Pendahuluan
Hipospadia merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling sering didapatkan, terdapat sekitar 1:200 sampai 1:300 kelahiran hidup, yang ditandai dengan kegagalan perkembangan spongiosum uretral, prepusium letak ventral dan pada beberapa kasus yang berat terdapat kordae penile
Tujuan akhir dari koreksi hipospadia adalah memberikan pasien penis yang lurus dengan bentuk fisik yang normal, dimana letak meatus pada ujung (tip), dan memberikan mikturasi yang normal dan kehidupan seksual yang memuaskan
Teknik operasi saat ini telah berkembang menjadi banyak teknik yang telah dilakukan oleh para pionir hipospadia
Tujuan akhir dari koreksi hipospadia adalah memberikan pasien penis yang lurus dengan bentuk fisik yang normal, dimana letak meatus pada ujung (tip), dan memberikan mikturasi yang normal dan kehidupan seksual yang memuaskan
Beberapa komplikasi sering terjadi setelah koreksi hipospadia. Yang paling sering adalah pembentukan fistula (uretrokutaneus fistula), dimana angka kejadiannya 5% pada kasus-kasus anterior dan 50% pada kasus posterior.
Bentuk anatomi dari hipospadia serupa dengan penis yang normal, kecuali pada aspek ventral, dimana terdapat hilangnya kulit paling depan (foreskin), ujung uretra tertahan dan berkurangnya lapisan spongiosum uretra
Neuroanatomi penis. Suatu rekonstruksi 3-dimensi komputer (Computer-generated 3-dimensional) pada penis fetus yang normal. Warna hijau kebiruan (turquoise) mewakili spongiosum, dimana lumennya diwakili oleh warna biru tua. Kulit ditandai dengan warna coklat. Nervus kavernosus (merah muda) berjalan lurus ke arah hilus penile dimana akan masuk ke dalam batang penis di bawah simpisis pubis (biru tua).
Perkembangan penis dan uretra. A. Tahapan pemisahan sekitar minggu ke delapan gestasi. Tampak pembentukan lekukan uretral primitif pada bagian tepi kaudal di tonjolan genital. Pembesaran genital (labioskrotal), muncul pada kedua sisi membran urogenital diatas lekuk anal dan perineal. B. Penutupan uretra pada minggu ke-11 gestasi. Awalnya dekat dari anus, mendekatnya lipatan uretral ektodermal di atas lempeng uretral, membentuk uretra penile, dengan bagian distal uretra pada sulkus koronal merupakan bagian terakhir yang menutup
C. Pembentukan glanular uretra dan fossa navilularis berlangsung pada akhir masa gestasi. Suatu bagian lapisan ektoderm dari ujung glans masuk ke dalam mesenkim sebagai suatu bagian ektodermal yang masuk. Bagian dasar dari ektodermal yang masuk, membuat kontak dengan ujung lempeng uretra, yang akhirnya membentuk atap dari uretra dan mencegah dinding ganda melebur. D. Prepusium terbentuk dari diferensiasi sel-sel epitelial lamela glannular, yang membentuk suatu lekukan antara lipatan preputial dan glans.
Etiologi hipospadia masih menyisakan suatu tanda tanya besar. Walaupun telah dilakukan usaha yang ekstensif, hanya kurang dari 5% dari keseluruhan penderita hipospadia dapat disebabkan karena abnormalitas metabolisme androgen (defisiensi enzim 5 reduktase tipe-II), defek pada reseptor androgen atau defek genetik
Saat ini, banyak sekali penelitian yang menyatakan bahwa insidensi dari kejadian hipospadia berhubungan erat antara kelainan genetik dengan paparan lingkungan
Different classifications of hypospadias, according to location of meatus (modified from Sheldon and Ducket 1987)
Hipospadia. A. Meatus glanular. B. Meatus subkoronal. C. Midshaft hipospadia. D. Penoskrotal. E. Skrotal. F. Perineal. Tanda panah menunjukkan lokasi dari meatus yang abnormal. Sebagai catatan, bentuk paling berat dari hipospadia, biasanya berhubungan dengan kebengkokan penis (chordae)
PENATALAKSANAAN HIPOSPADIA
Tujuan akhir pada pembedahan hipospadia ini adalah untuk merekonstruksi penis menjadi lurus, meatus uretra terletak di ventral dari ujung glans penis, aliran urin dapat lancar dan secara seksual memuaskan
Terdapat 5 (lima) fase dasar untuk tercapainya hasil terapi hipospadia yang memuaskan: 1. Orthoplasty (meluruskan penis) 2. Urethroplasty 3. Meatoplasty dan glanuloplasty 4. Scrotoplasty 5. Penutupan kulit
Penggunaan luas analgesik lokoregional (blok kaudal) ternyata memiliki hasil yang sangat baik pada periode awal pascaoperasi pada anakanak penderita hipospadia.
Persiapan pembedahan
Jika terdapat mikropenis, sangatlah perlu memperbesar ukuran penis terlebih dahulu saat preoperatif dengan pemberian androgen, baik secara injeksi atau lokal Beberapa penulis menyarankan, pemberian androgen berakhir paling sedikit 2-3 bulan sebelum pembedahan. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian injeksi testosteron proprionate adalah 25 sampai 50 mg (2 mg/KgBB)
Waktu pembedahan
Walaupun jika ada ahli bedah menyarankan usia yang sangat muda, sebelum 6 bulan untuk dilakukannya pembedahan hipospadia, hal ini tidak dapat diaplikasikan untuk beberapa kasus yang berat, karena membutuhkan diseksi penis ke belakang ke arah perineum
Pada kasus-kasus ini, operasi yang terlalu dini menyebabkan anak terekspos untuk kemungkinan mendapatkan transfusi darah. Beberapa penulis menyarankan, agar koreksi dilakukan antara usia 6 bulan sampai 1 tahun
Bengkoknya penis disebabkan oleh adanya defisiensi pada struktur normal pada sisi ventral penis. Hal ini disebut dengan kordae Penis dipisahkan dengan cara degloving seperti pada sirkumsisi dengan mempertahankan mukosa kolar penis.
Insisinya mengikuti pemisahan dari korpus spongiosum pada permukaan ventral penis. Jika rekonstruksi prepusium dibutuhkan, insisi mengikuti tepi dari prepusium dan dilanjutkan ke permukaan ventral dari penis Pada setiap langkah membebaskan kordae, suatu ereksi buatan dengan menyuntikkan cairan saline dikerjakan untuk mengontrol kekuatan penis
Koreksi kordae. Insisi ventral (garis terputus) dikerjakan ventral pada meatus. Degloving pada sisi ventral pertengahan penis mengakibatkan lepasnya ikatan kuat pada jaringan fibrous yang membuat kordae turun ke bawah sampai ke bagian korpus spongiosum. Pada bentuk hipospadia anterior, prosedur ini biasanya sudah cukup untuk membuat kelurusan penis
Teknik MAGPI. A. Insisi subkoronal secara sirkumferensial. B. Penutupan dengan cara Heineke-Mikulicz pada dorsal meatus, setelah eksisi pada jaring jembatan kulit bagian dorsal.
C. Pembukaan mesenkimal glans, merupakan langkah yang paling kritis, dikerjakan melalui pembagian kulit secara seimbang (dashed line) dan menaikkan uretra yang mobile dengan menggunakan benang 6-0 kromik atau dengan skin-hook. D. Penutupan dua-lapis dari mesenkimal glans diatas uretra yang sudah dinaikkan, membuat bentuk normal glans dengan bentuk yang sempurna dari uretra. E. Penutupan kulit dengan pendekatan secara rapat pada kulit shaft-penile.
Prosedur Mathieu (teknik flip-flap), memajukan flap kulit yang berdekatan ke lekuk glanular dengan garis jahitan paralel, masih digunakan secara luas sampai saat ini dan menawarkan hasil yang baik Teknik ini, melibatkan penggunaan skin-flap perimeatal, berdasarkan suplai aliran darah internal
Prosedur Mathieu. A. Garis putus-putus diluar flap kulit. B. Flap proksimal diputar dan dibentuk flap pada lateral glans. C. Flap pada glans menutupi neouretra dan kulit prepusium dipindahkan, jika perlu. D. Hasil akhir
Penelitian saat ini bahkan telah mengembangkan teknik ini (modifikasi), dikenal dengan nama double-faced Mathieu (DF-Mathieu) Dan teknik ini dapat diaplikasikan pada pasien yang memiliki lekuk uretra yang dangkal, ketika prosedur TIP dapat meningkatkan risiko komplikasinya
Teknik DF-Mathieu untuk memperbaiki hipospadia dan lekuk uretra yang dangkal. A.dibuat garis batas untuk flap. Panjang flap sebanding dengan jarak antara orifisium dan tip dari glans ditambah dengan panjang glans. B. Penis di degloving, diseksi dan melepaskan flap. Jika terrdapat kordae, maka kordae diperbaiki pada tahapan ini
C. Flap diputar dan dijahitkan disekeliling lempeng uretra dengan teknik onlay. Kemudian dihasilkan 2 (dua) flap dartus dan ditempatkan di atas neouretra. D. Bagian distal dari flap disilang diatas flap dartus dan dijahitkan diantara dua sayap glans. E. Kulit penis didekatkan ulang disekeliling pertengahan penis.
Prosedur GAP digunakan untuk sebagian kecil pasien dengan hipospadia anterior yang memiliki lekuk glanular yang dalam dan lebar Pada prosedur GAP, uretra yang lebar ini di lakukan tubularisasi secara primer diatas stent
Teknik GAP. A. Insisi awal. B. Membuka mesenkimal glans dengan cara de-epitelisasi jaringan. Hal ini merupakan fase yang kritis untuk penutupan glans 2-lapis dan menghasilkan bentuk yang baik pada uretroplasti. C. Tubularisasi neouretra yang diikuti dengan penutupan glans. D. Hasil akhir
Saat ini, konsep insisi lempeng uretra, berikut tubularisasi dan penyembuhan sekunder yang telah diperkenalkan oleh Snodgrass, telah menjadi suatu revolusi pada pembedahan hipospadia.
Hasil jangka pendeknya memuaskan, dan prosedur ini sangat dikenal luas. Hal yang menarik dari teknik ini adalah, adanya celah meatus yang dibuat dari insisi garis tengah bagian dorsal
Uretroplasti TIP (tabularized incised urethroplasty). A. Insisi dalam pada lempeng uretra sampai ke jaringan corporal. B. Tubularisasi pada neouretra, berikut dengan glansplasty
Teknik onlay island flap, biasa digunakan untuk kasus hipospadia yang berat
Teknik onlay island flap ini, juga dapat digunakan pada penis dengan kordae tanpa hipospadia
Onlay preputial island flap: A. Prepusium dipisahkan secara in situ untuk diseksi dari vaskularisasi onlay island flap dengan meninggalkan prepusium sebagai lapisan ke dua. B. Area tapal kuda (Horseshoe) memperdarahi onlay island flap ke jembatan sepanjang defisit dari uretra.
C. Teknik buttonhole digunakan untuk memindahkan onlay flap dari dorsal ke ventral penis untuk menghindari torsio penis. D. De-epitelisasi flap diamankan ke area uretroplasti daerah ventral untuk penutupan sekunder sebagai pencegahan terjadinya fistula.
Skema reparasi Bracka buccal 2 tahap. Tahap pertama: A. Pasien dengan hipospadia tipe midshaft, berjaringan parut, keterbatasan kulit, akibat seringnya repair hipospadia sebelumnya. Dilakukan reseksi pada jaringan parut. B. Mobilisasi sayap glans. C. Graft mukosa bukal, dianyam ke dalam jaringan parut yang sudah direseksi. D. Membuat semacam guling
Tahap kedua: setelah 6 bulan penyembuhan. E. Eksposur dari mesenkimal glans dan pemotongan graft bukal sebagai uretroplasit berikutnya. F. Uretroplasti. G. Deepitelisasi sekunder dari pedikel menutup uretroplasti.. H. Dua lapisan glansplasty dan hasil akhir.
Steps of lateral-based (LB) flap technique for single stage repair of proximal hypospadias. (a, b) Yshaped deep incision of the glans; (c) chordectomy; (d) outline skin incision and flap mobilisation; (e) formation of the neourethra; (f) glanulomeatoplasty; (g) protective intermediate layer; (h) skin closure
KOMPLIKASI HIPOSPADIA
Pembentukan fistula uretrokutan pasca tidakan repair hipospadia, merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan, dengan angka rata-rata kejadian yang pernah dilaporkan sekitar 4-25%
Algoritma penanganan fistula uretrokutan setelah repair hipospadia, sesuai dengan ukuran dan lokasi dari fistula
Van der Meulen, et al, menyatakan ada enam (6) faktor yang menyumbang kejadian fistula berulang, yaitu: (1) devaskularisasi pada kulit akibat tidak adekuatnya delineasi pada flap kulit atau penarikan kulit akibat dressing yang ketat, (2) tarikan yang kuat pada kulit akibat kombinasi dari sedikitnya kulit yang tersisa dan edema sekitar luka,
(3) superposisi uretra dan garis jahitan kulit, (4) infeksi pada luka, yang menyebabkan devaskularisasi pada kulit atau stagnansi (berkumpulnya) darah dan urin,
Menghindari anastomosis yang sirkuler, merupakan hal terbaik untuk mencegah kejadian ini
Stenosis meatal dapat juga terjadi, namun jarang, dan penanganannya dapat dengan dilatasi atau meatoplasti
Stenosis yang terjadi antara uretra awal dan hasil rekonstruksi sangat jarang dapat diterapi dengan dilatasi dan ureterotomi saja, seringnya harus dilakukan prosedur operasi kembali Diagnosis terjadinya stenosis dibuat berdasarkan inspeksi dan kateter yang dimasukkan selama masa evaluasi
Kemungkinan akan terjadi juga urethrocele, jika terjadi, maka dibutuhkan prosedur lanjutan untuk mengeluarkan semua stenosis bagian distal dan menurunkan ukuran uretra ke kaliber yang sesuai
Komplikasi berikut adalah kordae yang menetap atau berulang, yang akan mengganggu kualitas hubungan seksual dan butuh evaluasi ketat terhadap anak-anak yang menjalani operasi hipospadia tipe posterior sampai masa dewasanya
KESIMPULAN
Hipospadia masih merupakan kelainan kongenital yang paling sering pada traktus urogenitalia, dan terjadi pada sekitar 1:200 - 1:300 kelahiran hidup Tujuan akhir dari koreksi hipospadia adalah memberikan pasien penis yang lurus dengan bentuk fisik yang normal, dimana letak meatus pada ujung (tip), dan memberikan mikturasi yang normal dan kehidupan seksual yang memuaskan
Terbentuknya fistula uretrokutaneus pascaoperasi hipospadia, yang merupakan komplikasi yang paling sering dan paling banyak, masih menyisakan sesuatu yang membuat putus asa, baik bagi pasien dan para ahli bedahnya
Harapan ke depannya, penelitian anatomis mendalam, penelitian ilmu dasar dan inovasi dari teknik pembedahan, diharapkan dapat semakin membaik secara berkelanjutan untuk penanganan pasien-pasien hipospadia
Terima kasih