Anda di halaman 1dari 25

Kuliah Bersama DR.

Ali Shariati: Penantian ISLAM Sang AGAMA PROTES

Masalah yang hendak saya bahas ini sangatlah sensitif. Saya mengatakan demikian karena saya ingin meminta anda untuk memberikan perhatian lebih dari yang biasa anda berikan. Sensitif karena berkenaan dengan dasar-dasar perasaan, pemikiran, dan tanggung jawab sosial kita.

Dan bahkan yang lebih penting, masalah ini adalah kritis, lebih dari segala masalah ideologis dan persoalan lainnya yang harus kita persoalkan; ia menyangkut dua pandangan yang bukan saja tidak sama dan bertentangan tetapi sepenuhnya saling bertentangan.

Kulit Domba terbalik

Saya akan memberikan sebuah prinsip dasar disini dan saya tidak mengadakan pendekatan atas persoalan ini dari sudut pandang seorang individu yang berat sebelah demi agama, akidah, serta analisis sejarah dan pendiriannya sendiri, tetapi dari sudut pandang seorang guru sejarah agama-agama yang tidak memihak.

Prinsip yang ingin saya berikan disini adalah, tidak peduli agama apakah yang dianut seorang individu, jika ia melihat agama-agama dari sudut pandang saintifik maka ia akan menyimpulkan bahwa tidak ada agama dalam sejarah manusia yang telah menyaksikan pemisahan yang lebih besar antara kenyataan sekarang dan identitas aslinya, selain Islam.

Untuk agama-agama lain kita dapat menggunakan istilah deviasi (penyimpangan) untuk merujuk kepada keadaan eksistensi mereka sekarang. Kita dapat mengatakan bahwa mereka telah disusupi oleh unsur-unsur asing dan banyak komponen-komponen dasarnya yang telah dilupakan. Bagaimanapun, dalam islam, lukisan semacam ini tidak akan menjadi gambaran yang sama. Disini, ungkapan yang tepat didapati dalam kata-kata Imam Ali a.s ketika beliau berkata: Pakaian Islam adalah seperti mantel kulit domba yang dipakai terbalik.

Mengenai agama-agama lain, orang dapat mengatakan bahwa setelah wafatnya nabi-nabi mereka, orang yang beriman telah mengenakan pakaian keimanan mereka secara terbalik. Tetapi dalam hal Islam, sebagai ganti dari pemikiran, atau sandang, kata mantel bulu domba digunakan, karena ia merupakan pakaian yang sisi dalam dan sisi luarnya menampakkan kontradiksi antara kesangat-burukannya dengan kesangat-elokannya. Luarnya menyilaukan mata karena keindahannya, sedangkan dalamnya melahirkan kejijikan terhadap orang dewasa dan membuat takut anak-anak,

Selain itu, diantara berbagai macam madzhab Islam yang mengakibatkan munculnya berbagai macam penafsiran atas ajaran-ajaran Islam perbedaan terbesar antara pandangan yang terdahulu dengan pandangan yang sekarang, terdapat justru dalam madzhab Syiah; suatu perbedaan yang membagi dua kutub yang saling bertentangan. Karena, harus diingat, bahwa asal mula dan sejarah syiah sebelum tiga atau empat abad terakhir, adalah dari perspektif seorang intelektual paling progressif, dan dalam dunia perjuangan sosial dan peranan sejarah paling dalam, paling berkomitmen, paling tegas, dan paling revolusioner dibanding faksi-faksi Islam lain.

Diantara semua ajaran syiah, okultasi (keghaiban) dan konsep Juru sel amat yang dinantikan, yakni prinsip penantian, adalah suatu prinsip yang didalamnya perbedaan dan kontradiksi terbesar antara asal-usul pemikiran atas hal tersebut dan penafsirannya sekarang, dapat ditelaah. Kerena perbedaan ini banyak datang dari diri saya, sahabat-sahabat saya yang cemerlang dan progresif menjadi terkejut, sebab saya, dengan kedudukan saya berkenaan dengan persoalan-persoalan sosial, telah menangkap masalah penantian, dan saya berminat membicarakannya. Maka saya minta, sekali lagi, agara anda memberikan perhatian yang serius terhadap kuliah ini dan mengimbanginya bila ada kelemahan-kelemahan atas uraian saya dalam

menjelaskan topik yang kompleks dan membingungkan seperti prinsip ini, dengan kehati hatian dan keseksamaan anda masing-masing. Saya sadari sekali, bahwa seperti semua hal yang telah saya katakan hingga kini atau bahkan lebih dari itu, saya akan dikritik dari dua posisi yang menentang dan bertentangan. Dengarkan baik-baik..

Dua kutub yang bertentangan.

Disatu sisi kita mempunyai intelektual-intelektual (dalam pengertian yang biasa digunakan selama ini dan disisi lain kita mempunyai kelompok agamis dan beriman (juga dalam istilah denggan pengertian yang biasa digunakan dan dipahami). Kelompok yang disebut terakhir akan mengecam saya dan mengatakan bahwa apa yang saya katakan menyangkal keyakinan dan prinsip-prinsip mereka, sedang kelompok yang pertama akan mengatakan bahwa pada hari dan zaman ini, dengan berbagai istilah dan konsep baru, saya justru sedang menghidupkan kembali persoalan-persoalan yang sudah usang dan membendung pikiran generasi masa kini dan berkonsentrasi pada masa depan, ilmu pengetahuan, dan kemajuan sosial dan bahwa sayalah pelindungnya dan sayalah sang pengkhayal atas semua takhayul dan sebagainya...

Itulah sebabnya mengapa saya meminta anda yang tidak dari kelompok yang baru disebutkan diatas tetapi dengan lapang dada menerima ceramah saya, untuk lebih memberi perhatian sehingga anda tidak bereaksi dengan kaum agamis yang fanatik, yang takut terhadap adanya penafisran atau analisis baru; juga tidak seperti para ultra-modernis dalam berbagai masalah

ideologi, yang merasa tersinggung dengan pembahasan atas berbagai konsep agama atau khazanah lama, khususnya yang menyangkut bidang agama atau yang sifatnya tradisional.

Saya menganggap bahwa anda, sebagaimana saya, tidak berprasangka secara agamis, atau bahkan yang lebih buruk lagi, berprasangka secara tidak agamis sehingga anda mungkin tidak mampu memahami segala sesuatu yang tidak sesuai dengan pola pikir anda yang sebelumnya telah ada. Dan bagaimana saya, anda tidak menduduki jabatan yang tinggi sehingga anda terpaksa untuk bertindak secara hati-hati , juga tidak memiliki status agamis yang tinggi sehingga anda akan merisaukan popularitas dan juga status intelektual sehingga anda harus khawatir dengan pendirian anda. Maka tidak seharusnya anda memblokade pemahaman anda sendiri, karena anda tidak memiliki kedudukan sebagai pejabat atau status sosial yang lain sehingga berjaga-jaga dan khawatir.

Maka dari itu anda memiliki kekuatan dan keberanian untuk memahami sudut -sudut pandang yang bertentangan. Baik anda seorang yang agamis dan mengetahui bahwa pandangan-pandangan itu bertentangan dengan kepercayaan anda atau anda adalah seorang intelektual sekuler yang memandang persoalan-persoalan semacam ini adalah tidak lain melainkan topik agama yang telah usang dan hanya dianggap penting untuk kaum agamis saja, dimana konsep-konsep maknanya sudah jelas dan sering diulang-ulang dimasjid-masjid dan perkumpulan agamis lainnya yang memiliki gagasan-gagasan lama berasal dari zaman kuno yang sudah tidak relevan lagi dengan zaman modern, dan masalah-maasalah pemikirannya tidak berguna bagi intelektual modern.

Istilah Penantian dari tiga perspektif ideologis yang berbeda.

Persoalan penantian dan kepercayaan kepada Imam zamaan [1] akhir dunia dan prinsip revolusi terakhir diakhir sejarah, dipandang dengan kacamata yang berbeda oleh masing masing mazhab pemikiran agamis dan ideologis.

[1] Dalam doa Nudbah doa yang tidak pernah diajarkan oleh para Imam a.s ada bagian yang bunyinya sebagai berikut : aku tidak tahu dinegeri apakah engkau berada? Dimanakah engkau tinggal? Di Gunung Ridwah atau di Thi Thowa. Saya tidak tahu mengapa dalam doa ini, yang ditujukan kepada Imam ke-12 dan yang seingat saya, telah populer sekarang ini sehingga berbagai masyarakat tertentu telah terbentuk untuk membacakannya, mereka sedang mencari Imam kita di Thi Towa dan di pegunungan Ridwah yang dianggap sebagai tempat persembunyian Muhammad Hanafiyah, sang juru selamat dari Keisanieh. Para pengikutnya berdoa didepan gunung ini atau kearahnya, memohon kepadanya untuk muncul dan memulai revolusinya. Pertama-tama tidak ada hubungan apapun antara Al-Mahdi a.s dengan gunung ini, baik selama hidupnya, gaib kecil, gaib besar atau ketika beliau mengungkapkan diri. Kedua, beliau bukan seolah-olah bersembunyi di lokasi geografis tertentu. Beliau ada dimana-mana tetapi kita tidak dapat mengenalinya. Maka pertanyaan, dimanakah engkau bersembunyi? tampaknya tidak cocok dengan jenis keghaiban ini yang diyakini aliran syiah. Pembacaan yang seksama atas doa ini yang tidak menyebut nama para Imam kita secara berurutan, setelah berbicara tentang Imam Ali a.s yang berisi puji-pujian panjang atas beliau, tiba-tiba tertuju kepada Imam Ghaib a.s memperkuat kecurigaan seseorang. Bagaimanapun, saya sedang memunculkan persoalan ini sebagai sebuah pertanyaan bukan sebagai keputusan yang pasti dan saya harus dibantu jika ada orang yang dapat memberi saya informasi tentangnya sehingga pertanyaannya dapat dipecahkan.

Seorang intelektual non-agamis mengatakan bahwa kepercayaan kepada messiah (Ratu adil/ Imam Mahdi) dan konsep penantian, adalah dari sudut pandang saintifik tidak masuk akal, tidak logis, suatu pikiran usang yang mengarah kepada kemerosotan sosial. Mereka mengatakan tidak saintifik karena memberikan kepercayaan bahwa manusia biasa dapat memiliki jangka waktu hidup yang panjang; bahwa ia melewatkan hidupnya selama 1000 tahun, 3000 tahun atau lebih hal ini bertentangan dengan hukum biologi, fisiologi, logika saintifik dan alam. Lebih dari itu mereka menambahkan dari sudut pandang sosial konsep messiah bertentangan dengan kemajuan dan tanggung jawab manusia. Karena pengikutnya percaya bahwa perbaikan sosial, kebangkitan kesadaran manusia, penghapusan tatanan lalim, diskriminasi dan korupsi bukan berada ditangan manusia tetapi terjadi oleh wujud yang akan muncul dimasa yang akan datang, supranatural yang akan menyelamatkan kemanusiaan dari kerusakan dan keadaan yang menyedihkan. Maka kepercayaan juru selamat yang ghaib, yang kehidupan, misi, dan kemunculannya serba supranatural, dan tugasnya sepenuhnya tidak dipengaruhi oleh kehendak dan tanggung jawab kita, secara otomatis mengarah kepada kesimpulan bahwa kita tidak mempunyai andil sama sekali dalam memutuskan nasib sendiri, masyarakat kita atau kemanusiaan, dan tidak ada tanggung jawab bagi kita untuk menegakkan keadilan dalam masyarakat kita dan dimuka bumi pada saat ketidak hadiran beliau a.s. kepercayaan semacam ini menyingkirkan tanggung jawab manusia karena ini menyingkirkan tanggung jawab manusia. Ketika anda percaya bahwa kelaliman, penindasan, kemalangan, perbudakan, dan kebejatan moral akan terus berkembang dan tidak ada seorangpun yang dapat menentangnya, serta kita semata-mata harus menantikan seorang yang diutus oleh Allah untuk melakukan sesuatu demi kepentingan kita, maka tidak ada tempat bagi anda atau orang lain agar dapat mengambil langkah terkecil sekalipun untuk menyelamatkan manusia.

---- HARI KE-2 ---

Kritik semacam itu telah secara luas dibuat di Eropa, khususnya dalam mengecam orang-orang Yahudi yang juga sedang menantikan juru selamatnya, dan mereka tidak menerima Isa a.s putra Maryam a.s sebagai Messiah. Banyak novel dan cerita-cerita telah ditulis mengenai tema ini. Banyak diantaranya yang sangat lucu dan bahkan vulgar. Satu kisah semacam ini adalah mengenai istri seorang rabbi. Wanita ini seorang pendosa dan ia dengan sesuka hati berbuat dosa, hari demi hari. Sang rabbi pun mengetahui hal ini dan mengecam istrinya dengan pedas. Sang isteri menjawab bukankah kamu sedang menanti? Bukankah kamu menginginkan sang messiah dan sang penyelamat bangsa Yahudi untuk muncul sesegera mungkin? Dan bukankah kamu yang mengatakan bahwa dia akan muncul ketika kerusakan secara universal telah berkembang luas? Baiklah saya memberi andil saya dalam hal ini dan semata-mata telah membantu mengurangi masa penantianmu. Kamu berdoa saja agar Tuhan mempercepat kemunculannya, dan saya akan tetap berbuat dosa. Dan karena sang juru selamat akan muncul hanya ketika kerusakan telah berkembang dimana-mana, siapa saja yang berusaha mengembangkan kerusakan berarti telah membantu mempercepat kemunculannya!

Penafsiran penantian messiah semacam ini bagi orang-orang yang mengimaninya, menjadi dalih untuk membenarkan korupsi atau kerusakan, dan memandang kelalimannya sebagai alamiah. Dengan persepsi semacam ini mereka mencoba untuk melepaskan tanggung-jawab mereka sejauh mungkin, dan menolak untuk berpartisipasi dalam segala aktivitas sosial. Mereka tidak membuat usaha apapun untuk memperbaiki masyarakat, juga tidak mencoba untuk meningkatkan kesadaran ummatnya, tidak membantu kekuatan-kekuatan keadilan dan kebebasan. Ringkasnya, mereka menolak untuk mengambil langkah terkecil, dan tidak menulis atau mengucapkan sepatah katapun dalam berjuang menentang kelaliman, penindasan dan korupsi. Dengan kata lain, kepercayaan itu merupakan sebaik-baik dalih bagi para penganutnya untuk membenarkan status quo dan untuk melepaskan tanggung jawab sosial mereka.

Jadi, intelektual non-agamis memandang pembahasan ini sebagai tidak saintifik dan anti sosial, dan mereka percaya bahwa membahas persoalan semacam ini adalah merusak masyarakat dan pemikiran. Lebih jauh, mereka percaya bahwa seorang intelektual yang secara sosial sadar dan concern terhadap perjuangan bagi kebebasan dan keadilan, tidak saja berkeharusan untuk tidak membahas masalah-masalah semacam ini, tetapi memeranginya sekuat mungkin, dan menyelamatkan ummat ini dari kesia-siaan dan bahkan kelumpuhan.

Mereka menambahkan, adalah tugas mereka untuk mengalihkan keyakinan dan harapan ummat dari seorang imam yang ghaib kepada para pemimpin mereka sekarang, dari revolusi ghaibnya kepada revolusi sosial mereka sendiri, dan dari kehendak supranatural kepada ketetapan dan tanggung jawab berat mereka masing-masing. Sementara kaum agamis kita, seperti kaum agamis ditempat lainnya, tidak meragukan ajaran agama, prinsip dan ritualritualnya, sehingga perlu untuk menganalisis, menjelaskan dan mempertahankannya serta menyangkal keberatan-keberatan dan berbagai pandangan kritis dan skeptis. Mereka mempunyai iman yang teguh kepada konsep Messiah, serta tidak pernah meragukan kekuatan pemahaman mereka atas persoalan ini. Dan karena bukti terbesar bagi keabsahan agamis sejauh menyangkut hal ini, sebenarnya ia termasuk dalam tradisi agamis ia ditopang, baik oleh Al Quran dan hadist atau fatwa-fatwa para pemimpin agama mereka yang memiliki keyakinan yang kuat kepada keberadaan sang juru selamat.

Mereka percaya bahwa sang juru selamat akan muncul ketika kerusakan dan kelaliman telah melanda dunia, yang akan mengangkat senjata dan mengadakan pembalasan terhadap para penindas, para pembunuh karbala, para khalifah kriminal dan penipu, pemerintahan sufyanis, dan para ulama serta pemimpin agama, baik sunni maupun syiah dan madzhab-madzhab lainnya, yang telah memutar-balikkan agama untuk melayani berbagai kepentingan pribadi dan kelompok mereka. Dengan kata lain ia akan mengadakan pembalasan atas semua tindakan kriminal masa lalu dan sekarang, serta para penyelewengnya. Ia akan menyelamatkan ummat

dari penindasan, menyelamatkan manusia dari kerusakan, menegakkan keadilan, sistem pemerintahan imamah, tradisi nabi saw, jalan para nabi, dan hukum yang benar, serta Al Quran. Ia akan menciptakan suatu masyarakat dan pemerintahan dunia yang didalamnya serigala dan domba akan meminum air dari dari sumur yang sama, serta tidak akan ada lagi perang, kekerasan, dan kecurangan. Akan ada suatu kedamaian universal dan bahkan tidak ada lagi kebutuhan terhadap uang, yang akan diganti dengan slogan semoga salam tercurah atas Muhammad dan keluarganya.

Imam akan muncul di Mekkah, kedudukan pemerintahannya berada di Kufah, dan ia akan menyertai Isa a.s, ia akan ditentang oleh para pendusta dan anti Isa yang tiranis. Para pengikut pertamanya berjumlah 313 orang yang ikhlas, beriman dan berani. Orang-orang yang akan ditebas oleh pedang pada malamnya adalah para tiran dan para pemimpin agama yang korup dan orang-orang yang akan diselamatkannya adalah kaum mustadhafin dan ras manusia.

Kaum agamis hanya berpangku tangan terhadap kehidupan Imam zaman, sehubungan dengan kritik para kritikus, yakni suatu kehidupan panjang yang tidak alamiah. Mereka tidak pernah mencoba untuk memperdebatkannya. Orang wajib beriman kepada-nya, kemudian mereka pun beriman. Bila Allah menyatakan suatu misi atas seseorang, mereka harus berpegang kepadanya. Allah dapat menghidupkannya selama mungkin. Tidak pernah ada dalam pikiran mereka bahwa, jika konsep ini disalahtafsirkan, maka akan bertentangan dengan beberapa prinsip dasar islam dan pernyataan-pertanyaan Al Quran yang jelas. Misalnya, mengenai tanggung jawab individu berkenaan dengan perkembangan sosial dan sejarah umat manusia.

Mereka juga tidak menyadari bahwa suatu pemahaman atas konsep tersebut yang diselewengkan seperti ini mustahil dapat digunakan untuk mencapai keadilan dan kebenaran, dan akan menjadikan semua langkah menuju arah yang sia-sia. Mereka percaya kepada konsep

ini karena ia adalah sebuah akidah agama, dan mereka yakin bahwa, mereka dapat mengambil langkah-langkah terhadap realisasi kebenaran dan keadilan jika mereka mempercayainya sebagai kewajiban agama untuk berbuat demikian. Dan karenanya mereka percaya kepada konsep messiah tanpa menganalisisnya atau mengujinya, baik dari perspektif logika, sosial atau perspektif manusia. Mereka tidak meragukannya. Mereka menganggapnya benar karena hal ini adalah masalah keimanan bagi mereka.

Sekarang, sejauh menyangkut aspek keulamaan, karena mereka memandang segala yang diputuskan oleh tradisi agama selalu benar, yakni segala sesuatu yang berdasar Al-Quran, hadits atau pernyataan-pernyataan yang dinisbatkan kepada para Imam, apapun yang terbukti berasal dari rukun-rukun iman ini adalah benar. Maka, apa yang telah mereka kerjakan dalam hal ini secara jelas adalah untuk membuktikan bahwa kepercayaan kepada Al Mahdi yang dijanjikan, secara eksplisit telah dinyatakan dalam Al Quran dan dibuktikan oleh berbagai macam hadits. Jadi hal itu dapat diterima dan masuk akal, karena Islam, dan syiism, tidak syak lagi, adalah benar dapat diterima. Apa yang dilakukan oleh ulama kita adalah menafsirkan berbagai macam ayat Al Quran, merujuk kepada beberapa hadits nabi dan para Imam, dan membuktikan bahwa penafsiran serta hadits tersebut adalah asli. Dengan jalan ini mereka telah mencoba memperkuat kepercayaan ummat kepada konsep ini tanpa menganalisanya dari sudut pandang ilmu pengetahuan atau logika, atau menjelaskan makna historis dan sosialnya.

Sekarang, mari kita alihkan perhatian kita kepada para modernis agamis (religious modernist) dalam masyarakat kita. Para anggota kelompok kita, baik yang memiliki pendidikan tradisional atau mereka yang telah memiliki pendidikan modern, atau kedua-duanya, baru-baru ini telah mengambil pendekatan ketiga. Pendekatan mereka adalah membuktikan keabsahan konsep Al Mahdi dengan menggunakan sistem ilmu pengetahuan, dalil materialistik agar para intelektual masa kini menerimanya. Dengan kata lain, mereka sedang mencoba mengubah sesuatu yang

sebenarnya merupakan masalah ajaran agama yang supranormal menjadi sesuatu yang saintifik dan logis.

Beberapa diantara mereka baru-baru ini telah menerbitkan beberapa buku yang berisi jawaban terhadap serangan-serangan dari para intelektual non-agamis. Buku-buku yang berisi jawaban in tidaki menitikberatkan pada tuduhan bahwa konsep Al Mahdi meghambat kemajuan sosial, tetapi menjawab tuduhan bahwa konsep ini tidak saintifik. Dengan bersandar pada bukti berbagai bidang ilmu pengetahuan modern, seperti biologi dan fisiologi, mereka mencoba membuktikan bahwa manusia dapat hidup 1000 atau 2000 tahun, bahkan lebih lama lagi. Oleh karena itu alasan bahwa kehidupan Imam Zamaan yang panjang bahkan hingga ribuan tahun, adalah mungkin secara saintifik dan logika didunia yang sedang kita huni dan di alam yang mengelilingi kita. Mereka melakukan hal ini untuk membuktikan bahwa ilmu pengetahuan modern tidak memberikan batasan yang pasti terhadap jangka waktu hidup manusia. Baik biologi, fisiologi atau ilmu pengetahuan lainnya tidak menyatakan bahwa manusia hanya dapat hidup dalam jangka waktu sekian tahun, dan tidak lebih dari itu. Tidak ada saintis atau teolog yang telah menyatakan bahwa kehidupan manusia tidak dapat melebihi 150, 160, atau 200 tahun. Panjangnya usia tidak terbatas pada jumlah tahun dan tidak ada batasan berapa lama seorang individu dapat hidup.

Di negri kita sendiri, walaupun rata-rata jangka waktu hidup manusia katakanlah 55 tahun artinya bahwa biasanya manusia diantara 35 sampai 55 tahun hal itu tidak berarti bahwa tidak ada manusia yang dapat hidup lebih dari itu. Di Eropa Utara rata-rata jangka waktu hidup manusia 80 tahun, sementara beberapa orang hidup diatas 100 atau 110 tahun. Telah banyak media melaporkan kasus-kasus ini yang ditemukan diwilayah-wilayah seperti Mongolia, Kazakhstan, Amerika atau Afrika, dimana seseorang dikatakan mencapai 130 tahun, atau ditempat lainnya mencapai 135 tahun, atau yang lainnya 140 tahun. Tetapi apakah manusia tertua yang dikenal hari ini hidup sampai usia 140 tahun, membuktikan bahwa tidak ada orang

yang mungkin dapat hidup selama 141 tahun? Tentu saja tidak. Kalau seseorang mungkin hidup selama 141 tahun, mengapa tidak mungkin untuk hidup hingga 145, 150, 160 tahun? Dan karena kita tidak dapat memastikan jumlah tertentu sebagai batas usia manusia, mengapa tidak mungkin 200, 300 atau 1000 tahun?

Argumen lainnya yang diberikan oleh para penulis ini adalah jangka waktu hidup yang dinisbatkan kepada tokoh-tokoh historis atau agamis, baik dalam islam maupun dalam teks-teks non Islam. Misalnya, mereka menunjukkan bahwa diceritakan Sulaiman telah hidup 300 atau 600 tahun, atau Nuh yang sebagaimana secara eksplisit dinyatakan oleh Al Quran, hidup diantara umatnya selama 950 tahun. Nuh, kalau ia hidup selama 950 tahun atau bahwa ia menghabiskan waktu selama itu dalam mengajak ummatnya untuk beriman kepada Allah, maka Al Mahdi juga dapat hidup lebih dari seribu tahun, dan ini sama sekali tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan sekarang ini.

Jadi, para sarjana agamis ini, yang lebih sadar akan ilmu pengetahuan modern dan berbagai keberatan yang dilontarkan, oleh para pemikir sekuler dewasa ini, beralasan bahwa jangka waktu hidup Imam zamaan yang panjang, yang hidup dalam kehidupan alami secara menyamar diantara manusia selama dua belas abad terakhir, adalah sesuatu yang normal, yakni sesuai dengan ilmu pengetahuan modern. Maka kita tidak terpaksa uuntuk memilih antara menganggapnya sebagai sesuatu keajaiban, atau menolaknya dengan tidak mengujinya terlebih dahulu.

--- HARI KE-3 ---

Al-IMAM MAHDI afs

Sekarang kita beralih kepada kaum agamis. Para anggota kelompok ini melihat, tidak ada alasan untuk membenarkan kepercayaan kepada kehidupan Imam zamaan yang panjang dengan menggunakan hukum-hukum biologi dan fisiologi. Mereka percaya bahwa Allah telah memberikan suatu misi kepada seorang manusia, karena telah memberinya kemampuan untuk hidup lebih panjang lagi dari manusia biasa. Hal ini merupakan kehendak ilahi. Allah maha kuasa dan tidak membutuhkan dalil fisiologis atau bilogis atas persoalan ini.

Dalam kelompok ini mereka merujuk kepada kepercayaan Imam Zamaan dengan sangat terangterangan, yaitu sebagai berikut: Beliau adalah seorang keturunan Nabi Muhammad saw, tepatnya putra Imam Hasan Al Askari, Imam Kesebelas Syiah dan salah seorang pengganti Nabi yang disebutkan namanya dalam daftar nama dua belas Imam. Beliau dilahirkan dan memasuki masa gaib. Beliau dapat dilihat tetapi tidak dapat dikenali. Mungkin ada banyak orang yang telah melihat beliau dan mungkin banyak yang bertemu dengan beliau hari ini, tetapi mereka tidak dapat mengenalinya. Oleh karena itu, berarti ketidak-hadirannya tidak dapat dilihat tetapi dapat dikenali. Berbeda dengan Isa a.s yang dikatakan naik ke surga, Souciante yang diimani oleh para pengikutnya berada didunia lain, dan Imam Hanafiyah yang sedang bersembunyi di gunung Ridwah, Al-Mahdi yang dijanjikan hidup secara normal diantara manusia, setiap orang dapat melihat beliau tetapi tidak seorangpun mengetahui siapa beliau.

Imam Zaman telah melalui dua periode kegaiban. Periode pertama dinamakan okultasi kecil (ghaib al asghar). Selama periode ini beliau memiliki empat pintu (baab) atau wakil (wazir) khusus sebagai perantara antara diri beliau dengan para pengikutnya. Para wazir ini dipilih sendiri oleh Imam.

Mengikuti akhir dari periode gaib kecil (yang berlangsung selama 70 yahun) dan kematian para wazir beliau, periode okultasi besar (Ghaib al-kubra) dimulai dengan berlangsung hingga kini. Dalam periode ini tidak ada lagi baab atau perantara antara Imam dengan pengikutnya, dan para pemimpin agama tertinggi bertindak sebagai wazir aam (wakil umum).

Siapakah yang memilih para wakil umum ini? Berbeda dengan empat wazir (wakil) khusus yang dipilih sendiri, wazir umum dipilih oleh ummat dengan bantuan para pakar. Dan bagaimana mereka memilihnya? Disinilah kita mendapat persoalan yang mendasar dan kritis; suatu persoalan yang tidak hanya mendalam dan mengherankan dipandang dari perspektif historis, sosial, politis dan ideologis; tetapi juga menyingkapkan sejauh mana Syiah telah dijungkirbalikkan, dan kulit domba yang dipakai terbalik dalam pikiran, perasaan dan jiwa kita. Sisi yang sekarang dikenakan sebagai pakaian Islam, adalah sisi yang buruk, menjijikkan, dan mengerikan, yang mencerminkan jiwa mereka yang bertanggungjawab atas

pemutarbalikan konsep-konsep agama ini.

Selama masa okultasi besar, periode yang tidak terbatas dimulai dari abad ketiga hijriah dan berlangsung sepanjang kehendak Allah, Syiah mempunyai suatu falsafah sosial dan politik yang memiliki dua aspek. Dari sudut yang satu ia progressif, ummat-oriented, menghargai manusia berikut kehendak, kebebasan dan pemikirannya, serta positif dalam pengertian tanggung jawab sosial manusia, optimisme historis dan merdeka intelektual maupun spiritual. Dan dari sudut yang lain ia merendahkan, anti ummat, menghinakan manusia, berikut kehendak, kebebasan

dan pemikirannya, melepaskan tanggung jawab sosial, dan menjadi inkubator pesimisme serta kepasrahan. Aspek inilah yang ada sekarang dan - kecuali bagi orang-orang yang bertindak tanpa berpikir serta menerima tanpa memahami - ia tidak dapat dipertahankan.

Dengan barawalnya periode okultasi besar dan berakhirnya misi para wazir yang ditunjuk dimana melalui mereka imam secara rahasia memerintah ummatnya, dan melalui mereka pula ummat berhubungan dengan beliau, dan beliau dapat mengawasi bagaimana mereka melaksanakan tanggung jawab sosial mereka sebaik-baiknya, dan bagaimana kebenaran dari ajaran-ajaran agamis mereka ; (setelah itu) hubungan Imam dengan ummat terputus. Peridoe inilah yang berlangsung hingga kini, dan apa yang telah menjadi tanggung jawab Imam, kini berpindah ke ummat. Dengan kata lain, zaman penunjukan (para Imam) berakhir dan zaman pemilihan (para pemimpin) dimulai.

Fatwa terkenal yang dikeluarkan oleh Imam sebelum memasuki periode okultasi besar menggambarkan sistem khusus ini yang menggantikan sistem Imamah. [2]

[2] Seorang ahli dalam agama, orang yang menjaga dirinya, menjaga keyakinannya, menahan berbagai keinginannya, menaati Allah dan Nabi-Nya saw, adalah wajib bagi manusia mengikutinya.

Tetapi siapakah orang-orang ini, dan bagaimana serta mengapa mereka dipilih?

Imam Jafar Ash-shadiq a.s telah memberikan syarat-syarat dan kondisi kepada ummat bagi pemilihan individu-individu. Dan ini adalah alamiah, logis dan perlu.

Taqlid tidak hanya sesuai dengan akal, ia juga sebenarnya merupakan sifat akal yang mendasar: ketika seseorang tidak tahu, ia mematuhi keputusan orang yang tahu. Alasannya adalah, bahwa ketika akal tidak mampu untuk memahami suatu persoalan, ia menolak dengan sendirinya. Seorang pasien yang bijak misalnya, adalah seseorang yang tidak memainkan akalnya dengan dokter ahlinya, karena kecerdasan akal disini sepenuhnya taqlid, dan perintah akal adalah kepatuhan kepada resep dokter. Insinyur, dokter, pengacara dan para pemimpin politik atau organisasi revolusioner menyatakan, bahwa orang yang paling disiplin dan patuh kepada mereka adalah orang yang paling cerdas dan pandai diantara klien dan bawahan mereka. Ini karena intelegensia pembeda mereka mengajarkan, bahwa mengatakan apa yang tidak mereka ketahui merupakan kelancangan. Apa yang seharusnya mereka lakukan, dalam masalahmasalah yang berhubungan dengan berbagai ilmu spesialisasi, adalah mematuhi perintahperintah seorang spesialis. Prinsip ini dipakai dalam berbagai aspek kehidupan. Lebih maju dan beradab suatu bangsa, akan lebih dapat menerima dan mengikuti prinsip ini.

Maka kita lihat bahwa dalam periode okultasi besar, sistem pemilihan tertentu mengambil bentuk. Kendati ini merupakan sistem pemilihan demokratis untuk memilih seorang pemimpin, tetapi tidak sepenuhnya merupakan praktek demokrasi bebas, sebabm walaupun pemimpin dipilih oleh rakyat, ia bertanggung jawab kepada Imam disamping juga kepada rakyat. Ini berlawanan dengan demokrasi modern dimana pejabat yang dipilih hanya bertanggung jawab kepada orang-orang yang berhak memilih dalam pemilihan dan konstituante mereka.

Oleh karena itu ummat memlih wazir umum mereka dengan cara tersebut diatas, dan menerimanya sebagai wakil Imam. Wazir umum ini bertanggung jawab dihadapan Imam dan

para gurunya. Yakni berbeda dengan pemilihan pemimpin secara demokratis masa kini ia tidak diwajibkan menuruti gagasan orang-orang yang memilihnya. Agaknya, tugasnya adalah untuk mengarahkan dan mengajarkan serta mendidik ummat sesuai dengan ajaran-ajaran dan hukum-hukum madzhab pemikiran yang dijelaskan oleh Imam.

Tentu saja pemilihan ini adalah pemilihan bersyarat, tidak berarti bahwa siapa saja mendapatkan suara lebih untuk menjadi wazir dan wakil Imam. Agaknya, jabatan dalam hal ini adalah jabatan sosial dan keulamaan. Orang awam yang tidak dekat dengan masalah-masalah yang berkaitan, tidak dikualifikasi untuk memilih. Alasannya adalah, para ulama menegenal sekali ajaran-ajaran Imam, dan dapat memebedakan siapakah yang terbaik dan dan lebih mengenal ajaran-ajaran imam. Dan karena ummat berada dekat dengan para pemimpin agama dan ulama mereka, dan percaya serta mengikuti mereka, tentunya mereka akan menerima pilihan wazir ,ereka untuk Imam.

Jenis pemilihan ini adalah sesuatu yang alamiah. Dan kita melakukan ini dalam pemilihan ahliahli dalam bidang lainnya. Misalnya, jika saya menderita sakit jantung tetapi tidak memiliki pengetahuan tentang medis, maka saya tidak akan memutuskan sendiri mengenai siapakah spesialis jantung yang terbaik. Yang akan saya lakukan adalah, menanyakan kepada mahasiswamahasiswa kedokteran, dokter-dokter, farmakolog, dan yang lainnya yang akrab dengan masalah-masalah seperti ini, dan berdasarkan keyakinan saya kepada keahlian mereka, saya akan menerima keputusan mereka dan menganggapnya sebagai keputusan saya sendiri.

"Kegaiban Imam memberikan kesempatan besar juga bagi kelompok lain, suatu kesempatan yang dimanfaatkan sepenuhnya sejak periode Safavid. Disini kita mempunyai kelompok yang sama sekali tidak memenuhi syarat, tetapi melalui kecurangan, menduduki posisi sesungguhnya Imam Zamaan, dan mengambil kendali atas pemikiran, keyakinan, kehidupan sosial, dan

tanggung jawab ummat. Dengan nama Agama dan wakil-wakilnya, sesungguhnya kelompok ini mengarahkan ummat kemana saja dan para pengikutnya inginkan (para pemegang kekuasaan dan kekayaan).

Pembentukan kelompok ini sebetulnya merampas wewenang yang ditetapkan kepada Imam oleh Allah dan Islam. Yaitu, karena Imam adalah pemimpin spiritual dan politik ummat, artinya bahwa beliau mempunyai wewenang sepenuhnya atas pikiran dan pemikiran mereka, serta pemilikan dan kehidupan duniawi, maka para penipu lihai inipun memperbudak ummat secara mental dan mengeksploitasi mereka secara materi. Kelompok ini memaksa mereka untuk memberi uang dan pajak yang dalam sistem politik Islam dan Syiah menjadi semata -mata hak dan milik nabi saw. Dan setelah beliau adalah milik para pengganti beliau, dua belas Imam.

Para penipu lihai tersebut tidak berhak menduduki perwakilan Imam. Mereka tidak dipilih oleh ummat secara resmi. Dan disamping itu, orang-orang yang akan memilih tidak memiliki kemampuan untuk membedakan dan mereka adalah para pengikut yang tidak berpikir dan tidak diberi tahu serta patuh. Sebagai ganti dari ilmu agama, kesadaran diri dan pencerahan ummat ini, para penipu lihai ini telah melarang para pengikutnya untuk berpikir dan berdalil tentang persoalan-persoalan agama. Dan bertentangan dengan kaum muslimin di zaman Nabi saw yang memiliki pandangan merdeka dan bahkan berlawanan dengan Nabi saw sendiri, serta dalam hal-hal tertentu mengeluarkan berbagai pendapat mereka dan dimusyawarahkan, para wakil-wakil gadungan ini telah melatih ummat untuk menjadi domba jinak dan tidak memprotes, sekadar menjadi para abdi yang patuh dan tidak sangsi.

Dalam Islam yang Tuhannya berbicara dengan nada yang terus terang kepada mahluk-Nya, dan mempertimbangkan ketika mengeluarkan suatu perintah atau menyatakan suatu fakta, menjelaskan berbagai alasannya, atau akibat serta manfaat yang diperolehnya, para pemimpin

gadungan ini memandang ummat Islam sebagi tidak lain daripada sekawanan domba dan bertentangan dengan Nabi saw dan Imam Ali a.s yang mengajarkan orang-orang arab badui dan jahil, para penipu ini memandang pengajaran kepada kaum muslimin zaman ini dan syiar iman sebagai sesuatu yang hina dalam martabat mereka.

Mereka berpikir bahwa tafsir Al-Quran, terjemahan Nahjul balaghah, buku-buku tulisan, kutipan Nabi saw, penguraian atas gaya hidup beliau saw, kehidupan Imam a.s, pembicaraan tentang kebangkitan Hussein a.s dan tindakan-tindakan Zainab a.s adalah tugas bagi para pengajar dan pengkhotbah kelas dua dan tiga, bukan bagi sarjana -sarjana besar seperti mereka. Satu-satunya sumbangan yang mereka buat untuk keyakinan ummat ini adalah bertindak sebagai Imam shalat dan satu-satunya produk keulamaan mereka dalam membawa misi besar mereka sebagai para pemimpin agama adalah risalah mereka.

Satu-satunya interaksi mereka dengan ummat adalah menawarkan mereka ciuman tangan dan yang lainnya adalah menerima khumus. Satu-satunya jihad dan ijtihad mereka dalam membimbing ummat dan membawa tanggung jawab mereka masing-masing sehubungan dengan nabi saw dan para Imam a.s dan dalam memerangi berbagai penyimpangan intelektual dan sosial, klenik-klenik keberhalaan, berbagai penyebab kesengsaraan dan rintangan atas kesejahteraan ummat, dan jawaban mereka untuk semua masalah intelektual dan cara mereka membawa tanggung jawab untuk beramar makruf nahi mungkar, adalah pengeluaran dua kata klise yang diulang-ulang: halal dan haram !

--- Hari ke-4 ---

Orang-orang yang berhubungan dengan pemimpin agamis mereka adalah sebagaimana tersebut diatas, dan secara intelektual dam moral menguntungkan mereka sedikitnya seperti baru disebutkan dan yang harus mempelajari kebenaran-kebenaran tentang akidah mereka dan para pemimpinnya yang berbeda dari para pengajar (dan bukan para ulama agamis), tidak akan pernah meningkat dalam istilah intelek, kebijaksanaan sosial dan pemahaman islam untuk mengakui dan memilih ulama yang paling agamis yang berhak menerima sebagai pemimpin mereka.

Dalam suatu komunitas agamis dimana didalamnya para ulama besar menyibukkan diri dengan berdoa di altar, sementara orang yang tidak terpelajar menaiki mimbar, dalam suatu sistem yang didalamnya para pakar tradisional dan sains rasional, seorang mujahid dan fakih, memandang sunyi sebagian ilmu yang tidak dapat dipisahkan dan menjaga kemurnian ijtihad dengan menyembunyikan didalam lingkaran kekeramatan spiritual dan elitisme keulamaan, meninggalkan tugas besar penyiaran kebenaran Islam dan ajaran-ajaran Syiah dan mendidik ummat menjadi artis !!! Ya, dalam masyarakat semacam ini, bagaimana bisa ummat memiliki kedewasaan intelektual, kesadaran social, dan kesadaran islam yang diperlukan untuk memilih ulama agamis yang paling memenuhi syarat dalam komunitas mereka, seorang individu yang memahami baik Islam maupun kebutuhan-kebutuhan zamannya, yang tercerahkan dan sadar sekaligus ikhlas dan sabar, yang memenuhi syarat dan berani sekaligus sederhana dan bersahaja, yang saleh dan cerdas, mengorbankan diri dan dalam, beriman dan penuh cinta, serta berakal dan kesarjanaan?

Bagaimana mereka melakukan semua ini ditengah-tengah debu kecurangan yang ditimbulkan di masyarakat oleh Mareqin (orang-orang fanatik yang culas), Nakhetin (para penipu) dan

Qasetin (para penindas)? Bagaimana mereka dapat melakukannya berhadapan dengan daya kekuatan dan kekayaan, propaganda yang terus menerus, kampanye-kempanye fitnah, pengedar desas-desus, penabur perpecahan, dorongan-dorongan dan komplotan-komplotan yang direncanakan oleh orang-orang Umayyah, yang adalah musuh-musuh akidah tradisional dan tak habis-habisnya, waspada dan mampu, iri dan dengki pribadi, egoisme, keputusankeputusan yang tidak adil dan munafik, ambisi, cinta kekuasaan dan kedudukan, pembalasan yang digerakkan oleh kawan dan para sahabat terdahulu, dan pelanggaran sumpah oleh sekutusekutu seperti Thalhah dan Zubair, yang telah memiliki catatan keimanan dan kepercayaan dan masa lalu yang tak tercela dan dibanggakan: siapakah orang-orang beriman yang popular dan terkenal yang selama bertahun-tahun telah melewati jalan kebenaran dan sadar serta berpengetahuan luas? Kemudian, yang cukup dihormati diantara mereka, melepas demi tanggung jawab musuh, membantu serigala-serigala umayyah bersembunyi untuk menyerang domba tak berdosa dan gembala tak berbulu (rakyat), mereka tidak sadar bahwa pada kesempatan lain mereka sendiri akan menjadi korban-korban serigala itu.

Kemudian ada khawarij yang wajah-wajah ketakwaaannya adalah kesalehan dan asketisme. Keningnya bertanda bekas sujud yang lama dalam shalat; mereka adalah orang-orang yang hafal Al-Quran, yang melakukan shalat hingga larut malam, yang tergesa-gesa dalam kecintaan mereka kepada Allah dan bergetar takut akan neraka; kuat dalam iman dan berkehendak untuk mengorbankan diri mereka di jalan Allah; yang berketetapan hati untuk menghancurkan orang kafir, yang slogannya adalah tidak ada pemerintahan kecuali pemerintahan Allah, yang hidupnya dibaktikan untuk melayani kaum muslimin; yang takwa dan asketis, dogmatis, fanatik, jahil, tanpa pikir, membuat sumpah palsu dan berbahaya; yang mencintai Islam tetapi tanpa disadari menjadi alat kesalahan dan alat suci kejahatan; yang sesat dan menyesatkan, merekalah sesungguhny aorang saleh yang membunuh kebenaran..!

Ya, dalam lingkungan yang hiruk pikuk seperti ini dan diantara berbagai tipu daya dan godaan, apakah rakyat yang masih memiliki mental malu-malu mempunyai kemampuan untuk mengakui orang seperti Ali pada zamannya dan menemukannya di pengasingan kesendiriannya, dalam kesunyian dan keteraniayaannya: menariknya keluar dari serangan para sahabat dan musuh yang serupa, mengangkatnya sebagi pemimpin sementara dan pemimpin spiritual mereka, dan mempercayakannya dengan tugas membimbing intelek dan jiwa mereka serta sejumlah urusan keduniaan mereka dan keduniaan lainnya.

Dalam masyarakat semacam ini, para penindas, dan musuh-musuh akidah dan ummat, yang mengatur kemandekan ummat dan melumpuhkan kesadaran dan pemikiran, mengatur syaikh syaikh mereka sendiri yang dipilih melalui kongres dan perkumpulan -perkumpulan serta memiliki rakyat ala domba untuk bersumpah setia kepada mereka di masjid-masjid, menyingkirkan orang-orang sederhana dan ikhlas seperti Ali pada zamannya.

Seperti inilah situasi periode ghaib, Taqlid, dan taqiyyah, ketika kekuatan-kekuatan kekuasaan dan kecurangan mengambil keuntungan dan konsep penantian dan keghaiban, karena selama periode taqiyyah, sebagaimana Imam Ali a.s katakan: orang-orang tulus, sadar dan ikhlas terasing dari arus utama kehidupan sosial, tidak dikenal dan terhinakan; hati mereka penuh dengan penderitaan dan berkabung, jiwa mereka tersiksa dan sedih, sendirian dan tak berdaya.. inilah individu-individu unik yang tidak mempunyai kelas atau kelompok. Mereka menyeru ummat kepada cahaya dan kebenaran, tetapi sia-sia; mereka berusaha dikalahkan dan dilemahkan, mereka dibunuh dan dikurangi jumlahnya (merujuk kepada Nahjul Balaghah Khutbah ke-32).

Maka kita lihat bahwa kepemimpinan agama, penafsiran, kesadaran, pengajaran, dan batasan tanggung jawab yang dibebankan atas orang-orang yang beriman, semuanya berada diantara

hak-hak imam, dirampas atas nama beliau oleh kelompok khusus demi keuntungan mereka sendiri dan sekutu-sekutu mereka. Salah seorang ulama Isfahan yang sangat shaleh, ikhlas, dan sangat berhati-hati, namun dia tidak tahu bagaimana membelanjakan andil Imam (Khumus) agar Imam merasa puas, maka beliau mengubur uang yang diserahkan kepada beliau oleh orang-orang beriman di suatu tempat yang suci, agar bila Imam muncul nanti, Imam dapat menggunakan kekuatan supranaturalnya, menemukannya dan menggunakannya dengan cara yang benar! Pada saat yang sama ketika itu banyak thalabah (pelajar) yang tersiksa oleh lapar, dan banyak para pengajar yang tulus dan ikhlas berada dibawah tekanan keuangan. Islam dapat menggunakan semua banyuan keuangan yang diperolehnya dan para pemimpin agama kita harus membelanjakan dana ini untuk syiar iman dan membangkitkan pengetahuan dan kesadaran agama rakyat, demikianlah bahwa bagaimanapun, sumber-sumber keuangan kita dihancurkan.

Saya harus tambahkan, bagaimanapun bahwa contoh yang baru saya rujuk bukanlah yang terburuk diantara cara dimana uang telah dihambur-hamburkan. Bahkan ada kasus-kasus yang lebih buruk lagi, tetapi kemudian saya pikir akan lebih baik bila tidak menyebutkannya. Bagaimanapun, suatu masyarakat yang orang-orangnya tidak mampu membedakan dan memilih seorang pribadi seperti Imam sebagai raja muda Imam, dan yang langsung maupun tidak langsung, sadar atau tidak sadar, koordinasi diantara kejahilan manusia, kesalahankesalahan sahabat-sahabat mereka dan kejahatan musuh-musuh mereka mampu disingkirkan, atau yang mencemari reputasi individu-individu yang berani, sadar, concern, dan terpelajar, lalu sebagai ganti dari yang kemudian, individu-individu ini akan memperoleh kekuasaan diatas kehidupan spiritual dan temporal masyarakat ini yang adalah pintar namun korup atau saleh tapi bodoh; dan kategori yang kedua adalah seburuk yang pertama, bahkan lebih buruk lagi.

Ada kelompok lainnya yang mengatakan: sekarang kita telah membuang bedirinya pemerintahan yang haq dan menyingkirkan tegaknya keadilan sampai zaman munculnya Al-

Mahdi, jalan dibersihkan untuk rezim yang bathil dan bentuk pemerintahan serta bentuk kebijakan yang kita inginkan untuk dijalankan. Jika rezim kita adalah rezim yang baik, anda akan menerima karena kebaikannya, dan jika kita ini korup dan bahkan lebih korup lagi, anda harus menerimanya karena kita sedang mendekati kedatangan Sang Juru Selamat.

Jika kita lihat bahwa kegaiban yang ditafsirkan dengan gaya yang negatif ini, merupakan alat terbaik ditangan orang-orang yang mempraktekkan penindasan dan kelaliman serta telah menggunakan agama dengan cara seperti ini untuk memenuhi berbagai tujuan mereka sendiri, untuk mengeksploitasi para pengikut Imam dengan menyalahgunakan diri mereka sebagai wakil-wakil Imam, dan untuk memperoleh kekuasaan atas kehidupan intelektual dan materi ummat ini.

Anda mungkin juga menyukai