Anda di halaman 1dari 20

KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT MATA RS MATA DR YAP

Nama NIM Dr. Pembimbing Fak. Kedokteran

: Adi Ahmad Nurobi : 11-2009-251 : dr. Enni Cahyani P., SpM, Mkes : UKRIDA

I. IDENTITAS

Nama Umur No CM

: Bp. S : 31 tahun : 30-66-70

Jenis Kelamin : Pria Agama Pekerjaan Alamat : Islam : Supir Truk LPG : Pojok Tiyasan, Depok, Sleman

II. ANAMNESIS Dilakukan Alloanamnesis dan Autoanamnesis (anak pasien) pada tanggal 25 Oktober 2010

Keluhan Utama: Mata kiri perih sejak 3 hari yang lalu

Keluhan Tambahan: Mata kiri merah disertai bengkak, berair dan rasa panas.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Sejak 3 hari SMRS, pasien mengeluh mata kiri terasa perih dan gatal disertai dengan pembekakan di kelopak mata. Mata kemudian memerah, dan keluar cairan berwarna putih bening. Pasien juga mengeluhkan rasa panas terbakar di daerah mata dan dirasakan nyeri. Nyeri yang dirasakan sampai menimbulkan sakit kepala pada pasien. Pandanganpun menjadi kabur. Selain keluhan pada matanya, pasien juga mengeluh timbulnya kelainan kulit didaerah wajah yaitu samping hidung kiri muncul bercak gelembung berisi cairan, terasa gatal dan nyeri. Pasien menyangkal adanya demam sebelum mata kiri bergejala. Menurut pasien, pasien mengalami gejala tersebut sesaat setelah mata kiri tersebut tertabrak serangga saat naik motor pada sore hari 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Lalu pasien mencari pengobatan dan memutuskan pergi ke UGD RSM Dr YAP. Di UGD pasien di pulangkan dan mendapat pengobatan Ciprofloxacin 2x1 tab, C. Floxa ED 6 x OS, C. Genta ED 3 x OS, Mefinal 2 x 1 tab, Lameson 8mg tappering 1-1-0 dan Cenfresh ED 6 x OS. 1 Hari SMRS pasien tidak mengalami perbaikan, bahkan mata terasa tambah sakit, panas, gatal dan bengkak juga penglihatan masih kabur. Akhirnya pasien memutuskan untuk kembali berobat ke RSM Dr. YAP dan akhinya dirawat. Pasien belum pernah mengalami penyakit mata seperti ini sebelumnya. Pasien menyangkal adanya riwayat kencing manis, darah tinggi, asma dan alergi. Pasien juga mengaku di lingkungan rumah tidak ada yang mengalami penyakit yang sama.

Riwayat Penyakit Dahulu: a. Umum : Diabetes Mellitus : Tidak ada Hipertensi Asma Gastritis : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada

b. Mata : Tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga: Anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS GENERALIS Keadaan Umum : Baik Kesadaran Tanda Vital : Compos Mentis : Tekanan Darah: 120/80 mmHg Nadi Respirasi Suhu Kepala Mata : 80x/menit : 20x/menit : 36,6C

: normocephali, rambut hitam dengan distribusi merata : OS kelopak mata bengkak, konjuntiva hiperemis dan sklera tidak ikterik, OD konjungtiva tidak hiperemis dan sklera tidak ikterik.

THT

: tiada deviasi septum nasi, MAE lapang, T1-T1 tenang tidak Hiperemis : terdapat vesikel berbentuk bulat berdiameter 0,5 cm pada sebelah kiri batang hidung

Kulit Wajah

Thoraks

:suara nafas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-), BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Ekstremitas KGB

: supel, datar, bising usus (+) normal : akral hangat, edema (-) : tidak teraba pembesaran KGB

B. STATUS OFTALMOLOGIKUS

KETERANGAN 1. VISUS

OKULO DEXTRA (OD)

OKULO SINISTRA (OS)

Tajam Penglihatan Axis Visus Koreksi Addisi Distansia Pupil Kacamata Lama

6/6 23,99mm Tidak Dilakukan -

Sakit, tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai Tidak Dilakukan -

2. KEDUDUKAN BOLA MATA Eksoftalmos Enoftalmos Deviasi Gerakan Bola Mata Tiada Tiada Tiada Baik ke semua arah Tiada Tiada Tiada Baik ke semua arah

3. SUPERSILIA Warna Simetris Hitam Simetris Hitam Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR Edema Nyeri tekan Ektropion Entropion Blefarospasme Trikiasis Sikatriks Fissura palpebra Ptosis Hordeolum Kalazion Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada ada ada Tiada Tiada ada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada

5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR Hiperemis Folikel Papil Sikatriks Anemis Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada ada Tiada Tiada Tiada Tiada

Kemosis

Tiada

Tiada

6. KONJUNGTIVA BULBI Sekret Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliar Injeksi Subkonjungtiva Pterigium Pinguekula Nevus Pigmentosus Kista Dermoid Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada ada ada Tiada Tiada

7. SISTEM LAKRIMALIS Punctum Lakrimalis Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8. SKLERA Warna Ikterik Nyeri Tekan Putih Tiada Tiada Merah Tiada ada

9. KORNEA Kejernihan Permukaan Ukuran Sensibilitas Infiltrat Keratik Presipitat Jernih Licin 12mm Baik Tiada Tiada keruh Tidak licin 12mm Baik Tiada Tiada

Sikatriks Ulkus Laserasi Arkus Senilis Edema Tes Placido

Tiada Tiada Tiada Tiada Tiada Tidak dilakukan

Tiada Tiada ada Tiada Tiada Tidak dilakukan

10. BILIK MATA DEPAN Kedalaman Kejernihan Hifema Hipopion Efek Tyndall Dalam Jernih Tiada Tiada Tiada Dalam Jernih Tiada Tiada Tiada

11. IRIS Warna Kripte Sinekia Koloboma Coklat kehitaman Jelas Tiada Tiada Coklat kehitaman Jelas Tiada Tiada

12. PUPIL Letak Bentuk Ukuran Refleks Langsung Refleks Cahaya Tak Langsung Positif Positif Di tengah Bulat 3 mm Cahaya Positif Di tengah Bulat 3 mm Positif

13. LENSA Kejernihan Letak Shadow Test Jernih Di tengah Negatif Keruh ringan Di tengah Negatif

14. BADAN KACA Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15. FUNDUS OKULI Batas Warna Ekskavasio Rasio Arteri:Vena C/D Ratio Makula Lutea Retina Eksudat Perdarahan Sikatriks Ablasio Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tdak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinlai Tidak bisa dinilai

16. PALPASI Nyeri Tekan Massa Tumor Tensi Okuli Tonometri Schiotz Tonometri Air-Puff Tiada Tiada Normal perpalpasi Tidak dilakukan 16 Tiada Tiada Normal per palpasi Tidak dilakukan 15

17. KAMPUS VISI Tes Konfrontasi Sesuai dengan pemeriksa Sesuai dengan pemeriksa

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan 1. Gula darah semasa ( GDS) 2. Ureum 3. Creatinin 4. SGOT 5. SGPT 6. CKMB 7. Albumin 8. Cholesterol total Hasil Nilai Normal 80-120mg/dL 10-50mg/dL 0,6-1,36mg/dL 7-36u/I 7-32u/I 7-32u/I 7-26u/I < 2,2 u/L 3,5-5,3g/dL < 220mg/dL

V. RESUME Telah diperiksa seorang pria, 31 tahun dengan keluhan mata kiri perih, gatal, kelopak mata bengkak. Mata kemudian merah (+), Berair mukopurulen, Terasa Panas, nyeri (+), disertai sakit kepala (+). Pandangan OS kabur. Muncul bercak gelembung di samping kiri batang hidung. Pandangan OS kabur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan palpebra mata kiri: edem (+), nyeri tekan (+), Blefarospasme (+). Konjungtiva tarsalis sup. & inf.: Hiperemis (+). Konjungtiva bulbi : sekret mukopurulen (+), Injeksi konjungtiva (+). Sklera merah(+). Kornea: keruh (+), tidak licin laserasi (+). Selain itu tampak kelainan kulit berupa vesikel berkelompok pada daerah hidung kiri sampai bawah mata kiri.

VI. DIAGNOSIS KERJA OS : Herpes zoster oftalmika

VII. DIAGNOSIS BANDING 1. Herpes Simpleks Oftalmika 2. Blefarokojungtivitis bakteri

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

1. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase Chain Reaction. 2. Pemeriksaan kerokan palpebra. 3. Pemeriksaan serologik. 4. Test DFA (Direct Immunofluorence with Fluorescein-tagged Antibody).

IX. PENATALAKSANAAN OS : Medikamentosa : Acyclovir tab 5 x 800mg Ceftri F ED /30 Genta Z ED 1x1 malam hari Protagen A /3jam Inj. Cortidex 1x 2cc

Pencegahan : Edukasi pasien jangan mengucek mata, tidak mengusap-usap mata, menyentuh lesi kulit, dan menggaruk luka untuk menghindari penyebaran gejala. Menghindari kontak langsung dengan penderita terutama anak-anak.

X. PROGNOSIS OKULO DEXTRA (OD) Ad Vitam Ad Fungsionam Ad Sanationam : : : ad bonam ad bonam ad bonam OKULO SINISTRA (OS) ad bonam dubia ad bonam ad bonam

Herpes Zoster Oftalmikus Definisi Herpes Zoster Oftalmikus merupakan salah satu penyakit virus yang melibatkan dermatom cabang oftalmika N. trigeminus. Keterlibatan mata didapatkan pada 50% pasien Herpes Zoster Oftalmikus dapat berbentuk konjungtivitis, keratitis, uveitis, glaukoma sekunder, ptosis, oklusi arteri sentrdis retina, ablasio retina dan ofalmoplegia.[1] Herpes zoster merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Human Herpes Virus 3 (Varisela Zoster Virus), virus yang sama menyebabkan varisela (chicken pox). Virus ini termasuk dalam famili Herpes viridae, seperti Herpes Simplex, Epstein Barr Virus, dan Cytomegalovirus. [2] Blefarokonjungtivitis pada HZO ditandai dengan hiperemis dan konjungtivitis infiltratif disertai dengan erupsi vesikuler yang khas sepanjang penyebaran dermatom N.V cabang oftalmikus. Konjungtivitis biasanya papiler, tetapi pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Lesi palpebra mirip lesi kulit di tempat lain, bisa timbul di tepi palpebra ataupun palpebra secara keseluruhan, dan sering menimbulkan parut. Lesi kornea pada HZO sering disertai keratouveitis yang bervariasi beratnya, sesuai dengan status kekebalan pasien. Keratouveitis pada anak umumnya tergolong jinak, pada orang dewasa tergolong penyakit berat, dan kadang-kadang berakibat kebutaan.[3]

Etiologi Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zosterdari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer olehvirus. Kadang-kadang infeksi primer berlangsung subklinis. Frekuensi penyakit padapria dan wanita sama, lebih sering mengenai usia dewasa. Virus varisela zoster (VZV) tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup latendiklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VZV dalam subfamilialfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yangmenimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpesalfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam

neuron dari ganglion. Virus yanglaten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitrovirus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan sikluspertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasimeliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine)kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi. Herpes zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus (VZV). VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 sub unit protein dan berbentuk simetri isohedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm, dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan dengan pH yang tinggi. HZO merupakan reaktivasi dari VZV di N.V divisi oftalmik (N.V1).[3]

Epidemiologi Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun.[4] Lebih dari 90% dari dewasa di Amerika Serikat mempunyai bukti serologik mengenai infeksi VZV dan merupakan resiko untuk HZ. Laporan tahunan insidens HZ bervariasi daripada 1.5 3.4 kasus per 1000 orang.
5,6

Faktor resiko untuk perkembangan HZ ini ialah kekebalan imun sistem yang rendah berasosiasi juga dengan proses penuaan yang normal. Bagaimanapun, insidens ini terjadi pada individu berusia di atas 75 tahun rata ratanya iaitu 10 kasus per 1000 orang. [5] HZO khas mempengaruhi 10-20 % populasi. HZO biasanya berpengaruh pada usia tua dengan meningkatnya pertambahan usia. Dari data insiden terjadinya HZO pada populasi Caucasian adalah 131 : 100.000.7 Populasi American-Afrika mempunyai insiden 50 % dari Caucasian. Alasan untuk perbedaan ini tidak sepenuhnya dipahami. Kebanyakan kasus HZO disebabkan reaktivasi dari virus laten. Faktor risiko lain untuk herpes zoster diperoleh dari hambatan respon sel mediated imun, seperti pada pasien dengan obat imunosupresif dan HIV, dan yang lebih spesifik dengan AIDS. Pada kenyataannya, risiko relatif dari herper zoster sedikitnya 15x lebih besar dengan HIV dibandingkan tanpa HIV. HZO terdapat 10-25 % dari semua kasus herpes zoster. Resiko komplikasi oftalmik pada pasien herpes zoster tidak terlihat berhubungan dengan umur, jenis kelamin, atau keganasan dari ruam kulit. [6]

Patogenesis Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion ter&shy;sebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik. [7] Infeksi primer dari VZV ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virusmengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yangsifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalamReticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yangsifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit danmukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebihganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Virus berdiam diri diganglion posterior saraf tepid an ganglion kranialisSelama antibodi yang beredardidalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapipada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilahreaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.

Manifestasi Klinis Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik. Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu. Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi herpes zoster menurut

dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%). Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetikunilateral pada kulit.Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

-Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra Kelopak mata : HZO sering mengenai kelopak mata. Hal ini ditandai dengan adanya pembengkakan

kelopak mata, dan akhirnya timbul radang kelopak, yang disebut blefaritis, dan bisa timbul ptosis. Kebanyakan pasien akan memiliki lesi vesikuler pada kelopak mata, ptosis, disertai edema dan inflamasi. Lesi pada palpebra mirip lesi kulit di tempat lain. Konjungtiva Konjungtivitis adalah salah satu komplikasi terbanyak pada HZO. Pada konjungtiva sering terdapat injeksi konjungtiva dan edema, dan kadang disertai timbulnya petechie. Ini biasanya terjadi 1 minggu. Infeksi sekunder akibat S. aureus bisa berkembang di kemudian hari. Sklera

Skleritis atau episkleritis mungkin berupa nodul atau difus yang biasa menetap selama beberapa bulan. Kornea Komplikasi kornea kira-kira 65 % dari kasus HZO. Lesi pada kornea sering disertai dengan keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai dengan kekebalan tubuh pasien.

Komplikasi pada kornea bisa berakibat kehilangan penglihatan secara signifikan. Gejalanya adalah nyeri, fotosensitif, dan gangguan visus. Hal ini terjadi jika terdapat erupsi kulit di daerah yang disarafi cabang-cabang N. nasosiliaris. Berbeda dengan keratitis pada HSV yang bersifat rekuren dan biasanya hanya mengenai epitel, keratitis HZV mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya, lesi epitelnya keruh dan amorf, kecuali kadang-kadang ada pseudodendrit linear yang mirip dendrit pada HSV. Kehilangan sensasi pada kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sudah sembuh. [8] Keratitis epithelial : gejala awal, berupa punctat epitel. Multipel, lesi vocal dengan fluoresen atau rose Bengal. Lesi ini mengandung virus keratitis stroma. Ini merupakan reaksi imun selama serangan akut dan memungkinkan perpindahan virus dari ganglion. Keratitis stroma kronik bisa menyerang vaskularisasi, keratopati, penipisan kornea dan astigmatisme.

- Traktus uvea Sering menyebabkan peningkatan TIO. Tanpa perawatan yang baik penyakit ini bisa menyebabkan glaukoma dan katarak.

Retina

Retinitis pada HZO digambarkan sebagai retinitis nekrotik dengan perdarahan dan eksudat, oklusi pembuluh darah posterior, dan neuritis optik. Lesi ini dimulai dari bagian retina perifer.

Diagnosis dan Pemerikasaan Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit.Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam,pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudianberkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatusehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadikeruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapatmenjadi krusta. Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan denganpenyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis,kolik renal, dan sebagainya. Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis

mudahditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesike lberkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom. Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pulapemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tesserologik. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yangmencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil,hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi. Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkandiagnosis. [8] Pemeriksaan Fisik Periksa struktur eksternal/superfisial dahulu secara sistematik mengikut urutan daripada bulu mata, kunjungtiva dan pembengkakan sklera. Periksa keadaan integritas motorik ekstraokular dan defisiensi lapang pandang. Lakukan pemeriksaan funduskopi dan coba untuk mengeradikasi fotofobia untuk menetapkan kemungkinan terdapatnya iritis. Pengurangan sensitivitas kornea dapat dilihat dengan apabila dicoba dengan serat cotton. Lesi epitel kornea dapat dilihat setelah diberikan fluorescein. Defek epitel dan ulkus kornea akan jelas terlihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan slit lamp seharusnya dilakukan untuk melihat sel dalam segmen anterior dan kewujudan infiltrat stroma Setelah ditetes anestesi mata, ukur tekanan intraokular (tekanan normal ialah dibawah 12 15 mmHg). Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik : Kerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya sel-sel raksasa berinti banyak (Tzanck) yang khas dengan badan inklusi intranukleus asidofil. b. Pemeriksaaan serologic, HZ dapat terjadi pada individu yang terinfeksi dengan HIV yang kadangkala asimtomatik, pemeriksaan serologik untuk mendeteksi retrovirus sesuai untuk

pasien dengan faktor resiko untuk HZ (individu muda daripada 50 tahun yang nonimunosupres). c. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase Chain Reaction. [4]

Diferensial Diagnosis a. Kondisi yang memperlihatkan penampakan luar yang sama Herpes simplek Ulkus blefaritis

b. Kondisi yang menyebabkan penyebaran nyeri Tic Douloureux Migrain Pseudotumor orbita Selulitis orbita Nyeri akibat sakit gigi

c. Kondisi yang menyebabkan inflamasi stromal kornea Epstein-Barr Virus Sifilis

Komplikasi 1. Neuralgia Pasca Herpes zoster (NPH) merupakan nyeri yang tajam dan spasmodic (singkat dan tidak terus menerus) sepanjang nervus yang terlibat. Nyeri menetap di dermatom yang terkena setelah erupsi. 2. Herpes zoster menghilang, batasan waktunya adalah nyeri yang masih timbul satu bulan setelah timbulnya erupsi kulit. Kebanyakan nyeri akan berkurang dan menghilang spontan setelah 16 bulan 3. Gangren superfisialis, menunjukan Herpes zoster yang berat, mengakibatkan hambatan penyembuhan dan pembentukan jaringan parut. 4. Komplikasi mata, antara lain : keratitis akut, skleritis, uveitis, glaucoma sekunder, ptosis, korioretinitis, neuritis optika dan paresis otot penggerak bola mata. 5. Herpes zoster diseminata / generalisata

6. Komplikasi sitemik, antara lain : endokarditis, menigosefalitis, paralysis saraf motorik, progressive multi focal leukoenche phatopathy dan angitis serebral granulomatosa disertai hemiplegi (2 terkahir ini merupakan komplikasi herpes zoster optalmik).[4]

Penatalaksanaan Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk: 1.Mengatasi infeksi virus akut 2.Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster 3.Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik. Sebagian besar kasus herpes zoster dapat didiagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Cara terbaru dalam mendiagnosis herpes zoster adalah dengan tes DFA (Direct

Immunofluorence with Fluorescein-tagged Antibody) dan PCR (jika ada), terbukti lebih efektif dan spesifik dalam membedakan infeksi akibat VZV dengan HSV. Tes bisa dilanjutkan dengan kultur virus.Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat diterapi dengan Acyclovir (5 x 800 mg sehari) selama 7-10 hari. Penelitian menunjukkan pemakaian Acyclovir, terutama dalam 3 hari setelah gejala muncul, dapat mengurangi nyeri pada herpes zoster oftalmikus. Onset Acyclovir dalam 72 jam pertama menunjukkan mampu mempercepat penyembuhan lesi kulit, menekan jumlah virus, dan mengurangi kemungkinan terjadinya dendritis, stromal keratitis, serta uveitis anterior. Terapi lain dengan menggunakan Valacyclovir yang memiliki bioavaibilitas yang lebih tinggi, menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster oftalmikus pada dosis 3 x 1000 mg sehari. Pemakaian Valacyclovir dalam 7 hari menunjukkan mampu mencegah komplikasi herpes zoster oftalmikus, seperti konjungtivitis, keratitis, dan nyeri. Pada pasien imunocompromise dapat digunakan Valacyclovir intravena. Untuk mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster oftalmikus dapat digunakan analgetik oral. Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh herpes zoster oftalmikus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pada blefarokonjungtivitis, untuk blefaritis dan konjungtivitisnya, diterapi secara paliatif, yaitu dengan kompres dingin dan topikal lubrikasi, serta pada indikasi infeksi sekunder oleh bakteri (biasanya S. aureus). Pada keratitis, jika hanya mengenai epitel bisa didebridemant, jika mengenai stromal dapat digunakan topikal steroid, pada neurotropik keratitis diterapi dengan lubrikasi topikal, serta dapat digunakan antibiotik jika terdapat infeksi sekunder bakter.[9]

Untuk neuralgia pasca herpetik obat yang direkomendasikan di antaranya Gabapentin dosisnya 1,800 mg - 2,400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai 1,800 mg sehari. Antibiotik sebaiknya digunakan jika terdapat infeksi bakterial. Antibiotik pada kasus ini ialah ampicillin dan tetes mata gentamisin, merupakan antibakteri spektrum luas. Isprinol yang diberikan oleh spesialis kulit pada penderita di atas termasuk obat imunomodulator yang bekerja memperbaiki sistem imun. Vitamin neurotropik berupa neurodex digunakan sebagai vitamin untuk saraf. Pada umumnya direkomendasikan pemberian NSAID topikal 4 kali sehari dan ibuprofen sebagai analgetik oral. Ahli THT memberikan obat kumur tantum verde yang berisi benzydamine hydrochloride, merupakan anti inflamasi non steroid lokal pada mulut dan tengggorokan. Penderita di atas juga mendapatkan antioksidan berupa asthin force dari ahli penyakit dalam untuk perlindungan kesehatan kulit. Sindrom Ramsay Hunt dapat diberikan Prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion.

Pencegahan Tindakan preventif yang harus dilakukan penderita ialah tidak mengusap-usap mata, menyentuh lesi kulit, dan menggaruk luka untuk menghindari penyebaran gejala. Bagi orang sekitar hendaknya menghindari kontak langsung dengan penderita terutama anak-anak. Obatobatan antiviral seperti asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir merupakan terapi utama yang lebih efektif dalam mencegah keterlibatan okuler terutama jika obat diberikan tiga hari pertama munculnya gejala. Berdasarkan rekomendasi dari National Guidelines Clearinghouse, dosis asiklovir oral untuk dewasa ialah 800 mg 5 kali sehari selama 7 sampai 10 hari.8 Sedangkan antiviral topikal tidak dianjurkan karena tidak efektif. Antiviral digunakan untuk mempercepat resolusi lesi kulit, mencegah replikasi virus, dan menurunkan insiden keratitis stroma dan uveitis anterior.

Prognosis Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan perawatan secara dini. Prognosis dari segi visus penderita baik karena asiklovir dapat mencegah penyakit-penyakit mata yang menurunkan visus. Kesembuhan penyakit ini umunya baik pada dewasa dan anak-anak dengan perawatan secara dini. Prognosis ke arah fungsi vital diperkirakan ke arah baik dengan pencegahan paralisis motorik dan menghindari komplikasi ke mata sampai kehilangan penglihatan. Prognosis kosmetikam pada mata penderita tersebut baik karena bengkak dan merah pada mata dapat hilang. Pada kulit dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Goldstein, B. G. Dan Goldstein, A.O., Dermatologi Praktis, Hipokrates; Jakarta: 246-247. 2. Voughan D, Tailor A. Penyakit virus : ophtalmologi umum. Edisi 14. Widya Medika. 1995 : 112, 336. 3. Moses S. Herpes zoster ophtalmicus. Diunduh dari www.fpnotebook.com, Pada tanggal 27 Oktober 2010. 4. Adli J. Komplikasi herpes zoster oftalmicus pada pria dewasa tua. Diunduh dari : www.fkumycase.net, pada tanggal 27 Oktober 2010. 5. Maria M Diaz. Herpes zoster ophthalmicus. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article, Pada tanggal 27 Oktober 2010. 6. Web MD. Herpes of the eye. Diunduh dari: http://www.medicinenet.com/herpeseye/, tanggal 27 Oktober 2010. 7. Stankus SJ, Dlugopolski M, Packer D. Management of Herpes Zoster and Post Herpetic Neuralgia. eMedicine World Medical Library. Diunduh dari :

http://www.emedicine.com/info_herpes_zoster, tanggal 27 Oktober 2010. 8. Gurwood AS. Herpes zoster ophthalmicus. Diakses dari www.optometry.co.uk. November 16, 2001. 9. Suwarji H. Infeksi viral dan strategi pengobatan anti viral pada penyakit mata. Diunduh dari http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08InfeksiViral087.pdf, pada tanggal27 Oktober 2010. 10. Shaikh S. Evaluation and management of herpes zoster. Diunduh dari: www.aafp.org. Pada
tanggal 27 Oktober 2010.

Anda mungkin juga menyukai