Anda di halaman 1dari 7

Ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir berperan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia.

Hasil survei menunjukkan bahwa keuntungan ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di bidang kesehatan, manufaktur, penelitian, pengolahan makanan, pengolahan limbah, transportasi, dan lain-lain, mencapai 4-5 kali lebih besar dibanding keuntungan ekonomi yang dihasilkan oleh pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di bidang energi seperti PLTN. Di bidang kesehatan, Indonesia sebagai negara terbuka dan memiliki kemajemukan sosial budaya, saat ini sedang menghadapi tantangan yang besar dalam pengendalian penyakit infeksi. Penyakit menular atau infeksi masih merupakan salah satu penyakit penting dan menjadi masalah nasional karena berakibat serius pada kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit menular seperti Tuberkulosis (TBC), Demam Berdarah Dengue, Malaria, Filariasis dan penyakit infeksi lainnya perlu ditangani dengan lebih baik. Penyakit akibat infeksi telah menghabiskan dana yang sangat besar untuk pengendalian dan penanggulangannya. Infeksi ataupun penyakit akibat infeksi telah menyebabkan kematian sebanyak 13 juta orang di seluruh dunia setiap tahun, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Angka kematian yang besar tersebut dapat dicegah jika dilakukan diagnosa yang cepat dan tepat serta didukung oleh penanganan yang efektif dan efisien antara lain melalui pengembangan teknik deteksi berbasis nuklir. Teknik nuklir dapat digunakan untuk melengkapi teknik diagnosa konvensional yang prosedurnya panjang (laborious) dan kurang sensitif. Teknik nuklir bersifat unik/spesifik dan menawarkan beberapa kelebihan antara lain lebih sensitif dan cepat. BATAN melalui berbagai macam kompetensinya di bidang teknologi nuklir untuk kesehatan diharapkan dapat ikut memecahkan masalah penyakit infeksi di Indonesia sehingga pengendalian penyakit infeksi dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien melalui kegiatan litbang yang komprehensif dan terpadu sehingga pada suatu saatnya akan terwujud peran serta BATAN sebagai tempat pelayanan, penelitian, pendidikan dan network (jejaring) baik secara nasional maupun internasional. Hasil-hasil penelitian tersebut dirangkum dalam Pengembangan Teknik Deteksi Penyakit Berpola Infeksi. Infeksi merupakan hasil interaksi antara mikroorganisme dengan inang rentan yang terjadi melalui suatu transmisi baik melalui darah, udara atau kontak langsung. Dengan berbekal pengetahuan tentang patogenesis infeksi yang meliputi interaksi mikroorganisme dan inang, serta cara transmisi atau penularan infeksi, serta kemampuan memutuskan interaksi antara mikroorganisme dan inang maka segala bentuk infeksi dapat dicegah antara lain dengan memutus interaksi antara mikoorganisme dan inang. Oleh karena itu selain pengembangan teknik deteksi penyakit infeksi, teknik pengendalian binatang sebagai vektor penyakit infeksi juga dilakukan menggunakan keunggulan teknologi nuklir seperti Teknik Serangga Mandul (TSM) maupun pengembangan vaksinnya. Hasil-hasil penelitian tersebut dirangkum dalam Pengembangan Teknik Pengendalian Penyakit Bervektor Binatang. Kedokteran nuklir yang merupakan salah satu bidang keahlian dalam kedokteran, menggunakan isotop radioaktif secara aman, tanpa rasa sakit bermakna dan relatif lebih murah, untuk tujuan diagnosa maupun pengobatan penyakit. Pencitraan organ melalui teknik kedokteran nuklir dikatakan unik karena dapat menggambarkan fungsi disamping gambaran umum tentang anatomi organ. Dengan cara ini dapat diperoleh informasi medis tanpa melalui operasi, yang dengan cara lain mungkin tidak dapat dilakukan karena membutuhkan teknik operasi atau biaya yang lebih mahal. Karena kemampuannya

untuk menggambarkan fungsi dan struktur organ, maka banyak penyakit yang dapat dideteksi dini, sehingga pengobatannya pun menjadi lebih efektif. Penggunaan isotop radioaktif dalam kedokteran nuklir yang diistilahkan dengan radiofarmaka dapat dilakukan secara in vivo, yakni sejumlah radiofarmaka dimasukkan secara langsung ke dalam tubuh pasien, atau secara in vitro, yakni sampel biologik dari pasien direaksikan dengan radioisotop didalam tabung . Pada prosedur invivo, radiofarmaka yang disuntikkan akan menuju organ target melalui aliran darah dan ikut serta dalam proses proses yang berhubungan dengan fungsi organ tersebut. Pada prosedur invitro, salah satunya adalah teknik Radio Immuno Assay (RIA), radioisotop ditempelkan pada suatu antigen tertentu untuk direaksikan dengan sampel biologik, dapat digunakan untuk mengukur kadar zat (misalnya hormon) dalam tubuh pasien. Untuk diagnosa penyakit, suatu citra hasil pemeriksaan kedokteran nuklir adalah pemetaan dari distribusi radiofarmaka pada organ target yang menggambarkan fungsi. Untuk terapi penyakit, teknik terapi metabolis menggunakan radionuklida merupakan metode yang ampuh untuk pengobatan kanker. Dosis radiasi untuk jaringan target dipilih secara selektif melalui mekanisme sistematis dan non-invasive. Kedokteran nuklir yang merupakan hasil kolaborasi multidisiplin yang mencakup fisiologi, instrumentasi, radiofarmasi, matematika modeling, ilmu komputer, radiobiologi, proteksi radiasi, statistik dan aplikasi klinik akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan bidang-bidang ilmu penopangnya termasuk nano-technology. Abad 20 ditandai dengan perkembangan yang menakjubkan di bidang ilmu dan teknologi, termasuk disiplin ilmu dan teknologi nuklir dalam kedokteran serta kesehatan. Terobosan penting dalam bidang ilmu dan teknologi ini memberikan sumbangan yang sangat berharga pada diagnosis dan terapi berbagai penyakit termasuk penyakit-penyakit yang secara epidemologis muncul sebagai konsekuensi logis dari pembangunan di segala bidang yang telah meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Hasil-hasil kegiatan penelitian tersebut dirangkum dalam Aplikasi Teknik Nuklir untuk Kedokteran dan Penguasaan Teknologi Micro-Nanospheric untuk Aplikasi Kedokteran Nuklir. http://www.artikelkedokteran.com/109/%E2%80%9Cdampak-positif-dan-negatif-darinuklir%E2%80%9D.html

Kompas.com - Tak kenal maka tak sayang. Demikianlah pepatah yang bisa menggambarkan mengapa masih banyak kecurigaan terhadap teknologi nuklir, termasuk dalam bidang kesehatan. Meski nuklir sudah banyak dimanfaatkan dalam pengunaan damai namun masyarakat selalu mengaitkan nuklir dengan bom nuklir yang mematikan. Padahal aplikasi teknik nuklir sudah dipakai secara luas dalam berbagai bidang mulai dari pertanian sampai kesehatan. Di bidang kedokteran, teknologi pemindaian berbasis nuklir dinilai memberi data yang lebih akurat dalam deteksi penyakit dibanding cara konvensional. Karenanya hampir semua rumah sakit di negara maju memiliki unit kedokteran nuklir, termasuk di Indonesia, khususnya di kota besar. Kedokteran nuklir merupakan ilmu kedokteran yang dalam kegiatannya menggunakan radioaktif terbuka, baik untuk diagnosis maupun dalam pengobatan penyakit, atau dalam penelitian. Walau

sudah dikembangkan di tanah air sejak tahun 1960-an, nyatanya citra seram terlanjur melekat pada kata nuklir. Ketakutan masyarakat akan nuklir diakui oleh dr.Fadil Nazir, Sp.KN. "Kalau pasien datang pertama kali mereka ragu jika diminta melakukan pemeriksaan dengan kedokteran nuklir. Baru setelah diberi penjelasan dan melakukan pemeriksaan mereka sadar ketakutan mereka berlebihan," katanya. Dalam mendiagnosis penyakit seseorang sangat dibutuhkan fasilitas penunjang yang baik dengan akurasi tinggi. Tujuannya, agar pasien mendapat penanganan terbaik, cepat dan tepat sehingga waktu perawatan lebih cepat, penderitaan pasien berkurang, serta biaya perawatan lebih hemat. Menurut Fadil, dibandingkan dengan teknik diagnostik radiasi lainnya, pemeriksaan dengan kedokteran nuklir jauh lebih nyaman, akurat, dan dampak paparannya lebih kecil. Teknik diangostik dengan kedokteran nuklir yang banyak dipakai dalam dunia kedokteran antara lain pencitraan medis PET (positron emission tomography), MRI (magnetic resonance imaging), CT-Scan (computed tomography), dan masih banyak lagi. Yang terakhir sedang dikembangkan adalah nano scan-PET Ditambahkan Fadil, dengan teknologi tersebut kini berbagai jenis kanker serta gangguan jantung dan pembuluh darah bisa dideteksi lokasinya secara lebih tepat sehingga pengobatannya pun efektif. Dalam penyakit kanker, prosedur diagnosis kanker bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan lokasi kanker. Setiap jenis kanker memiliki kecepatan laju pertumbuhan sendiri-sendiri, kecenderungan perkembangan, maupun jenis organ tubuh tertentu yang mudah terkena penyebarannya. Dengan mengidentifikasi jenis kanker dan penyebarannya, dokter bisa mengantisipasi kemungkinan sifat kanker tersebut, sehingga dokter bersama pasien bisa melakukan rencana pengobatan yang tepat. Sementara itu terapi radiasi sendiri sudah menjadi pilihan lain untuk menghancurkan sel kanker. Radiasi yang dipakai dalam terapi ini hanya bereaksi pada sel-sel kanker yang berlokasi di daerah yang terkena radiasi. Biasanya digunakan sebelum dilakukan pembedahan untuk memperkecil tumor ganas, atau sehabis pembedahan untuk menghancurkan sel kanker yang mungkin tersisa. Radiasi kecil Kekhawatiran utama akan teknologi nuklir adalah efek radiasinya. Dalam kedokteran nuklir, menurut Fadil risikonya justru lebih kecil. "Pada umumnya peralatan yang dipakai tidak mengandung radiasi. Sementara pasien sendiri diberikan sumber radiasi terbuka namun penggunaannya sesuai standar," katanya.

Hal senada diungkapkan Johan S.Masjhur, guru besar dari FK-Universitas Padjajaran. "Penggunaannya dengan prinsip kehati-hatian dan dalam batas aman," katanya dalam sebuah kesempatan. Standar keamanan alat yang dipakai di Indonesia mengikuti standar IAEA (International Atomicenergy Agency) dan juga ICRP (International Commision on Radiation Protection) dengan prinsip serendah dan seminimal mungkin. Semuanya dibawah pengawasan Batan dan Bapeten. "Dampak yang tidak diinginkan bisa saja akibat faktor kelalain, tapi kami sudah memiliki standar baku untuk mendeteksi paparan yang terjadi dan tindakan yang harus dilakukan," tegas Fadil. Masih tertinggal Perkembangan kedokteran nuklir di Indonesia, menurut Fadil, jauh tertinggal dibandingkan dengan bidang spesialis lainnya. Sampai saat ini baru terdapat 16 pusat kedokteran nuklir, baik milik pemerintah atau swasta di berbagai provinsi. "Dari jumlah tersebut sekitar 4 pusat kedokteran nuklir sudah tidak berfungsi lagi karena perangkat pendukung utamanya sudah tua," kata ahli kedokteran nuklir dari Batan ini. Bukan hanya peralatan yang tertinggal, jumlah sumber daya manusianya juga kekurangan. Kondisi tersebut semata-mata karena sampai saat ini institusi pendidikan yang menghasilkan spesialis kedokteran nuklir hanya satu, yakni Universitas Padjajaran di Bandung. "Sampai tahun ini yang selesai pendidikan ada 14 orang, dan 19 orang masih dalam pendidikan," imbuhnya. Kendati begitu, Fadil menolak jika dari sisi keilmuwan kita dianggap ketinggalan. "Kebutuhan kasusnya meningkat terus, sementara perkembangan fasilitas canggih seperti PET yang dimiliki rumah sakit terus bertambah," paparnya.
Bencana di Jepang memicu kekhawatiran akan adanya kebocoran reaktor nuklir seperti yang terjadi di Chernobyl tahun 1986. Dampak radiasi bermacam-macam, ada yang bisa dirasakan seketika dan ada yang baru muncul dalam jangka panjang. Kebocoran reaktor nuklir terburuk dalam sejarah terjadi di Chernobyl, Ukraina pada April 1986. Selain memicu evakuasi ribuan warga di sekitar lokasi kejadian, dampak kesehatan masih dirasakan para korban hingga bertahun-tahun kemudian misalnya kanker, gangguan kardiovaskular dan bahkan kematian. Secara alami, tubuh manusia memiliki mekanisme untuk melindungi diri dari kerusakan sel akibat radiasi maupun pejanan zat kimia berbahaya lainnya. Namun seperti dikutip dariFoxnews, Minggu (13/3/2011), radiasi pada tingkatan tertentu tidak bisa ditoleransi oleh tubuh dengan mekanisme tersebut. Editor kesehatan dari Foxnews Health, Dr Manny Alvarez mengatakan ada 3 faktor yang mempengaruhi dampak radiasi nuklir. Ketiganya meliputi total radiasi yang dipejankan,

seberapa dekat dengan sumber radiasi dan yang terakhir adalah seberapa lama korban terpejan oleh radiasi. Ketiga faktor tersebut akan menentukan dampak apa yang akan dirasakan para korban. Radiasi yang tinggi bisa langsung memicu dampak sesaat yang langsung bisa diketahui, sementara radiasi yang tidak disadari bisa memicu dampak jangka panjang yang biasanya malah lebih berbahaya. Dampak sesaat atau jangka pendek akibat radiasi tinggi di sekitar reaktor nuklir antara lain sebagai berikut.

1. 2. 3. 4.

Mual muntah Diare Sakit kepala Demam.

Sementara itu, dampak yang baru muncul setelah terpapar radiasi nuklir selama beberapa hari di antaranya adalah sebagai berikut.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Pusing, mata berkunang-kunang Disorientasi atau bingung menentukan arah Lemah, letih dan tampak lesu Kerontokan rambut dan kebotakan Muntah darah atau berak darah Tekanan darah rendah Luka susah sembuh.

Dampak kronis alias jangka panjang dari radiasi nuklir umumnya justru dipicu oleh tingkat radiasi yang rendah sehingga tidak disadari dan tidak diantisipasi hingga bertahun-tahun. Beberapa dampak mematikan akibat paparan radiasi nuklir jangka panjang antara lain sebagai berikut.

1. 2. 3. 4.

Kanker Penuaan dini Gangguan sistem saraf dan reproduksi Mutasi genetik.

Kedokteran Nuklir adalah spesialis kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka untuk menilai fungsi dan metabolisme organ , mendiagnosa, dan mengobati penyakit. Di Indonesia, terapi kedokteran nuklir telah rutin digunakan pada beberapa penyakit, antara lain:

1. Terapi penyakit tiroid Terapi penyakit tiroid jinak maupun ganas dengan I-131 merupakan modalitas yang telah digunakan secara luas sejak tahun 1940-an. Energi radiasi dari sinar beta yang dimiliki oleh I-131 akan mengablasi jaringan tiroid fungsional sehingga diharapkan produksi hormon tiroid dan ukuran dari kelenjar tiroid akan berkurang. Yang dimaksud dengan penyakit tiroid jinak adalah hipertiroidi dan struma multinodosa atau struma difusa non-toksik. Di Amerika Serikat terapi I-131 merupakan terapi pilihan pertama untuk pasien dengan hipertiroidi; namun di Eropa dan Jepang terapi I-131 baru dilakukan apabila terjadi kegagalan dengan obat anti-tiroid (OAT). Penyakit keganasan tiroid yang dapat diberikan terapi NaI-131 adalah karsinoma tiroid berdiferensiasi baik (KTB). KTB merupakan keganasan yang berasal dari jaringan epitel folikel tiroid dan masih dapat mensintesis tiroglobulin dan mengakumulasi iodium. KTB dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan histopatologis yaitu folikuler, papilifer, dan campuran. Terapi utama dari KTB adalah tiroidektomi total, dilanjutkan dengan terapi adjuvan yaitu ablasi menggunakan NaI-131 dan terapi supresi hormon tiroid. Kombinasi tiroidektomi total, ablasi dengan NaI-131, dan supresi dengan hormon tiroid terbukti dapat menurunkan angka kekambuhan dan meningkatkan angka harapan hidup dari penderitan dengan KTB. Terapi NaI-131 pada KTB diberikan berdasarkan pada stratifikasi risiko. 2. Terapi paliatif untuk nyeri tulang akibat metastasis Nyeri tulang yang sangat menyiksa akibat metastasis di tulang sering dialami oleh penderita keganasan. Mekanisme terjadinya rasa nyeri belum diketahui secara pasti namun beberapa ahli mengatakan dapat disebabkan oleh infiltrasi tumor dan ekspansi membran tepi tulang yang kaya akan reseptor nyeri, ketidakstabilan mekanik tulang yang terserang, dan adanya produksi mediator senyawa yang dihasilkan oleh sel tumor maupun oleh sel lain pada tulang. Saat ini terdapat beberapa obat radioaktif yang dapat menghilangkan rasa nyeri, diantaranya adalah Samarium-153. Selain sebagai pemancar beta murni Samarium-153 juga memancarkan sinar gamma sehingga dapat dilakukan pencitraan setelah terapi. Walaupun pengobatan tersebut tidak menyembuhkan penyakit primernya (bersifat paliatif), namun banyak digunakan karena sangat menolong dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengobatan tidak dapat diberikan kepada pasien wanita yang sedang hamil atau laktasi, pasien dengan fraktur patologis yang pemeriksan darah tepi abnormal. 3. Terapi penyakit lainnya Terapi kedokteran nuklir pada penyakit lainnya masih belum rutin dilakukan di Indonesia, namun sudah rutin dilakukan di negara maju. Penyakit lain yang dapat digunakan dengan teknik kedokteran nuklir antara lain adalah penyakit neuroblastoma dengan menggunakan I-131 MIBG. Neuroblastoma merupakan salah satu penyakit neuroendokrin tumor yang sering ditemukan pada anak-anak. Terapi I232 MIBG berdasarkan pada kemampuan sel tumor neuroblastoma dalam menangkap MIBG dan akan mengalami kematian akibat radiasi dari energi beta yang dipancarkan oleh I-131. Penyakit lain yang dapat diterapi dengan teknik kedokteran nuklir adalah keloid dengan menggunakan Phosphorus-32 (P32) yang diberikan secara topikal. Mekanisme dari pemberian terapi keloid dengan P-32 masih belum diketahui secara pasti, namun dapat dimungkinkan karena P-32 merupakan pemancar beta murni dengan jarak penetrasi pada jaringan lunak yang minimal. Selain keloid, penyakit polisitemia vera juga

dapat diberikan terapi dengan P-32 yang disuntikkan secara intravena. Polisitemia vera adalah suatu kelainan dalam pembentukan sel plasma yang berlebihan di sumsum tulang. Dan masih banyak penyakit lainnya yang dapat diobati dengan menggunakan teknik kedokteran nuklir, seperti sinovitis dengan menggunakan teknik radiosinovektomi, keganasan limfoma dengan menggunakan I-131 dan Y-90 yang dilabel dengan antibodi monoklonal, dan lain sebagainya. Diharapkan seiring dengan majunya ilmu kedokteran nuklir, makin banyak penyakit yang dapat diobati dengan teknik ini. Selama ini terapi dengan teknik kedokteran nuklir diketahui aman dan efektif. Belum ada laporan ilmiah mengenai efek samping atau komplikasi yang bermakna pada penderita yang diberikan terapi kedokteran nuklir. Kontraindikasi absolut untuk terapi kedokteran nuklir adalah pada penderita hamil dan menyusui, sedangkan kontraindikasi relatif tergantung pada kondisi penderita sebelum diberikan terapi.

Anda mungkin juga menyukai