Anda di halaman 1dari 11

3 Pilihan untuk Bisa Working @ Home

Written by Yodhia Antariksa Posted June 7, 2010 at 12:00 am

Dalam tulisan sebelumnya tentang teleworking (yang bisa dibaca disini), kita telah mendedahkan sejumlah manfaat atraktif yang bisa direngkuh dari konsep bekerja dari rumah. Selain mampu membuat kita terhindar dari kemacetan lalu lintas yang acap membikin stres, bekerja dari rumah juga membuat kita bisa lebih dekat dengan anak-anak di rumah. Bagi ibu-ibu yang masih punya anak kecil, duh alangkah eloknya jika bisa tetap bekerja mencari nafkah namun tetap dekat dengan si buah hati. Sayangnya, tidak banyak atau bahkan nyaris tidak ada organisasi di tanah air yang berani mengadopsi pendekatan teleworking itu. Padahal dengan beban lalu lintas di kota besar yang kian membikin miris, konsep bekerja dari rumah adalah salah satu solusi jitu yang layak diterapkan. Tapi okelah, kita toh juga tidak bisa memaksa organisasi atau perusahaan di tanah air untuk mengadopsi kebijakan bekerja dari rumah sepanjang pola pikir mereka masih mengacu pada pendekatan konvensional dan tradisional. Hey, padahal zaman sudah berubah bung ! Nah persis dititik itulah, kita diminta untuk berani mengambil keputusan. Kalau perusahaan atau kantor kita masih belum ngeh dengan konsep bekerja dari rumah, mengapa Anda tidak mengambil inisiatif sendiri? Toh yang menentukan nasib atau masa depan Anda adalah Anda sendiri, bukan pihak lain, pihak manajemen perusahaan atau atasan di kantor Anda. Yes, you can create your own destiny. Mengapa Anda harus terus tergantung dengan kebijakan atasan Anda di kantor atau pihak manajemen perusahaan? Nah, jika Anda sudah memiliki keberanian untuk mengambil inisiatif mandiri agar bisa bekerja dari rumah, berikut tiga pilihan yang mungkin bisa dilakoni.

Pilihan 1 : Menjadi pekerja freelance. Jika Anda memiliki skills yang unik dan layak dijual, maka pilihan ini merupakan opsi yang layak dipertimbangkan. Dengan menjadi freelance worker, kita bisa bebas menentukan waktu kerja, dan juga lokasi dimana kita akan menyelesaikan tugas. Memang, pilihan menjadi freelance lebih terbuka bagi jenis pekerjaan yang knowledge-based seperti : menjadi konsultan pajak, penerjemah, penulis skenario/buku, penulis materi training, programmer, web designer, atau sejenisnya. Nah, kalau Anda merasa memiliki skills yang bersifat knowledge-based seperti itu, maka freelance merupakan opsi yang layak dicoba. Bahkan kalau Anda bisa sedikit berbahasa Inggris, pilihan pekerjaan freelance ini nyaris tak terbatas. Coba kunjungi situs seperti www.elance.com - dan disitu Anda akan mendapatkan tawaran beraneka jenis pekerjaan freelance, yang siapa tahu, ada yang cocok dengan ketrampilan Anda. Pilihan 2 : Membuka usaha atau bisnis sendiri. Kalau Anda sudah capek dengan pekerjaan di kantor, dan lelah pulang pergi ke kantor selama 2 3 jam setiap hari, mengapa tidak membuka usaha/bisnis yang bisa dijalankan dari rumah. Misal : kalau pasangan Anda pandai masak, kenapa tidak buka usaha catering di sekitar rumah? Kalau Anda atau istri Anda suka fashion, kenapa tidak buka usaha bikin baju muslim desain sendiri? Atau kenapa tidak buka usaha kursus (apapun jenis kursus itu) di sekitar rumah? Pendeknya dengan menjalankan usaha sendiri, kita bisa dengan leluasa menentukan lokasi dimana kita akan bekerja, dan alangkah elok jika usaha itu bisa dijalankan dari rumah. Pilihan 3 : Menjalankan bisnis online. Sepanjang di rumah Anda ada koneksi speedy, kita bisa mencari uang secara online dari rumah. Kan katanya sekarang zaman Facebook dan digital live, kenapa kita hanya melulu menjadi konsumen pasif, dan tidak mencoba memanfaatkannya sebagai business opportunity? Begitulah dari rumah Anda yang mungil, barangkali Anda bisa menggelar lapak online, mencoba menjual beragam pilihan produk riil seperti busana kaos, beragam desain batik; ataupun menjual produk digital (non-fisik) seperti produk slide presentasi dalam bentuk file powerpoint. Apapun pilihannya, media online saya kira merupakan salah satu opsi yang terbuka luas bagi mereka yang ngebet ingin bekerja dari rumah. Demikianlah tiga pilihan yang mungkin bisa diambil jika kita hendak menjalankan konsep working @ home. Barangkali hidup kita akan menjadi lebih indah kalau saja kita bisa bekerja mencari nafkah sambil tetap tinggal di rumah. Home sweet home. Rumahku istanaku. Sekarang mungkin harus ditambahkan lagi : rumahku, kantorku. Rumahku : tempat dimana kita bisa mengail sejumput rezeki yang barokah.

Kapan Sebaiknya Pindah Kuadran : Dari Karyawan Menjadi Juragan ?


Written by Yodhia Antariksa Posted September 8, 2008 at 12:10 am

Pindah kuadran adalah sebuah istilah yang menjadi sangat populer lantaran buku best seller bertajuk Rich Dad, Poor Dad karangan Robert T. Kiyosaki. Isitilah ini merujuk pada perpindahan dari kuadran seorang pekerja (employee) bergerak menuju kuadran business owner atau entrepreneuer. Dari seseorang yang tiap bulan menerima gaji secara konstan, bergerak menjadi manusia mandiri yang create their own wealth. Pilihan menjadi entrepreneur kini tampaknya memang tengah digandrungi banyak orang; dan ini tentu saja merupakan sebuah hal yang layak disukuri. Sebab seperti yang pernah saya tulis disini, negeri tercinta ini masih sangat membutuhkan barisan manusia mandiri yang berani mengambil resiko menjadi wirausahawan/wati. Sebuah keberanian untuk meretas jalan panjang demi meraih apa yang acap disebut sebagai financial freedom. Pertanyaannya adalah : jika kita sudah terlanjur menjadi pekerja kantoran (employee) dan mungkin kini tengah menikmati sebuah comfort zone, apa yang mesti harus dilakukan untuk pindah kuadran? Dan kapan sebaiknya pindah kuadran? Tak ada jawaban baku disini, sebab seperti kata pepatah ada banyak jalan menuju Roma. Demikian pula, mungkin ada seribu jalan

untuk melakoni proses perpindahan kuadran. Namun disini, saya hendak mendedahkan sejumlah catatan yang mungkin layak digenggam. Catatan yang pertama adalah ini: kalaulah kelak Anda ingin menyodorkan resignation letter dan bertekad bulat full time menjalani wirausaha, pastikan bahwa probalilitas keberhasilan bisnis/usaha yang akan Anda tekuni itu setidaknya berada pada kisaran angka 70 %. Aturan inilah yang dulu saya terapkan ketika pada tahun 2004, saya memutuskan pindah kuadran, dan secara full time menekuni usaha secara mandiri. Saya akhirnya berani mengambil keputusan itu, setelah berdasar analisa yang saya lakukan, saya berkeyakinan bahwa usaha yang akan saya tekuni ini memiliki probabilitas 70 % akan berhasil (dan sejauh ini, alhamdulilah, estimasi itu tidak meleset). Pertanyaan berikutnya : dari mana angka 70 % diperoleh? Ya tentu saja berdasar analisa atas potensi pasar. Ini bisa dilakukan dengan cara observasi, survei secara sederhana, ataupun berdasar kisah kegagalan/keberhasilan serta pengalaman dari para pelaku bisnis di bidang yang akan Anda tekuni. Angka itu juga mesti memperhatikan kapabilitas internal Anda dalam menjalani usaha yang akan ditekuni. Namun pada akhirnya, semua juga terpulang pada your personal judgement. Kalau Anda bermental penakut, meskipun secara rasional hasil analisa menunjukkan bahwa 70 % usaha ini akan berhasil, namun mungkin hati kecil Anda akan selalu bilang rasanya peluang bisnis ini untuk berhasil kok cuman 20 % saja.. Wah, kalo begini mindset sampeyan, ya ndak jalanjalan. Kalu begini, berarti mindset Anda yang perlu direparasi (silakan baca tulisan INI untuk merefresh mindet Anda). Catatan yang kedua adalah ini : kalaulah Anda belum berani full time pindah kuadran, maka tentu saja Anda bisa menjalani apa yang saya sebut sebagai double kuadran. Bekerja di kantor tetap dilakoni, namun perlahan-lahan mulai merintis bisnis secara mandiri. Kelak kalau roda bisnis itu ternyata bisa memberikan income yang memadai, baru kemudian mengajukan pengunduran diri dari kantor. Model semacam ini menjanjikan rute yang lebih aman, dan sudah banyak kisah keberhasilan yang tersaji melalui rute double kuadran ini. Melalui smart management atau juga melalui pengaturan waktu yang tepat, pilihan model ini rasanya sangat layak untuk dicoba. Pertanyaan terakhir : lalu apa dong kira-kira bisnis yang harus saya lakukan? Nah ini pertanyaan yang mudah dijawab. Silakan saja datang ke toko buku Gramedia (yang ada di Matraman, Jakarta merupakan the best choice) atau toko buku terdekat di kota Anda. Disitu Anda akan segera melihat puluhan atau mungkin ratusan buku tentang beragam peluang bisnis : mulai dari kiat bisnis waralaba, peluang bisnis baju koko, bisnis rumah makan mak nyus, bisnis jualan obat, bisnis secara online, bisnis jualan air isi ulang, bisnis properti.semua ada, tinggal dipilihpilih mana yang paling cocok menurut Anda. Akhir kata, selamat mencoba dan berjuang menjadi juragan. Yang penting jangan terlalu banyak dipikir-pikir. Just do it now. Take action. Dan biarkan waktu yang menilai apakah kita akan berhasil, atau masih harus terus berjuang. Goodluck, my friends.

Cara Mengembangkan Entrepreneur Mindset


Written by Yodhia Antariksa Posted August 25, 2008 at 12:08 am

Negeri ini masih sangat kekurangan entrepreneur. Dibalik beragam liputan tentang seribu satu sosok enterpreneur, negeri ini ternyata masih sangat sedikit memiliki kaum wirausaha. Data terkini menunjukkan angka populasi entreprenuer di negeri ini hanya 0,18 % dari total penduduk, atau hanya sekitar 400,000 orang. Sebuah jumlah yang terlalu sedikit untuk sebuah negara dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa. Padahal, kisah kemonceran sebuah bangsa selalu dilentikkan oleh kisah heroisme para entrepreneurnya. Mereka membangun bisnis dari nol, mendedahkan cerita legendaris, dan kemudian menancapkan jejak yang amat kokoh dalam sejarah ekonomi dunia. Amerika akan selalu dikenang karena mereka memiliki Henry Ford, Bill Gates, ataupun Lary Page & Sergei Brin (pendiri Google). Jepang menjadi legenda lantaran kisah Akio Morita (pendiri Sony), Soichiro Honda dan Konosuke Matshushita (Panasonic). Lalu bagaimana solusinya? Apa yang mesti dilakukan negeri ini sehingga kelak akan lahir Bill Gates dari Bandung, Akio Morita dari Pemantang Siantar, ataupun Sergei Brin dari tanah Maluku? Solusi ini akan coba kita bentangkan dengan terlebih dulu menulusuri dua faktor utama kenapa negeri ini masih sangat kekurangan sosok entrepreneur yang tangguh.

Jawaban yang pertama mudah : kita sangat kekurangan jumlah entrepreneur karena sistem pendidikan kita memang mendidik kita untuk menjadi pegawai dan bukan entrepreneur; mengarahkan kita untuk menjadi kuli, bukan kreator. Sungguh mengherankan, sepanjang kita sekolah selama puluhan tahun, kita nyaris tidak pernah mendapatkan pelajaran mengenai entrepreneurship. Juga nyaris tak pernah mendapatkan pelajaran tentang keberanian mengambil resiko, tentang ketajaman mencium peluang bisnis, ataupun pelajaran tentang life skills sebuah pelajaran penting yang akan membikin kita menjadi manusia-manusia mandiri nan digdaya. Tidak. Kita tak pernah mendapatkan itu semua. Selama bertahun-tahun kita hanya dijejali dengan aneka teori dan konsep, seolah-olah kelak kita akan menjadi kuli atau pegawai di sebuah pabrik. Lalu begitulah, setiap penghujung tahun ajaran, setiap kampus ataupun sekolah bisnis beramai-ramai mengadakan Job Fair, memberikan pembekalan (sic! ) tentang cara menyusun CV yang bagus dan trik bagaimana menghadapi wawancara kerja. Semua dilakukan sebab seolahseolah bekerja menjadi kuli berdasi di perusahaan besar (kalau bisa multi national companies) merupakan jalur emas yang wajib ditempuh oleh setiap lulusan sarjana. Kenyataan seperti diatas mestinya harus segera dikurangi. Sebab situasi semacam itu hanya akan membuat spirit entrepreneurship kita pelan-pelan redup. Sebaliknya, kita sungguh berharap pendidikan dan pelajaran entrepreneurship diberikan secara masif dan sejak usia dini, setidaknya sejak di bangku sekolah SLTP (pelajaran tentang entrepreneurship juga bisa Anda dapatkan DISINI). Sebab dengan demikian, negeri ini mungkin bisa bermimpi melahirkan deretan entrepreneur muda nan tangguh pada rentang usia 17 tahun-an. Pada sisi lain, acara semacam job fair mestinya disertai dengan acara yang tak kalah meriahnya, yakni semacam Entrepreneurship Campus Festival. Kita membayangkan dalam ajang ini, ribuan mahasiswa muda datang dengan beragam gagasan bisnis yang segar, dan kemudian dipertemukan dengan barisan investor yang siap mendanai ide bisnis mereka (investor ini sering juga disebut sebagai angel investor atau venture capital). Melalui ajang inilah bisa dilahirkan ribuan entrepreneur muda baru dari setiap kampus yang ada di pelosok tanah air. Dan sungguh, dengan itu mereka tak lagi harus antri berebut fomulir lamaran kerja, ditengah terik panas matahari, dengan peluh di sekujur tubuh, dengan muka yang kian sayu.(duh, biyung, malang nian nasibmu). Faktor kedua yang membuat kita sangat kekurangan entrepreneur, dan juga harus segera diatasi adalah ini : mindset orang tua kita yang cenderung lebih menginginkan anaknya menjadi pegawai/karyawan. Sebab, orang tua mana sih yang tidak bangga jika anaknya bisa menjadi ekskutif di Citibank atau manajer di Astra International? Mindset semacam ini menjadi kelaziman sebab bagi kebanyakan orang tua kita, mengabdi dan bekerja di sebuah perusahaan besar setelah lulus kuliah adalah jalur yang harus dilalui untuk merajut kesuksesan. Sebuah jalur paling stabil dan paling aman untuk dapat melihat anaknya mampu membangun rumah dan memiliki sebuah mobil sedan. Sebaliknya, orang tua kita acap ragu dan gamang ketika melihat anaknya memutuskan untuk membangun usaha secara mandiri. Mereka khawatir jangan-jangan hal ini akan membuat anak cucu mereka kelaparanMindset semacam ini pelan-pelan harus diubah. Cara yang paling efektif adalah dengan menyodorkan semakin banyak contoh keberhasilan yang bisa diraih para

entrepreneur muda. Dengan kisah-kisah keberhasilan ini, diharapkan orang tua kita menjadi kian sadar bahwa pilihan menjadi entreprenuer dan membuka usaha sendiri merupakan jalur yang juga bisa membawa kesuksesan yang melimpah. Ya, orang tua kita mungkin perlu disadarkan, bahwa pilihan menjadi juragan ayam ternak di kampung halaman tak kalah hebat dibanding menjadi manajer di Citibank yang berkantor megah di Sudirman. Bahwa pilihan menjadi juragan batik grosir tak kalah mak nyus dibanding menjadi ekeskutif di sebuah perusahaan multi nasional

Mengais Rezeki dari Penghasilan Sampingan, Kenapa Tidak?


Written by Yodhia Antariksa Posted July 19, 2010 at 12:00 am

Biaya hidup rasanya terus mendaki dari tahun ke tahun, dengan kecepatan yang acap membikin kita terkaing-kaing. Biaya belanja seharihari, biaya anak sekolah (lengkap dengan seabrek kursus-kursunya), biaya tak terduga (ah, betapa banyaknya pos yang satu ini!), rasanya terus melambung. Bagi Anda yang bekerja sebagai karyawan kantoran, dimana kenaikan gaji sering cuman segitusegitu saja, tentu melambungnya biaya hidup itu acap membikin kepala kliyengan. Belum tiba tanggal gajian, lho kok uangnya sudah habis duluan. Boro-boro liburan sekeluarga ke Bali, uang buat beli susu saja kadang ndak cukup. Doh ! Bagi sebagian besar orang, konsep kebebasan financial (financial freedom) memang masih terasa sebagai sebuah fantasi. Jadi bagaimana dong? Bagaimana agar tidur kita lebih nyenyak, ndak diganggu dengan beban finansial keluarga yang rasanya kian berat? Dilatari oleh kondisi seperti itulah, lalu muncul gagasan tentang mencari rezeki tambahan dari penghasilan sampingan. Maksudnya, selain gaji sebagai pekerja kantoran, bisa ndak ya kira-kira kita bisa mengais sejumput rezeki tambahan yang halal, dari usaha sampingan? Jawabannya : bisa. Dan disini kita akan membahas dua pilihan yang mungkin bisa dilakoni untuk mencari sejengkal rezeki sampingan.

Pilihan yang pertama adalah : mulai memberdayakan istri/calon istri untuk mencari sumber penghasilan tambahan (sory, pilihan ini memang hanya berlaku bagi Anda yang berjenis kelamin lelaki). Mungkin sebagian dari kita sudah memiliki istri; dan banyak diantaranya hanya berperan sebagai ibu rumah tangga thok. Kalau begini, kenapa kita tidak mulai mendorong dan memberdayakan pasangan hidup kita untuk ber-metamorfosa menjadi insan yang produktif? Memang tidak semua istri kita punya bakat untuk menjalani usaha atau pandai berdagang. Namun dengan dorongan Anda, para ibu rumah tangga itu pasti bisa belajar menjadi penghasil rezeki yang tangguh (apalagi jika sudah kepepet). Contoh : rekan saya yang bekerja sebagai pekerja di sebuah BUMN memberdayakan istrinya untuk menjadi pengelola toko serba ada miliknya. Melalui usaha yang berjibaku, omzet tokonya itu telah menghasilkan keuntungan yang sama dengan gaji bulanan dia. Lumayan. Apalagi jika istri/calon istri Anda itu punya hobi atau bakat keahlian tertentu, seperti masak, suka fashion/menjahit, atau demen dengan pernik kecantikan. Nah, kalau seperti ini bisa lebih mak nyus. Salah satu tetangga saya misalnya, punya istri yang jago bikin risoles yang renyah. Kini usaha sampingan istrinya itu terus melesat; dan memberikan tambahan rezeki yang melimpah. Jadi kalau Anda punya istri/calon istri yang potensial, kenapa tidak mulai dari sekarang diberdayakan menjadi pencari rezeki tambahan? Pilihan yang kedua adalah : mencari penghasilan tambahan melalui keahlian Anda. Kita tahu sebagai pekerja kantoran kita bekerja Senin Jumat dari jam 8 5 sore. Nah bukankah kita masih punya waktu setelah itu. Misal dari jam 7 s/d jam 12 malam? Atau di hari Sabtu. Mengapa kita tidak menggunakan waktu ini untuk mencari penghasilan tambahan? Misalnya, malam-malam daripada sekedar browsing ndak karuan, mengapa kita tidak melakukan kegiatan online untuk mencari tambahan penghasilan. Seperti teman saya misalnya. Selain bekerja dari pagi sampai sore sebagai pekerja kantoran, di malam hari ia menjalankan kegiatan kursus membaca cepat secara online. Ajaib : peminatnya membludak (peminatnya banyak karena memang kursus membaca cepat-nya bermutu bagus). Atau jika Anda punya keahlian sebagai trainer, mengapa tidak mencari tambahan rezeki dengan menjadi trainer pas di hari Sabtu atau di hari kerja dengan cara mengambil cuti. Atau contoh lain : setiap Sabtu atau di malam hari, Anda meluangkan waktu untuk mengelola bisnis Anda sendiri, entah bisnis bikin seragam kantor, bisnis jualan pulsa elektronik, bisnis jualan makanan khas dari kampung halaman Anda, bisnis cuci mobil, bisnis jualan kebab waralaba, atau bisnis pijat refleksi. Pendeknya, meski bekerja sebagai karyawan kantoran, kita tidak menutup peluang untuk mencari penghasilan tambahan yang halal. Baik pilihan pertama, pilihan kedua atau kombinasi dari dua pilihan diatas, bisa Anda lakukan dengan sepenuh hati. Yang penting : action. Jangan cuma dipikir-pikir doang. Kalau cuman dipikir, kapan aksinya dong. (Salah satu ide usaha sampingan yang mungkin bisa Anda pilih dapat DILIHAT DISINI).

3 Cara untuk Menjalankan Online Business


Written by Yodhia Antariksa Posted June 14, 2010 at 12:00 am

Pertumbuhan jumlah pengguna internet di tanah air terus meningkat secara signifikan. Data terakhir menunjukkan kisaran angka antara 30 40 juta users. Jumlah akun Facebook dari Indonesia terus melesat; mengalahkan jumlah akun dari negara lain. Jumlah pengguna Twitter dari tanah air juga terus menjulang; membuat mereka bisa menguasai panggung Twitter dunia (itulah mengapa kata kunci Ariel Peterporn bisa menguasai jagat twitter global, dan membikin para selebritis dunia bertanya-tanya : who the hells is ariel?) Pendeknya, lansekap dunia online di tanah air akan terus tumbuh dengan sumringah. Dan dibalik pertumbuhan yang terus melaju itu, terselip sejumlah peluang bisnis yang mungkin bisa dipetik. Dalam perbincangan kali ini, kita akan mendiskusikan tiga jenis cara untuk mendulang rezeki yang barokah dari dunia maya. Cara yang pertama adalah membangun website atau blog dengan gemilang dan konsisten, lalu bisa mendatangkan banyak pengunjung fanatik; dan lantas berharap ada sejumlah sponsor yang mau memasang iklan. Bagi blog independen yang berbahasa Indonesia, pilihan ini memang ternyata tidak begitu mudah lantaran jarang ada sponsor besar yang mau memasang iklan di blog/web personal. Kalaupun ada yang mau memasang iklan, biasanya lebih banyak dari jasa penyedia layanan iklan agregat semacam adsense atau kliksaya.com. Dan income dari layanan iklan semacam ini ternyata tidak begitu menggembirakan : rata-rata blog bagus mungkin hanya mendapatkan pemasukan antara Rp 2 3 juta per bulan; dan blog abal-abal mungkin hanya mendapatkan ratusan ribu saja per bulan.

Karena itu, mungkin cara yang kedua ini lebih menarik : yakni membangun web/blog untuk berjualan sesuatu (selling something). Sesuatunya bisa bersifat intangible (produk digital yang bisa ditransfer melalui internet, semacam produk ebook atau software) atau benar-benar produk fisik seperti berjualan kaos provokatif, obat herbal, abon lele, atau berjualan obat kuat khusus lelaki. Berjualan produk digital (seperti ebook) via internet memang sangat praktis; Anda tidak perlu gudang fisik untuk menyimpan stok. Semua file tersimpan di komputer; dan jika ada yang beli tinggal perintah mesin untuk mengirimkannya secara otomatis. Semuanya berjalan 24 jam sehari dengan otomatis tanpa Anda perlu sibuk mengirimkan barang via pos/Tiki. Berjualan produk fisik/nyata melalui internet juga tetap mengasyikkan. Anda tidak perlu menyewa ruko yang mahal, dan tidak perlu nongkrong berjam-jam menunggui toko (ya kalau tokonya ramai, kalau toko sepi kan manyun sepanjang hari). Anda hanya butuh telpon atau email untuk menerima pesanan; toko Anda bisa terus buka 24 jam sehari; dan potensi pembeli bisa datang dari seluruh nusantara. Memang berjualan produk fisik di online ini membutuhkan modal yang lumayan. Mungkin modal awal yang diperlukan sekitar Rp 10 30 juta, tergantung jenis produk yang akan dijual. Namun kalau berhasil, kita mungkin bisa mendapatkan omzet antara Rp 40 80 juta per bulan. Kalau margin profit-nya 20 %, kan lumayan juga income kita per bulan. Cara yang terakhir adalah membangun web/blog untuk personal branding and promotion. Pilihan ini intinya adalah menggunakan web/blog untuk mempromosikan dan menjual jasa keahlian kita. Dan persis pilihan ketiga inilah yang saya lakukan dengan blog keren yang sekarang Anda baca ini. Sebagai seorang yang bekerja sebagai konsultan/trainer, saya merasa blog ini sungguh sangat berjasa dalam menjaring klien-klien potensial. Tak sedikit klien yang mengundang saya sebagai konsultan/trainer lantaran mereka mengenal jasa saya melalui blog ini. Pilihan ketiga ini saya kira juga bisa dilakukan oleh mereka yang memang memiliki jasa keahlian khusus, mulai dari jasa fotografi, perias pengantin, web desaigner, jasa renovasi rumah, hingga jasa sedot WC, jasa perpanjangan STNK, atau jasa reparasi AC. Demikianlah, tiga pilihan atau peluang bisnis online yang barangkali bisa dijalankan. Masingmasing menawarkan karakteristik yang berbeda-beda; namun jika digarap dengan serius semuanya menjanjikan potensi income yang memadai. Saya kira sudah saatnya kita meluangkan waktu online untuk mulai menjajaki ketiga pilihan bisnis diatas. Ini mungkin lebih baik darapada sekedar menghabiskan waktu berjam-jam untuk browsing video Luna Maya dan Cut Tari.

Anda mungkin juga menyukai