Anda di halaman 1dari 7

B.

Tanaman Karet Tanaman karet merupakan tanaman perkebunan/industri tahunan yang pertama kali ditemukan di Brazil dan mulai dibudidayakn pada tahun 1601. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura, tanaman karet dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Indinesia pernah menguasai produk karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand (Siswanto dan Mudji, 2005). Menurut Anonim (1994) tanaman karet (Hevea brasiliansis) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Keluarga

Euphorbiaceae, dan genus Hevea. Karet cukup baik dikembangkan di daerha lahan kering beriklim basah. Tanaman karet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan komoditas lainnya, yaitu: dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1-600 meter di atas permukaan laut, dengan suhu harian 25-30oC. Derajat keasaman tanah yang paling cocok untuk ditanami tanaman karet adalah 5-6, pada berbagai kondisi dan jenis lahan, masih mampu dipanen hasilnya meskipun pada tanah yang tidak subur, dapat memberikan pendapatan harian bagi petani yang mengusahakannya, dan memiliki prospek harga yang cukup baik, karena kebutuhan karet dunia semakin meningkat setelah China membuka pasar baru bagi karet Indonesia. Di Indonesia pusat penanaman karet terdapat di pulau Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan.

Menurut Aritonang (1986), karet merupakan tanaman berbuah polong yang sewaktu masih muda buahnya terpaut erat dengan rantingnya. Buah karet dilapisi oleh kulit tipis berwarna hijau dan di dalamnya terdapat kulit tebal yang keras dan berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung biji. Setelah tua warna kulit buah berubah menjadi keabu-abuan dan kemudian mengering. Pada waktunya pecah dan jatuh, bijinya tercampak lepas dari kotaknya. Tipa buah tersusun atas dua sampai empat kotak biji dan pada umumnya berisi tiga kotak biji dimana setiap kotak terdapat satu biji. Tanaman karet mulai menghasilkan pada umur lima tahun dan semakin banyak seiring pertambahan umurnya. Biji karet berbentuk bulat telur dan rata pada salah satu sisinya. Buah karet umumnya memiliki tiga ruang bakal buah. Buah yang sudah masak akan pecah dengan sendirinya. Biji karet terdiri atas 45-5- persen kulit yang keras berwarna cokelat dan 50-55 persen daging biji yang berwarna putih (Nadrajah, 1976). Biji karet segar terdiri atas 34,1% kulit , 41,2% isi, dan 24,4% air, sedangkan biji karet yang telah dijemur dua hari terdiri dari 41,6% kulit kadar air 8,0% dan minyak 15,3%. Menurut Stosic dan Kaykay (1998) bahwa

komposisi kimia daging biji karet adalah protein kasar 22,5%, lemak kasar 49,5% kadar air 14,5% kadar abu 3,5%, dan serat kasar 3,8%.

C. Proses Pengolahan Biji Karet Menjadi Biokerosin Biokerosin merupakan bahan bakar alternatif yang bersumber dari bahan-bahan organik baik nabati maupun hewani yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak tanah.

Proses-proses pengolahan biji karet menjadi biokerosin pengganti minyak tanah antara lain sebagai berikut: 1. Press Minyak Biji Karet Menurut Baily, 1980 dalam Nilam (1998) Ekstraksi minyak dan lemak adalah proses pemisahan minyak atau lemak dari bahan-bahan yang diduga mengandung minyak atau

lemak. Ekstraksi dapat dilakukan mekanis, menggunakan pelarut atau kombinasi cara mekanis dan menggunakan pelarut. a) Ekstraksi menggunakan pelarut Ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada prinsipnya adalah melarutkan minyak atau lemak yang ada dalam bahan pangan dengan pelarut organik yang mudah menguap. Cara ini efisien untuk bahan-bahan yang berkadar lemak rendah. Pelarut lemak biasanya digunakan adalah pelarut eter, karbon, tetraklorida, benzen, karbon disulfida dan heksana. b) Ekstraksi cara mekanis Ekstraksi cara ini biasanya diterapkan pada bahan-bahan yang diduga berkadar lemak tinggi (30-70%), terutama bahan yang berupa biji-bijian. Cara ekstraksi minyak ini terdiri dari duap tahap, yaitu tahap perlakuan pendahuluan dan tahap pengempaan. Tahap pertama dilakukan dengan menggunakan press hidrolik. Pengepresan dengan tekanan tertentu, kemudian tekanan dikembalikan lagi ke nol sampai beberapa menit, kemudian ampas dari biji karet tersebut kemudian dipres kembali hingga keluar minyak yang tersisa. Perlakuan pendahuluan terdiri dari pembersihan bahan, pemisahan kulit dari biji karet, pengecilan ukuran dan pemasakan. 2. Minyak Biji Karet Kandungan minyak dalam dgaing biji atau inti biji 45-50 persen dengan komposisi 17-22 persen asam lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat, stearat, arakhidat, serta lemak tidak ejnuh sebesar 77-82 persen yang terdiri atas asam oleat, linoleat, linolenat. Hasil penelitian tentang ekstraksi minyak dari biji karet menghasilkan erndemen 50-56% dari 1 kg biji karet. Minyak biji karet merupakan salah satu jenis minyak mengering (drying oil), yaitu minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, dan bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka (Aritonang, 1986). Haisl analisis kimia, bahwa sifat kimia dari biji karet hampir sama dengan sifat minyak kacang tanah, tetapi tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng karena tidak sesuia dengan standard AOCS. Minyak biji karet digunakan oleh industri-industri sebagai bahan pembuat sabun, minyak pengering, bahan pengelap kosmetik, damar alkid, faktis, dan lain sebagainya (Anonim, 2006). 3. Pemurnian Minyak Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna ynag tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak

sebelum dikonsumsi atau di gunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Salah satu perilaku pendahuluan yang umum di lakukan terhadap minyak yang dimurnikan dikenal sebagai peroses pemihahan gum (de-gumming) a) Degumming Pemisahan gum merupakn suatu peroses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidratasi gum atau kotoran lain agar supaya bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses pemusingan atau centrifuse. Caranya ialah dengan melakukan uap air panas ke dalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi sehingga bagian lendir terpisah dari air. Pada waktu proses sentrifusi berlangsung, ditambahkan bahan kimia yang dapat menyerap air misalnya asam mineral pekat atau garam dapur NaCl. Suhu minyak pada waktu proses sentrifusi berkisar antara 32-50oC, dan pada suhu tersebut kekentalan bagian lendir terpisah dengan air. Proses pemisahan gum (degumming) perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, dengan alasan: Sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan kaustik soda pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun dari minyak. Netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dan minyak, sehingga mengurangi rendemen trigliserida. b) Netralisasi Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya, sehingga membentuk sabun. Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan denagn cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-asidifikasi. Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri. Karena lebih efisien dan lebih murah dibandibgkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda membantu dalam mengurangi zat warna dana kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak.

Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi. Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis, maka netralisasi dengan menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, resin dan suspensi dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan denagn proses pemisahan gum. Komponen minor dalam minyak berupa sterol, khlorofil, vitamin E dan karotenoid hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan proses netralisasi. 4. Biokerosin Biokerosin adalah minyak pengganti minyak tanah yang bersumber dari bahanbahan alami (tumbuhan) yang sifatnya renewable. Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang paling tinggi potensinya secara keseluruhan. Teknologi konversi biomassa pada tingkat prosuksi menghasilkan bahan bakar hayati (biofuel) yaitu biodisel, bioetanol, biokerosin, dan biogas. Menurut Anderson (2006) biokerosin dapat diproduksi melalui mekanisme sintetis, salah satunya dengan metode Fisherp Tropsch yang diperoleh dari sumber biomassa yang dapat mengeliminir kandungan sulfur pada bahan bakar tersebut. Titik bakar yang cukup tinggi dari minyak murni, memerlukan proses pembakaran tertentu untuk menghasilkan penyalaan yang baik. Oleh karena itu, penggunaan minyak murni memerlukan peralatan atau kompor khusus, yang sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dibuat. Kompor semacam ini sudah banyak digunakan oleh para penjual jajanan kaki lima, tetapi biasanya menggunakan minyak tanah. Sifat fisikokimia yang berbeda menyebabkan kompor semacan ini harus dimodifikasi agar dapat digunan untuk BBN dalam bentuk minyak murni. 5. Kadar Air Kadar air yang terkandung dalam bahan bakar menyebabkan penurunan mutu bahan bakar karena dapat menurunkan nilai kalor dan memerlukan sejumlah kalor untuk penguapan, menaikkan titik nyala, memperlambat proses pembakaran, dan menambah volume gas buang. Air yang terkandung dalam minyak dibedakan menjadi dua yaitu air internal dan air

eksternal. Air internal adalah air yang terikat di dalam minyak secara fisik, sedangkan air eksternal adalah yang menempel pada permukaan minyak. Menurut UNEP (2006), air dapat menyebabkan percikan api pada ujung burner, dapat mematikan nyala api, menurunkan suhu api, dan memperlama penyalaan. Kadar air yang terdapat pada biji karet dapat dilihat pada kondisi fisik biji karet itu sendiri setelah dilakukan penjemuran selama 3,5 dan 7 hari. 6. Bilangan Asam Bilangan asam adalah jumlah miligram kalium hidroksida yang digunakan untuk menetralkan gugus karboksil bebas yang terdapat salam satu gram minyak. Bilangan asam menunjukkan asam lemak bebas yang terbentuk akibat degradasi oksidasi. Semakin banyak asam lemak tidak jenuh terkandung dalam minyak menyebabkan minyak semakin mudah teroksidasi Sunber:

zakiyahdarajat-blogsimplewom.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai