Anda di halaman 1dari 12

Chapter 6 HUJAN BERPAYUNG HITAM

Dariiiinnn,,, bawain kursinya kesini dong, Teriak Sandra dari seberang auditorium. Aku bergerak menuju arah yang ditunjukkannya. Ini ?, Yes, mister, Ku bawa kursi plastik itu menuju tempat Sandra dan cewek-cewek lain yang saat itu sedang menempelkan huruf-huruf dari potongan kertas ke kain spanduk. Tinggal sedikit lagi selesai. Sandra menyenggol lenganku Darin, Hoy.. Darin, Aku tersentak kaget dan menoleh padanya Apa sih, San ?, Kamu itu yang apa, kok dari tadi ngelamun mulu sih. Kapan selesainya ? Ntar kalo seniorsenior udah pada dateng, bisa didamprat habis-habisan kita semua, Randi berlari ke arahku dari pintu masuk Eitss..udah, udah. Daripada marah-marah mulu dari tadi, gimana kalo kita cari makan dulu ? Ntar kalo perut udah penuh, pasti pikirannya jernih semua, Iya, betul. Kita gantian aja cari makannya supaya ada yang jaga di sini, Sahutku. Teman-teman, kita gentian ya cari makannya ? Yang pergi empat sampai lima orang aja sekali keluar. Yang lainnya tinggal disini dan ngelanjutin pekerjaannya sampe selesai. Setelah yang keluar tadi masuk lagi, baru kelompok selanjutnya boleh keluar, Umumku di hadapan semua anggota himpunan akuntansi. Kami sedang sibuk mengurus acara dies natalies yang rencananya akan digandeng dengan kegiatan seminar se-kota Surabaya. aku dipercayakan menjadi seksi bagian acara dan dana. Tugasnya selain mengumpulkan dana juga membantu-bantu yang lain dalam mempersiapkan auditorium ini yang nanti akan diadakan sebagai tempat seminar nanti. Seminar akan diadakan hari sabtu besok, kemudian rencananya pada malam harinya kami akan mengadakan dies natalis dengan kegiatan utama berkemah bersama seluruh anggota dan alumnialumni himpunan. Ini acara tahunan yang lumayan besar, maka dibutuhkan banyak tenaga dan pikiran untuk mengurusinya. Sudah seminggu ini aku seharian di kampus, dan baru pulang saat azan maghrib berkumandang. Bahkan, persiapanku sebagai seksi dana telah dimulai jauh sebelumnya. Yaitu sekitar dua bulan lalu, mempersiapkan proposal dan membuat daftar calon sponsor. Kesibukan itu mengakibatkan aku tak sempat memikirkan hal-hal lain. Termasuk Kana. Aku juga berusaha keras untuk tak memikirkannya. Pada saat di kelas, aku akan menyibukkan diri untuk berdiskusi mengenai kegiatan himpunan itu dengan Sandra, Randi, dan kawan-kawan lain yang juga masuk anggota himpunan. Kana bukan termasuk anggotanya. Aku menanti-nantikan kegiatan itu, terutama dies natalisnya karena akan diadakan di luar kampus.

Meski begitu, ada saat-saat dimana aku akhirnya memikirkannya juga. Saat-saat itu adalah ketika pada malam hari aku sudah berada di atas tempat tidur, kelelahan, dan sendirian namun belum mengantuk, maka Kana akan mulai menyelinap di pikiranku. Dia masuk ke sana dengan membawa kepedihan dan rasa sakit yang mengoyak-ngoyak hatiku. Jika begitu, aku akan langsung meloncat ke luar kamar menuju kamar anak-anak kos yang lain. Di sana aku bercengkrama dan bermain game dengan mereka sampai mengantuk. Dengan begitu, sampai di kamar aku langsung jatuh tertidur. Aku dicampakkan. Kana membuangku dengan begitu mudahnya. Mungkinkah ini karma karena dulu aku yang mencampakkan pacar-pacarku ? Tak serius mencintai mereka ? Mungkin sebenarnya sudah sejak lama aku dicampakkannya. Hanya saja aku tak mau menerima itu semua, dan baru kali ini Kana mempunyai kesempatan untuk melepaskan diri dariku. Jadi, sebenarnya dimana letak masalahku yang mengakibatkan dia tak mau menerimaku ? Putus. Titik. Itu saja. Dan aku pergi begitu saja. Tak berusaha lebih keras untuk membuka pintu yang ditutup paksa oleh Kana. Aku benar-benar seorang pecundang. ***

., Darin,. Suara seseorang menyebutkan namaku dari kejauhan. Itu mimpi ? Dariiiinnnn, Aku tersentak kaget dan tanpa sengaja menyenggol gelas air di sebelahku. Gelas itu jatuh ke lantai dan airnya yang tinggal sedikit menciprati celanaku. Aku geragapan mengambilnya ke bawah meja, untung saja terbuat dari plastik. Ku letakkan gelas itu di ujung meja. Busyet dah, Darin. Kamu udah balik ke bumi belum ? Dari tadi diajakin ngomong malah diem aja. Kirain kesurupan, serem tahu, Kata Nana, Bendahara himpunan. Aku menggeleng-gelengkan kepala sambil melihat sekeliling. Kantin ini sedang penuh, bahkan orang-orang harus mengantri untuk membeli makanan. Beberapa orang berdiri celingukan kesana-kemari mencari tempat kosong. Aku, Sandra, Nana, Randi, dan kak Bandi. Kami berlima memutuskan untuk mencari makan bersama di kantin ini saat jam istirahat. Kami tadi sampai disini jam sepuluh, saat kantin masih lowong. Randi menatapku keheranan Lagi galau nih seksi dananya,. Aku diam saja. Yang semangat dong, Darin. Masak kegiatan belum mulai aja udah lemes kayak gitu, sih, Kata Kak Bandi, yang saat ini menjabat sebagai ketua himpunan. Maaf, kak. Lagi banyak yang dipikirkan. Jadi, sampai mana tadi ?,

Itu lho, kira-kira di tempat kemping kita nanti listriknya bagus nggak, ya ? Soalnya kayaknya seru kalo bikin karaoke kecil-kecilan gitu, Lho, nanti kita tinggal nyari tempat yang bagus listriknya, toh ?, Tambahku Ya, tapi mungkin agak mahal, Nanti kita survei dulu ke beberapa tempat, trus kita diskusikan lagi saat rapat., Lamunan kembali menguasaiku. ***

Jadi, ada apa sekarang ?, Tanya Randi. Mau buka sesi curhat nih ?, Jawabku/ Abis, kamu nggak kayak biasanya, Darin. Sebagai cowok keren, banyak ngelamun itu bisa nurunin pasaran, loh, Kamu kira ikan pake pasar-pasaran, Kami berdua tertawa. Randi ini sudah jadi teman dekatku sejak SMA kelas dua. Saat bertemu di ospek, kami baru tahu kalau kami diterima di fakultas dan program studi yang sama. Sekelas lagi. Maka, jadilah kami berdua ini dua sahabat dekat yang tak terpisahkan. Aku selalu berkonsultasi mengenai masalah-masalah, utamanya masalah cinta pada Randi dan begitupun sebaliknya. Randi ini lumayan cakep. Lebih cakep dariku. Sejak SMA, di sampingnya tak pernah lowong. Selalu ada cewek yang bersamanya. Namun, mereka hanya sebatas teman. Setahuku, Randi malah agak kesulitan mendapatkan pacar. Sampai sekarang dia baru pacaran dua kali. Aku sudah lima kali. Ternyata kegantengan tak selalu menjamin bahwa lawan jenis akan banyak tertarik padamu. Randi inilah bukti nyatanya. Mungkin juga, penyebab dari sedikitnya cewek yang mau pacaran dengannya adalah karena faktor keleletan dan kelambanannya yang terkadang di luar akal sehat. Bagaimanapun juga, dialah sahabatku. Jadi, ini masalah Kana lagi ?, Aku mengangguk Yah, sebagian besar. Kok tahu ?, Ya iyalah, muka kamu sama persis dengan waktu kamu menggalau di rumahku dulu waktu bertengkar ama Kana,. Randi kembali tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian itu. Sialan kamu, Di, Jadi, sekarang bertengkar karena apa lagi ?, Mending gitu. Sekarang mah parah, Apa dong ? Dia selingkuh ? Nggak mungkin. Berarti,kamu yang selingkuh ?,

Yang serius dong. Kami udah putus seminggu lalu, Kali ini wajah Randi menampakkan keterkejutan yang besar. Ha ? Putus ?, Beonya. Iya, putus. End, Yang bener, kamu ?, Pengen banget aku mgejitak kepalamu, Di. Iya, beneran, Tapi kan, kalian belum lama jalan bareng ? Dua bulan ?, Sekitar itu lah. Aku tak tahu apa yang salah dengan kami, Di, Emang putusnya karena apa, ya ?, Mana aku tahu. Udah seminggu aku menggalau mencari penyebabnya, Jadi, bukan kamu yang mutusin ?, Ya nggak lah. Dia tiba-tiba banget bilang putus gitu aja, Dia udah bosen kali ma kamu, Dar, Aku mengangguk lesu. Sepertinya memang begitulah, Ran. Aku memang membosankan. Tak sepertinya yang selalu sibuk dan antusias melakukan banyak hal, Kana ? Antusias dari mana ? Orang diem aja gitu, Yee,.. Kamu nggak tahu lah. Aku kan pacarnya jadi aku tahu. Dia selalu punya hal yang ingin dia kerjakan, Di. Tak pernah Kana itu duduk-duduk diam atau ngobrol-ngobrol nggak jelas kayak kita ini, Kan aku ngedengerin curhatmu, Dar, Nggak usah langsung lesu gitu, kek. Becanda tahu. Apa aku ini benar membosankan, Di ?, Randi kelihatannya berpikir keras. Ia menengadah ke atas seakan-akan setengah mati ikut berusaha memikirkan jawabannya. Nggak ah. Biasa aja kok. Kamu lho nyenengin. Kalo kamu ngebosenin, aku udah tidur dari tadi disini. Udah gitu kamu itu baik, pinter, nggak sombong, rajin nabung lagi. Komplit loh, Ku sikut kepalanya Ih, orang lagi sedih juga, Emang Kana nggak ngejelasin kenapa dia minta putus dadakan gitu ?, Kata Randi sambil meringis dan mengusap-usap kepalanya. Dia bilang kita udah nggak cocok, Terus ?,

Ya udah, gitu aja. Nggak cocok. Dia nggak mau ngejelasin lebih lanjut. Ya udah deh, aku tinggal pulang aja, Parah kamu, Dar,. Masa langsung pulang ?, Abis nyebelin banget, Di. Kana itu, bagaimana ya ? Kadang-kadang bisa sangat keras, kadangkadang nakutin, tahu, Halaaahh Cemen, Masa takut ama cewek ?, Beneran, Kalau gitu bagus dong kamu pisah dari dia tanpa harus kamu yang mutusin ?, Harusnya gitu, Di. Tapi, nggak tahu kenapa aku nggak bisa ngelupain dia, *** Ku rasakan handphone di saku belakangku bergetar. Ada panggilan masuk dari Sandra. Halo ? Kenapa, Sandra ?, Darin ? Kamu dimana sekarang ?, Lagi nyalin tugas aklan di kelas. Kamu sendiri ?, Di sekretariat, Ngapain ?, Nggak tahu. Tiba-tiba dipanggil ma kak Bandi, Waduh, jangan-jangan aku juga ?, Nggak kok. Cuma aku dan Tito. Mungkin nanyain cap, Trus, ada apa ?, Sandra terdiam sejenak. Kamu lagi ada masalah ya, Dar ?, Hmmm ?, Iya, abisnya kamu kelihatan nggak semangat gitu. Boleh tahu ada apa ?, Buat ?, Yah, siapa tahu aja aku bisa ikut ngebantuin gitu, Aku tersenyum Nggak usah, San. Aku nggak apa-apa, Cuma akhir-akhir ini agak kurang tidur aja, jadi bawaannya pikiran melayang-layang, Beneran ?,

Suerr, Beneran, Nggak apa-apa, nih ?, Iya, Oh, ya udah kalo gitu. Bagus lah kalo kamu nggak kenapa-napa. Kalo ada masalah, cerita ke aku, ya, Pasti. Makasih ya, San, Iya..,. Hening sesaat. Darin ?,. Hmmm..?, Nggak. Nggak jadi. Udah ya, bye, klik. Kok tumben si Sandra jadi perhatian gini, sih ? Ku letakkan kembali handphone itu di saku celana, dan ku lanjutkan menyalin tugas aklan yang masih begitu banyak. Sekilas aku melihat ke depan kelas. Kana sedang duduk di dekat stop kontak, sibuk dengan kegiatannya sendiri, terpisah dari suasana kelas. ***

Anda yang bernama Dariansyah Bimantara ? Kedua laki-laki itu mengenakan pakaian biasa, namun raut wajah mereka tetap mengesankan ketegasan dan keteguhan sebagai seorang polisi, polisi yang baik, sepertinya. Aku menatap mereka dengan enggan dan mengangguk. Anda sudah merasa lebih baik ?, Pertanyaan bodoh apa itu ? Seluruh wajahku masih bengkak begini, tulang punggung dan panggulku patah, dan perban tebal masih membebat kakiku. Belum lagi rasa sakit yang sangat di bahu belakangku, dan dia menanyakan apakah aku baik-baik saja ? Aku mengangguk. Kedua orang itu duduk di dua kursi plastik yang telah disediakan di sisi tempat tidurku. Langsung saja, ya. Anda sebagai saksi kunci dari kasus tawuran yang mengakibatkan kematian Danang Adithya Putra, anda mengenalnya ?, Bagaimana mungkin pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan sejak awal hanya pertanyaan bodoh ? Bisakah anda menceritakan hal-hal yang mungkin bisa anda ingat saat peristiwa itu terjadi ?,

Peristiwa apa ? Peristiwa apa ? Peristiwa apa ? Berada dimana aku ini ? Saudara Darin, Tegur salah satu polisi yang agak pendek. Aku menatapnya. Saudara Darin, apa anda baik-baik saja ?, Aku memalingkan wajah. Tiba-tiba, sebentuk ingatan menyerbu otakku. Begitu mendadaknya hingga aku merasa pusing dan mual. DanangDanang..Apakah yang terbaring disana itu Danang ? Suara tawa yang membahana, jahat dan kejam, mengelilingi kami. Suara televisi sayup-sayup menelusup ke telingaku. Aku mengangkat kepala pelan-pelan. Ya ampun, kenapa aku tertidur disini ? Komang, teman sekosku lewat sambil membawa ember cucian. Udah bangun, Darin ?, Sejak kapan aku tertidur disini ?, Tadi pas kita nonton Doraemon bareng-bareng itu, loh,. Lalu Komang berlalu menuju tempat mencuci di belakang. Cuciannya banyak juga. Padahal baru datang dari kampungnya di Pacitan. Aku bangkit menuju kulkas. Mencari-cari siapa tahu masih ada sesuatu yang bisa langsung dimakan. Kulkas ini milik kos, dan kami diperbolehkan memakainya selama masih tinggal disini. Biasanya, kami penghuni kos ramai-ramai belanja pada awal bulan untuk mengisi kulkas itu dengan makanan kesukaan masing-masing. Begitu sudah tengah bulan seperti sekarang, yang tertinggal paling hanya beberapa butir telur, Hawa dingin kulkas menyapu tubuhku. Betul perkiraanku, hanya tinggal beberapa butir telur, dua bungkus tempe, bumbu-bumbu dapur, dan setengah botol Coca Cola. Entah milik siapa. The best thing bout tonight that were not fighting. Aku segera membuka pesan masuk. Dari Sandra. Darin, ada waktu nggak ? Nongkrong ma aku, yuk. Skrang ? Iy, Bosen nih. Hri mnggu gni cm di rumah aja, mntap 4 sdut tmbok kmar, Aku tertawa, Sandra ini kadang-kadang bisa lebay. Ah, sudahlah. Lagi pula aku kelaparan, disini tak ada makanan, dan tak ada hal yang ingin ku kerjakan. Boleh jg. Dmna ? Yes !!! Ke Gor, yuk. Biasany mnggu gni kan bnyak org yg maen bsket. Ayo. Aku jg lgi pngen mkan es cmpur yg djual dsna.. Sip,, Aku tngguin, ya. Di dkat lap. bsket GOR.

Siap, Bu..

Setengah jam kemudian aku sudah sampai di tempat perjanjian. Sandra sudah ada disana, sedang menyoraki orang-orang yang bermain basket. Ku hampiri dia. Sandra,. Dia berbalik. Eehh, Darin. Seru nih mereka mainnya. Yang pake kaos kuning itu jago banget. Dari tadi masukin bola mulu. Tuh, tuh,, Yaaaaa. Masuuukk, Jeritnya ketika pemain yang ditunjuknya itu melakukan dunk. Tinggi sekali lompatannya, memang hebat sepertinya. Aku bukan pecinta olahraga basket, aku penggemar sepak bola. Tapi, aku sedikit-sedikit mengerti tentang olahraga pantul bola itu. Berbanding terbalik denganku, Sandra penggemar berat basket dan agak nggak nyambung kalau diajak bicara mengenai sepak bola. Ku biarkan saja Sandra dengan keasyikannya menonton basket. Aku mengambil tempat duduk di dekat situ. Setelah sekitar dua puluh menit, Sandra datang menghampiriku. Wajahnya berseri-seri. Maaf, Dar. Aku keasyikan. Abis jarang banget dapat pertandingan nggak resmi yan g seru kayak gitu, Aku tersenyum Nggak apa-apa. Jadi, mau kemana sekarang ?, Sandra memperbaiki ikatan rambutnya Panas nih. Tadi katanya kamu pengen minum es campur di sini, kan ? Ke sana aja yuk. Aku juga haus banget, nih, Oke, gitu dong dari tadi, Aku bangkit dan berjalan bersamanya menuju pojok GOR ini, dimana terletak sebuah warung es campur yang sederhana, namun rasanya luar biasa. Sesampai disana, kami bercengkrama dan tertawa-tawa menceritakan ulah teman-teman kami. Apalagi Randi yang leletnya luar biasa. Juga tentang acara kemping himpunan yang sepertinya akan lebih seru dibanding tahun-tahun sebelumnya. Begitu es campur pesanan kami datang, Sandra menggoda penjualnya yang memang masih agak muda. Sandra memang seperti itu, mudah bergaul dan akrab dengan siapa pun, bahkan pada orang-orang yang ditemuinya pertama kali. Tanpa sadar, aku melamun lagi. Membiarkan Sandra berceloteh riang sendiri. Akhir-akhir ini aku sering melamun dan pikiranku sering kosong tiba-tiba. Sandra memukul lenganku pelan. Tuh, Darin. Kamu ngelamun lagi. Ya ampun, jadi dari tadi aku cerita tuh kamu nggak dengerin sama sekali, ya, Aku tergagap Ehh.., Ada apa sih, Darin ? Kamu kayaknya bukan tipe pelamun, deh. Kok akhir-akhir ini sering begitu ?,

Nggak apa-apa. Aku udah bilang kemarin, kan. Aku cuma agak kurang tidur. Apalagi semalam Barcelona tanding, Oh, gitu. Eh, tahu nggak sih apa bedanya., Sandra langsung mengoceh lagi. Satu jam kemudian, kami berjalan bersama menuju tempat parkir motor. Kamu parkir motor dimana, Darin ?, Tuh, yang dibawah pohon itu. Aku duluan, ya. Sampai jumpa di kampus besok,. Sandra melambai dan aku membalasnya. Belum sampai lima langkah, Sandra memanggilku. Darin,. Aku berbalik. Apa ? Ada yang ketinggalan ?, Sandra terlihat aneh. Ia mengepalkan tangan kanannya di depan dadanya, matanya bersinar, dan ekspresinya menampakkan tekad kuat. Aku suka kamu, *** Kana menatapku, aku menatapnya. Hatiku berguncang kuat, mengumumkan tanda bahaya. Kami berpapasan di koridor dekat perpustakaan. Ia baru dari sana, dan aku mau ke tempat nongkrong yang biasanya di samping perpustakaan. Aku memang tak melihat jalan, terlalu sibuk dengan lamunan, saat ku rasakan kehadiran seseorang di saat terakhir. Aku segera mengangkat kepala, dan langsung bertatapan mata dengan Kana. Ia juga terkejut, wajahnya menunjukkan itu. Begitu mengenaliku, ia langsung menunduk dan bergeser untuk lewat di sampingku. Kenapa sinar matamu sesedih itu ? Kamu tak boleh menunjukkannya. Sebelum diriku sendiri menyadarinya, aku telah menarik tangan Kana. Membuatnya berhenti berjalan. Aku terkejut sendiri dengan keberanianku. Kana..,. Kana tak menoleh, juga tak menarik tangannya. Kana.., Baru kali ini ku rasakan hatiku sesedih ini karena seorang perempuan. Kana berbalik. Hai, Darin, Kamu nggak apa-apa ?, Tanyaku bodoh. Memangnya kenapa ?, Sahutnya. Kamu sedang sedih,. Begitu ku ucapkan kalimat itu, Kana menarik lepas tangannya dalam sekali sentakan. Bibirnya bergetar keras, sepertinya berusaha menahan emosi. Aku terperangah. Kana,. Ia menatapku, Kenapa wajahmu seperti itu ? Jangan tunjukkan itu padaku. Aku tak mau melihatnya.

Kana berbalik cepat dan terus berjalan melewati koridor. Ku tatap sosoknya yang perlahan menjauh. Otakku berteriak kejar dia, kejar dia. Namun, kakiku tak mau menurut. Terpancang di tanah, tak mampu bergerak. *** Ayo, angkatan 2010 segera ke sini. Jangan lupa tugas kalian nyiapin api unggun. Jangan lama lama, ini sudah mau malam. Darin, Randi, Zainal, dan Nana, kalian tinggal disini dan awasi mereka. Untuk sisanya, yang cewek-cewek segera menyiapkan makanan, dan yang cowokcowok buat tenda. Ayo, segera dilaksanakan. Jangan sampai keduluan gelap, Seru Kak Bandi. Anggota-anggota yang lain segera menyebar sesuai petunjuk Kak Bandi, aku dan Randi segera mengumpulkan mahasiswa angkatan 2010 dan membagi tugas. Ada yang mengangkut kayu, menumpuknya, membuat api, dan lain-lain. Aku turut dalam kesibukan itu, ikut menumpuknumpuk kayu supaya apinya terang. Kak Darin, dipanggil ma kak Sandra, Tegur salah satu anak angkatan 2010, kalau tak salah namanya Riska. Aku berbalik. Mana ?,. Riska menujuk ke satu arah di dekat parkir kendaraan. Aku menoleh kea rah yang ditunjuknya. Oh iya, makasih de,. Riska mengangguk dan pergi. Aku menghampiri Sandra. Sandra tersenyum riang menyambutku. Sejak kejadian Sandra nembak aku di GOR tempo hari, aku sekuat tenaga berusaha berpura-pura tak terjadi apa-apa. Sandra itu teman dekatku, dan aku sudah terbiasa dengan posisinya itu. Tak mungkin rasanya jika dia berubah status menjadi pacarku. Lagi pula, aku masih sangat sangat patah hati. Namun, sebaliknya dengan Sandra, Dia justru semakin nempel padaku. Di kelas dan di sekretariat himpunan, dia bersikeras duduk di sampingku dan mengajakku ngobrol. Bukannya aku terganggu, dia memang sudah seperti itu sejak dulu. Ada apa, San ?, Ada yang mau kau omongin bentar. Kesini gih. Iya ?, Aku mendekat padanya. Ia menatapku penuh percaya diri AKU SUKA KAMU, Teriaknya keras. Aku mundur dengan terkejut. Kesibukan di sekeliling kami mendadak berhenti. Ehh.., Aku terperanjat. Jadi ? Apa jawabanmu ?, Aku..,. Bisa ku rasakan belasan pasang mata memandangku. Aku..,

Sandra bergerak maju, mencengkeram kerah kemejaku, dan menciumku. Menciumku. Aku terlalu terkejut untuk bereaksi. Kemudian ia melepaskanku sambil tersenyum malu-malu, pipinya memerah. Di sekitar kami, suasana menjadi hening dan bisu. Yang lain sama terkejutnya denganku. Mereka terpaku di tempat. Kak Bandi yang pertama kali menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Eehh,, Anu, Nggak disangka ya, Kak Bandi agak terbata, menggaruk-garuk kepalanya. Anggota yang lain bergerak di sekitarnya, melanjutkan pekerjaan mereka sebelumnya dalam diam. Udara menjadi agak canggung. Aku tersadar, ku tatap Sandra yang masih berdiri di hadapanku. Ia mengedipkan sebelah matanya dengan riang. Kamu kelamaan, sih. Aku jadi gemes. Udah dulu, ya. Aku harus bantu-bantu bagian dapur. Sampai ketemu nanti, Darin, Aku menyentuh bibirku. Masih terguncang dan tak percaya. Kak Bandi menarik lengan bajuku. Darin, ayo dilanjutin bikin api unggunnya. Kalo nggak cepat-cepat ntar nggak keburu,. Aku mengangguk. Pikiranku mengabur. Aku kembali menyusun tumpukan kayu bakar dengan dibantu beberapa adik tingkat. Tak berapa lama, ku rasakan kehadiran seseorang di dekatku. Aku menoleh, ternyata Randi. Dia segera menyibukkan tangannya dengan tumpukan kayu bakar juga. Kamu bakalan sial begitu pulang dari kemping ini, Dar, Ia terlihat serius. Aku tak menanggapinya. Lidahku masih kelu. Gosip bakal nyebar cepat di kampus. Ini berita panas, terlepas dari orang tahu status kamu atau nggak sekarang. Kejadian ini terlalu seru buat dibiarin berlalu gitu aja, Indra pengecapku mulai berfungsi lagi Trus, aku harus gimana dong, Di ? Kalo sampe beneran ada gosip, aku nggak tahu deh gimana jadinya, Kenapa takut ? Nikmati aja. Sandra itu lumayan popular, lho, Aku menggeram Bukan urusanku itu mah. Gimana Kana ? Randi menganga Ya ampun, Kana ? Plis deh. Kamu kan udah putus ama dia, Dar. Ya nggak ada hubungannya lagi, lah, Nggak ada hubungannya gimana ? Ntar kalau dia denger gimana ? Randi menggaruk-garuk kepalanya Tenang dulu. kamu udah mulai panik nih, lihat tuh mukamu. Udah kayak pasien yang udah divonis kanker ganas stadium tiga dengan waktu hidup tinggal seminggu, Dar. Lagian mau gimana lagi ? Nggak ada yang bisa kamu lakuin. Kan kamu sendiri yang bilang dia yang mutusin kamu, Tapi, aku belum nerima itu, Ran,. Randi geleng-geleng kepala Kadang aku heran ma kamu ini, Dar. Keras kepala banget. Mau gimana lagi ?,

Suara peluit melengking nyaring dari arah tepi sungai. Itu tanda supaya kami berkumpul. Randi bangkit mendahuluiku. Udah, ntar malam kita pikirin sama-sama lagi. Sekarang kerja dulu. Ayo, kita harus bantu ngatur-ngatur piket adik tingkat, Aku bangkit dan mengikutinya dengan ogah-ogahan. Kami berjalan ke depan barisan, berkumpul bersama senior-senior lain. Beberapa adik tingkat cewek menyenggol pelan teman di sebelahnya saat melihatku. Aku pura-pura tak tahu. Uh, kenapa aku harus mengalami semua kekacauan ini ? Padahal yang aku inginkan hanya bersama dengan satu orang. *** Sepanjang hari ini, suitan dan siulan terus menyertai langkahku kemanapun aku pergi. Benar kata Randi, senin ini kabar tentang apa yang terjadi antara aku dan Sandra di perkemahan kemarin sudah menyebar luas. Tak hanya ke seluruh anggota himpunan, tapi juga ke seluruh kelasku, bahkan mungkin ke seluruh jurusan akuntansi. Sampai-sampai Randi menolak untuk berjalan bersamaku karena tak betah ditatap dan disoraki terus menerus. Maaf Dar. Aku nggak bermaksud jadi teman yang hanya ada ketika senang saja. Tapi beneran, aku udah nggak kuat. Kamu duluan aja ke sekretariat ya, Aku hanya bengong. Tega-teganya. Sekarang aku harus menanggung semua ini sendirian. Tak hanya aku, sambutan terhadap Sandra bahkan lebih heboh. Ketika dia masuk kelas, cewekcewek mendorongnya ke arah bangkuku sambil menyemangatinya. Ciyeee Semangat ya, San. Berjuang terus, Lanjutkan, San. Hajar aja dia, Doaku selalu menyertaimu, Sandra, Ia tersenyum tenang menghadapi semua itu. Pagi, Darin. Aku duduk disini, ya, Aku mengangguk Silakan, Sorakan dan keributan di kelas semakin kencang. Ku lihat tingkah Sandra. Ia seperti tak terpengaruh sama sekali. Malah terlihat agak senang. Jadi, cuma aku yang terganggu disini ? Aku bangkit berdiri menuju ke luar. Sempat ku lihat Ika sekilas di kursi deretan depan. Ia membuang muka padaku. Bagus, sekarang aku semakin dibenci. Kana belum juga datang. Syukurlah. Aku tak mau dia mendengar semua keributan tadi. Dia pasti akan mendengar gosip itu juga pada akhirnya. Tapi, lebih baik tidak dengan cara seperti tadi. ***

Anda mungkin juga menyukai