Anda di halaman 1dari 2

Kamis, 27 Maret 2008 Indonesia Bisa Kaya dengan Menjaga Hutan Protokol Kyoto Mulai 2012, Harga Karbon

Capai US$40.00/ton Pontianak,- Dengan menjaga kelestarian hutan, Indonesia bisa mendapatkan konpensasi dari negara maju. Jadi asumsinya terbalik. Kalau dulu untuk mendapatkan uang dari hutan harus menebang kayu. Saat ini justru dengan penyelamatan hutan bisa menghasilkan uang, ungkap Guru Besar Fakultas Kehutanan Untan Prof Dr Ir Herujono Hadisuparto, MSc saat ditemui Pontianak Post di Fakultas Kehutanan. Kompensasi ini dikenal dengan Perdagangan Karbon, yaitu Negara maju yang telah banyak mengeluarkan emisi karbon, yang menjadi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, harus membayar ke negara-negara dunia ketiga terutama negara sedang berkembang seperti Indonesia. Negara berkembang ini diharuskan mempertahankan atau melestarikan hutan dan ekosistemnya. Hal tersebut disebutkan Herujono, terungkap dari pertemuan pemimpin dunia dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) Bumi yang dilaksanakan di Nusa dua Bali 2007. Bagaimana dengan Kalbar? Dia menjawab, baru-baru ini tim dari Flora and Fauna International (FFI) bekerjasama dengan LIPI (lembaga ilmu pengetahuan Indonesia) datang ke Kalimantan Barat. Kedatangan itu, dalam rangka menjajaki kemungkinan pembentukan proyek Clean Development Mechanism (CDM) melalui pelestarian kawasan hutan gambut di Kabupaten Ketapang dalam upaya perdagangan karbon. Di Chicago, Amerika Serikat telah terbentuk bursa efek yang menangani perdagangan emisi atau karbon dunia. Terkait hal ini tidaklah berarti harus mengekspor karbon yang dimiliki banyak hutan untuk memperoleh devisa. Namun sebaliknya tim ahli independen yang akan datang dan menilai kemampuan hutan yang dimiliki Kalbar dalam penyerapan dan menyimpan karbon dalam ekosistemnya karena hutan gambut sangat baik menyerap CO2 di udara, bebernya.

Dia mengatakan, hasil penelitian menunjukkan, pada hutan gambut yang masih baik dapat tersimpan sekitar 4000 ton karbon per hektarnya. Sedangkan pada hutan dataran rendah kering, hanya tersimpan antara 250 300 ton karbon per hektarnya. Dalam masa transisi ini sampai tahun 2012 diberlakukannya kesepakatan Protokol Kyoto harga karbon di bursa efek perdagangan karbon Chicago baru sekitar US$ 2.00 per ton. Jadi kalau kita masih memiliki katakanlah 100.000 ha hutan gambut primer (hutan sempurna), maka kita akan mendapat kompensasi 100.000 x 4.000 x US$2.00 = US$ 800 juta dari hutan gambut yang masih dapat dilestarikan, tanpa harus menebang, bisa dibayangkan jumlah uang yang akan diterimaujarnya. Lebih lanjut, Herujono membeberkan, mekanisme Protokol Kyoto betul-betul berjalan mulai tahun 2012 dan harga karbon akan naik sampai sekitar US$ 40.00 per ton . Saat ini di Indonesia mekanisme Clean Development Mechanism (CDM) dan perdagangan karbon masih dalam proses penyusunan prosedur yang dimotori Departemen Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Tentunya, nantinya kelompok anggota masyarakat yang memiliki hutan lestari dapat mengajukan dan menikmati perdagangan karbon melalui mekanisme CDM dengan menyerahkannya kepada lembaga yang ditunjuk atau pemerintah setempat. Namun semua harapan tersebut akan buyar manakala kita masih tergoda dengan upaya konversi lahan/perusakan hutan, kebakaran hutan dan apalagi illegal logging. Apakah kita mau membayar kerena sebagai penyumbang GRK, tegasnya. (har) http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Kota&id=154731 http://www.iklimkarbon.com/

Anda mungkin juga menyukai