KELOMPOK VI 030.09.154 030.09.155 030.09.156 030.09.157 030.09.158 030.09.216 030.09.217 030.09.218 030.09.219 030.09.221 030.09.267 030.09.268 030.09.269 Michelle Jansye M. Rifki Maulana M. Fachri Ibrahim Monica Raharjo Muhamad Rosaldy Runy Dyaksari Ruri Eka Putri Ruti Devi Permatasari S Ratriazqi Rachmayanti Salzabila Widya Rahayu Arini Putri Winda Indriati Winda Setyowulan
BAB I PENDAHULUAN Salam sejahtera kami ucapkan pada semua dosen dan terima kasih atas bimbingan yang telah diberikan untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti yang mengikuti modul mental-emosional. Pada tanggal 11 May 2012 telah dilakukan diskusi kelompok 6, kasus 4 sesi 1 yang berlangsung selama 2 jam. Perwakilan mahasiswa yang menjadi ketua adalah Monica raharjo dan yang menjadi sekretaris Widya rahayu. Perilaku peserta diskusi aktif, kontributif, dan ikut berperan serta dalam jalannya diskusi. Topik diskusi kasus 4 ini ialah Ny.S yang mempunyai masalah berupa pasien yang di bawa oleh keluarganya dengan keluhan tiba-tiba berteriak-teriak, mengamuk dan hendak memukul suaminya dengan linggis. Hal-hal yang dibahas selama diskusi ialah analisis masalah, anamnesis yang diperlukan, hipotesis yang mungkin pada pasien ini, pemeriksaan fisik, serta rencana pemeriksaan penunjang. Tutor kami ialah Dr. Merry. Beliau membimbing kami dengan baik sehingga kami bisa mengadakan diskusi yang terarah. Pada tanggal 15 May 2012 telah dilakukan diskusi kelompok 6, kasus 4 sesi 2, yang berlangsung selama 2 jam. Perwakilan mahasiswa yang menjadi ketua adalah Muhamad Rosaldy dan yang menjadi sekretaris Winda Indriati. Perilaku peserta diskusi aktif, kontributif, dan ikut berperan serta dalam jalannya diskusi. Hal-hal yang dibahas selama diskusi meliputi pemeriksaan penunjang, diagnosis multiaksial, patofisiologi dari penyakit yang dialami oleh pasien ini serta penatalaksanaan. Saat itu yang menjadi tutor adalah Dr. Tony. Beliau membimbing kami dalam diskusi sehingga kami bisa menentukan diagnosis multiaksial dan penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini.
BAB II SKENARIO KASUS 2.1-Skenario 1 Ny.S.27 tahun, dibawa ke UGD RS TRISAKTI oleh keluarganya dengan keluhan tiba-tiba berteriak-teriak, mengamuk dan hendak memukul suaminya dengan linggis. 2.2-Skenario 2 Ketika ditanya apa sebabnya, ia mengatakan ada suara bisikan yang menyuruh pasien untuk memukul suaminya. Pasien mengatakan suaminya berselingkuh dengan perempuan lain serta hendak mencelakakannya. Penampilan pasien agak lusuh, dadanannya kurang rapi dan kurus. Kedua tangannya tremor, jalannya pelan dan agak kaku, wajahnya tidak berekspresi tampak seperti topeng. 2.3-Skenario 3 Kejadian seperti diatas pernah dialami pasien sejak tiga tahun terakhir walaupun hanya kadangkadang saja. Sebelumnya mengamuk, biasanya pasien sering menyendiri dalam kamar, melamun, kadang kadang tertawa sendiri dan bicaranya kacau. Pasien pernah berobat ke dokter puskemas sejak 2 tahun yang lalu dan diberi dua macam obat tapi obat tersebut tidak diminum secara teratur. Karena tidak dapat dipertahankan dirumah, pasien dibawa ke RS TRISAKTI. 2.4-Skenario 4 Perkembangan Ny.S> pada masa kanak dan remaja tidak ada kelainan fisik yang berarti, pasien mempunyai perawakan yang kurus, jarang bergaul, mudah tersinggung, temannya yang akrab hanya satu atau dua orang saja. Pasien menikah pada usia 23 tahun, punya dua orang anak lakilaki yang berusia 3 dan 1 tahun dan pasien jarang mengurus anaknya sendiri. 2.5-Skenario 5 1. Pemeriksaan status mental: Terdapat waham curiga, waham kejar, waham kebesaran Halusinasi auditorik Asosiasi longgar Afek tumpul dan tidak serasi Perilaku gaduh gelisah
2. Pemeriksaan diagnostik lanjut: Pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal Pemeriksaan neurologik : tidak didapatkan tanda rangsang meningeal Nervus cranialis : dalam batas normal Susunan saraf motorik : tampak resting tremor, bradikenisea, cogwheel fenomen +/+, Mask face Susunan saraf sensorik : dalam batas normal Susuanan saraf otonom: dalam batas normal Reflek fisiologis :+/+ Reflek patologis : -/-
Laboratorium darah dan urin : tidak ada kelainan 2.6 -- Kesimpulan Kasus Ny.S berumur 27 tahun dibawa ke RS Trisakti karena hendak memukul suaminya dengan linggis, sebelum Ny.S hendak memukul suaminya. Ny.S hendak memukul suaminya karena Ny.S merasa ada yang menyuruh untuk memukul suaminya, dan Ny.S berkata bahwa suaminya selingkuh dan hendak akan mencelakainya. Penampilan pasien ketika dibawa ke RS agak lusuh, dadanannya kurang rapi dan kurus. Kedua tangannya tremor, jalannya pelan dan agak kaku, wajahnya tidak berekspresi tampak seperti topeng. Riwayat masa lalu Ny.S, Kejadian seperti diatas pernah dialami pasien sejak tiga tahun terakhir walaupun hanya kadang-kadang saja. Sebelumnya mengamuk, biasanya pasien sering menyendiri dalam kamar, melamun, kadang kadang tertawa sendiri dan bicaranya kacau. Pasien pernah berobat ke dokter puskemas sejak 2 tahun yang lalu dan diberi dua macam obat tapi obat tersebut tidak diminum secara teratur. Perkembangan Ny.S> pada masa kanak dan remaja tidak ada kelainan fisik yang berarti, pasien mempunyai perawakan yang kurus, jarang bergaul, mudah tersinggung, temannya yang akrab hanya satu atau dua orang saja. Pasien menikah pada usia 23 tahun, punya dua orang anak lakilaki yang berusia 3 dan 1 tahun dan pasien jarang mengurus anaknya sendiri.
BAB III PEMBAHASAN KASUS 3.1 IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Alamat Pendidikan Pekerjaan Agama Suku bangsa Status pernikahan 3.2 MASALAH Masalah yang dialami Ny.S adalah sebagai berikut: 1. Pasien diantar oleh keluarganya ke UGD 2. Pasien tiba-tiba berteriak-teriak, mengamuk, dan hendak memukul suaminya dengan linggis
Masalah Pasien diantar oleh keluarganya ke UGD Pengkajian Masalah Masalah ini menyangkut keadaan kedaruratan yang membutuhkan penanganan segera, termasuk observasi eksploratif dan diagnosis tepat dan rasional. Kemungkinan pasien diantar ke UGD adalah perilakunya membahayakan, dan tidak dapat ditangani oleh keluarga saat itu juga. Kemungkinan yang lain, kelainannya berulang sehingga keluarga mencari jalan terbaik, yaitu dengan penanganan Pasien tiba-tiba berteriak, mengamuk, dan hendak memukul suaminya dengan linggis. medis. Tampak adanya perilaku agresi pada pasien ini yang potensial membahayakan orang lain disekitarnya. Perilaku agresi ini datang tiba-tiba, sehingga perlu
dicari faktor-faktor yang dapat memicu agresivitas, misalnya masalah sosial (ada hal eksternal yang memacu kemarahan), penyakit organic (misalnya yang berhubungan dengan kelainan hormonal terkait emosi/afek), dibawah pengaruh zat adiktif atau alcohol/intoksikasi zat,; seperti amfetamin, alcohol, dan lain-lain; gangguan psikotik (seperti skizofrenia, dimana pasien predominan mengalami delusi dan halusinasi tertentu yang memacu agresivitas-nya, yang juga dicirikan sebagai afek yang tidak wajar), serta kelainan kejiwaan terkait budaya, seperti amok (perlu digali kegiatan apa saja sebelum perilaku pasien tersebut mulai).
3.3 HIPOTESIS Berdasarkan data awal yang kami dapat berupa keluhan utama , keluhan tambahan , serta sedikit keterangan dari suami yang mengantar pasien maka kelompok kami mengajukan beberapa hipotesis ,antara lain sebagai berikut : 1. Hipertiroid Dasar : pasien berteriak-teriak tiba-tiba, mengamuk dan hendak memukul suaminya dengan linggis. Pedoman diagnostik : Ansietas , mudah tersinggung Palpitasi Penurunan berat badan Tidak tahan panas Berkeringat lebih banyak Struma Gangguan menstruasi
2. Amok
Dasar : pasien berteriak-teriak tiba-tiba, mengamuk dan hendak memukul suaminya dengan linggis. Pedoman diagnostik : Timbul mendadak atau biasanya didahului dengan tindakan ritualistik atau meditasi. Kesadaran berkabut atau menurun tanpa disertai epilepsi. Berperilaku agresif , ingin membunuh , atau melakukan kekerasan yang ditujukan pada orang atau objek lain yang berada disekitarnya. Biasanya akan tenang dan kesadaran pulih kembali. Berakhir karena dibuat tidak berdaya, melukai diri atau kehabisan tenaga.2
3. Skizofrenia Paranoid Dasar : Pada hasil autoanamnesis , pasien mengatakan bahwa ada suara bisikan yang menyuruh pasien memukul suaminya . Pasien mengatakan suaminya berselingkuh dan ingin mencelakakannya . (halusinasi auditorik) Penampilan pasien agak lusuh , dandanannya kurang rapi dan kurus. (abulia) Pernah dialami sejak tiga tahun terakhir . (>6 bulan) Sebelum mengamuk , pasien sering menyendiri dalam kamar, melamun , kadangkadang tertawa sendiri dan bicaranya kacau.(halusinasi auditorik , asosiasi longgar) Pasien jarang bergaul, mudah tersinggung , teman yang akrab hanya 1 atau 2 orang saja. 7
Pasien jarang mengurus anaknya sendiri. Pada pemeriksaan status mental terdapat waham curiga, waham kejar, waham kebesaran , halusinasi auditorik, asosiasi longgar , afek tumpul dan tidak serasi serta perilaku gaduh gelisah.
Dari rincian diatas , bisa disimpulkan bahwa pasien memiliki gejala positif dan gejala negatif serta keterangan lain yang terdapat pada pasien skizofrenia. Kami mengambil tipe skizofrenia paranoid dikarenakan pada pasien ini , gejala yang lebih menonjol adalah halusinasi / wahamnya. Pedoman diagnostik (PPDGJ III) : Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Sebagai tambahan : halusinasi dan/atau waham harus menonjol ; a) suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah ,atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing) ; b) halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lainlain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol; c) waham dapat berupa hampir setiap jenis , tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas. gangguan afektif , dorongan kehendak dan pembicaraannya, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.3 4. Parkinsonisme Yang Dicetuskan Neuroleptik Dasar : Kedua tangannya tremor , jalannya pelan dan agak kaku , wajahnya tampak seperti topeng.
Pasien pernah berobat ke dokter puskesmas sejak 2 tahun yang lalu dan diberi dua macam obat, tapi tidak diminum secara teratur. Pada pemeriksaan neurologik, susunan saraf motorik didapatkan resting tremor , bradikinesia , cogwheel fenomen +/+ , mask face.
Pedoman diagnostik : Trias : tremor saat beristirahat , rigiditas , dan bradikinesia Tremor yang khas bergetar dengan laju tetap 3-6 siklus perdetik dan dapat ditekan oleh gerakan yang sengaja. Sindrom bradikinesia dapat mencakup tampilan wajah orang mirip topeng, menurunnya gerakan ketika pasien berjalan dan kesulitan memulai gerakan. Rabbit syndrome adalah tremor yang mengenai lidah , bibir dan otot-oto perioral. Gambaran lain : berpikir lambat,perburukan gejala negatif, ludah berlebihan, berliur, jalan diseret, mikrografia, seborea dan disforia.2 3.4 ANAMNESIS Riwayat penyakit sekarang Sejak kapan pasien mengalami gejala tersebut? Sebelum timbul gejala, apakah ada faktor pencetus? Jika pernah terjadi gejala tersebut, biasanya terjadi pada saat sedang melakukan kegiatan apa? untuk mencari etiologi Apakah gejala pasien muncul selain di depan suaminya? untuk mencari faktor pencetus Adakah yang meringankan gejala pasien? Apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan terlarang atau zat tertentu? Jika pasien bekerja, apakah pasien mengalami stres di tempat kerja akhir-akhir ini?
Riwayat psikiatrik lampau Apakah pasien pernah berobat atau dirawat sebelumnya? 9
Obat apa yang diterima pasien? Berapa dosisnya? Sudah berapa lama pasien menjalani pengobatan?
Apakah pasien meminumnya dengan teratur? Jika tidak, mengapa pasien tidak teratur meminumnya?
Riwayat medik lampau Apakah pasien menderita penyakit otak atau metabolik? merupakan salah satu penyebab adanya skizofrenia katatonik Riwayat perkembangan sosial Bagaimana pola asuh orang tua pasien? Bagaimana hubungan pasien dengan kedua orangtuanya? Apakah pasien bekerja? Apa hobi pasien? Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya? Apakah ada perubahan perilaku yang signifikan sebelum dan sesudah mempunyai anak? Bagaimana siklus mensruasi pasien?
Riwayat keluarga Apakah di keluarga pasien ada yang mengalami gejala yang sama? Apakah di keluarga pasien ada yang menderita sakit jiwa? Bagaimana hubungan pasien dengan suaminya? Untuk suami pasien, ditanyakan apakah dirinya selingkuh dari pasien?
10
3.5 STATUS MENTAL Pemeriksaan Status Mental Deskripsi umum : Penampilan : Agak lusuh, dandanannya kurang rapi dan kurus. Penampilan pasien yang cenderung berantakan atau kurang terurus ini menunjukkan salah satu tanda pasien skizofrenia. Kesadaran biologis : Kesadaran biologis tidak terganggu karena tidak terdapat gangguan pada pemeriksaan neurologi. Kesadaran psikologis : Kesadaran psikologis pasien ini terganggu karena terdapat halusinasi dan juga waham. Perilaku Perilaku gaduh gelisah Mood dan afek : afek tumpul dan tidak serasi. Afek merupakan ekspresi emosi yang teramati, mungkin tidak sesuai dengan deskripsi pasien tentang emosinya. Pada pasien ini terdapat afek yang tumpul dan tidak serasi berarti terdapat penurunan berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan ke luar dan ketidakharmonisan antara irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertainya.. Gangguan persepsi : terdapat halusinasi auditorik. Halusinasi adalah persepsi sensorik palsu yang tidak dikaitkan dengan stimulus eksternal yang nyata; mungkin terdapat interpretasi berupa waham atas pengalaman halusinasi 11
tersebut namun mungkin pula tidak. Pada pasien ini yang terjadi adalah halusinasi auditorik 2 nd order dimana pasien mendengar suara-suara yang berbicara menyuruh pasien untuk memukul suaminya. Proses pikir : Isi pikir : terdapat waham curiga, waham kejar, dan waham kebesaran. Waham sendiri adalah suatu kepercayaan yang salah, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang realitas eksterna, tidak konsisten dengan latar belakang inteligensi, dan budaya pasien; tidak dapat dikoreksi dengan penalaran. Waham curiga adalah suatu kecurigaan yang berlebih sehingga curiga itu patologis sesuai dengan pernyataan pasien bahwa suaminya berslingkuh dengan perempuan lain. Waham kejar adalah adalah suatu waham dimana seseorang yakin bahwa dia sedang dikejar, diserang, atau bahkan akan diserang oleh orang lain. Waham sesuai dengan pernyataan pasien bahwa seseorang hendak mencelakainya. Waham kebesaran adalah suatu keyakinan pasien bahwa dirinya merupakan orang yang penting, berpengaruh, berilmu atau juga memiliki hubungan khusus dengan orang yang terkenal. Fungsi intelektual : Daya nilai realita : Tilikan : Taraf dapat dipercaya : -
3.6 INTERPRETASI HASIL ANAMNESIS Pada anamnesis didapatkan keterangan sebagai berikut: 1. Pasien datang diantar keluarganya karena tiba-tiba berteriak-teriak, mengamuk, 12
dan hendak memukul suaminya dengan linggis. Tindakan pasien yang tiba-tiba berteriak-teriak serta mengamuk menunjukkan terdapat gangguan mental yang onsetnya akut. Selain itu tindakan hendak memukul suaminya dengan linggis menandakan gangguan yang dialami pasien berpotensi menimbulkan bahaya atau cedera pada orang lain. Kemungkinan apa yang dialami pasien merupakan suatu kegawatdaruratan psikiatri. 2. Pasien mengaku alasan ia hendak memukul suaminya karena ada suara bisikan yang menyuruhnya. Kemungkinan suara bisikan yang menyuruh pasien untuk memukul suaminya adalah suatu bentuk halusinasi auditorik. 3. Pasien mengatakan suaminya berselingkuh serta hendak mencelakakannya. Hal ini harus dipastikan dengan melakukan wawancara dengan suami pasien. Seandainya hal tersebut tidak benar dan hanya perasaan pasien saja perlu ditanyakan kepada pasien dari mana ia mengetahui atau memiliki pikiran seperti itu. Hal ini juga dapat menimbulkan interpretasi kemungkinan adanya waham paranoid pada pasien. 4. Pasien sering menyendiri, melamun, tertawa sendiri, dan bicaranya kacau. Gejala yang ditunjukkan pasien mencakup gejala negatif dan gejala positif. Gejala negatif yang ada adalah sering menyendiri dan melamun sedangkan gejala positifnya adalah tertawa sendiri. Bicara yang kacau pada pasien menandakan adanya asosiasi yang longgar. 5. Kejadian ini dialami sejak tiga tahun terakhir dengan frekuensi kadang-kadang saja. Sudah pernah berobat tetapi tidak diminum secara teratur. Kami mendapatkan keterangan bahwa hal seperti ini bukanlah kejadian yang pertama, melainkan sudah yang kesekian kalinya. Kemungkinan pasien mengalami kekambuhan atau episode relaps akibat pengobatan yang tidak teratur. 6. Perkembangan masa kanak dan remaja. Informasi yang didapat mengenai kepribadian pasien adalah pasien jarang bergaul, mudah tersinggung, dan hanya memiliki teman akrab satu atau dua orang saja. Pasien 13
jarang mengurus anaknya sendiri yang berusia 3 dan 1 tahun. Berdasarkan data yang didapat kemungkinan terdapat gangguan kepribadian pada pasien. Gangguan kepribadian yang terpenuhi dengan kondisi pasien di atas adalah Gangguan Kepribadian Dissosial. 3 3.7 INTERPRETASI PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Pemeriksaan fisik umum Hasil Dalam batas normal Interpretasi Pada pasien tidak ditemukan kelainan organik yang dapat mendasari terjadinya gejala pada Pemeriksaan neurologis Tidak didapatkan rangsang meningeal Nervus Cranialis: dalam batas normal Sistem saraf motorik: Resting tremor (disebut juga tremor Parkinsonian) pasien seperti infeksi atau trauma. Gejala yang timbul pada pasien bukan merupakan manifestasi dari penyakit infeksi seperti meningitis Tidak ada kelainan organik pada sistem saraf pasien Resting tremor merupakan tremor yang diamati pada bagian tubuh yang tidak aktif dan benar-benar didukung melawan gravitasi. Tremor ini dapat dilihat pada bagian tangan sebagai gerakan aneh yang disebut pill rolling. Tremor ini paling sering dilihat sebagai manifestasi dari sindrom parkinson4 Bradikinesia Bradikinesia berarti lambatnya gerakan dan merupakan salah satu manifestasi kardinal penyakit Parkinson. Kelemahan, tremor dan kekakuan dapat berkontribusi 14
tetapi tidak sepenuhnya menjelaskan bradykinesia. Bradykinesia merupakan hasil dari kegagalan output basal ganglia untuk memperkuat mekanisme kortikal yang mempersiapkan dan melaksanakan perintah untuk bergerak5. Cogwheel phenomenon Cogwheel phenomenon merupakan suatu kekakuan dimana otot-otot merespon dengan gerakan melingkar seperti roda untuk penggunaan kekuatan dalam menekuk anggota badan, seperti yang terjadi pada penyakit Parkinson6. Mask face Mask face merupakan suatu keadaan dimana otot-otot di wajah tidak mampu lagi bekerja dengan baik sehingga sulit untuk mengekspresikan emosi. Hal tersebut terjadi pada parkinsonisme dan penyakit Sistem saraf sensorik: dalam batas normal Sistem saraf otonom: dalam batas normal Reflex fisiologis (+) Reflex patologis (-) normal Parkinson. 7 Normal Normal Normal Normal Hasil yang normal tersebut dapat 15
urin
menyingkirkan hipotesis penggunaan zat yang dapat menimbulkan gejala pada pasien
Skizofrenia Paranoid Remisi tak Sempurna F20.04 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, yaitu: a. Adanya halusinasi auditorik Pasien mendengar ada suara bisikan yang menyuruh pasien memukul suaminya. b. Adanya waham curiga, wahamkejar, dan waham kebesaran di hasil pemeriksaan status mental pasien c. Asosiasi longgar, yaitu antara satu kalimat dan kalimat lain terdapat hubungan yang longgar (hubungannya tidak erat) diketahui dari bicara pasien yang kacau d. Gejala negative seperti bicara yang jarang (pasien sering melamun), respon emosional yang menumpul atau tidak wajar (status mental pasien menunjukkan afektumpul dan tidak serasi, pasien kadang-kadang tertawa sendiri), yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial (pasien sering menyendiri dalam kamar), dan kurangnya perawatan diri (penampilan pasien agak lusuh, dan danannya kurang rapi dan kurus) e. Gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun waktu lebih dari sebulan hal tersebut dialami pasien sejak tiga tahun terakhir Halusinasi dan/atau waham harus menonjol Adanya suara halusinasi yang memberi perintah untuk memukul suaminya sendiri, 16
dan waham bahwa suaminya berselingkuh dengan perempuan lain merupakan hal yang menonjol pada pasien. Karena adanya halusinasi dan waham tersebut, pasien dibawa ke UGD karena akan mencelakai suaminya sendiri. Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke dokter dan diberi obat tetapi tidak diminum secara teratur sehingga gejala skizofrenia tetap muncul. Parkinsonisme sekunder akibat neuroleptika G21.1 Gejala parkinsonisme pada pasien seperti resting tremor, bradikinesia, cogwheel fenomen, wajah tampak seperti topeng (mask face) diakibatkan karena obat yang pernah diberi dokter sebelumnya dan kemungkinan besar obat tersebut adalah neuroleptika. 2. Aksis II : Gangguan Kepribadian Dissosial F60.2
Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus Hal tersebut sudah menimbulkan hendaya yang ditandai dengan sikap pasien yang jarang mengurus anaknya sendiri
Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama pasien diketahui hanya mempunyai sedikit teman, hanya satu atau dua orang saja
Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan.
3. Aksis III
4. Aksis IV
5. Aksis V
Pasien dibawa ke UGD karena hendak memukul suaminya dengan linggis. Bicara pasien kacau dan tidak menyambung sehingga dapat menyebabkan disabilitas 17
3.11 PATOFISIOLOGI Kelompok kami menetapkan diagnosis skizofrenia paranoid untuk pasien Ny.S. Etiologi dan patofisiologi dari skizofrenia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang ditemukan berperan dalam proses terjadinya skizofrenia. 8 1. Faktor genetika: Kejadian skizofrenia berhubungan erat dengan riwayat keluarga. Kecenderungan seseorang untuk menderita skizofrenia berhubungan erat dengan ada atau tidak keluarga yang menderita skizofrenia dan seberapa dekat hubungan orang tersebut dengan keluarga yang menderita penyakit ini (misalnya first degree relative atau second degree relative). Ditemukan juga bahwa kecenderungan seseorang untuk menderita skizofrenia berhubungan dengan usia ayah saat anak dilahirkan. Sebuah studi dilakukan pada pasien skizofrenia yang tidak memiliki riwayat keluarga dan ditemukan bahwa seseorang yang dilahirkan dari ayah yang lebih tua dari 60 tahun lebih rentan untuk terjadinya skizofrenia. Pola transmisi genetik skizofrenia tidak diketahui namun beberapa gen ditemukan berhubungan dengan kerentanan seseorang menderita skizofrenia yaitu gen alpha-7-nicotinic receptor, DISC1, GRM3, COMT, NRG1, RGS4, dan G72. Mutasi dari gen DTNBP1 dan neureglin 1 ditemukan berhubungan dengan gejala negatif dari skizofrenia. Pada pasien ini tidak diberikan keterangan tentang adanya anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa atau skizofrenia. Perlu dilakukan anamnesis tambahan untuk mengetahui apakah anggota keluarga pasien ada yang menderita gangguan jiwa atau skizofrenia. Hal ini berhubungan dengan prognosis dari skizofrenia; dimana pasien dengan riwayat keluarga gangguan mood memiliki prognosis yang baik, sedangkan pasien dengan riwayat keluarga skizofrenia memiliki prognosis yang buruk. 2. Faktor biokimiawi: 18
Gangguan pada aktivitas biokimia otak atau neurotransmitter juga mempunyai peran yang penting dalam terjadinya skizofrenia. Dopamin: Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia timbul akibat aktivitas dopaminergik yang berlebihan. Hipotesis ini dikembangan berdasarkan dua alasan: 1.obat antipsikotik yang merupakan suatu antagonis reseptor dopamine tipe 2 (D2) efektif dan poten menghilangkan gejala skizofrenia dan 2.obat-obatan yang menyebabkan peningkatan aktivitas dopaminergik seperti kokain dan amfetamin bersifat psikotomimetik. Jalur dopamin yang berhubungan dengan kelainan dopamin ialah jalur mesokortikal dan jalur mesolimbik. Neuron dopaminergik pada jalur ini keluar dari badan sel yang terdapat di midbrain menuju ke neuron di sistem limbik dan korteks cerebri. Hiperaktivitas dopamin pada jalur mesolimbik berhubungan dengan gejala positif pada skizofrenia, sedangkan hipoaktivitas dopamin pada jalur mesokortikal berhubungan dengan gejala negatif, gangguan kognitif, dan gangguan afek pada skizofrenia.
19
Serotonin: Pelepasan serotonin yang berlebihan berhubungan dengan terjadinya gejala positif dan negatif pada skizofrenia. Dasar hipotesis ini didasarkan atas penggunaan klozapin (antipsikotik generasi ke-2/ atipikal) yang efektif terhadap gejala positif dan negatif dari skizofrenia, dimana obat ini merupakan suatu antagonis reseptor serotonin. Norepinefrin: Degenerasi selektif dari norepinefrin dikaitkan dengan gejala anhedonia (gangguan kapasitas seseorang untuk mengalami rasa puas secara emosional dan penurunan kemampuan seseorang untuk mengalami rasa senang) pada pasien skizofrenia. Hipotesis ini belum dapat dibuktikan. GABA: Pada beberapa pasien yang menderita skizofrenia, ditemukan bahwa terjadi penurunan neuron GABAnergik di hipokampus . GABA, yang merupakan suatu neurotransmitter inhibitor, mempunyai efek regulasi terhadap aktivitas dopamin. Diduga bahwa hilangnya neuron GABAnergik menyebabkan terjadinya hiperaktivitas neuron dopaminergik. Asetilkolin: Studi postmortem pada pasien skizofrenia menunjukkan bahwa reseptor muskarinik dan nikotinik menurun pada putamen caudatus, 20
hipokampus, dan bagian dari korteks prefrontal. Reseptor ini memiliki peran dalam regulasi dari neurotransmitter yang berperan dalam kemampuan kognitif seseorang. Penurunan reseptor muskarinik dan nikotinik dihubungkan dengan gangguan kognitif pada pasien yang menderita skizofrenia. Pada pasien ini ditemukan gejala positif, gejala negatif, serta gangguan afek yang berhubungan dengan gangguan pada neurotransmitter dopamin, serotonin, serta GABA. 3. Faktor susunan saraf pusat: Beberapa kelainan pada susunan saraf pusat telah ditemukan pada pasien skizofrenia yang mungkin berhubungan dengan terjadinya skizofrenia. CT-scan dari penderita skizofrenia menunjukkan pembesaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel tiga dan penurunan volume korteks cerebri. Penurunan volume substansia grissea dari korteks cerebri dapat ditemukan pada tahap awal dari skizofrenia. Penurunan simetri juga ditemukan pada beberapa area otak yaitu pada lobus temporal, lobus frontal, dan lobus oksipital. Penurunan simetri ini diduga berasal dari masa fetus dimana dan merupakan indikasi terjadinya gangguan pada lateralisasi otak saat perkembangan otak terjadi. Pada sistem limbik yang mengatur emosi dapat ditemukan penurunan masa regio amigdala, hipokampus, dan girus parahipokampus (pada gambaran MRI pasien skizofrenia). Kelainan anatomis dari korteks prefrontal juga ditemukan pada pasien skizofrenia. Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan CT-scan ataupun MRI untuk mengetahui adakah kelainan pada susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia. 4. Faktor stress kehidupan: Adolf Meyer menyatakan bahwa skizofrenia merupakan reaksi dari stres kehidupan. Pada pasien ini kejadian skizofrenia diduga berhubungan dengan pernikahan dan kehamilan anak pertama pasien ditinjau dari onset gejala skizofrenia yang dialami oleh pasien. Diduga bahwa stres pada masa pernikahan dan masa kehamilan berperan dalam terjadinya skizofrenia pada pasien ini. Selain itu, dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien mengaku suaminya selingkuh. Perlu dilakukan anamnesis tambahan kepada suami 21
untuk mengetahui apakah hal tersebut benar atau tidak. Bila suami memang selingkuh maka hal ini merupakan suatu stres kehidupan yang berat bagi pasien yang memicu terjadinya skizofrenia pada pasien ini. 9 Kelompok kami juga menetapkan diagnosis parkinsonisme sekunder akibat neuroleptika untuk pasien Ny.S. Hal ini didasari oleh trias Parkinson (tremor pada saat istirahat, rigiditas, dan bradikinesia) dan riwayat pengobatan di puskesmas 2 tahun yang lalu dimana pasien diberikan dua macam obat yang diduga adalah neuroleptika/ antipsikotik yang tipikal. Antipsikotik tipikal juga disebut sebagai antipsikotik generasi pertama/ tradisional/ konvensional. Obat antipsikotik yang ditemukan pertama kali pada pertengahan tahun 1950 ialah klorpromazine. Nama antipsikotik diberikan untuk obat-obatan yang serupa dengan klorpromazine karena obat-obatan ini efektif dan konsisten menurunkan gejala-gejala psikosis. Aktivitas antipsikotik dari obatobatan ini ialah karena mereka memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor dopamin tipe 2 (D2) dan memiliki efek antagonis terhadap reseptor D2. Antipsikotik tipikal efektif bila kurang lebih 60% reseptor D2 diduduki tapi bila sampai 80% reseptor D2 diduduki oleh antipsikotik maka akan timbul gejala-gejala gangguan ekstrapiramidal . Patofisiologi terjadinya parkinsonisme akibat neuroleptika ialah karena penghambatan reseptor D2 dalam nukleus kaudatus pada akhir jalur nigrostriatal dari neuron dopaminergik . Neuron-neuron dopaminergik pada jalur nigrostriatal juga merupakan struktur yang mengalami degenerasi pada penderita penyakit Parkinson idiopatik. Pasien yang lanjut usia dan wanita memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami parkinsonisme sekunder akibat neuroleptika. 10 3.12 PENATALAKSANAAN Tatalaksana 1. Rawat di Rumah Sakit. Untuk menyesuaikan dosis dari fase akut ke stabilisasi, selain itu mencegah pasien untuk melukai diri sendiri atau orang lain, dan untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien. 2. Episode Akut Dengan tujuan untuk menurunkan kecemasan, agresi, agitasi. Pada episode ini, maka dilakukan: 22
a. Immobilisasi secara fisik b. Diberikan obat penenang seperti Lorazepam secara intramuscular 2 mg.
3. Parkinsonisme. Untuk mengatasi gejala Parkinson pada pasien ini maka kami memberikan Triheksifenidil 1mg pada hari pertama lalu dosis di tingkatkan 2 mg setiap 2 hari sampai dosis mencapai 6 10 mg.
4. Skizofrenia. Untuk mengatasi skizofrenia maka diberikan Clozapin 200mg/hari karena gangguan ekstrapiramidalnya minimal, selain itu, Clozapin untuk mengatasi gejala positif dan negatif.
5. Psikoterapi. Pada pasien ini, diterapkan terapi perilaku untuk bisa mendekatkan pasien bersosialisasi kembali ke masyarakat. Terapi perilaku dilakukan setelah pasien stabil dan tilikannya baik. Setelah terapi perilaku, dilakukan juga Couple Therapy.
3.13 PROGNOSIS kami menetapkan prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad malam, dengan alasan : Prognosis baik Faktor pencetus yang jelas Sistem pendukung yang baik Menikah Gejala positif Prognosis Buruk Onset Muda Perilaku menarik diri, autistik Gejala negatif Tidak ada remisi dalam tiga tahun Banyak relaps Riwayat penyerangan
23
BAB IV STATUS PSIKIATRI Hari/Tanggal: .................. Rumah Sakit: UGD RSU Trisakti I. Identitas Pasien Nama Umur Alamat Pendidikan : Ny. S : 27 tahun : : Pekerjaan Agama Suku bangsa Status perkawinan : : : : menikah Pemeriksa:
II. Riwayat Psikiatrik 1. Keluhan Utama 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Kedua tangan tremor, bradikinesia, cogwheel fenomen +/+, mask face. 3. Riwayat Medik Lampau 4. Riwayat Psikiatrik Lampau : : Konsumsi dua macam obat dari dokter puskesmas. Pernah berobat ke psikiater, namun tidak di minum secara teratur sehingga gejala pada pasien masih ada. pasien jarang bergaul, mudah tersinggung, temannya yang akrab hanya satu dua orang saja . 5. Riwayat Perkembangan Sosial 6. Riwayat Keluarga :: Perkembangan pasien pada masa kanak dan remaja tidak ada kelainan fisik yang berarti. : Tiba-tiba berteriak, mengamuk dan hendak memukul suaminya dengan linggis.
24
III. Status Mental 1. Gambaran umum : Pasien bernama Ny.S, umur 27 tahun dibawa ke RS karena hendak memukul suaminya. Ia melakukan hal tersebut karena merasa ada yang menyuruhnya untuk memukul suaminya dan ia berkata bahwa suaminya berselingkuh serta hendak mencelakainya. Penampilan pasien agak lusuh, dadanannya kurang rapi dan kurus. Kedua tangannya tremor, jalannya pelan dan agak kaku, wajahnya tidak berekspresi tampak seperti topeng. 2. Mood dan Afek : afek tumpul dan tidak serasi Pada pasien ini terdapat afek yang tumpul dan tidak serasi berarti terdapat penurunan berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan ke luar dan ketidakharmonisan antara irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertainya. 3. Persepsi : halusinasi auditorik Pada pasien ini yang terjadi adalah halusinasi auditorik 2 nd order dimana pasien mendengar suara-suara yang berbicara menyuruh pasien untuk memukul suaminya. 4. Pikiran : waham curiga, waham kebesaran, waham kejar
Waham curiga adalah suatu kecurigaan yang berlebih sehingga curiga itu patologis sesuai dengan pernyataan pasien bahwa suaminya berslingkuh dengan perempuan lain. Waham kejar adalah adalah suatu waham dimana seseorang yakin bahwa dia sedang dikejar, diserang, atau bahkan akan diserang oleh orang lain. Waham sesuai dengan pernyataan pasien bahwa seseorang hendak mencelakainya. Waham kebesaran adalah suatu keyakinan pasien bahwa dirinya merupakan orang yang penting, berpengaruh, berilmu atau juga memiliki hubungan khusus dengan orang yang terkenal. 5. Sensorium dan Kognitif 6. Pengendalian Impuls 7. Pertimbangan dan Tilikan :::-
: : :
Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal. Tidak ada kelainan Pemeriksaan neurologis pada pasien menunjukkan bahwa tidak ada defisit neurologis. Pemeriksaan laboratorium pada pasien dalam batas normal. 4. Pemeriksaan Penunjang Lain : Tidak di lakukan V. Ikhtisar Penemuan Bermakna Pasien saat masa kanak dan remaja jarang bergaul, mudah tersinggung, temannya yang akrab hanya stu dua orang saja. Pasien menikah pada usia 23 tahun, punya dua anak laki-laki berusia 3 dan 1 taun, pasien jarang mengurus anaknya. Kejadian pasien berteriak teriak dan mengamuk di alami pasien sejak 3 tahun lalu, biasanya pasien sering menyendiri dalam kamar, melamun, kadang-kadang tertawa sendiri, dan bicaranya kacau. Sejak 2 tahun lalu, pasien berobat ke dokter puskesmas dan di beri 2 macam obat tapi obat tersebut tidak di minum secara teratur. Karena tidak dapat di pertahankan di rumah, pasien di bawa ke RS trisakti. Saat di RS trisakti, pasien di tanya apa sebabnya ingin memukul suaminya dengan linggis, ia mengatakan ada suara bisikan yang menyuruh pasien untuk memukul suaminya. Pasien mengatakan bahwa suaminya berselingkuh dan ingin mencelakainya. Pada pemeriksaan status mental, pada pasien terdapat waham curiga, waham kejar, waham kebesaran, halusinasi auditorik, asosiasi longgar, afek tumpul dan tidak serasi, dan perilaku gaduh gelisah. Saat di pemeriksaan fisik, di temukan adanya kelainan pada susunan saraf motorik, yaitu tampak resting tremor, bradikinesia, cogwheel phenomen, dan mask face, sedangkan pemeriksaan lainnya dalam batas normal VI. Diagnosis Multiaksial Aksis I Aksis II Aksis III Aksis IV : Skizofrenia Paranoid Remisi tak Sempurna F20.04 Parkinsonisme sekunder akibat neuroleptika G21.1 : Gangguan Kepribadian Dissosial F60.2 : tidak ada diagnosa : Masalah dengan keluarga, yaitu suaminya 26
Aksis V
komunikasi dan mengurus diri) VII. Penatalaksanaan 1. Rawat inap 2. Imobilisasi pada pasien agar pasien tidak mengamuk 3. Penatalaksanaan emergensi: Lorazepam secara intramuscular 2 mg. 4. Farmakoterapi: Triheksifenidil HCl, klozapin. 5. Terapi psikososial. Couple therapy.
27
BAB V TINJAUAN PUSTAKA Skizofrenia Paranoid Sjizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis jenis yang lain dalam jalannya penyakit. Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukkan gejala gejala skizofrenia simplex, atau gejala gejala hebefrenik dan katatonik bercampuran. Tidak demikian halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstan. Gejala gejala yang mencolok adalah waham primer, disertai dengan waham waham sekunder dan halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti ternyata ada juga gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi dan kemauan. Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan skizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain.
( 11 )
Pedoman Diagnostik Gangguan kepribadian dengan ciri ciri : Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan ; Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil ; Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman dengan menyalah artikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan ; Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada ( actual situation ) ; 28
Kecurigan yang berulang, tanpa dasar ( justification ), tentang kesetiaan seksual dari pasangannya ; Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri ( self referential attitude ) ; Preokupasi dengan penjelasan penjelasan yang bersekongkol dan tidak substantif dari suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri pasien sendiri maupun dunia pada umumnya. Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas. ( 12 ) Penatalaksanaan Skizofrenia merupakan kombinasi darigangguan pikiran, gangguan mood, dan gangguan kecemasan. Pengelolaan skizofrenia memerlukan kombinasi antipsikotik, antidepresi, dan obat anti ansietas. Berdasarkan American Psychiatric Assosiations, penggunaan antipsikotik diindikasikan untuk semua episode psikotik akut pada pasien dengan skizofrenia. Psikoterapi bukan pilihan utama perawatan untuk orang dengan skizofrenia. Psikoterapi dapat membantu mempertahankan individu di pengobatan mereka dan belajar keterampilan untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Pasien skizofrenia sering mengalami kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari seperti memasak dan perawatan pribadi serta berkomunikasi dengan orang lain dalam keluarga dan di lingkungan sekitar. Terapi rehabilitasi dapat membantu seseorang mendapatkan kembali kepercayaan diri untuk mengurus diri sendiri. Pasien skizofrenia perlu dirawat inap di rumah sakit untuk mengobservasi perkemabngannya selama 2-3 bulan. Obat antipsikotik membantu untuk menormalkan ketidakseimbangan biokimia yang menyebabkan skizofrenia dan mengurangi timbulnya kekambuhan.ada dua jenis antipsikotik, tradisional dan baru. Antipsikotik tradisional efektif mengontrol halusinasi, delusi, dan kebingungan. Haloperidol, chlorpromazine, dan fluphenazine bekerja dengan cara memblokir reseptor dopamin dan efektif untuk mengobati gejala positif (yaitu, gejala akut seperti halusinasi, delusi, gangguan berpikir, asosiasi longgar, ambivalensi, atau lability emosional), skizofrenia. 29
Efek samping yang dapat disebabkan ialah mulut kering, mata kabur, mengantuk, gelisah, dan otot yang berkedut tidak terkoordinasi (tardive dyskinesia) yang dapat permanen, tremor dan gejala ekstrapiramidal lainnya. Namun bisa juga mempengaruhi sistem saraf. Antipsikotik baru seperti seroquel, risperdal, dan clozaril. Obat-obat ini bekerja pada reseptor dopamin dan serotonin, sehingga dapat mengobati gejala positif dan negatif. Clozaril tidak menimbulkan efek samping ekstrapiramidal, tetapi menghasilkan efek samping lainnya, termasuk kemungkinan penurunan jumlah sel darah putih, kantuk, pusing, dan nafsu makan meningkat. Berat badan, yang mungkin terkait dengan tingkat gula darah yang lebih tinggi, darah tinggi tingkat lipid, dan kadang-kadang peningkatan tingkat hormon yang disebut prolaktin, juga dapat terjadi. Obat antipsikosis dapat mengobati psikosis akut dan mengurangi resiko kekambuhan pada pasien. Pengobatan dilakukan dalam dua fase: fase akut, memerluakn dosis tinggi dilanjutkan dengan fase perawatan yang bisa seumur hidup. Selama fase perawatan, dosis secara bertahap dikurangi. Jika terjadi kekambuhan, dapat dilakukan peningkatan dosis sementara. Mood stabilizer obat seperti lithium (Lithobid), divalproex (Depakote), carbamazepine (Tegretol), dan lamotrigin (Lamictal) dapat berguna dalam mengobati perubahan suasana hati yang kadang-kadang terjadi individu yang memiliki gangguan mood selain gejala psikotik (misalnya , gangguan schizoaffective, depresi selain skizofrenia). Obat-obat ini bekerja lebih lama dibandingkan dengan obat antipsikotik. Obat antidepresan adalah perawatan medis utama untuk depresi yang sering dapat menemani skizofrenia. Contoh antidepresan yang sering diberikan untuk tujuan yang mencakup serotonergik (SSRI) obat yang mempengaruhi kadar serotonin seperti fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft), paroxetine (Paxil), citalopram (Celexa), dan escitalopram (Lexapro); serotonergik kombinasi / adrenergik obat (SNRIs) seperti venlafaxine (Effexor) dan duloxetine (Cymbalta), serta bupropion (Wellbutrin), yang merupakan obat dopaminergik antidepresan. Untuk dapat menentukan apakah antipsikosis efektif atau tidak, harus mencoba untuk setidaknya 6-8 minggu. Kekambuhan pada pasien sering terjadi akibat dari penghentian penggunaan obat. Penghentian obat sering dilakukan pasien karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Pengobatan skizofrenia dapat dibantu dengan terapi psikososial. Terapi ini bertujuan 30
untuk memotivasi pasien, membuat pasien bisa melakukan kegiatan sehari-hari, dan membuat pasien dapat berkomunikasi. Rehabilitasi dapat mencakup pekerjaan dan konseling kejuruan, pemecahan masalah, sosial pelatihan keterampilan, andeducation dalam manajemen uang. Dengan demikian, pasien belajar keterampilan yang dibutuhkan untuk reintegrasi ke dalam masyarakat setelah mereka keluar dari rumah sakit. Terapi kelompok diperlukan untuk mendapatkan dukungan luar bagi anggota keluarga penderita skizofrenia. Aliansi Nasional untuk mental III (Nami)adalah sumber daya yang mendalam. Organisasi ini memberikan informasi tentang semua pengobatan untuk skizofrenia, termasuk perawatan di rumah. Terapi kelompok, dikombinasikan dengan obatobatan, menghasilkan hasil yang lebih baik daripada pengobatan obat saja, terutama pasien rawat jalan. Terapi kelompok sangat membantu dalam mengurangi isolasi sosial. Edukasi keluarga diberikan untuk menjelaskan kepada anggota keluarga tentang gejala, dan pengobatan skizofrenia, bentuk pengobatan terdiri dari menyediakan dukungan keluarga, dan akses ke perawatan penyedia selama masa krisis. Hal ini juga membuat beban anggota keluarga pasien skizofrenia berkurang, anggota keluarga cenderung lebih luas tentang gangguan tersebut dan merasa lebih didukung oleh para profesional yang terlibat, dan hubungan keluarga ditingkatkan. Keluarga pasien perlu menjaga agar jalur komunikasi terbuka tentang masalah atau kekhawatiran pasien mungkin memiliki. Memahami bahwa untuk merawat pasien dapat secara emosional dan fisik melelahkan. Luangkan waktu untuk diri sendiri. Bersabar dan tenang dalam menghadapi kasus seperti ini. Mintalah bantuan jika Anda membutuhkannya; bergabung dengan kelompok dukungan. Komunitas pengobatan asertif (ACT) merupakan terapi yang terdiri dari sebuah tim terapis dengan pasien, yang dilakukan dalam masyarakat (misalnya, rumah, kantor, atau tempat lain orang dengan skizofrenia sering pergi). Tim pengobatan terdiri dari berbagai profesional. Sebagai contoh, seorang psikiater, perawat, manajer kasus, konselor kerja, dan penyalahgunaan zat-konselor sering membentuk tim ACT. Pelatihan ketrampilan sosial mengajari pasien untuk menangani situasi sosial. Ini sering melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan sosial untuk mempersiapkan bagi mereka situasi ketika mereka benar-benar terjadi. Jenis pengobatan telah ditemukan untuk membantu orang dengan skizofrenia menolak menggunakan penyalahgunaan obat, serta meningkatkan hubungan 31
mereka dengan profesional kesehatan dan dengan orang di tempat kerja. Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah terapi berbasis realitas yang berfokus pada membantu klien memahami dan mengubah pola yang cenderung mengganggunya atau kemampuannya untuk berinteraksi dengan orang lain. Kecuali untuk orang yang sedang mengalami psikosis akut. CBT digunakan untuk membantu individu dengan gejala skizofrenia yang sudah mereda dan meningkatkan kemampuan mereka untuk berfungsi sosial. Terapi ini dapat dilakukan baik secara individu atau dalam sesi kelompok.
Prognosis Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan skizofrenia atau gangguan schizoaffective memiliki kualitas hidup yang lebih baik jika anggota keluarga mereka cenderung lebih mendukung mereka. Parkinson Disease Penyakit Parkinson merupakan 80 % dari kasus kasus parkinsonism. Terdapat dua istilah yang harus dibedakan yaitu penyakit Parkinson dan parkinsonism : Penyakit Parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra pars compacta disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut Lewy bodies. Etiologi Penyakit Parkinson Faktor Genetik Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan mengakibatkan protein beracun tak dapat didegradasi di ubiquitin proteasomal pathway. Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis di sel sel SNc sehingga meningkatkan kematian sel neuron di SNc. Inilah yang mendasari terjadinya PP 32
sporadik yang bersifat familial. Pada penelitian didapatkan kadar sub unit alfa dari proteasome 20S menurun secara bermakna pada sel neuron SNc penderita PP, dibandingkan dengan orang normal, demikian juga didapatkan penurunan sekitar 40 % dari tiga komponen ( chymotriptic, trytic dan postacidic ) dari proteasome 26S pada sel neuron SNc penderita PP. Peranan faktor genetic juga ditemukan dari hasil penelitian terhadap kembar monozigot ( MZ ) dan dizigot ( DZ ), dimana angka intrapair concordance pada MZ jauh lebih tinggi dibandingkan DZ.
Faktor Lingkungan Faktor lingkungan sebagai penyebab terjadinya PP sudah diteliti sejak 40 tahun yang lalu, sebagian setuju bahan bahan beracun seperti carbon disulfide, manganese, dan pelarut hidrokarbon yang menyebabkan sindrom paekinson, demikian juga pasca ensefalitis. Pada penelitian selanjutnya ternyata parkinsonism yang terjadi bukan PP. Saat ini yang paling diterima sebagai etiologi PP adalah proses stress oksidatif yang terjadi di ganglia basalis, apapun penyebabnya. Berbagai penelitian telah dilakukan antara lain peranan xenobiotik ( MPTP ), pestisida / herbisida, terpapar pekerjaan terutama zat kimia seperti bahan bahan cat dan logam, kafein, alcohol, diet tinggi protein, merokok, trauma kepala, depresi dan stress; semuanya menunjukkan peranan masing masing melalui jalan yang berbeda dapat menyebabkan PP maupun sindrom Parkinson baik pada penelitian epidemiologis maupun eksperimental pada primata. Umur ( Proses Menua ) Tidak semua orang tua akan menderita PP, tetapi dugaan adanya peranan proses menua terhadap terjadinya PP didasarkan pada penelitian penelitian epidemiologis tentang kejadian PP ( evidence based ). Pada penderita PP terdapat suatu tanda reaksi mikroglial pada neuron yang rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua yang normal, sehingga disimpulkan bahwa proses menua merupakan faktor resiko yang mempermudah terjadinya proses degenerasi di SNc tetapi memerlukan penyrbab lain ( biasanya multifaktorial ) untuk terjadinya PP. Ras 33
Angka kejadian PP lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit berwarna. Cedera Kranioserebral Prosesnya belum jelas. Trauma kepala, infeksi, dan tumor di otak lebih berhubungan dengan sindrom parkinson daripada penyakit parkinson ( PP ). Stres Emosional Diduga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya PP.
Patofisiologi Penyakit Parkinson Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta ( SNc ) sebesar 40 50 % yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik ( Lewy bodies ) dengan penyebab multifaktor. Sunstansia nigra ( sering disebut sebagai black substance ), adalah suatu regio kecil di otak ( brain stem ) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat kontrol / koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamin, yang berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan otot dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem syaraf pusat. Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi ( bicara ). Pada PP sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamine menurun, akibatnya semua fungsi neuron di sistem syaraf pusat ( SSP ) menurun dan menghasilkan kelambanan gerak ( bradikinesia ), kelambanan bicara dan berpikir ( bradifrenia ), tremor, dan kekakuan ( rigiditas ). Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah stress oksidatif. Stres tersebut menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti dopamine quinon yang dapat bereaksi dengan alfa sinuklein ( disebut protofibrils ). Formasi ini menmpuk, tidak dapat di degradasi oleh ubiquitin proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel sel.
34
Gambaran Klinis Penyakit Parkinson Umum : Gejala mulai pada satu sisi ( hemiparkinsonism ), Tremor saat istirahat, Tidak didapatkan gejala neurologis lain, Tidak dijumpai kelainan laboratorik dan radiologis, Perkembngan lambat, Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis, Gangguan refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit. Khusus : Gejala motorik pada penyakit Parkinson ( TRAP ) : Tremor : Laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat, saat gerak disamping adanya tremor saat istirahat. Rigiditas Akinesia / bradikinesia : Kedipan mata berkurang, wajah seperti topeng hipofonia ( suara kecil ), air liur menetes, akatisia / takikinesia ( gerakan cepat tidak terkontrol ), mikrografia ( tulisan semakin kecil ), cara berjalan ( langkah kecil kecil ), kegelisahan motorik ( sulit duduk atau berdiri ). Hilangnya refleks postural. Parkinsonisme Parkinsonisme dalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, kekakuan, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai sindrom Parkinson. Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka sindrom Parkinson diklasifikasikan sebagai berikut: Primer atau idiopatik : Penyebab tidak diketahui 35
Sebagian besar merupakan penyakit parkinson Asa peran toksin yang berasal dari lingkungan Ada peran faktor genetik, bersifat sporadis. Sekinder atau akuisita : Timbul setelah terpajan suatu penyakit / zat Infeksi dan pasca infeksi otak ( ensefalitis ) Terpapar kronis oleh toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine ( MPTP ), Mn ( mangan ), CO ( karbon monoksida ), sianida, dan lain lain. Efek samping obat penghambat reseptor dopamin ( sebagian besar obat anti psikotik ) dan obat yang menurunkan cadangan dopamin ( reserpin ) Pasca stroke ( vaskular ) Lain lain : hipothyroid, hipoparathyroid, tumor / trauma otak, hidrosefalus bertekanan normal. Sindrom parkinson plus : Gejala parkinson timbul bersama gejala neurologi lain seperti : progressive supraneural palsy, multiple system atrophy, cortical basal ganglionic degeneration, parkinson dementia ALS complex of guam, progressive palidal atrophy, diffuse Lewy body disease ( DLBD ). Kelainan degeneratif diturunkan ( heredodegenerative disorders ) Gejala parkinsonism menyertai penyakit penyakit yang diduga berhubungan drngan penyakit neurologi lain yang faktor keturunan memegang peran sebagai etiologi, seperti : penyakit Alzheimer, penyakit Wilson, penyakit hutington, demensia frontotemporal pada kromosom 17q21, X linked dystonia parkinsonism ( di Filipina disebut lubag ). ( 13 )
36
BAB VI KESIMPULAN Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa yaitu adanya hendaya berat berat dalam menilai realita. Pasien dapat didiagnosis skizofrenia dikarenakan adanya halusinasi auditorik, waham, asosiasi longgar dan gejala negative yamg didapat dari hasil anamnesis dan hasil pemeriksaan status mental. Selain skizofrenia, terdapat juga parkinsonisme pada pasien ini. Parkinsonisme pada pasien ini dapat dilihat Dari keluhan pasien yaitu adanya kaku saat berjalan, resting tremor, dan muka topeng. Kemungkinan terjadinya parkinsonisme pada pasien ini adalah efek samping dari obat neuroleptika yang dikonsumsi pasien. Untuk mengatasi gejala Parkinson pada pasien ini maka kami memberikan Triheksifenidil 1mg pada hari pertama lalu dosis di tingkatkan 2 mg setiap 2 hari sampai dosis mencapai 6 10 mg. Untuk mengatasi skizofrenia maka diberikan Clozapin 200mg/hari karena gangguan ekstrapiramidalnya minimal, selain itu, Clozapin untuk mengatasi gejala positif dan negatif.
37
DAFTAR PUSTAKA 1. Safitri A ,editor. Hipertiroidisme. At a Glance Medicine Patrick Davey.Jakarta : Erlangga;2005.p.274. 2. Muttaqin H, Sihombing RNE, editor. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : EGC ; 2010. 3. Muslim R, editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III.Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya ; 2001.p.48. 4. http://www.emedicinehealth.com/tremors/article_em.htm. Alvarez N. Tremor. Accessed on May 17, 2012 5. Alfredo Berardelli. 5 Mei 2001. Patofisiologi bradykinesia pada penyakit Parkinson. brain.oxfordjournals.org/content/.../2131.full. accessed on may 17, 2012 6. The American Heritage Medical Dictionary Copyright 2007 . available at: http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/cogwheel+rigidity. accessed on May 17, 2012 7. McNamara 2012 8. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry. 10th ed. In: Grebb JA, Pataki CS, Sussman N; editors. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p.468, 470-2, 1043-5. 9. Frankenburg 2012. 10 Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher; 2010. p.480-2. 11 Maramis W, Maramis A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press. 2009 12 Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. PT Nuh Jaya. Jakarta ;2001. p 103 38 FR. Schizophrenia: Pathophysiology. Available Accessed 05 at: May, http://emedicine.medscape.com/article/288259-overview#a0104. P, Parkinson Disease. 2009. . Available at: http://parkinsons.about.com/od/glossary/g/masked_facies.htm . accessed on May 17,
13 Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing. 2009
39