Anda di halaman 1dari 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nata de coco Nata de coco berasal dari Filipina.

Hal ini bisa dipahami karena Filipina merupakan salah satu negara penghasil kelapa yang cukup besar di dunia. Filipina termasuk negara yang paling banyak mendapatkan devisanya dari produk kelapa. Sekitar dekade 60-an penduduk asli Filipina penduduk asli Filipina yang bernama Nata mulai memikirkan nasib jutaan ton air kelapa yang terbuang percuma dari pabrik penghasil kopra di kampung halamannya. Peluang ini digunakan untuk membuat suatu produk yang bermanfaat dan tercipta makanan segar bernama nata de coco. Kata coco berasal dari Cocos nucifera, nama latin dari kelapa. Sementara, di Indonesia pemanfaatan air kelapa belum maksimal, banyak yang terbuang percuma. Namun akhir-akhir ini sudah ada upaya untuk mengelola air kelapa menjadi nata de coco dan juga untuk berbagai produk seperti minuman ringan, jelli, aggur, cuka, etil asetat dan lain lain (Warisno, 2004). Sementara itu Nata juga dapat diartikan dari bahasa Spanyol yang berarti krim (cream). Jadi, nata de coco adalah krim yang berasal dari air kelapa. Krim ini dibentuk oleh mikroorganisme Acetobacter xylinum melalui proses fermentasi. Mikroorganisme ini membentuk gel pada permukaan larutan yang mengandung gula. Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang membentuk nata de coco karena adanya kandungan air sebanyak 91,23 %, protein 0,29 %, lemak 0,15 %, karbohidrat 7,27 %, serta abu 1,06 % di dalam air kelapa. Selain itu, terdapat juga nutrisi nutrisi berupa sukrosa, dektrose, fruktose dan vitamin B kompleks yang terdiri dari asam nikotinat 0,01 ug, asam pantotenat 0,52 ug, biotin

0,02 ug, riboflavin 0,01 ug dan asam folat 0,003 ug per ml. Nutrisi - nutrisi tersebut merangsang pertumbuhan Acetobacter xylinum untuk membentuk nata de coco (Palungkung, 1992). Menurut Astrawan, M (2004), pembentukan nata de coco terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula atau gula dalam air kelapa oleh sel sel Acetobacter xylinum. Kemudian glukosa tersebut digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor (penciri nata) pada membran sel. Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim

mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel. Nata de coco sebenarnya tidak mempunyai nilai gizi yang berarti bagi manusia, oleh sebab itu produk ini dapat dipakai sebagai sumber makanan rendah energi untuk keperluan diet. Nata de coco juga menjadi lebih enak bila di campur dengan es krim, koktail buah atau sirup. Bakteri Acetobacter xylinum akan membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon (C) dan nitrogen (N) melalui suatu proses yang dikontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun (mempolimerisasi) zat gula (dalam hal ini glukosa) menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau selulosa. Dari jutaan jasad renik yang tumbuh dalam air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan yang disebut dengan nata. Sebetulnya, nata dapat diusahakan bukan hanya dari air kelapa tetapi juga dari berbagai jenis bahan yang mengandung gula, protein dan mineral, seperti sari buah-buahan, sari kedelai dan bahkan air gula. Oleh sebab itu, nama nata dapat

bermacam-macam sesuai dengan bahan yang digunakan, seperti nata de soya (dari sari kedelai), nata de mango (dari sari buah mangga), nata de pina (dari sari buah nenas), nata de coco (dari air kelapa) dan sebagainya (Ratna, 2003). Nata sangat baik apabila diolah menjadi makanan atau minuman penyegar, karena nata mengandung serat pangan (dietary fiber) seperti halnya selulosa alami. Nata sangat berperan dalam proses pencernaan makanan yang terjadi dalam usus halus dan penyerapan air dalam usus besar, sehingga sangat bermanfaat dalam pencernaan makanan dan secara tidak langsung sangat baik bagi kesehatan (Pembayun, 2002). Nata de coco atau selulose bakteri merupakan salah satu sumber alternatif bagi penyediaan selulosa dimana bahan ini lebih mudah dibuat, mudah diolah dan mudah diperoleh dengan biaya produksi yang lebih murah. Studi mendalam terhadap nata de coco untuk berbagai bidang aplikasi sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk nata de coco dan tidak terbatas pada pemanfaatannya sebagai produk makanan. Proses pembuatan nata de coco sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hal ini berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobakter xylinum sebagai bakteri untuk proses fermentasi air kelapa. Pertumbuhan Acetobakter xylinum tersebut dipengaruhi oleh oksigen, pH, suhu dan nutrisi. Faktor-faktor inilah yang harus diperhatikan untuk memperoleh nata de coco yang berkualitas baik, di samping itu dalam pembuatannya sangat memerlukan ketelitian dan sterilitas alat (Anonim, 2004).

2.2

Sediaan nata de coco Berdasarkan hasil penelitian, sediaan nata de coco telah banyak

dimanfaatkan untuk berbagai produk. Peneliti asal Jepang telah memanfaatkan nata de coco sebagai bahan baku untuk membuat membran sound system. Hasilnya, loud spaker yang menggunakan membran sound system dari nata de coco memiliki suara yang lebih bersih (Tarwiyah, dkk.2001), Peneliti lain, Bambang Pilu (2003), meneliti tentang kajian sifat fisik film tipis nata de coco sebagai membran ultrafiltrasi. Kini, penelitian nata de coco diarahkan pada penelitian sediaan obat. 2.3 Uraian Bahan Piroksikam (4-hidroksi-2-metil-N-2-piridil-2H-1,2-benzotiazin-3-karboksamida dioksida) Rumus molekul : C15H13N3O4S Rumus bangun : 1,1-

Piroksikam mengandung tidak kurang dari 97.0% dan tidak lebih dari 103.0% C15H13N3O4S. Pemerian : Serbuk, hampir putih atau coklat terang atau kuning terang, tidak berbau. Bentuk monohidrat.

Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, dalam asam-asam encer dan sebagian besar pelarut organik, sukar larut dalam etanol dan dalam larutan alkali mengandung air. Dosis : oral, rectal dan i.m 1 dd 20 mg, dysmenorrea primer. Pada serangan encok, permulaan 40 mg lalu 2 dd 20 mg selama 4-6 hari. Piroksikam adalah obat anti inflamasi baru yang secara kimia berbeda dengan derivat asam karboksilat seperti aspirin, ibuprofen, fenoprofen, indometasin dan tolmetin. Nama kimianya adalah 4-hidroksi-2-metil-N-(2-piridil)-2H-1,2

benzoatiasin 1,1-dioksid, merupakan hasil proses enolisasi penggantian 4 hidroksi.


FARMAKODINAMIKA

Dalam percobaan awal di laboratorium piroksikam ternyata punya khasiat anti radang yang sangat kuat. Pada marmut, daya hambat eritema (kemerahan) 200x lebih kuat daripada aspirin (www.Google.co.id). Aktivitas antipiretiknya praktis sama dengan aspirin. Seperti obat AINS yang lain, piroksikam juga mempunyai aktivitas analgesik. Pada mencit efek analgesiknya 11x lebih poten daripada naproksen dan 64x lebih kuat dari aspirin. Piroksikam tidak mempengaruhi sistem kardiovaskular. Pemberian intravena pada dosis kumulatif sampai 15 mg/kgBB tidak memberikan pengaruh yang berarti pada tekanan darah dan frekwensi jantung ataupun modifikasi respon presor terhadap katekolamin eksogen dan endogen. Pada pemberian peritoneal pada mencit, hanya terlihat tanda-tanda depresi ringan pada susunan saraf pusat.
FARMAKOKINETIKA

Masa paruh piroksikam cukup panjang. Maka meskipun absorbsinya lambat pada pemberian peroral, ia cocok diberikan sebagai dosis tunggal setiap

hari. Dengan dosis tunggal ini, dapat dicapai kadar terapeutik obat selama 24 jam. Pada percobaan klinis dengan pemberian piroksikam pada 15 orang penderita rematoid artritis dengan dosis hingga 10mg, 20mg atau 30mg per hari selama 14 hari, terlihat perbaikan klinis pada penderita. Kadar plasma menetap (steady state) piroksikam dicapai dalam waktu 7 hari atau kurang, pada pemberian dosis tunggal antara 10 dan 30 mg. Maka setelah 1 minggu, dapat ditentukan apakah dosis perlu ditambah atau tidak. Berbeda dengan obat AINS lain, pemberian piroksikam bersamaan dengan aspirin tidak mempengaruhi kadar piroksikam dalam darah. Sedangkan kombinasi lainnya dengan aspirin akan mengurangi kadar obat AINS tersebut dalam Plasma. Mungkin ini disebabkan karena obat golongan asam aromatik seperti indometasin, penoprofen, naproksen, ibuprofen dan tolmetin strukturnya mirip dengan aspirin, ini rupanya menyebabkan terjadinya interaksi kompetitif. Telah dibuktikan pula terjadinya interaksi farmakokinetika antara fenil butazon (suatu asam enolat) dengan aspirin. Mengingat sifat piroksikam, masa paruh yang panjang, potensi yang tinggi dengan kadar plasma yang rendah (3-5 ug/ml) maka dapat diperkirakan, kurangnya interaksi farmakokinetika antara aspirin dan piroksikam mungkin disebabkan oleh rendahnya kadar piroksikam dalam darah tersebut, sehingga tidak terjadi kompetisi pada tempat ikatan. Kadar yang rendah ini menguntungkan dalam pemakaian klinik, asalkan ia aman.
KEAMANAN

Piroksikam merupakan obat yang relatif aman. Ini telah dibuktikan dalam laboratorium. LD 50nya pada rodensia 200-300mg/kgBB, sedang pada anjing lebih dari 700 mg/kgBB. Padahal untuk manusia, dosis yang digunakan tak

sampai 1 mg/kgBB (10-40mg dosis tunggal). Pada penelitin klinik, gangguan saluran cerna dan ulkus adalah gambaran utama efek samping yang timbul pada terapi dengan obat AINS umumnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi efek samping tersebut antara lain formulasi obat dan besarnya dosis yang diberikan untuk mencapai efek anti inflamasi. Sediaan bentuk tablet biasanya mempunyai kecepatan dispersi dan absorpsi lebih lambat daripada bubuk dalam kapsul. Oleh karena itu efek samping sediaan tablet biasanya lebih ringan daripada kapsul. Kadar obat yang dicapai dalam darah sama. Karena masa paruhnya panjang ( 45 jam) ia dapat diberikan sekali sehari. Dosis obat dapat dibagi menjadi 2,3 atau 4 kali sehari bila diperlukan. Piroksikam 20mg/hari relatif lebih aman terhadap saluran cerna daripada aspirin 3,8 g/hari.
CARA PENGGUNAAN.

Piroksikam bentuk kapsul yang biasanya digunakan 1 atau 2 kali sehari secara rutin. Dosis dewasa : -Pemakaian tiap kali minum yaitu 20 mg atau 10 mg diminum 2 kali sehari. -Diminum setelah makan -Diminum selama 8 12 minggu atau lebih -Keselamatan dan efektivitas piroksikam belum tersedia untuk anak-anak -Jangan pernah mengkonsumsi piroksikam saat perut kosong. 2.4 Lambung Lambung atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah sekat rongga badan. Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk

makanan dari kerongkongan . Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari (duodenum). Di dalam lambung, makanan dicerna secara kmiawi. Dinding lambung tersusun dari tiga lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang dan menyerong. Kontraksi dan ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk, warna dan selera terhadap makanan secara refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin dan renin. Asam lambung berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia, berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya renin usus yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam lambung dan usus tanpa sempat dicerna. Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuh kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Jadi,

misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup. Makanan tersebut dicerna sehingga keasamanya menurun. Makanan yang bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Setelah 2 sampai 5 jam, lambung kosong kembali.

Gambar 2.4. Anatomi fisiologi lambung Keterangan gambar 2.4 : 1) Esofagus 2) Kardia 3) Fundus 4) Selaput lendir 5) Otot lapisan 6) Lambung mukosa 7) Tubuh perut 8) Pilorik antrum 9) Pilorus 10) Usus dua belas jari (duodenum) Tebal dinding lambung sekitar 3 mm terdiri dari beberapa lapisan otot yaitu satu lapisan luar dengan serabut otot memanjang dan lapisan dalam dengan

otot melingkar. Mukosa kelenjar yang tebal merupakan lapisan yang paling penting pada penyerapan obat. Dinding tersebut menyerupai sarang lebah karena adanya lipatan-lipatan. Mukosa lambung memiliki barier khusus untuk mencegah terjadinya kerusakan lambung. Mukosa terdiri dari 4 ( empat ) jenis sel penghasil getah : a. Sel utama ( chief cell ) yang mengeluarkan pepsin dan labferment. b. Sel parietal (oxyntic), yang menghasilkan ion H+ dan CI- . Sel-sel tersebut lebih kecil dari sel utama dan tidak terdapat pada daerah pylorus. c. Permukaan mukosa dilapisi sel-sel epitel dan menghasilkan mucus yang sangat kental. d. Sel mukosa bening menghasilkan mucus yang larut. Getah yang dikeluarkan oleh sel parietal ekivalen dengan HCl 0,5 N, tetapi selanjutnya diencerkan oleh getah lainnya sehingga pH cairan lambung akhirnya mendekati 1, tetapi karena adanya pengenceran biasanya pH dapat berada antara 1 dan 3. Dalam cairan lambung konsentrasi maksimum asam klorida adalah 145 mEq/l. 2.5 Usus Halus Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum) dan usus penyerapan (ileum). Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.

Usus halus merupakan lanjutan dari lambung yang terdiri atas 3 bagian, yaitu duodenum yang terfiksasi, jejenum dan ileum yang bebas bergerak. Diameter usus halus antara 2 3 cm dan panjang antara 5 9 cm. Usus halus terdiri dari 5 lapisan melingkar, berupa lapisan otot (musculus) dan lapisan lendir (mukosa ) lapisan yang paling dalam (lapisan mukosa) sangat berperan pada proses penyerapan obat. Duodenum dan bagian pertama jejenum mempunyai fungsi pencernaan, sedangkan bagian kedua jejenum dan mempunyai fungsi penyerapan. Adanya perbedaan pH di dalam usus merupakan pertimbangan pemilihan pH media pelarutan untuk uji sediaan oral dengan aksi terkendali, diperlambat dan terutama untuk sediaan lepas lambat yang tidak tahan asam (Aiache, 1993). 2.6 Tukak Lambung 2.6.1 Defenisi Tukak Lambung Tukak Lambung adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi karena lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh asam lambung dan getah pencernaan. Pada Ulkus yang dangkal disebut erosi. Tukak lambung lesi lokal pada mukosa lambung yang timbul sebagai akibat pengaruh asam lambung dan pepsin. Oleh karena sekresi asam lambung yang berlebihan, sehingga didapat asam HCl bebas. Asam lambung ini dapat dijumpai dibagian bawah esophagus, lambung dan duodenum bagian atas (bulbus). Psikis merupakan suatu faktor yang dapat meningkatkan atau menghambat proses pengeluaran getah. Pada orang pemarah akan terjadi peningkatan pengeluaran getah dan sebaliknya akan terjadi penghambatan pengeluaran getah

pada seseorang yang defresif. Pengeluaran getah lambung meningkat pada keadaan tukak lambung (Syukri, 2002). 2.6.2 Lokasi Tukak Tukak lambung biasanya dijumpai pada daerah perbatasan korpus dengan antrum di daerah kurvutura minor, disebabkan kontak langsung dengan asam dan pepsin. Bentuk tukak bulat atau oval, pinggir tajam dan licin, dinding landai dan licin, dasar ulkus bersih. Dalamnya tukak menembus sampai sub mukosa atau lebih dalam lagi. Dan dalamnya tukak berkisar antara 1 mm sampai 1 cm ( Hadi, 1995). Lokasi infeksi Helicobacter pylori di bagian bawah lambung dan mengakibatkan peradangan hebat, yang sering kali disertai dengan komplikasi pendarahan dan pembentukan lubang-lubang. Peradangan kronis pada bagian distal lambung meningkatkan produksi asam lambung dari bagian badan atas lambung yang tidak terinfeksi. Ini menambah perkembangan tukak lebih besar di usus duabelas jari. 2.7 Kinetika Pelepasan Obat Pelepasan obat dari suatu sediaan lebih mudah diramalkan dengan mengetahui sistem pelepasan obat. Ada 3 macam sistem pelepasan obat yang umum yaitu pelepasan orde nol, orde satu dan orde Higuchi. a. Kinetika Pelepasan Orde Nol Pada sistem orde nol terjadi pelepasan obat dengan kecepatan konstan. Kecepatan pelepasan tidak bergantung pada konsentrasi. Sistem pelepasan ini merupakan sistem pelepasan yang ideal untuk sediaan sustained release.

b. Kinetika Pelepasan Orde Satu Kecepatan pelepasan pada sistem ini bergantung pada konsentrasi. Kecepatan pada waktu tertentu sebanding dengan konsentrasi obat yang tersisa dalam sediaan pada saat itu. c. Kinetika Pelepasan Higuchi Kinetika pelepasan ini diselidiki oleh T.Higuchi sehingga disebut juga pelepasan Higuchi. Laju pelepasan obat dari matriks yang tidak larut umumnya akan mengikuti sistem pelepasan Higuchi. Higuchi menegaskan laju pelepasan obat dari matriks yang tidak larut ini terutama dipengaruhi oleh porositas dan kerumitan (turtuositas) matriks. Porositas menggambarkan pori-pori atau saluran yang dapat dipenetrasi oleh cairan di sekitarnya sedangkan turtuositas memperhitungkan peningkatan panjang jalan difusi karena berkeloknya pori-pori. Turtuositas cenderung mengurangi jumlah obat yang terlepas pada interval waktu yang diberikan (Martin dkk, 1993). 2.8 Disolusi Disolusi adalah proses dimana suatu zat padat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Dalam sistem biologik disolusi obat dalam media aqueous merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik. Laju disolusi obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdesintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik obat (Shargel,1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dari bentuk sediaan biasanya diklasifikasikan atas 3 kategori yaitu:

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat a.Kelarutan. Kelarutan obat merupakan faktor utama yang menentukan laju disolusinya. b.Bentuk kristal atau amorf. Pada umumnya bentuk amorf lebih mudah larut dari pada bentuk kristal. c.Ukuran partikel. Pengurangan ukuran partikel akan memperluas permukaan. Adanya hubungan langsung luas permukaan dengan laju disolusi. Luas permukaan partikel bertambah menyebabkan laju disolusi bertambah karena terjadi pertambahan luas permukaan yang bersentuhan dengan medium disolusi. 2. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan a.Bahan Pembantu. Penggunaan bahan pembantu seperti bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin dalam formulasi mungkin akan menghambat atau mempercepat laju disolusi tergantung dari bahan pembantu yang dipakai. b.Metode granulasi. Proses granulasi basah umumnya memperbesar laju disolusi dari obat-obat kurang larut. c.Daya kompresi. Terdapat perbedaan hubungan antara daya kompresi tablet dan laju disolusinya. Peningkatan tekanan dapat meningkatkan atau menurunkan laju disolusi. Pada tahun 1897 Noyes dan Whitney mengembangkan suatu persamaan untuk menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan disolusi yaitu : dc dt = K ( Cs Ct )

dimana dc/dt adalah laju disolusi obat, K adalah tetapan disolusi, Cs konsentrasi saturasi (kelarutan maksimum), Ct adalah konsentrasi pada waktu t. Dalam percobaan mereka, Noyes dan Whitney menjaga luas permukaan konstan. Namun oleh karena kondisi seperti ini tidak selamanya dapat dipraktekkan maka Brunner dan Tollozko memodifikasi persamaan diatas dengan memasukkan luas permukaan S sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut : dc dt Dalam penentuan laju disolusi obat dari sediaan padat maka harus dipertimbangkan beberapa proses fisikokimia. Proses ini termasuk proses pembasahan sediaan padat, penetrasi medium disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, desintegrasi dan deagregasi (Abdou, 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori, yaitu : a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi : i. Efek kelarutan obat Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat. ii. Efek ukuran partikel Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat. b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat meliputi : i. Faktor formulasi : bahan pengisi, penghancur, pengikat dan bahan pelicin. ii. Faktor pembuatan : metode granulasi, daya kompresi. = K S ( Cs Ct )

c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan laju disolusi, meliputi : i. Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, karena itu menaikkan proses penetrasi matriks oleh medium disolusi. ii. Viskositas medium Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat. iii. pH medium disolusi. Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat non ionik, tetapi disolusinya besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Martin,1993) Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam melakukan uji disolusi yaitu: a. Ukuran dan bentuk wadah. Bentuk dapat berupa alas bulat atau datar. b. Jumlah pengadukan c. Suhu media disolusi. Variasi suhu harus dihindarkan, sebagian besar uji disolusi dilakukan pada suhu 37oC. d. Sifat media disolusi. Media disolusi tidak boleh jenuh dengan obat. Media yang digunakan cairan HCl 0,1N; cairan lambung buatan dan cairan usus buatan.

Anda mungkin juga menyukai