Anda di halaman 1dari 12

RUANG KAJIAN

PELAYANAN LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH (LKPP) DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Oleh : Adi Susila

Abstract
The evidence suggests that the practice of corruption, collusion and nepotism (KKN) has continued until today, including in the process of procurement of government. From 2004 to 2009, the Corruption Eradication Commission (CEC) has been dealing with 148 cases of corruption. Of that amount, as many as 63 or 43 percent of cases related to procurement of goods and services with state losses of Rp 689.195 billion. Corruption case of procurement of goods and services ever conducted on the procurement of goods and services performed by direct appointment by the state losses of Rp 649 billion, was due to mark-up reached Rp 41.3 billion. Policy Institute for Government Procurement (PIGP) plays an important role in preventing corruption in government procurement of goods and services. This paper seeks to reveal the service provided PIGP in order to improve the quality of government procurement of goods and services. Keyword: Government Policy, Service Delivery, Corruption, Collusion and Nepotism.

A.

PENDAHULUAN rekomendasi penyelesai-an terkait permasalahan pengadaan barang/jasa baik melalui konsultasi tatap muka, surat, email, telepon sampai dengan advokasi/ pendampingan pengadaan untuk beberapa proyek strategis dengan nilai yang cukup besar. Selama tahun anggaran 2009, pelaksana di lingkungan Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP telah melaksanakan

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), salah satu fungsi LKPP adalah pemberian bimbingan teknis dan advokasi. Fungsi dimaksud telah dilaksanakan oleh Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah khususnya Direktorat Bimbingan Teknis dan Advokasi dengan

pemberian rekomendasi melalui telepon/SMS sejumlah rata-rata 10 kali/hari, konsultasi tatap muka lebih dari 500 kali, melalui media surat tercatat lebih dari 400 kali serta pendampingan/ advokasi untuk beberapa proyek besar antara lain proyek pembangunan teaching hospital di 17 universitas dengan nilai Rp. 15.000.000.000,s/d Rp.330.000.000.000,Fakta menunjukkan bahwa praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat ini, termasuk dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Sejak 2004 hingga 2009, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menangani 148 perkara tindak pidana korupsi. Dari jumlah itu, sebanyak 63 kasus atau 43 persennya terkait dengan pengadaan barang dan jasa dengan kerugian negara mencapai Rp 689,195 miliar. Kasus korupsi pengadaan barang dan jasa tersebut terbanyak dilakukan pada pengadaan barang dan jasa yang dilakukan dengan penunjukan langsung dengan kerugian negara mencapai Rp 649 miliar, sedang yang disebabkan mark up mencapai Rp 41,3 miliar (http://www.riaupos.com, 31 Desember 2009). Masih dari sumber yang sama data jumlah pengaduan masyarakat ke KPK yang terkait dengan tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah juga mengalami peningkatan. Pada 2008, pengaduan yang masuk mencapai 974 pengaduan dan pada 2009 meningkat menjadi 1.137 pengaduan. Obyek yang diadukan, instansi pusat mencapai 283 pengaduan, BUMN 193

pengaduan, pemerintah propinsi 272 pengaduan, dan pemerintah kabupaten/kota 1.363 pengaduan. Bahkan jauh sebelumnya, ekonom Prof.DR. Soemitro Djojohadikusumo (almarhum) pernah mengemukakan bahwa tidak kurang dari 30 persen terjadi kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersumber dari kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah (Koran Tempo, 24 Maret 2009). Untuk mengatasi permasalahan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah tersebut, Pemerintah telah berkomitmen menempatkan pengadaan barang dan jasa dalam kebijakan pemberantasan korupsi dan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi dan menjadi prioritas kerja Kabinet Indonesia Bersatu II. Prioritas ini belum bergeser dari Inpres Nomor 5 Tahun 2004 dimana pemerintah telah berkomitmen akan melaksanakan proses pengadaan yang lebih transparan, yang mengedepankan persaingan usaha yang sehat, non diskriminatif, sehingga lebih efisien, efektif, dan akuntabel. Untuk memperkuat komitmen tersebut secara kelembagaan, pemerintah telah membentuk Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang merupakan lembaga pemerintah non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Hal ini mengingat lingkup dan cakupan pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan permasalahan lintas institusi dan lintas sektor yang memiliki

73
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

dampak langsung bagi pengembangan iklim dan dunia usaha pada umumnya. LKPP dibentuk dengan maksud untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah yang sedang berjalan. Perbaikan dan penyempurnaan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan bagian dari informasi pengelolaan keuangan Negara yang sedang dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu, di samping sebagai regulator, LKPP juga diberi tugas untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) pengelola pengadaan, melakukan monitoring terhadap pelaksanaan pengadaan, memperkenalkan sistem baru dan tatakelola pengadaan barang/jasa pemerintah, serta melakukan advokasi dan pendampingan dalam proses pengadaan di Indonesia. Selain pembenahan sistem, untuk mewujudkan proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pengadaan sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden No 80 Tahun 2003 dan Inpres 54/2010, diperlukan adanya layanan bimbingan teknis dan advokasi di lembaga-lembaga pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah. Layanan ini meliputi pembahasan materi terkait dengan permasalahan pengadaan barang/jasa baik pembahasan kasus, penjelasan aturan yang dianggap multi tafsir maupun problematika pengadaan barang/jasa lainnya sebagai upaya pembelajaran untuk meminimalisasi terjadinya pelanggaran di kemudian

hari. Sebagai upaya preventif, fungsi yang telah dijalankan oleh Direktorat Bimbingan Teknis dan Advokasi LKPP ini terus diupayakan perbaikannya. Hal ini mengingat bahwa pelayanan publik di Indonesia pada umumnya masih menghadapi berbagai permasalahan dan kendala yang mengakibatkan belum optimalnya pelayanan yang diberikan. Menurut DR. Ismail Mohamad, Deputi II Bidang Kajian Manajemen Kebijakan dan Pelayanan Lembaga Administrasi Negara, permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri (2003:4). Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain: kurang responsif; kurang informatif; kurang accessible; kurang koordinasi; birokratis; kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat; dan inefisien. Dilihat dari sisi sumberdaya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika, serta masalah renumerasi. Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hierarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi (Ismail Mohamad, 2003: 5-6). Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain: penetapan standar pelayanan; pengembangan

74
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

standard operating procedures (SOP); pengembangan survey kepuasan pelanggan; pengembangan sistem pengelolaan pengaduan (ibid, 7). Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensikompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP,

maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Di samping itu SOP juga bermanfaat dalam hal: Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus; Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku; Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan; Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahanperubahan tertentu dalam prosedur pelayanan; Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan; Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas.

75
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan secara efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan. Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang,

pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi. Di samping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyeleng-garaan pelayanan.

B. Tugas Pokok dan Fungsi LKPP dalam Mewujudkan Good Covernance and Clean Government Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan bentuk layanan publik yang diberikan pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Mengingat kebutuhan masyarakat semakin banyak dan kompleks, demikian pula nilai-nilai yang dianut masyarakat, maka kualitas pelayanan publik dalam bentuk pengadaan barang/jasa ini harus terus ditingkatkan kualitasnya. Peningkatan kualitas pengadaan barang/jasa pemerintah ini juga dilandasi oleh kebutuhan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean Government). Untuk melaksanakan prinsip Good

76
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

Governance and Clean Government, maka pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien, serta mewujudkannya dengan tindakan dan peraturan yang baik dan tidak berpihak (independen), serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel. Demikian pula dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas serta prinsip persaingan/kompetisi yang sehat dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai APBN/APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat. Untuk menciptakan pengadaan barang/jasa pemerintah yang transparan, akuntabel serta mengedepankan prinsip persaingan/ kompetisi yang sehat diperlukan perencanaan, pengembangan dan penyusunan strategi, penentuan kebijakan serta aturan perundangan pengadaan barang/jasa pemerintah yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan lingkungan internal maupun eksternal secara berkelanjutan, berkala, terpadu, terarah dan terkoordinasi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut dan mengingat bahwa lingkup dan cakupan pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan permasalahan

lintas institusi dan lintas sektor yang memiliki dampak langsung bagi pengembangan usaha kecil, produksi dalam negeri, dan pengembangan iklim dan dunia usaha pada umumnya, maka dipandang perlu untuk dibentuk suatu lembaga yang menangani permasalahan pengadaan barang/jasa pemerintah. Menimbang beberapa pokok pikiran tersebut di atas, pemerintah melalui Peraturan Presiden No 106 Tahun 2007 telah membentuk Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Di negara-negara lainpun di dunia memiliki organisasi/lembaga yang tugas dan fungsinya seperti LKPP, sebagai contoh: Office of Federal Procurement Policy (OFPP) di USA, Office of Government Commerce (OGC) di Inggris, Government Procurement Policy Board (GPPB) di Philippina, Public Procurement Policy Office (PPPO) di Polandia, Public Procurement Service (PPS) di Korea, dsb. Dalam melaksanakan tugas pengembangan dan perumusan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah, LKPP menyelenggarakan fungsi: penyusunan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan dan standar prosedur dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah termasuk pengadaan badan usaha dalam rangka kerja sama pemerintah dengan badan usaha; penyusunan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan pembinaan sumber daya manusia dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah; pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya; pembinaan dan pengembangan

77
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

sistem informasi serta pengawasan penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (electronic procurement); pemberian bimbingan teknis, advokasi dan bantuan hukum; dan penyelenggaraan pelayanan administrasi umum dibidang perencanaan umum, penatausahaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan serta rumah tangga. Fungsi LKPP sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia No 106/2007 tersebut sudah lengkap yang mencakup semua fungsi-fungsi manajemen, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, staffing, pengarahan, koordinasi, dan penganggaran. Problemnya adalah bagaimana mengimplementasikan semua fungsi-fungsi tersebut secara optimal. Untuk itu, evaluasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk dilakukan guna mengetahui sudah sejauh mana implementasi fungsi-fungsi yang diamanatkan kepada LKPP tersebut. Evaluasi juga dimaksudkan untuk terus meningkatkan kinerja LKPP mengingat perannya yang sangat strategis dimana LKPP merupakan satusatunya lembaga pemerintah yang mempunyai tugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Dari segi organisasi, susunan organisasi LKPP terdiri dari: Kepala; Sekretariat Utama; Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan; Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi; Deputi Bidang

Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia; dan Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah. Kepala mempunyai tugas memimpin LKPP dalam menjalankan tugas dan fungsi LKPP. Sekretariat Utama adalah unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala yang bertugas melaksanakan koordinasi, pembinaan dan pengendalian terhadap program, kegiatan, administrasi dan sumber daya di lingkungan LKPP. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi: koordinasi kegiatan di lingkungan LKPP; penyelenggaraan pengelolaan administrasi umum untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi di lingkungan LKPP; penyelenggaraan hubungan kerja dibidang administrasi dengan lembaga terkait; dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala LKPP. Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan adalah unsur pelaksana tugas LKPP yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala yang dipimpin oleh Deputi. Deputi ini mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan penyusunan strategi dan kebijakan pengembangan pengadaan barang/jasa pemerintah termasuk pengadaan badan usaha dalam rangka kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi ini menyelenggarakan fungsi: penyusunan rumusan strategi dan kebijakan dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah dan

78
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

pengadaan badan usaha dalam rangka kerja sama pemerintah dengan badan usaha termasuk kerja sama internasional yang terkait dengan pengadaan barang/jasa pemerintah; penyusunan standar, pedoman, prosedur dan manual untuk proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi adalah unsur pelaksana tugas LKPP yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala dan dipimpin oleh Deputi. Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi mempunyai tugas melaksanakan pemantauan, penilaian, melakukan evaluasi dan memberikan masukan atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah tahun sebelumnya untuk menjadi bahan penyusunan proses perencanaan dan anggaran serta pembinaan dan pengembangan sistem informasi pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (electronic procurement). Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi ini menyelenggarakan fungsi: penyiapan dan perumusan kebijakan sistem pemantauan, penilaian dan evaluasi pelaksanaan proses pengadaan barang/jasa pemerintah; koordinasi dan sinkronisasi pemantauan dan evaluasi pelaksanaan proses pengadaan barang/jasa pemerintah melalui permintaan data hasil pengadaan barang/jasa yang telah dan sedang berjalan kepada instansi di Pusat dan di Daerah; penyiapan masukan kepada Departemen/ Kementerian Keuangan dan

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tentang rencana pengadaan sebagai bahan referensi penyusunan dan pelaksanaan anggaran untuk dicantumkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) yang akan dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; dan melakukan koordinasi, pembinaan, pengawasan dan pengembangan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik. Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia adalah unsur pelaksana tugas LKPP yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala dan dipimpin oleh Deputi. Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan penyusunan strategi dan kebijakan pembinaan sumber daya manusia di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi ini menyelenggarakan fungsi: penyiapan dan perumusan kebijakan sistem pemantauan, penilaian dan evaluasi pelaksanaan proses pengadaan barang/jasa pemerintah; penyusunan rencana dan program serta penyelenggaraannya pembinaan nasional di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah; penyusunan sistem dan penyelenggaraan pengujian kompetensi profesi di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. Melalui penyelenggaraan

79
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

fungsi-fungsi ini diharapkan akan terpenuhinya sumber daya manusia pengadaan barang/jasa pemerintah yang memenuhi kualifikasi dalam jumlah yang memadai sehingga kualitas pengadaan barang/jasa pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah dapat terus ditingkatkan. Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah adalah unsur pelaksana tugas LKPP yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala dan dipimpin oleh Deputi. Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah mempunyai tugas memberikan saran, pendapat, rekomendasi dalam penyelesaian sanggah dan permasalahan hukum lainnya di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi ini menyelenggarakan fungsi: pemberian bimbingan teknis dan advokasi kepada seluruh stakeholders terkait dengan aturan/regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah; pemberian pendapat, rekomendasi dan tindakan koreksi kepada para pengelola pengadaan yang sedang atau akan melakukan proses pengadaan barang/jasa; pemberian bantuan, nasihat dan pendapat hukum kepada pengelola pengadaan yang sedang menghadapi permasalahan dari proses pengadaan yang telah lalu; pemberian pendapat hukum dan kesaksian ahli di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. Dengan demikian Deputi ini lebih banyak bersentuhan dengan proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah sehingga keberadaannya menjadi ujung tombak dari layanan

yang diberikan LKPP. Dari sekian banyak fungsi yang dimiliki LKPP, fungsi yang diselenggarakan Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah ini langsung berhubungan dengan masyarakat baik pengelola pengadaan maupun pihak-pihak lain yang terkait dengan proses pengadaan barang/jasa pemerintah sehingga kinerjanya akan langsung dirasakan oleh masyarakat. Oleh karena itu upaya untuk mewujudkan Good Governance and Clean Government di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah sangat tepat dimulai dari pelayanan bimbingan teknis dan advokasi. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Agus Dwiyanto (2005: 20-22); ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan good governance di Indonesia. Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana Negara yang diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan lembaga-lembaga non-pemerintah. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dimana berbagai aspek good governance dapat diartikulasikan secara relatif lebih mudah. Aspek kelembagaan yang selama ini sering dijadikan rujukan dalam menilai praktek governance dapat dengan mudah dinilai dalam praktek penyelenggaraan pelayanan publik. Ketiga, pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance. Pemerintah sebagai representasi Negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar memiliki kepentingan dan keterlibatan yang

80
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

sangat tinggi dalam ranah ini. Dengan demikian upaya-upaya yang dilakukan Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah khususnya Direktorat Bimbingan Teknis dan Advokasi untuk meningkatkan kualitas pelayanannya memiliki kedudukan yang strategis. Melalui upaya-upaya perbaikan kualitas pelayanan ini diharapkan akan memberikan kontribusi yang besar dalam mewujudkan good governance and clean government baik di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Berdasarkan hasil analisis di atas terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan LKPP dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu: pertama, mengingat layanan yang diberikan LKPP seperti bimbingan teknis, konsultasi di kantor LKPP, konsultasi melalui email dan surat berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah sangat dibutuhkan oleh stakeholders pengadaan barang/jasa pemerintah, maka LKPP perlu menjadikan layanan ini sebagai agenda rutin/program prioritas. Sejalan dengan komitmen pemerintah yang menempatkan pengadaan barang/jasa dalam kebijakan pemberantasan korupsi dan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi, LKPP perlu melakukan gebrakan dengan mengadakan kegiatan yang berskala nasional dengan melibatkan para pejabat di tingkat Pusat dan para Kepala Daerah sehingga keberadaan dan misi LKPP lebih dikenal oleh masyarakat. Kegiatan semacam ini diperlukan untuk meningkatkan komitmen

pemerintah khususnya para kepala daerah dalam meningkatkan kualitas proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Kedua, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan bimbingan teknis, LKPP diharapkan mempermudah persyaratan untuk pengajuan permohonan bimbingan teknis, materi bimbingan teknis bersifat fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan stakeholders, lebih mengedepankan metode workshop, dan melakukan kerjasama dengan berbagai instansi baik di Pusat maupun Daerah dalam penyelenggaran bimbingan teknis khususnya dalam penyediaan narasumber. Untuk mendukung layanan bimbingan teknis yang berkualitas, LKPP perlu melakukan standarisasi bimbingan teknis khususnya narasumber. Ketiga, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan konsultasi di Kantor LKPP, LKPP perlu memperbanyak petugas (konselor) yang berkualitas, memperbaiki prosedur antrian konsultasi dengan menggunakan cara antrian elektronik/digital. Keempat, mengingat stakeholders pengadaan barang/jasa pemerintah membutuhkan layanan konsultasi melalui email dan surat dan berdasarkan hasil survey mereka menginginkan jawaban/ advis/ ekomendasi yang lebih jelas, maka LKPP perlu memperbaiki jawaban/advis/rekomendasi menjadi lebih jelas yaitu disamping menggunakan bahasa hukum yang lugas juga dilengkapi dengan

81
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

uraian/ilustrasi/contoh untuk memperjelas jawaban/advis/rekomendasi tersebut. DAFTAR PUSTAKA Ainur Rohman, Ahmad, dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik. Malang: Program Sekolah Demokrasi PLaCIDS, Averroes, dan KID. Batubara, Alwi Hashim. Pelayanan Publik sebagai Pintu Masuk dalam Mewujudkan Good Governance. Makalah dalam Jurnal Analisis Administrasi dan Kebijakan. Dwiyanto, Agus, dkk. 2001. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM. _______________, 2003a. Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM. _______________, 2003b. Teladan dan Pantangan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM. _______________(ed), 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Effendi, Sofian. 2010. Reformasi Tata Kepemerintahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hidayat, Ahmad. Transparansi Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia. Makalah dalam www.untagjakarta.ac.id. Keban, Yeremias T., 2001. Etika Pelayanan Publik: Pergeseran Paradigma, Dilema dan Implikasinya bagi Pelayanan Publik di Indonesia. Makalah dalam Majalah Perencanaan Pembangunan Edisi 24 Tahun 2001. Kurniawan, Luthfi J., dan Najib, Mokhammad (ed), 2008. Paradigma Kebijakan Pelayanan Publik: Rekonstruksi Pelayanan Publik Menuju Pelayanan yg Adil, Berkualitas, Demokratis, dan Berbasis Hak Rakyat. Malang: In-Trans. Larasati, Endang. Konstruksi Pelayanan Publik di Indonesia. Makalah dalam http://www.foxitsoftware.com. Mohamad, Ismail. 2003. Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi. Makalah disampaikan dalam seminar Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi yg diselenggarakan oleh Bappenas, pada tanggal 18 Desember 2003, di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat. Osborne, David and Peter Plastrik, 1997. Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government. Massachusetts: AddisonWestley Publishing Company, Inc. Poltak Sinambela, Lijan, dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik: Teori,

82
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara. Pramusinto, Agus, dan Purwanto, Agus (ed). 2009. Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan, dan Pelayanan Publik: Kajian Tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media, JIAN-UGM, dan MAPUGM. Prasojo, Eko. 2009. Reformasi Kedua: Melanjutkan Estafet Reformasi. Jakarta: Salemba Humanika. _____________, dkk. 2006. Kinerja Pelayanan Publik: Persepsi Masyarakat terhadap Kinerja, Keterlibatan, dan Partisipasi dalam Pelayanan Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Kependudukan. Jakarta: YAPPIKA. Ratminto & Atik Septi Winarsih, 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Subarsono, AG.2005. Pelayanan Publik Yang Efisien, Responsif, dan Non-Partisan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Syafrudin, 2008. Hubungan Birokrasi dan Pasar Dalam Pelayanan Publik di Indonesia Pasca Orde Baru. Makalah dalam rangka tugas mata kuliah di Program S2 Ilmu Politik UGM Yogyakarta. Zeithaml, V.A., Parasuraman & L.L. Berry. 1990. Delivering Quality Services: Balancing Customer

Perceptions and Expectation. New York: the Free Press Peraturan Perundangan: UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Peraturan Presiden RI Nomor 106 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 Tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 Tanggal 24 Februari 2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

83
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

Anda mungkin juga menyukai