1 Latar Belakang Menurut Arif Muttaqin (2008;160) Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medula spinalis. Selaput otak terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu dua mater, arakhnoid, dan pia mater. Dura mater terdiri atas lapisan yang berfungsi kecuali di dalam tulang tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus. Falsk serebri adalah lapisan vertikal dura mater yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari dura mater yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebellum. Arakhnoid merupakan membran yang bersatu di tempatnya dengan pia mater, diantaranya terdapat ruang subarakhnoid dimana terdapat arteri dan vena serebrib dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Sisternal magna bagian terbesar dari ruang subarakhnoid di sebelah belakang otak belakang, memenuhi celah diantara serebellum dan medulla oblongata. Pia mater mrupakan membran halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang menyuplai darah ke otak dalam jumah yang banyak. Pia mater adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medulla spinalis. Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat.Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat dengan otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran,bahkan kematian.
Kebanyakan ksus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme,seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak.
1.2
Rumusan Masalah 1. 2. Bagaimana konsep dasar tentang Meningitis? Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Meningitis ?
1.3
Tujuan penulisan 1. Mengetahui tentang konsep dasar Meningitis. 2. Mengetahui Asuhan keperawatan pada klien dengan Meningitis.
BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 2.1.1 Konsep Dasar Definisi Menurut Arif Muttaqin (2008;160) meningitis adalah radang pada meningen/membran (selaput) yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Penyebab-penyebab dari meningitis meliputi: 1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus dan basil influenza. 2. Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi. 3. Organisme jamur. Menurut Batticaca, Fransisca B (2008;140) Meningitis adalah inflamasi yang terjadi ada meningen otak dan medulla spinalis. Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti sinusitis, otitis media, pneumonia, endokarditis, atau osteomielitis. Menurut Taworto dkk (2007;105) meningitis merupakan peradangan pada araknoid dan piamater (leptomeningens) selaput otak dan medulla spinalis. Peradangan pada bagian duramater disebut pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau karena toksin. Namun demikian meningitis banyak disebabkan oleh bakteri. Menurut Smeltzer (2001;)2173. Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak virus, bakteri atau organorgan jamur) dan disebabkan oleh virus, bakteri dan organ-organ jamur. Meningitis selanjutnya di klasifikasikan sebagai asepsi, sepsis, dan tuberkulosa. Meningitis aseptik mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukimia, atau darah diluar subarakhnoid. Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningokokus disebabkan oleh basilius tuberkel.
2.1.2
Klasifikasi Menurut Arif Muttaqin (2008;160) meningitis dapat diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya : 1. Asepsis Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah di ruang subarakhnoid. 2. Sepsis Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningekokus, stafilokokus, atau basilus influenza. 3. Tuberkulosa Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel. Infeksi meningen umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, yaitu melalui salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksiinfeksi bagian lain, seperti selulitis, atau melalui penekanan langsung seperti di dapat merupakan iatrogenik atau hasil sekunder prosedur invasif (seperti pungsi) atau alat-alat invasif (seperti alat pemantau TIK).
2.1.2.1 Meningitis Virus Menurut Arif Muttaqin (2008;161) tipe dari meningitis ini sering disebut meningitis asepstis. Tipe ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus seperti gondok, herpes simpleks, dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan oranisme pada kultur cairan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi bergantung pada jenis sel yang terlibat.\ Menurut Batticaca, Fransisca B (2008;140) Meningitis bacterial (bacterial meningitis) adalah inflamasi arakhnoid dan pia mater yang mengenai CSS. Infeksi menyebar ke subarachnoid dari otak dan medulla
spinalis biasanya dari ventrikel. Hampir semua bakteri yang masuk ke dalam tubuh menyebabkan meningitis. Menurut Taworto dkk (2007;108) virus penyebab infeksi pada meningits masuk melalui sistem respirasi, mulut, genitelia, atau melalui gigitan binatang. Jenis penyakit virus yang dapat menyebabkan meningitis adalah measles, mumps, herpes simplex dan herpes zooster. Manifestasi klinis yang menyertai seperti nyeri kepala, nyeri sekitar muka dan mata, photofobia dan adanya kaku kuduk. Adanya kelemahan, rash dan nyeri pada ekstremitas mungkin terjadi. Demam dan tanda-tanda iritasi meningial juga dapat dijumpai seperti adanya kaku kuduk, tanda brudzinzki dan kernig. Pada meningitis virus terapi yang utama adalah menghilangkan gejala (asimtomatik), bedrest pada masa akut, mengurangi rasa nyeri kepala, kontrol demam dan menghindari kejang.
2.1.2.2 Meningitis Bakteri Menurut Arif Muttaqin (2008;161) meningitis bakterial adalah suatu keadaan ketika meningen atau selaput dari otak mengalami peradangan akibat bakteri. Sampai saat ini, bentuk paling signifikan dari meningitis adalah tipe bakterial. Bakteri paling sering dijumpai pada meningitis bakteri akut, yaitu Neiserria Menngitidis (meningitis meningokokus), Streptococcus pneumonie (pada dewasa), dan Haemophilus Influenzae (pada anak-anak dan dewasa muda). Ketiga organisme ini menyebabkan sekitar 75% kasus meningitis bakteri. Bentuk penularannya melalui kontak langsung, yang mencangkup droplet dan sekret dari hidung dan tenggorok yang membawa kuman (paling sering) atau infeksi dari orang lain. Akibatnya, banyak yang tidak berkembang menjadi infeksi tetapi menjadi pembawa (carrier). Insiden tertinggi pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negatif yang terjadi pada lansia sama seperi pada seseorang yang menjalani bedah saraf atau seseorang yang mengalami gangguan respons imun. Meningitis bacterial (bacterial meningitis) adalah inflamasi
subarachnoid dari otak dan medulla spinalis biasanya dari ventrikel. Hampir semua bakteri yang masuk ke dalam tubuh menyebabkan meningitis. Menurut Taworto dkk (2007;106) meningitis virus adalah meningitis yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri infeksi masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah atau langsung dari luar pada struktur atau luka terbuka. Faktor predikposisi dari meningitis bakteri di antaranya. 1. Trauma kepala 2. Infeksi sistemik/sepsis 3. Infeksi post pembedahan 4. Penyakit sistemik Ketika organisme patogen masuk ke ruang subaraknoid, maka reaksi peradangan terjadi dan mengakibatkan: 1. Peradangan cairan serebrospinalis 2. Penumpukan eksudat 3. Perubahan arteri pada subaraknois, pembesaran pembuluh darah, ruftur dan trombosis. 4. Perubahan jaringan disekitarnya (edema). Manifestasi klinik pada meningitis bakteri seperti nyeri kepala, panas, mual, muntah, nyeri di bagian belakang, kejang umum. Pada keadaan lebih lanjut dapat mengkibatkan penurunan kesadaran sampai menjadi koma. Tekanan darah umumnya normal, namun disertai tandatanda iritasi meningial seperti adanya : 1. Kaku kuduk (nuchal rigidity) 2. Tanda Brudzinski positif 3. Tanda kernig positif Untuk memastikan meningitis, selain tanda dan gejala, maka perlu dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis. Pada kultur cairan
didapatkan 70-80% kasus adanya mikroorganisme. Apabila ditemukan kuman H. Influenza biasanya didapatkan : 1. Adanya peningkatan tekanan CSF 2. Peningkatan kadar protein dalam CSF (lebih dari 100mg/dl) 3. Menurunya glukosa CSF 4. Meningkatnya sel darah putih Cairan serebrospinalis pada meningitis yang disebabkan tuberkulosa didapatkan : 1. Warna : jernih atau santokrome 2. Sel : jumlah sel meningkat
2.1.3
Etiologi
2.1.3.1 Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis) Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis. Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit
terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark. 2.1.3.2 Meningitis Virus (Meningitis aseptic) Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic. 2.1.3.3 Meningitis Jamur Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental. 2.1.4 Faktor Resiko Faktor resiko terjadinya meningitis : 1. Infeksi sistemik Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll. Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :
Otitis media Pneumonia Sinusitis Sickle cell anemia Fraktur cranial, trauma otak Operasi spinal Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS.
2. Trauma kepala Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea 3. Kelainan anatomi Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi cranium Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai berikut : Agen penyebab reaksi local pada meninges inflamasi meninges pe permiabilitas kapiler kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial pe volume cairan interstisial edema Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat pe TIK Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor. Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai berikut :Inflamasi local scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) gangguan absorbsi CSF akumulasi CSF di dalam otak hodrosefalus Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningoensefalitis Menurut Taworto dkk (2007;105) meningitis dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti :
1. Haemophilus influenza. 2. Neisseria meningitis (meningococcus). 3. Diplococus pneumonia. 4. Sterptococus grop A. 5. Psedomonas. 6. Straphylococus aureus. 7. Escherichia coli.
2.1.5
Patofisiologi Menurut Taworto dkk (2007;106) otak dan medula spinalis dlindungi oleh 3 lapisan meningen yaitu pada bagian luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan bagian dalam piamater. Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang subaraknoid yang dihasilkan dalam fleksus choroid yang kemudian dialirkan melalui sistem ventrikel. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembuspada CSF dan karena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon peradangan. Netropil bergerak ke ruang subaraknoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam ruang subaraknoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang subaraknoid yang pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus. Eksudat yang terkumpul juga akan berpengaruh terhadap saraf-saraf kranial dan perifer. Makin bertambahnya eksudat dapat meningkatkan tekanan intrakarnial.
2.1.6
Manifestasi Klinis Tanda dan gejala meningitis secara umum: 1. Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia 2. Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD , nadi , tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
10
3. Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin 4. Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering 5. Higiene ; Tidak mampu merawat diri 6. Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, nyeri, kehilangan kejang, sensasi, gangguan Hiperalgesiameningkatnya rasa
penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tandaBrudzinskipositif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki 7. Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah,
mengaduh/mengeluh 8. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas , letargi dan gelisah 9. Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi. 10. Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus Tanda dan gejala meningitis secara khusus: 1. Anak dan Remaja Demam Mengigil Sakit kepala Muntah Perubahan pada sensorium Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal) Peka rangsang
11
Agitasi Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI)), Delirium, Halusinasi, perilaku agresi, mengantuk, stupor, koma. 2. Bayi dan Anak Kecil Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun. Demam Muntah Peka rangsang yang nyata Sering kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi) Fontanel menonjol. 3. Neonatus: Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari, seperti Menolak untuk makan. Kemampuan menghisap menurun. Muntah atau diare. Tonus buruk. Kurang gerakan. Menangis buruk. Leher biasanya lemas. Tanda-tanda non-spesifik: Hipothermia atau demam. Peka rangsang. Mengantuk. Kejang. Ketidakteraturan pernafasan atau apnea. Sianosis. Penurunan berat badan.
12
2.1.7
Data Penunjang : peningkatan sel darah putih (10.000-40.000/mm3), kultur adanya mikroorganisme patogen. 2. Urine : albumin, sel darah merah, sel darah putih ada dalam urine. 3. Radiografi : untuk menentukan adanya sumber infeksi misalnya Rontgen dada untuk menentukan adanya penyakit paru seperti TBC paru, pneumonia, abses paru. Scan otak untuk menentukan kelainan otak. 4. Pemeriksaan lumbal pungsi : untuk membandingkan keadaan CSF normal dengan meningitis. Karakteristik cairan serebrospinalis pada meningitis Karakteristik CSF Tekanan Warna cairan Leukosit Tipe sel Protein Glukosa Kultur 14-45 mg 45-75/100 ml Negatif 80-100 mmH20 Bening 0-8/mm3 Normal Bakteri 200-500 mmH2O Keruh/purulen 50010.000/mm3 Neutropil Meningkat Menurun Positif Meningitis Virus Normal/meningkat Bening 10-500/mm3 Limposit Meningkat Normal Negatif bakteri
2.1.8
Penatalaksanaan Menurut Smeltzer (2001; ) Penatalaksanaan yang berhasil bergantung pada pemberian antibiotik yang melewati darah barier otak kedalam ruang subaraknoid dalam konsentrasi yang cukup menghentikan perkembangbiakan bakteri. Cairan serebrospinal (CSS) dan darah perlu dikultur, dan terapi anti mikroba dimulai segera. Dapat digunakan
13
penisisilin, ampisilin dan kloranfenikol, atau satu jenis dari sevalosporins. Antibiotik lain digunakan jika diketahui strein bakteri resisten. Pasien di pertahankan pada dosis besar antibiotik yang tepat per intravena. Dehidrasi atau syok di obati dengan pemberian tambahan volume cairan. Kejang dapat terjadi pada awal penyakit, dikontrol dengan menggunakan diazepam atau penitoin. Dioretik osmotik (seperti manito) dapat digunakan untuk mengobati edema serebral.
Menurut Taworto dkk (2007;109) : 2.1.8.1 Penatalaksanaan Umum 1. Pasien diisolasi. 2. Pasien diistirahatkan/bedrest. 3. Kontrol hipertermia dengan kompres, pemberian antiseptik seperti parasetamol, asam salisilat. 4. Kontrol kejang : Diazepam, fenobarbital. 5. Kontrol peningkatan tekanan intrakranial : Manitol, kortikosteroid. 6. Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi.
2.1.8.2 Pemberian Antibiotik 1. Diberikan 10-14 hari atau setidaknya 7 hari bebas panas. 2. Antibiotik yang umumnya diberikan : Ampisilin, Gentamisin, Kloromfenikol, Sefalosporin.
2.1.8.3 Pencegahan Menurut Smeltzer (2001; ) Individu yang kontak langsung dengan
pasien harus dipertimbangkan akan menerima antimikroba profilaksis (rifampim). Kontak langsung di observasi dan diperiksa secara langsung bila demam atau tanda dan gejala meningitis lain yang berkembang. Vaksin meningokokus yang telah diijinkan di Amerika Serikat mencakup polisakarida grup A, C, W135 dan Y, dan digunakan terutama dalam perekrutan militer. Vaksin ini mungkin menguntungkan bagi beberapa pelancong yang mengunjungi daerah yang mengalami epidemik
14
penyakit meningokokus. Vaksinasi juga harus dipertimbangkan sebagai tambahan antibiotik kemoprofilaksis untuk beberapa orang yang tinggal dengan vaksin yang mengalami infeksi meningokokus. Vaksin polisakarida (haemophilus b polisakaride vacinne) melawan masuknya haemophilus influenzae tipe b yang telah diijinkan
penggunaannya di AS dan sekarang digunakan rutin untuk pencegahan meningitis pada pediatrik.
2.1.9
Komplikasi Menurut Taworto dkk (2007;108) komplikasi meningitis yaitu : 1. Peningkatan tekanan intrakranial. 2. Hydrosephalus. 3. Infark serebral. 4. Defisit saraf kranial. 5. Ensepalitis. 6. Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormon hormon (SIADH). 7. Abses otak. 8. Kerusakan visual. 9. Defisit intelektual. 10. Kejang. 11. Endokarditis. 12. Pneumonia.
15
2.10
WOC
Faktor-faktor predisposis mencangkup:infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit, dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis
Invasi kuman ke jaringan serebral via saluran vena nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid.
Eksudat meningen
Hipofersi
Kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi, kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah
Iritasi meningen
3. Hipertermi 7. Nyeri
Koma
Perubahan gastrointestinal
Bradikardia
16
Kelemahan fisik
17
2.2 2.2.1
Asuhan Keperawatan Pengkajian Menurut Arif Muttaqin (2008;162) 1. Anamnesis Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, atau kepercayaan suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan pekerjaan klien, dan asuransi kesehatan, dan kaji kesehatan yang berada disekitar lingkungannya. 2. Keluhan Utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk menerima pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang dan penurunan tingkat kesadaran. 3. Riwayat penyakit saat ini Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk
mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selam perjalanan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons individu terhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku juga
18
umumnya terjadi, sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif dan koma. Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di rumah sakit, pernahkan menjalani tindakan invasif yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama melalui permbuluh darah. 4. Riwayat penyakit dahulu Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwaya sakit TB paru perlu ditanyakan pada klien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat antituberkulosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi
meningitis tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotik dan reaksinya (untuk menilai resistensi
pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya. 5. Riwayat penyakit keluarga Tanyakan apakah keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain. 6. Riwayat psikososiospiritual Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan memberi pertanyaan
19
dan tetap melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stres meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat stres. Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam
hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu. Pada pengkajian klien anak, perlu diperhatikan dampak hispitalisasi pada anak dan family center. Anak dengan meningitis sangat rentan terhadap tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini stres anak dan menyebabkan anak stres dan kurang kooperatif terhadap tindakan keperawatan medis. Pengkajian
psikososial yang terbaik dilaksanakan saat mengobservasi anak-anak bermain atau selama berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan mereka dan
20
2.2.2 Pemeriksaan Fisik Menurut Arif Muttaqin (2008;162) 1. Keadaan umum dan tanda-tanda Vital Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhankeluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pada pemeriksaam B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV). Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan sahu tubuh lebih dari normal, yaitu 38-410C, dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK. 2. B1 (Breathing) a. Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. b. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura masif (jarang terjadi apabila klien dengan meningitis)
21
c. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti tonkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru. 3. B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septikemia : demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan estremitas), syok, dan tanda-tanda koagolasi intravaskular diseminata (disseminated intravascular
coaguliation-DIC). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi. 4. B3 (Brain) Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pada sistem lainnya. a. Tingkat kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran dan respon klien terhadap lingkungan adalah indikatir paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meringitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan. b. Pungsi serebri Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
22
c. Saraf kranial Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan pungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama. Saraf III, IV dan VI. Pemeriksaan fungsi dan rekreasi pupil pada klien meningitis yang tidak yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan rekreasi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui klien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya. Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks kornean biasanya tidak ada kelainan. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli perspsi. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal). Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal. d. Sistem motorik Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan. e. Pemeriksaan refleks
23
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks babinski (+) merupaka tanda lesi UMN. f. Gerakan infolunter Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai suhu yang tinggi. Kejang dan peningkatan fokal kortikal yang peka. g. Sistem sensorik Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkn sensasi raba, nyeri dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptif dan diskriminatif normal. 5. B4 (Bladder) Pemeriksaan pada perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. 6. B5 (Bowel) Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang. 7. B6 (Bone) Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Petekie dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstermitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga
24
2.2.3
Diagnosa Keperawatan Menurut Arif Muttaqin (2008;171) : 1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. 2. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan intrakranial, penekanan jaringan otak dan edema serebri. 3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan kemampuan batuk dan perubahan tingkat kesadaran. 4. Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak. 5. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang, fiksasi kurang optimal. 6. Risiko tinggi koping individu dan keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan. 7. Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan.
2.2.4
peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan otak meningkat. KH : Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorentasi negatif, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda-tanda vital dalam batas normal dan syok dapat dihindari.
25
Intervensi
Rasional
Monitor klien dengan ketat terutama Untuk mencegah nyeri kepala yang setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien menyertai berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal intrakranial. pungsi. Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan Untuk mendeteksi tanda-tanda perubahan tekanan
intrakranial selama perjalanan penyakit syok, yang harus dilaporkan ke (nadi lambat, tekanan darah meningkat, dokter untuk intervensi awal. kesadaran menurun, napas irreguler,
refleks pupil menurun, kelemahan Monitor tanda-tanda vital yang Perubahan-perubahan ada ini perubahan
laporkan segera perubahan-perubahan tekanan intrakranial dan penting tekanan intrakranial ke dokter. untuk intervensi awal. mencegah penekanan
gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tekanan intrakranial. tirah baring. Tinggikan sedikit kepala klien dengan Untuk mengurangi tekanan
hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba intrakranial. dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher. Bantu seluruh aktivitas dan gerakan- Untuk mencegah keregangan otot gerakan klien. Beri petunjuk untuk BAB yang dapat menimbulkan
(jangan enema), anjurkan klien untuk peningkatan intrakranial. menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak ditempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lututs. Waktu prosedur perawatan disesuaikan Untuk mencegah eksistesi yang dan diatur tepat waktu dengan periode merangsang otak yang sudah iritasi relaksasi, hindari rangsangan lingkungan dan dapat menimbulkan kejang. yang tidak perlu.
26
Beri
penjelasan
kepada
sensorik yang terganggu. Evaluasi selama penyembuhan terhadap Untuk merujuk ke rehabilitasi. gangguan intelektual. Kolaborasi pemberian steroid osmotik. Untuk menurunkan tekanan motorik, sensorik dan
intrakranial.
2. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan intrakranial, penekanan jaringan otak dan edema serebri. Tujuan : Tidak terjadi peningkatan TIK pada klien dalam waktu 3 x 24 jam. KH : Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS : 4,5,6, tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal. Intervensi Mandiri. Rasional Deteksi dini untuk memprioritaskan mengkaji status
keadaan individu / penyebab koma / neurologis / tanda-tanda kegagalan penurunan kemungkinan TIK. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam. perfusi jaringan dan untuk menentukan atau perawatan tindakan
penyebab
Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari otoregulator kebanyakan
merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebri. Dengan peningkatan tekanan darah (diastolika) maka diikuti dengan
27
peningkatan
tekanan
darah
disritmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK. Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman, Reaksi dan reaksi terhadp cahaya. pupil dan pergerakan
kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan saraf jika batang otak terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf ketiga kranial (okulomorik) yang menunjukkan keutuhan batang otak, ukuran pupil menunjukkan keseimbangan antara parasimpatis dan simpatis. Respons terhadap cahaya merupakan
kombinasi fungsi dari saraf kranial II dan III. Monitor temperatur dan pengaturan suhu Panas lingkungan. merupakan refleks dari
hipotalamus.
Peningkatan
kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan TIK Pertahankan kepala/leher pada posisi Perubahan kepala pada satu sisi yang netral, usahakan dengan sedikit yang dapat menimbulkan
bantal. Hindari penggunaan bantal yang penekanan pada vena jugularis dan tinggi pada kepala. menghambat aliran darah otak
meningkatkan tekanan intrakranial. Berikan periode istirahat antara tindakan Tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. nyang terus-menerus
28
rasa nyaman seperti masase (massage) (colming effect) dapat mengurangi punggung, sentuhan lingkungan yang ramah yang dan tenang, respons psikologis dan memberikan suasana istirahat untuk mempertahankan
menghindari peningkatan TIK. Bantu klien jika batuk, muntah. Aktivitas ini dapat meningkatkan intratorakal dan intrabdominal
yang dapat meningkatkan tekanan TIK. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah Tingkah laku pada non verbal ini laku pada pagi hari. dapat merupakan indikasi
peningkatan TIK atau memberikan refleks nyeri (klien tidak dapat mengungkapkan keluhan secara
verbal), nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK. Palpasi pada pembesaran/pelebaran Dapat meningkatkan yang respons potensial
urine secara paten jika digunakan dan meningkatkan TIK. juga monitor adanya konstipasi. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebabakibat. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS. Meningkat kerja sama dalam dan
meningkatkan
perawatan
mengurangi kecemasan klien. Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan menentukan TIK dan lokasi berguna dan
perkembangan penyakit. Kolaborasi indikasi. pemberian O2 sesuai Menurunkan meningkatkan hipoksemia selebri, dapat volume
29
Berikan cairan intravena sesuai dengan Pemberian cairan IV dapat menurunkan edema serebri, yang diindikasikan. peningkatan minimum pada pembuluh darah, dapat menurunkan tekanan darah dan TIK. Berikan obat osmotik diuresis seperti Diuretik dapat digunakan pada fase manitol, furosid. akut untuk untuk mengalirkan
cairan dari sel otak atau serta menurunkan edema serebri dan TIK. Berikan steroid seperti deksametason, Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema metilprednisolon. jaringan. Berikan analgesik narkotik seperti Mungkin diindikasikan untuk kodein. mengurangi nyeri obat dan berefek negatik pada TIK tetapi dapat digunakan dengan tujuan untuk mencegah dan menurunkan sensasi nyeri. Berikan asetaminofen. Monitor hasil laboratorium sesuai antipiretik seperti Menurunkan metabolisme serebri / oksigen. Membantu memberikan informasi tentang efektivitas pemberian obat.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan kemampuan batuk dan perubahan tingkat kesadaran. Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan tindakan, jalan napas kembali efektif. KH : secara subjektif sesak napas (-), frekuensi napas 16-20 x/mnt, tidak menggunakan otot bantu napas, retraksi ICS (-), ronkhi (-/-), menin (-/-), dapat mendemostrasikan cara batuk efektif.
30
Intervensi
Rasional
Kaji fungsi paru, adanyha bunyi napas Memantau dan mengatasi komplikasi tambahan, perubahan irama dan potensial. Pengkajian dengan interval fungsi yang karena
kedalam, penggunaan otot-otot aksesori, pernapasan warna dan kekentalan sputum. teratur
adalah
penting
berkembang dengan cepat. Atur posisi fowler dan semifowler. Peninggian memudahkan meningkatkan ekspansi kepala tempat tidur
meningkatkan batuk lebih efektif. Ajarkan carabatuk efektif. Klien berada pada risiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan napas dan
mengalami kesuliata dalam menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal napas akut. Lakukan fisioterapi dada, vibrasi dada. Terapi fisik dada membantu
meningkatkan batuk lebih efektif. Penuhi hidrasi cairan via oral seperti Penuhan cairan dapat mengencerkan minum air putih dan pertahankan mukus asupan cairan 2500 ml/hari. yang kental dan dapat
mungkin
diperlukan kepatenan
mempertahankan
31
4. Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam nyeri berkurang/rasa sakit terkendali. KH : Klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks dan klien memverbalisasikan penurunan rasa sakit. Intervensi Usahakan membuat lingkungan yang Menurunkan aman dan tenang. Rasional reaksi terhadap
rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat.
menurunkan
metode distraksi dan relaksasi napas (memutuskan) stimulasi sensasi nyeri. dalam. Lakukan latihan gerak aktif atau pasif Dapat membantu relaksasi otot-otot sesuai kondisi dengan lembut dan hati- yang tegang dan dapat menurunkan hati. Kolaborasi pemberian analgesik. nyeri/rasa tidak nyaman. Mungkin diperlukan untuk
untuk dikaji
5. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang, fiksasi kurang optimal. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan, klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
32
KH
: Klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang. Intervensi Rasional
Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut Gambaran iritabilitas sistem saraf dan otot-otot muka lainnya. pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Persiapan lingkungan yang aman seperti Melindungi batasan ranjang, papan pengaman dan terjadi. alat suction selalu berada dekat klien. Pertahankan bedrest total selama fase Mengurangi risiko jatuh/cedera jika akut. terjadi vertigo dan ataksia. klien bila kejang
Kolaborasi pemberian terapi ; diazeam, Untuk mencegah atau mengurangi fenobarbital. kejang.
6. Risiko perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik. Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 5 x 24 jam. KH : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kebutuhan menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat 1 kg, Hb dan albumin dalam batas normal. Intervensi Observasi tekstur dan turgor kulit Lakukan oral hygene. Rasional Mengetahui status nutrisi klien. Kebersihan nafsu makan. Observasi asupan dan keluaran. Observasi posisi dan keberhasilan sonde. Mengetahui keseimbangan nutrisi. Untuk mengetahui risiko mulut merangsang
infeksi/iritasi. Tentukan kemampuan klien dalam Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien. mengkaji faktor-faktor
33
tersebut
dapat
menentukan
kemampuan menelan klien dan mencegah risiko aspirasi. Auskultasi bising usus, amati penurunan Fungsi gastrointestinal bergantung atau hiperaktivitas bising usus. pada kerusakan otak, bising otak menentukan respons pemberian
makan atau terjadinya komplikasi misalnya pada ileus. Timbang berat badan sesuai indikasi. Untuk mengevaluasi efektivitas
asupan makanan. Berikan makanan dengan cara Menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi.
meninggikan kepala.
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada Untuk klien lebih mudah menelan waktu, selama dan sesudah makan. karena gaya gravitasi.
Stimulasi bibir untuk menutup dan Membantu dalam melatih kembali membuka mulut secara manual dengan sensorik dan meningkatkan kontrol menekan ringan ke atas bibir/di bawah muskular. dagu jika dibutuhkan. Letakkan makanan pada daerah mulut Memberikan yang tidak terganggu. stimulasi sensorik
(termasuk rasa kecap) yang dapat mencetus usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan.
Berikan makanan dengan perlahan pada Bila dapat berkonsentrasi pada lingkungan yang tenang. mekanisme makan tanpa adanya distraksi dari luar. Mulailah untuk memberikan makan per Makanan lunak/cair mudah
oral setengah cair dan makanan lunak dikendalikan di dalam mulut dan ketika klien dapat menelan air. menurunkan terjadinya aspirasi.
Anjurkan klien menggunakan sedotan Menguatkan otot fasial dan otot untuk minum. menelan dan menurunkan risiko terjadinya risiko. Anjurkan klien untuk berpartisipasi Dapat meningkatkan pelepasan
34
endorfin
dalam
otak
yang
meningkatkan nafsu makan. Kolaborasi dengan tim dokter untuk Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan melalui IV atau memberikan cairan pengganti dan makanan melalui selan. juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
7. Risiko tinggi koping individu dan keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan. Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah dilakukan intervensi harga diri klien meningkat. KH : Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara akurat tanpa harga diri yang negatif. Intervensi Rasional
Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan untuk individu dan hubungan dengan derajat dalam menyusun rencana perawatan atau pemiliha n intervensi.
ketidakmampuan.
Identifikasi arti dari kehilangan atau Beberapa klien dapat menerima ndan disfungsi pada klien. mengatur perubahan fungsi secara
efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sementara klien yang lain mempunyai kesulitan mengenal dan mengatur
35
untuk
mengenal dengan
dan
mulai
menyesuaikan tersebut.
perasaan
Catat
ketika
klien pengakuan
menyatakan Mendukung penolakan terhadap bagian terhadap tubuh atau perasaan negatif terhadap
pernyataan
penolakan tubuh, seperti sekarat atau gambaran tubuh dan kemampuan yang mengingkari dan menyatakan ingin menunjukkan kebutuhan dan intervensi mati. Ingatkan kembali fakta serta dukungan emosional. kejadian Membantu klien untuk melihat bahwa
tentang realitas bahwa masih dapat perawat menerima kedua bagian sebagi menggunakan sisi yang sakit dan bagian dari seluruh tubuh. Membiarkan belajar mengontrol sisi yang sehat. klien untuk merasakan adanya harapan dan ulai menerima situasi baru. Bantu dan anjurkan perawatan yang Membantu baik dan memperbaiki kebiasaan. meningkatkan perasaan
Anjurkan orang yang terdekat untuk Menghidupkan mengijinkan klien melakukan kemandirian hal-hal untuk perkembangan
sebanyak-banyaknya dirinya.
peningkatan minat atau partisipasi perubahan dan pengertian tentang peran dalam aktivitas rehabilitasi. individu masa mendatang. kemandirian untuk
dapat membantu adaptasi klien seperti membantu pemenuhan kebutuhan fisik tongkat, alat bantu jalan, tas panjang dan menunjukkan posisi untuk lebih untuk kateter. aktif dalam kegiatan sosial.
Monitor gangguan tidur peningkatan Daat mengidintifikasi terjadinya depresi kesulitan konsentrasi, latergi dan umumnya terjadinya sebagai pengaruh dari stroke, ketika inrervensi dan evaluasi lebih lanjut diperlukan. Kolaborasi; rujuk pada ahli Dapat memfasilitasi perubahan peran
menarik diri.
36
neuropsikologi dan konseling bila ada yang penting untuk indikasi. perasaan.
perkembangan
8. Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan. Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam setelah intervensi kecemasan hilang atau berkurang. KH : mengenal perasaanya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya dan menyatakan cemas berkurang. Intervensi Bantu klien untuk mengekspresikan Cemas perasaan marah, kehilangan dan takut. Rasional berkelanjutan meberikan
lakukan tindakan bila menunjukkan gelisah. perilaku merusak. Hindari konfrantasi. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama dan mungkin penyembuhan. Mulai melakukan tindakan untuk Mengurangi rangsangan eksternal memperlambat
mengurangi
kecemasan.
lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat. Tingkat kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan keadaan klien, informasi menekankan tentang pada
37
memberikan respon balik yang positif. Orietasikan klien terhadap prosedur Orientasi rutin dan aktivitas yang diharapkan. kecemasan. menghilangkan ketegangan dapat menurunkan
waktu
tentang
untuk
perasaan, dan
membentuk perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi
38
BAB 3 PENUTUP
3.1
Simpulan Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat.Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme,luka
fisik,kanker,obat obatan tertentu. Sedangkan ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Meskipun penyebabnya berbeda, manifestasi klinis dari kedua penyakit ini hampir sama dan khas. Yaitu pusing, demam, dan kejang. Oleh karena itu penatalaksanaannyapun hampir sama, terdiri dari terapi farmakologi dan non farmakologi.
3.2
Saran
39