ICP. Pada hewan, etomidate mengurangi kematian neuronal setelah iskemik akut kortikal. Namun, struktur yang lebih dalam, seperti batang otak, mungkin tidak diberikan perlindungan iskemik oleh etomidate. Efek pada Sistem Respirasi Etomidate memiliki efek sedikit pada ventilasi dibandingkan anestesi lain yang digunakan untuk menginduksi. Etomidate tidak menyebabkan pelepasan histamin baik pada pasien sehat atau pada pasien dengan penyakit saluran napas reaktif. Respon ventilasi terhadap karbon dioksida ditekan oleh etomidate. Induksi dengan etomidate menghasilkan periode singkat hiperventilasi, kadang-kadang diikuti dengan periode sama singkat apnea yang menghasilkan sedikit peningkatan ( 15%) dalam PaCO2, tapi tidak ada perubahan dalam tekanan parsial oksigen arteri (PaO2). Cegukan atau batuk dapat menyertai induksi etomidate, dengan kejadian serupa dengan yang setelah induksi methohexital. Dalam percobaan laboratorium, etomidate tampaknya seefektif propofol dalam relaksasi cincin trakea, tetapi kurang efektif daripada propofol dalam mencegah kontraksi cincin trakea akibat agonis muscarinic. Kerja etomidate pada tonus vaskular paru mirip dengan ketamin dan propofol. Efek pada Sistem Kardiovaskuler The minimal effect of etomidate on cardiovascular function sets it apart from other rapid-onset anesthetics (see Table 26-2 ).
[442] [443]

An induction dose of

0.3 mg/kg of etomidate given to cardiac patients for noncardiac surgery results in

almost no change in heart rate, MAP, mean pulmonary artery pressure, pulmonary capillary wedge pressure, central venous pressure, stroke volume, cardiac index, and pulmonary and systemic vascular resistance.[442] A large dose of etomidate, 0.45 mg/kg (which is 50% larger than a normal induction dose), [444] also produces minimal changes in cardiovascular variables. In patients with ischemic heart disease or valvular disease, etomidate (0.3 mg/kg) produces similar minimal alterations in cardiovascular variables.[442] In patients with mitral or aortic valve disease, etomidate may produce greater changes in MAP (an approximate 20% decrease)[438] than in patients without cardiac valvular disease. After induction (18 mg) and infusion (2.4 mg/min), etomidate produces a 50% decrease in myocardial blood flow and oxygen consumption, and a 20% to 30% increase in coronary sinus blood oxygen saturation.[108] The myocardial oxygen supply-todemand ratio is well maintained. There is minimal effect on the QT interval.[445] The hemodynamic stability seen with etomidate may be due partly to its unique lack of effect on the sympathetic nervous system and on baroreceptor function. [122] Etomidate lacks analgesic efficacy, however, and needs to be combined with an opiate to prevent hemodynamic perturbations during laryngoscopy and intubation. Efek minimal etomidate pada fungsi kardiovaskular membedakannya dari anestesi cepat-onset lainnya (lihat Tabel 26-2). Sebuah dosis induksi 0,3 mg / kg etomidate diberikan kepada pasien jantung untuk hasil operasi noncardiac tanpa perubahan denyut jantung, MAP, tekanan arteri paru, tekanan kapiler pulmonal, tekanan vena sentral, volume sekuncup , indeks jantung, dan resistensi pembuluh darah paru dan sistemik. Dosis 0,45 mg/kg (50% lebih besar dari dosis induksi normal), juga menghasilkan perubahan minimal dalam variabel kardiovaskular. Pada pasien dengan penyakit katup mitral atau aorta, etomidate dapat menghasilkan perubahan besar dalam MAP (20% ) dibandingkan pada pasien tanpa penyakit katup jantung. Setelah induksi (18mg) dan infus (2,4mg/ min), etomidate menghasilkan penurunan 50% dalam aliran darah miokard dan konsumsi oksigen, dan peningkatan 20% sampai 30% saturasi oksigen koroner. Rasio supply-demand oksigen miokard terpelihara dengan baik. Ada efek minimal terhadap interval QT

Stabilitas hemodinamik terlihat dengan etomidate mungkin sebagian disebabkan kurangnya unik efek pada sistem saraf simpatik dan pada fungsi baroreseptor. Etomidate kurang memiliki efek analgesik, dan harus dikombinasikan dengan opiat untuk mencegah gangguan hemodinamik selama laringoskopi dan intubasi. Efek Endokrin Ledingham dan Watt pada tahun 1983 mempostulasikan bahwa efek samping etomidate berupa penekanan adrenokortikal sekunder karena infus jangka panjang etomidate adalah penyebab kematian meningkat. Efek endokrin khusus dimanifestasikan oleh etomidate adalah

penghambatan reversibel dari hidroksilase 11-enzim, yang mengubah 11deoxycortisol menjadi cortisol, dan efek yang relatif kecil pada 17-hidroksilase (Gambar 26-18). Hal tersebut berdampak pada peningkatan prekursor kortisol 11deoxycortisol dan 17-hidroksiprogesteron dan peningkatan ACTH. Blokade 11hidroksilase dan, pada tingkat lebih rendah, 17-hidroksilase tampaknya terkait dengan radikal imidazol bebas dari etomidate terikat sitokrom P-450. Hal ini menyebabkan penghambatan resynthesis asam askorbat, yang diperlukan untuk produksi steroid pada manusia.

Figure 26-18 Jalur untuk biosintesis kortisol dan aldosteron. Situs di mana etomidate mempengaruhi cortisol-aldosteron sintesis oleh tindakan pada 11hidroksilase (situs utama) dan 17-hidroksilase (situs minor) diilustrasikan.

Efek Lainnya Meskipun etomidate menyediakan hemodinamik yang stabil dan depresi pernafasan minimal, terdapat beberapa efek samping bila digunakan untuk induksi, termasuk mual dan muntah, nyeri pada injeksi, gerakan mioklonik, dan cegukan. Etomidate telah dikaitkan dengan insiden (30% sampai 40%) sering mual dan muntah. Baru-baru ini, etomidate dalam emulsi lipid dikaitkan dengan kejadian yang sama mual pasca operasi dibandingkan dengan propofol. Tromboflebitis superfisial vena dapat terjadi 48 sampai 72 jam setelah injeksi etomidate. Kejadian mungkin 20% saat etomidate diberikan melalui jarum IV kecil (21-gauge). Injeksi intra-arterial etomidate tidak terkait dengan penyakit

lokal atau pembuluh darah. Nyeri pada injeksi, mirip dalam insiden rasa sakit dengan propofol, dapat dasarnya dihilangkan dengan menyuntikkan lidokain segera sebelum injeksi etomidate, dengan dosis 20 sampai 40 mg. Nyeri pada injeksi berkurang lebih lanjut dengan menggunakan pembuluh darah besar. Insiden nyeri injeksi adalah 0 sampai 50%. Formulasi lipid dari etomidate juga dikaitkan dengan kejadian yang jauh lebih rendah dari nyeri pada injeksi, thrombophlebitis, dan pelepasan histamin pada injeksi. Insiden gerakan otot (mioklonus) dan cegukan juga sangat bervariasi (0 sampai 70%), namun myoclonus dapat dikurangi dengan premedikasi narkotika atau 0,015 mg/kg midazolam 90 detik sebelum induksi. Etomidate meningkatkan blokade neuromuskular dari penyekat neuromuskuler nondepolarizing. Pembawa etomidate, propilen glikol, juga telah dilaporkan memiliki beberapa efek negatif. Beberapa laporan menunjukkan bahwa propilen glikol dikaitkan dengan hemolisis tingkat kecil. Selain itu, dosis tinggi infus berkepanjangan telah dilaporkan mengakibatkan toksisitas propilen glikol (keadaan hiperosmolar). Penggunaan Etomidate paling tepat digunakan pada pasien dengan penyakit jantung, penyakit saluran napas reaktif, hipertensi intrakranial, atau kombinasi dari gangguan yang menunjukkan perlunya agen induksi dengan terbatas atau menguntungkan efek samping fisiologis. Stabilitas hemodinamik etomidate adalah hal yang unik di antara anestesi onset cepat yang digunakan untuk menginduksi anestesi. Ketika etomidate digunakan dalam kombinasi dengan fentanil, titrasi etomidate sampai 0,6 mg/kg mempertahankan tekanan darah dan denyut jantung dalam kisaran sempit, menjaga tekanan perfusi koroner pada pasien dengan penyakit arteri koroner probable, menumpulkan respon terhadap intubasi dan menghindari stres.

Meskipun bukti definitif efek neuroproteksi dari etomidate pada manusia kurang, kombinasi data hewan dan laporan anekdot dari keberhasilan penggunaan etomidate dalam prosedur bedah saraf membuat etomidate pilihan yang masuk akal selama induksi bedah saraf. Selain itu, etomidate harus dianggap sebagai anestesi untuk mengurangi peningkatan ICP untuk pemeliharaan tekanan perfusi serebral atau koroner. Pasien trauma dengan status volume dipertanyakan dapat dianestesi oleh induksi etomidate. Meskipun efek simpatomimetik tidak langsung yang ada pada induksi ketamin tidak ada, tidak ada depresi miokard langsung dan tidak ada kebingungan dalam diagnosis diferensial delirium pasca operasi. Hal ini terutama penting pada pasien yang trauma mungkin terkait dengan penggunaan narkoba atau alkohol. Bila menggunakan obat pada pasien trauma, kehilangan kesadaran dengan sendirinya dapat dikaitkan dengan output adrenergik menurun, dan postinduction ventilasi terkontrol dengan sendirinya dapat memperburuk penurunan preload. Kedua faktor ini dapat menyebabkan penurunan yang signifikan pada tekanan darah pada induksi meskipun etomidate tidak memiliki efek langsung terahadap kardiovaskular. Etomidate juga berguna untuk intubasi di IGD dan ICU. Ketika digunakan selama terapi electroconvulsive, etomidate dapat menghasilkan kejang lebih lama dibandingkan dengan hipnotik lainnya. Sedasi berkepanjangan bagi pasien di ICU, meskipun awalnya populer setelah rilis etomidate, kini kontraindikasi karena penghambatan produksi kortikosteroid dan mineralokortikoid.

-ADRENERGIK AGONIS: DEXMEDETOMIDINE Sejarah Agonis 2-adrenergik memberikan efek sedasi, anxiolysis, hipnosis, analgesia, dan sympatholysis. Dorongan awal untuk penggunaan 2 agonis dalam anestesi dihasilkan dari pengamatan yang dilakukan pada pasien selama anestesi yang menerima terapi clonidine. Dexmedetomidine adalah agonis 2 yang lebih

selektif dengan selektivitas 1600 lebih besar untuk reseptor 2 dibandingkan dengan reseptor 1. Saat itu diperkenalkan dalam praktek klinis di Amerika Serikat pada tahun 1999 dan disetujui oleh FDA hanya sebagai obat penenang jangka pendek (<24 jam) untuk ventilasi mekanik pasien ICU dewasa. Dexmedetomidine sekarang digunakan luar ICU, termasuk sebagai sedasi dan analgesia tambahan di ruang operasi, obat penenang di unit diagnostik dan prosedur, dan untuk aplikasi lain seperti detoksifikasi ameliorasi pada pasien dewasa dan anak-anak. Metabolisme dan Farmakokinetik Dexmedetomidine dengan cepat didistribusikan dan secara ekstensif dimetabolisme di hati dan diekskresikan dalam urin dan feses. Obat ini mengalami konjugasi (41%), n-metilasi (21%), atau hidroksilasi diikuti oleh konjugasi. Dexmedetomidine 94% terikat protein, dan konsentrasi rasio antara seluruh darah dan plasma adalah 0,66. Parameter-parameter farmakokinetik ternyata tidak dipengaruhi usia, berat badan atau gagal ginjal. Waktu paruh eliminasi dexmedetomidine adalah 2 - 3 jam, dengan waktu paruh mulai dari 4 menit setelah infus 10 menit hingga 250 menit setelah infus 8 jam. Farmakologi Dexmedetomidine adalah agonis 2 nonselektif. Jalur intraseluler meliputi penghambatan adenilat siklase dan modulasi saluran ion Tiga subtipe dari 2 adrenoreseptor telah dijelaskan pada manusia yaitu 2A, 2B, dan 2C. Adrenoreseptor 2A terutama didistribusikan di perifer, sedangkan 2B dan 2C di otak dan sumsum tulang belakang. Postsinaptik 2 adrenoreseptor terletak di pembuluh darah perifer menghasilkan vasokonstriksi, sedangkan presinaps 2 adrenoreseptor menghambat pelepasan norepinefrin, berpotensi mengurangi vasokonstriksi. Respon keseluruhan untuk 2 agonis adrenoreseptor berkaitan dengan stimulasi adrenoreseptor 2 yang terletak di SSP dan sumsum tulang belakang. Reseptor ini terlibat dalam efek simpatolitik, sedasi, dan antinosiseptif .

Efek pada Sistem Saraf Pusat a. Sedasi 2 agonis menghasilkan efek sedatif-hipnotik melalui reseptor 2 di lokus caeruleus dan analgesik pada reseptor 2 dalam lokus caeruleus dan dalam sumsum tulang belakang. Kualitas obat penenang yang dihasilkan oleh dexmedetomidine tampaknya berbeda dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh obat penenang lain yang bertindak melalui sistem GABA. Pasien yang menerima infus dexmedetomidine sebagai bagian dari rejimen sedasi mereka dalam pengaturan ICU pasca operasi dilaporkan sangat cepat jatuh tertidur dan sangat mudah untuk bangun dan memiliki kemampuan untuk mengikuti perintah dan bekerja sama ketika sedang diintubasi. Meskipun pada tingkat sedasi dengan dexmedetomidine, ada depresi pernafasan yang terbatas, namun memiliki tingkat keamanan yang luas. 2 agonis bertindak melalui jalur endogen yang memperantarai tidur untuk menghasilkan efek sedatif. Dexmedetomidine menghasilkan penurunan aktivitas proyeksi caeruleus lokus ke inti preoptic ventrolateral. Hal ini meningkatkan pelepasan GABAergic dan galanin dalam inti tuberomammillari, menghasilkan penurunan pelepasan histamin dalam proyeksi kortikal dan subkortikal. Kesamaan antara tidur alami ( non-rapid eye movement) dan dexmedetomidine-induced hipnosis adalah tetap mempertahankan fungsi kognitif dan imunologi pada pasien di ICU). Dexmedetomidine dapat menghasilkan sedasi mendalam, dan telah digunakan sebagai anestesi IV total ketika diberikan pada 10 kali rentang konsentrasi normal sedasi. 2 agonis memiliki keuntungan efeknya yang reversibel. Serupa dengan reseptor adrenergik lain, 2 agonis juga menunjukkan toleransi setelah pemberian berkepanjangan. Namun karena dexmedetomidine disetujui oleh FDA hanya untuk sedasi jangka pendek (24 jam), toleransi, ketergantungan, atau kecanduan tampaknya tidak menjadi masalah. Dexmedetomidine dapat digunakan untuk pengobatan dalam detoksifikasi opioid yang cepat, penarikan kokain, dan toleransi benzodiazepin dan opioid iatrogenik diinduksi setelah sedasi berkepanjangan.

b. Analgesia Efek analgesik dexmedetomidine sangat kompleks. Alpha2 agonis memiliki efek analgesik ketika disuntikkan melalui rute intratekal atau epidural. Ketika dexmedetomidine disuntikkan ke dalam ruang epidural, dengan cepat berdifusi ke dalam CSF (dalam satu studi, 22% dari seluruh dosis yang disuntikkan diidentifikasi dalam CSF). Efek pada tekanan darah lebih lambat dengan suntikan epidural dibandingkan dengan administrasi intratekal. Efek epidural terlihat dalam 5 sampai 20 menit. Efek pada Sistem Pernapasan Dexmedetomidine pada konsentrasi yang menghasilkan sedasi signifikan mengurangi ventilasi, namun tetap memiliki respon ventilasi terhadap peningkatan karbon dioksida. Perubahan ventilasi tampak serupa dengan yang diamati selama tidur alami. Tingkat pernapasan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi dari 14x/menit menjadi 25x/menit. Ketika dexmedetomidine dan propofol dititrasi untuk tujuan akhir sedatif, keduanya tidak menimbulkan perubahan dalam tingkat pernapasan. Efek pada Sistem Kardiovaskular Efek dasar 2 agonis pada sistem kardiovaskular adalah menurunkan denyut jantung, penurunan resistensi pembuluh darah sistemik, dan secara tidak langsung menurunkan kontraktilitas miokard, curah jantung, dan tekanan darah sistemik. Dengan menggunakan agonis sangat selektif, diharapkan untuk mengurangi beberapa efek kardiovaskular yang merugikan dan memaksimalkan sifat hipnotis-analgesik yang diinginkan. Efek hemodinamik dari bolus dexmedetomidine pada manusia telah menunjukkan respon biphasic. Suntikan IV akut 2 ug / kg menghasilkan peningkatan awal dalam tekanan darah (22%) dan penurunan denyut jantung (27%) yang terjadi pada 5 menit setelah injeksi. Peningkatan awal dalam tekanan darah mungkin karena efek vasokonstriksi dari dexmedetomidine saat merangsang reseptor 2 perifer. Denyut jantung kembali ke normal dalam 15 menit, dan tekanan darah secara bertahap menurun menjadi sekitar 15% di bawah normal dalam 1 jam. Setelah suntikan IM dengan dosis

yang sama, peningkatan awal dalam tekanan darah tidak terlihat, dan denyut jantung dan tekanan darah tetap dalam 10% dari baseline. Efek samping yang sering dilaporkan dari dexmedetomidine adalah mulut karena penurunan produksi air liur. Penggunaan Dexmedetomidine telah disetujui sebagai obat penenang jangka pendek untuk pasien dewasa yang diintubasi di ICU. Hal ini karena dexmedetomidine yang banyak dilaporkan memiliki efek anxiolisis, sedasi, analgesia, dan sympatolisis yang menguntungkan dengan depresi pernapasan minimal. Intensive Care Unit Dexmedetomidine memiliki keunggulan dibandingkan propofol untuk sedasi pada pasien pasca operasi dengan ventilasi mekanik. Ketika kedua obat dititrasi untuk sedasi yang sama, pasien dengan dexmedetomidine memerlukan narkotika kurang signifikan (alfentanil 2,5 mg/jam vs 0,8 mg/jam). Denyut jantung lebih lambat pada kelompok dexmedetomidine, sedangkan nilai MAP sama. Rasio PaO2/FIO2 secara signifikan lebih tinggi pada kelompok dexmedetomidine. Waktu untuk ekstubasi setelah penghentian infus serupa di 28 menit. Pasien yang menerima dexmedetomidine tampaknya memiliki ingatan yang lebih besar saat mereka menginap di ICU, tetapi secara keseluruhan cukup digemari untuk digunakan. Beberapa studi lainnya telah menunjukkan kebutuhan opioid yang menurun (> 50%) ketika dexmedetomidine digunakan untuk sedasi dibandingkan dengan propofol atau benzodiazepin. Kebanyakan penelitian juga menggambarkan hemodinamik yang lebih stabil saat dexmedetomidine digunakan untuk sedasi. Ini adalah manfaat yang jelas pada pasien dengan risiko tinggi untuk iskemia miokard. Untuk sedasi di ICU, digunakan dosis 0,5 sampai 1 mg / kg. menghindari penggunaan secara bolus atau memberikan dosis yang lebih rendah dikaitkan dengan episode bradikardia dan gangguan hemodinamik lainnya yang lebih jarang. Infus 0,1 sampai 1 mg/kgBB/jam umumnya diperlukan untuk mempertahankan sedasi yang memadai.

Delirium di ICU merupakan faktor risiko untuk perawatan di ICU yang lebih lama dan peningkatan mortalitas. Karakteristik unik dari dexmedetomidine adalah efek sedasi yang memadai dengan depresi pernapasan minimal sehingga dapat digunakan saat mulai melepaskan pasien dari ventilator. Siobal dan rekan melaporkan keberhasilan penyapihan dari lima pasien berventilasi yang gagal penyapihan sekunder untuk agitasi. Anestesi Sebagai premedikasi, dexmedetomidine IV digunakan dengan dosis 0,33-0,67 mg / kg yang diberikan 15 menit sebelum operasi tampaknya berkhasiat sambil meminimalkan efek samping kardiovaskular hipotensi dan bradikardi. Dalam rentang dosis, dexmedetomidine mengurangi kebutuhan thiopental ( 30%) untuk prosedur singkat, mengurangi anestesi volatil ( 25%), dan lebih efektif melemahkan respon hemodinamik terhadap intubasi endotrakeal dibandingkan dengan fentanil 2 mg / kg . Dexmedetomidine juga telah dievaluasi sebagai suntikan IM (2,5 mg / kg) dengan atau tanpa fentanil yang diberikan 45-90 menit sebelum operasi. Rejimen ini memberikan efek anxiolysis yang sama dibandingkan dengan fentanil IM ditambah midazolam dan menurunkan kejadian menggigil pasca operasi, tetapi insiden yang lebih tinggi dari bradikardia. Dexmedetomidine telah digunakan untuk sedasi untuk rumatan anestesi. Dalam sebuah penelitian yang membandingkan kemanjuran dexmedetomidine dan propofol sebagai agen obat penenang dalam kelompok 40 pasien yang menerima anestesi lokal atau blok regional, dexmedetomidine (1 mg / kg diberikan lebih dari 10 menit) bila digunakan untuk sedasi intraoperatif menimbulkan efek yang lebih lambat dari propofol (75 mg / kg / menit selama 10 menit), tetapi efek kardiorespiratori serupa ketika dititrasi dengan sedasi yang sama. Laju infus ratarata dexmedetomidine intraoperatif untuk mempertahankan nilai BIS dari 70 sampai 80 adalah 0,7 mg / kg / menit. Dexmedetomidine sedasi telah berhasil dilakukan pada pasien anak. Dua studi yang terdiri dari 140 anak usia 1 - 7 tahun, dilaporkan menimbulkan sedasi yang sukses untuk scan MRI dibandingkan dengan midazolam atau propofol.

Dexmedetomidine dapat digunakan sebagai premedikasi 10 menit sebelum bedah umum katarak untuk menurunkan tekanan intraokular (33%), mengurangi sekresi katekolamin, menurunkan kebutuhan analgesik perioperatif dan pemulihan yang lebih cepat. Untuk pemeliharaan anestesi, dexmedetomidine telah digunakan pada pasien yang menjalani beberapa jenis operasi. Satu studi retrospektif dengan dua calon, uji coba terkontrol secara acak pada pasien bedah bariatrik telah menemukan bahwa anestesi seimbang dengan dexmedetomidine ditambah desflurane atau propofol (0,5 sampai 0,8 mg / kg bolus ditambah 0,4 mg / kg / jam infus) mengurangi skor nyeri pasca operasi dan konsumsi morfin, dan meningkatkan hemodinamik dibandingkan dengan anestesi desflurane-fentanil atau propofol-fentanil.

DROPERIDOL Mekanisme Kerja Droperidol bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine, termasuk daerah CTZ. Droperidol juga mengganggu transmisi saraf yang diperantarai serotonin, norepinefrin, dan GABA. Hal ini menyebabkan droperidol mempunyai efek penenang dan antiemetik. Secara perifer droperidol menghambat -adrenergik. Struktur dan Aktivitas Droperidol secara struktural berhubungan dengan haloperidol. Perbedaan struktur menyebabkan droperidol mempunyai efek neuroleptik, sedangkan haloperidol mempunyai efek antipsikotik. Farmakokinetik Absorbsi Droperidol diberikan secara intramuskuler sebagai premedikasi dan untuk induksi biasanya diberikan secara intravena. Distribusi Droperidol mempunyai distribusi yang cepat (waktu paruh distribusi 10 menit), efek sedatifnya lambat terjadi karena berat molekul yang tinggi dan ikatan

protein yang kuat sehingga mengurangi penetrasi droperidol melewati sawar darah otak. Biotrasnformasi Droperidol dimetabolsime secara luas di hati, dengan kecepatan menyerupai etomidat dan ketamin. Ekskresi Hasil akhir biotransformasi diekskresikan melalui urin. Efek pada Organ Tubuh Kardiovaskuler Efek blokade -adrenergik ringan droperidol menyebabkan sedikit penurunan darah akibat dilatasi resistensi perifer. Pada pasien hipovolemik efeknya dapat bertambah besar. Efek blokade -adrenergik menyebabkan droperidol mempunyai efek antidisritmia. Pasien dengan pheochromocytoma tidak boleh diberi droperidol sebab dapat menyebabkan pelepasan katekolamin yang menimbulkan hipertensi berat. Respirasi Droperidol diberikan tunggal pada dosis lazim tidak secara signifikan mendepresi napas dan bahkan dapat memperkuat respons ventilasi terhadap keadaan hipoksia. Otak Droperidol menurunkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial melalui vasodilatasi cerebral. Akan tetapi droperidol tidak mengurangi konsumsi O 2 otak berbeda dengan barbiturat, benzodiazepin, dan etomidat. Droperidol mempunyai efek antiemetik yang kuat, namun lambatnya pemulihan membatasi penggunaannya dalam operasi sehingga hanya digunakan dalam dosis rendah (0,05 mg/kg sampai 2,5 mg). Aktivitas antidopaminergik droperidol jarang menimblkan reaksi ekstrapiramidal (mis. Torticolis, agitasi, oculogric crises) yang dapat ditangani dengan pemberian diphenhydramin. Akan tetapi droperidol harus dihindarkan dari pasien dengan penyakit Parkinson. Walaupun pasien dengan premedikasi droperidol terlihat mengantuk dan lemas, namun secara mental mereka gelisah

dan ketakutan. Karena itulah droperidol tidak diberikan sebagai premedikasi. Droperidol adalah obat penenang, tidak mempunyai efek analgesia, amnesia, dan ketidaksadaran pada dosis lazaim. Kombinasi droperidol dengan fentanyl (innovar) menghasilkan keadaan analgesia, imobilitas dan hilangnya ingatan (neuroleptanalgesia). Penambahan nitrat oksida atau obat-obat hipnotik menyebabkan ketidaksadaran dan anestesi umum (neuroleptanesthesia) yang menyerupai keadaan disosiatif pada penggunaan. Penambahan opioid dapat menyebabkan disforia.ketamin. Interaksi Obat Droperidol berefek antagonis dengan levodopa dan dapat mempresipitasi gejala-gejala Parkinson. Secara teoritis droperidol dapat menghambat efek anti adrenergik klonidin dan menyebabkan terjadinya rebound hypertension. Droperidol dapat mengurangi efek kardiovaskuler dari ketamin. Penggunaan dan Dosis Ketamin, Etomidat, Propofol dan Droperidol Obat Ketamin Etomidat Propofol Penggunaan Induksi Induksi Induksi Infus Rumatan Infus Sedasi Premedikasi Sedasi Antiemetik Cara Pemberian IV IM IV IV IV IV IM IV IV Dosis 1-2 mg/kg 3-5 mg/kg 0,2-0,5 mg/kg 1-2,5 mg/kg 50-200 g/kg/menit 25-100 g/kg/menit 0,04-0,07 mg/kg 0,02-0,07 mg/kg

Droperidol

Tabel Karakteristik Induksi Dan Kebutuhan Dosis Obat-Obat Anestesi Inravena

Ringkasan Efek Obat Anestesi Nonvolatile Obat Barbiturat Thiopental Thiamylal Methohexital Benzodiazepin Diazepam Lorazepam Midazolam Ketamin Etomidat Propofol Droperidol
* 0 0/

Jantung HR 0/ 0/ 0 0

MAP

Respirasi Vent.drv Br.Dil 0 0` 0 0 0 0 0 0

Otak CBF

CMRO2 0

ICP

: efeknya tergantung dari besarnya pelepasan histamin : tidak ada perubahan : tidak ada perbahan ataupun terjadi perubahan ringan : menurun (sedikit, sedang , banyak) : meningkat (sedikit, sedang, banyak)

Anda mungkin juga menyukai